Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan bagian dari kurikulum
program studi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
F-MIPA Universitas Tulang Bawang (UTB) Lampung yang dilaksanakan
oleh mahasiswa/i semesterVII. PKL Dilaksanakan dalam waktu yang sudah
dijadwalkan oleh jurusan dan di bawah bimbingan dosen dari jurusan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Universitas
Tulang Bawang (UTB) Lampung dan staf dari tempat Praktek Kerja
Lapangan(PKL). Untuk menunjang kompetensi lulusan sarjana mahasiswa/i
jurusan farmasi F-MIPA UTB Lampung. Penguasaan dalam mata kuliah
teori dan praktikum pada jurusan dirasa belum dapat melengkapi
kompetensi mahasiswa/i untuk dipandang siap menjadi lulusan yang
mempunyai kompetensi keahlian di bidang kefarmasian.
Sehubungan dengan hal itu maka dirancang Praktek Kerja Lapangan
(PKL) ini yang berguna untuk melengkapi dan memberikan pengalaman
kepada mahasiswa/i tentang bagaimana penerapan pengetahuan yang telah
diperoleh di ruang kuliah tersebut yang dapat dilakukan di berbagai tempat
dilapangan. Tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL) dipilih sesuai dengan
analisa penggunaan lulusan yang bagi sebagian besar bekerja pada bidang
pelayanan yaitu apotek. Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini mahasiswa
diharapkan dapat menambah pengetahuannya melalui observasi dan praktek
pada dunia kerja di apotek.
Pembangunan kesehatan menyangkut upaya peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Proses mewujudkan pembangunan kesehatan yang
berkualitas perlu dipersiapkan tenaga kesehatan yang memadai. Seiring
dengan pesatnya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di bidang
kesehatan, Salah satunya adalah bidang obat–obatan, dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan semakin banyak pula ditemukan obat-
obat baru yang membuat perindustrian farmasi di Indonesia berkembang
pesat.Salah satunya yang bergerak di bidang farmasi adalah apotek.
Berdasarkan peraturan pemerintah No.51 tahun 2009 tentang kefarmasian,
apotek merupakan suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat yang dipimpin oleh
seorang apoteker yang disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA).Seorang
apoteker harus memiliki wawasan yang luas, keterampilan yang memadai
mengenai pelayanan kefarmasian, manajemen apotek, serta kemampuan
berkomunikasi yang baik sehingga dapat memberikan informasi yang benar
kepada masyarakat luas maupun tenaga kesehatan lainnya. Untuk itu, apotek
sebagai sarana yang bergerak di bidang jasa pelayanan harus mampu
memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu, tidak hanya
memfokuskan diri terhadap pengelolaan obat sebagai komoditas (product
oriented), namun juga harus mengedepankan pelayanan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented).
Mengingat pentingnya peran seorang apoteker tersebut,maka dari
itu, program studi Farmasi FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(F-MIPA) Universitas Tulang Bawang (UTB) Lampung melakukan suatu
upaya berupa pengalaman kerja yang dikenal sebagai Praktek Kerja
Lapangan (PKL). Pada sisi lain Praktek Kerja Lapangan (PKL) juga
berguna sebagai sarana pengenalan lapangan kerja dan informasi di bidang
pendidikan kesehatan.Hasil observasi di lapangan dilanjutkan dengan
menulis laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL)di susun ditulis oleh
kelompok mahasiswa di bawah Bimbingan Pembimbing Lapangan (DPL)
dari program studi dan 1 (satu) orang praktisi kefarmasian dari tempat
melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
1.2 Tujuan Kegiatan PKL
a. Memperkenalkan mahasiswa pada berbagai macam jenis pelayanan
kefarmasian manajemen logistik dan pelayanan farmasi klinis di
apotek.
b. Memberikan gambaran mengenai struktur organisasi,tugas dan
fungsi tenaga kefarmasian situasi dan kondisi di apotek.
c. Mahasiswa mampu berpikir kritis untuk melihat antara teori dan
praktek.
d. Mempersiapkan para calon sarjana farmasi menjalani prosesnya
secara profesional, handal dan mandiri serta mampu menjawab
tantangan.
1.3 Manfaat PKL
Adanya Praktek Kerja Lapangan(PKL) diharapkan dapat mencapai
beberapa manfaat yaitu:
1. Bagi mahasiswa dapat meningkatkan wawasan keilmuan mahasiswa/i
tentang situasi dalam dunia kerja bidang kefarmasian.
2. Bagi program studi :
a. Dapat menjadi tolak ukur pencapaian kinerja program studi
khususnya untuk mengevaluasi hasil pembelajaran oleh instalasi
tempatPraktek Kerja Lapangan(PKL),apakah kemampuan
mahasiswa/i sesuai dengan target kompetensi kelulusan.
b. Dapat menjalin kerjasama dengan instansi tempat Praktek Kerja
Lapangan (PKL).
3. Bagi instansi tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL):
a. Dapat menjadi bahan masukan bagi instansi untuk menentukan
kebijakan sarana pelayanan kefarmasianapotek di masa yang akan
datang berdasarkan hasil pengkajian dan analisis yang dilakukan
mahasiswa selama Praktek Kerja Lapangan (PKL).
1.4 Waktu dan Tempat PKL
Praktik Kerja lapangan dilaksanakan di Apotek Kimia Farma 256 ARIF
RAHMAN HAKIM yang beralamata di Jl.Arif Rahman Hakim Perum
BTN III Blok TR No.2 Way Halim PermaiBandar Lampung. Waktu
pelaksanaan di Apotek Kimia Farma 256 ARIF RAHMAN HAKIM
selama 3 minggu, hari dimulai tanggal 2 September 2019 sampai 23
September 2019, dengan pembagiaan shift sebagai berikut :

1. Shift pagi : Pukul 07.00 – 14.00 WIB


2. Shift siang : Pukul 15.00 – 21.00 WIB
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Pengartian Apotek


Apotek menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
(RI) No. 9 tahun 2017 yaitu sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker. Peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan hukum menteri kesehatan
Republik Indonesia mengeluarkan peraturan nomor 73 tahun 2016 tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek. Standar pelayanan kefarmasian
di apotek meliputi standar: pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan habis pakai. Pelayanan klinik meliputi: pengkajian resep,
dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat
(PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
1. Pengkajian dan pelayanan resep
Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kajian farmasetik
dan kajian klinis.
a. Kajian administratif meliputi:
1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.
2) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf.
3) Tanggal penulisan resep.
b. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

1) Bentuk dan kekuatan sediaan


2) Stabilitas
3) Kompabilitas (Ketercampuran obat)
4) Jumlah obat
5) Cara dan teknik penggunaan
6) Rute pemberian
c. Kajian klinis meliputi:
1) Ketepatan indikasi dan dosis obat
2) Aturan, cara dan lama penggunaan obat
3) Duplikasi dan/atau polifarmasi
4) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain)
5) Kontra indikasi dan
6) Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.Pelayanan resep dimulai
dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap
alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian obat (medication error).
2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal
sebagai berikut:
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:
1) kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep.
2) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik obat.
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
1) warna putih untuk obat dalam/oral.
2) warna biru untuk obat luar dan suntik.
3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi atau emulsi.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari
penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:


a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket,
cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara
penulisan etiket dengan resep).
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang
terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan obat dan lain-lain.
f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin
emosinya tidak stabil.
g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker (apabila diperlukan).
i. Menyimpan resep pada tempatnya
j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada
pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan
dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan
olehapoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam
segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien
atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat
bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan,
formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik,
farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan
pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, apoteker menggunakan three prime
questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu
dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus
melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(misalnya: Tuberculosis (TB), Diabetes Mellitus(DM)).
c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi: pasien menerima beberapa obat
untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini
juga termasuk pemberian lebih dari satuobat untuk penyakit
yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
5. Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan
rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis pelayanan kefarmasian
di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker,meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang
berhubungan dengan pengobatan.
b. Identifikasi kepatuhan pasien.
c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di
rumah, misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan
insulin.
d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum.
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan
penggunaan obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.
f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat
yang merugikan.

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadapobat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis
dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalami efek samping Obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Berdasarkan peraturan pemerintah No.51 tahun 2009, tugas dan fungsi
apotek adalah sebagai berikut,yaitu :
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker.
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan
farmasi antara lain obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,
penggunaan, pengadaan, penyimpanan dan pendisribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat, pelayanan
informasi obat,serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
a. Pengadaan sediaan farmasi
1) Pengadaan sediaan farmasi dilakukan pada fasilitas produksi,
fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan
sediaan farmasi.
2) Pengadaan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga
kefarmasian.
3) Pengadaan sediaan farmasi harus dapat menjamin keamanan,
mutu, manfaat dan khasiat sediaan farmasi.
b. Produksi sediaan farmasi
1) Pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi harus
memiliki apoteker penanggung jawab.
2) Apoteker penanggung jawabdapat dibantu oleh apoteker
pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian.
3) Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang apoteker sebagai
penanggungjawab.
c. Distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
1) Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa
obat harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggung
jawab.
2) Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau
tenaga teknis kefarmasian.
3) Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi sebagaimana dimaksud harus memenuhi
ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan oleh menteri

d. Fasilitas pelayanan kefarmasian


1) Dalammenjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan
kefarmasian.
2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh apoteker.
3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat apoteker, menteri
dapat menempatkan tenaga teknis kefarmasian yang telah
memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Tekhnis
Kefarmasian(STRTTK) pada sarana pelayanan kesehatan dasar
yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat
kepada pasien.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian
pada jenis fasilitas pelayanan kefarmasian ditetapkan oleh
menteri.
2.3 Tujuan apotek
Menurut peratruan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 73 tahun
2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek pengaturan standar
pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.

2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.

3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak


rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

2.4 Persyaratan Apotek


Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No 9 tahun 2017
tentang apotek, persyaratan apotek meliputi :
1. Persyaratan pendirian
a. Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
b. Dalam hal apotekeryang mendirikan apotek bekerjasama dengan
pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan.
2. Pendirian apotek harus memenuhi persyaratan
a. Lokasi
Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengatur persebaran
apotek diwilayahnya dengan meperhatikan akses masyarakat
dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
b. Bangunan
1) Bangunanapotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan,dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang lanjut
usia.
2) Bangunan apotek harus bersifat permanen.
3) Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksudkan pada
ayat (2) dapat merupakan bagian atau terpisah dan pusat
pembelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah
susun, dan bangunan sejenisnya.
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
1) Bangunanapotek sebagaimana dimaksudkan dalam pasal
paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi :
a) Penerimaan resep
b) Pelayanan resep dan peracikan
c) Penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
d) Konseling
e) Penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
f) Arsip
2) Prasarana apotek paling sedikit terdiri dari :
a) Instalasi air bersih
b) Instalasi listrik
c) Sistem tata udara
d) Sistem proteksi kebakaran
3) Peralatan
a) Peralatan apotek meliputisemua peralatan yang
dibutuhkan dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian.
b) Peralatan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) antara
lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas
obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem
pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan
pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.
c) Formulir catatan pengobatan pasien sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (2) merupakan catatan mengenai
riwayat penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan atau
permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker
yang diberikan kepada pasien.
4) Sarana dan prasarana
Sarana, prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 sampai dengan pasal 9 harus dalam keadaan
terpelihara dan berfungsi dengan baik.
d. Ketenagaan
1) Apoteker memegang Surat Izin Apotek(SIA) dalam
menyelenggarakan apotek dapat dibantu oleh apoteker lain,
tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.
2) Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki surat izin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

3. Pendirian Apotek
a. Persyaratan Perizinan
Berikut adalah persyaratan apotek berdasarkan peraturan menteri
kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang
apotek :
1) Setiap pendirian apotek wajib memiliki izin dari
menteri.Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Izin berupaSurat
Izin Apotek(SIA). Surat Izin Apotek(SIA) berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
2) Untuk memperolehSurat Izin Apotek(SIA), apoteker harus
mengajukan permohonan tertulis kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.Permohonan harus ditandatangani oleh
apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif
meliputi:
a) FotokopiSurat Tanda Registrasi Tenaga Tekhnis
Kefarmasian(STRTTK) dengan menunjukan Surat
Tanda Registrasi Tenaga Tekhnis
Kefarmasian(STRTTK)asli.
b) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
c) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker.
d) Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan.
e) Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak
menerima permohonan dan dinyatakan telah memenuhi
kelengkapan dokumen administratif,pemerintah daerah
kabupaten/kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek.
4) Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri dari tenaga kefarmasian dan
tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim
pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil
pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara
Pemeriksaan(BAP) kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.
6) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak
pemerintah daerah kabupaten/kota menerima laporan
memenuhi persyaratan. Pemerintah daerah kabupaten/kota
menerbitkanSurat Izin Apotek(SIA) dengan tembusan
kepada direktur jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi,
kepalaBadan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota, dan organisasi profesi.
7) Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum
memenuhi persyaratan, pemerintah daerah kabupaten/kota
harus mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam
waktu 12 (dua belas) hari kerja.
8) Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi
persyaratan pemohon dapat melengkapi persyaratan paling
lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan
diterima.
9) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan
persyaratan, maka pemerintah daerah kabupaten/kota
mengeluarkan surat penolakan.
10) Apabila pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
menerbitka Surat Izin Apotek(SIA) melebihi jangka waktu
apoteker pemohon dapat menyelenggarakan apotek dengan
menggunakan Berita Acara Pemeriksaan(BAP) sebagai
pengganti Surat Izin Apotek(SIA).
11) Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan Surat Izin
Apotek(SIA) penerbitannya bersama dengan penerbitan
Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker
pemegang Surat Izin Apotek(SIA). Masa berlaku Surat Izin
Apotek (SIA) mengikuti masa berlaku Surat Izin Praktek
Apoteker (SIPA).
b. Syarat Pendirian Apotek
Syarat pendirian apotik menurut peraturan pemerintahNo. 51
Tahun 2010:
1) FotokopiSurat Izin Kerja (SIK).
2) FotokopiKartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat persayaratan
tempat tinggal secara nyata.
3) Fotokopidenah begunan surat yang menyatakan status
bangunan dan bentuk akte hak milik/sewa/kontrak.
4) Daftar Asiten Apoteker (AA) mencantumkan nama, alamat,
tahun lulus dan Surat Izin Kerja (SIK).
5) Asli danfotokopiterperinci alat perlengkapan apotek
6) Surat pernyataan APA tidak bekerja pada perusahaan farmasi
dan tidak menjadi APA di apotik lain
7) Asli danFotokopi Surat Izin atas bagi PNS, anggota ABRI dan
pegawai instansi pemerintah lainnya.
8) Akte perjanjian kerjasamaApoteker Pengelola Apotek
(APA)dan Pemilik Sarana Apotek (PSA).
9) Surat pernyataan tidak terlibat Pemilik Sarana Apotek (PSA).
10) Pelanggaran Perundang-undangan farmasi
11) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
12) Rekomendasi Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia(ISFI)

c. Pencabutan izin apotek


Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan Perundang-
undangan yang berlaku. Sesuai dengan keputusan menteri
kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002,
kepala dinas kesehatan dapat mencabut suratizin apotek apabila :
1) Apoteker yang sudah tidak memenuhi ketentuan atau
persyaratan sebagi Apoteker Pengelola Apotek (APA)
2) Apotek tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan pembekalan farmasi yang
bermutu baik dan terjamin keabsahannya serta tidak
memenuhi kewajiban dalam memusnahkan pembekalan
farmasi yang tidak dapat digunakan lagi atau dilarang
digunakan.
3) Apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 tahun secara terus-menerus.
4) Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai narkotika, obat keras, psikotropik serta
ketentuan peraturan perundang-undagan lainnya.
5) Surat izin kerja apoteker pengelola apotek dicabut.
6) Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran
perundang-undagan dibidang obat.
7) Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.
8) Peringatan tertulis kepada apoteker pengelola apotek
sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu
masing-masing 2 bulan.
9) Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya
6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan
apotek.
10) Pembekuan apotek dapat dicairkan kembali bila apotek telah
membuktikan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundnag-undagan. Hal ini dilakukan setelah
kepalaBadan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
setempat melakukan pemeriksaaan.
11) Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh
kepala dinas kesehatan atau kota disampaikan langsung
kepada apoteker pengelola apotek dengan menggunakan
contoh formulir model APT-15, tembusan kepada menteri
dan kepala dinas provinsi setempat serta kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan(BPOM).
12) Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola apotek
atau apoteker pengganti wajib mengamankan pembekalan
farmasinya.
2.5 Pengelolaan/Manajemen Obat dan Perbekalan Farmasidi Apotek
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
berdasarkan PEREMENKES No. 73 tahun 2017 meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
percatatan dan pelaporan.

1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi,alat kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
3. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan.
4. Penyimpanan
a. Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
b. Semua obat atau bahan obat disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan kestabilitasannya.
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk menyimpan
barang lain yang dapat menyebabkan kontaminasi.
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
e. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out)
dan FIFO (First In First Out).
5. Pemusnahan dan penarikan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Obat yang mengandung narkotik atau
psikotropik pemusnahannya dilakukanoleh apoteker dan disaksikan
oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota. Pemusnahan dibuktikan
dengan Berita Acara Pemusnahan (BAP) menggunakan formulir 1
(satu) sebagai mana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan dan dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
tugas lain di apotek serta dibuktikan dengan BAP menggunakan
formulir 2 (dua) sebagaimana terlampir selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kabupaten atau kota.
c. Pemusnakan dan penarikan sediaan farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau
ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik
izin edar berdasarkan perintah penarikan olehBadan Pengawas
Obat dan Makanan(BPOM) atau berdasarkan inisiatif pemilik izin
edar dengan tetap memberi laporan kepada BPOM.
e. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis hapis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnaya dicabut oleh menteri.
6. Pengendalian
Untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan
pelayanan, penyimpanan dan pengeluaran, bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
Persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara
manual atau elektronik. Kartu stok memuat nama obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa
persediaan
7. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
8. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal untuk
memenuhi kewajibana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya

2.6 Pelayanan Apotek


Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien.Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Dispensing
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4. Konseling
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

1. Pengkajian dan pelayanan Resep


Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetikdan pertimbangan klinis.

a. Kajian administrasif meliputi:


a) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.
b) Nama dokter, nomer Surat Izin Praktek (SIP), alamat, nomer
telepon, dan paraf.
c) Tanggal penulisan resep
b. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
a) Bentuk dan kekuatan sediaan
b) Stabilitas
c) Kompabilitas (ketercampuran obat)
d) Jumlah obat
e) Cara dan teknik penggunaan
f) Rute pemberian
c. Kajian klinis meliputi:
a) Ketepatan indikasi dan dan dosis obat
b) Aturan, cara dan lama penggunaan obat
c) Duplikasi dan/atau polifarmsi
d) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain)
e) Kontra indikasi
f) Interaksi
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.Pelayanan resep
dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan
obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. pada setiap
tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat (medication error).
2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai
berikut:
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:
1) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep
2) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik obat.
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
1) Warna putih untuk obat dalam/oral
2) Warnabiru untuk obat luar dan suntik
3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi atau emulsi.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari
penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:


1. Sebelumobat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian
antara penulisan etiket dengan resep).
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang
terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping,
cara penyimpanan obat dan lain-lain.
6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan
cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat
mungkin emosinya tidak stabil.
7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
8. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker (apabila diperlukan).
9. Menyimpan resep pada tempatnya.
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan
obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan
olehapoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam
segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien
atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat
bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi
khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi,
terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil
dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga,
sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.

4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling,apoteker harus melakukan verifikasi bahwa
pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(misalnya:Tuberculosis (TB), Diabetes Mellitus(DM)).
c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk
indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk
pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui
dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
5. Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya.Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan
oleh apoteker, meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan pasien
c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin
d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat
yang merugikan.

7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

2.7 Peraturan dan Perundang-Undangan Apotek

Apotek merupakan satu diantara sarana pelayanan kesehatan masyarakat


yang diatur dalam :
1. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. Undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
3. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun2017
tentang apotek.
4. Peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian.
5. Peraturan pemerintah nomor 47 tahun 2016 tentang fasilitas
pelayanan kesehatan.
6. Peraturan menteri kesehatan nomor 31 tahun 2016 tentang
Perubahanperaturan menteri kesehatan nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin
kerja tenaga kefarmasian.
7. Peraturan menteri kesehatan nomor 73 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di apotek.
8. Peraturan menteri kesehatan nomor 3 tahun 2015 tentang peredaran,
penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika
dan prekusor farmasi.
9. Peraturan menteri kesehatan nomor 41 tahun 2017 tentang
perubahan penggolongan narkotika.
BAB III
SEJARAH PT.KIMIA FARMA

3.1 Sejarah PT. Kimia Farma Tbk.


Sejarah Kimia Farma (KF) dimulai sekitar tahun 1957, pada saat pengambil alihan
perusahaan milik Belanda yang bergerak di bidang farmasi oleh Pemerintah
Republik Indonesia (Pengenalan Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.,
2010). Perusahaan- perusahaan yang mengalami nasionalisasi antara lain N.V.
Pharmaceutische Hendel vereneging J. Van Gorkom (Jakarta), N.V. Chemicalier
Handle Rathcamp&Co (Jakarta), N.V. Bavosta (Jakarta), N.V.
BandoengscheKinine Fabriek (Bandung) dan N.V Jodium Onderneming
Watoedakon (Mojokerto).
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
dan PP No. 69 tahun 1961 Kementerian Kesehatan mengganti Bapphar menjadi
BPU (Badan Pimpinan Umum) Farmasi Negara dan membentuk Perusahaan
Negara Farmasi (PNF). Perusahaan Negara Farmasi tersebut adalah PNF Radja
Farma, PNF Nurani Farma, PNF Nakula Farma, PNF Bio Farma, PNF Bhinneka
Kimia Farma, PNF Kasa Husada dan PNF Sari Husada.(19)

Pada tanggal 23 Januari 1969, berdasarkan PP No. 3 Tahun 1969 perusahaan-


perusahaan negara tersebut digabung menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma
dengan tujuan penertiban dan penyederhanaan perusahaan-perusahaan negara.(20)
Selanjutnya pada tanggal 16 agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia
Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara
dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT. Kimia
Farma (Persero), Tbk.
Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi di ASEAN yang mengakibatkan
APBN mengalami defisit anggaran, dan hutang negara semakin besar. Untuk
mengurangi beban hutang, Pemerintah mengeluarkan kebijakan privatisasi
BUMN. Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan
BUMN No.
S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma (Persero),
Tbk., diprivatisasi. Pada tanggal 4 Juli tahun 2000 PT. Kimia Farma (Persero),
Tbk. resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES)
sebagai perusahaan publik. Pada tanggal 4 Januari 2002 didirikan dua anak
perusahaan yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading &
Distribution untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang
dengan cepat.

1. Budaya perusahaan.
Perseroan telah menetapkan budaya perusahaan yang merupakan nilai-
nilai inti Perseroan (corporate values) yaitu I C A R E yang menjadi
acuan/pedoman bagi Perseroan dalam menjalankan usahanya, untuk berkarya
meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Berikut adalah budaya
perusahaan (corporate culture) perseroan :

Innovative : Think without the box


Collaborative : Working together is the key to success
Agile : Adapt & move quickly
Responsible : Committed to excellence
Enthusiastic : Be Energetic!

2. 5 As sebagai Ruh Budaya Perusahaan yang terdiri dari :


Kerja Ikhlas: Siap bekerja dengan tulus tanpa pamrih untuk kepentingan
bersama.
Kerja Cerdas: Kemampuan dalam belajar cepat (fast learner) dan memberikan
solusi yang tepat.
Kerja Keras:Menyelesaikan pekerjaan dengan mengerahkan segenap
kemampuan untuk mendapatkan hasil terbaik.
Kerja Antusias:Keinginan kuat dalam bertindak dengan gairah dan semangat
untuk mencapai tujuan bersama.
Kerja Tuntas:Melakukan pekerjaan secara teratur dan selesai untuk
menghasilkan output maskimal yang sesuai dengan harapan.

2.1 Profil Kimia FarmaApotek


PT. Kimia Farma Apotek (KFA) merupakan anak perusahaan dari PT. Kimia
Farma (Persero), Tbk. yang didirikan pada tanggal 4 Januari 2002. PT. Kimia
Farma Apotek adalah bagian dari bidang usaha farmasi yang bergerak di bidang
ritel produk-produk farmasi. PT. Kimia Farma Apotek telah memiliki kurang
ratusan apotek atas puluhan unit bisnis yang tersebar di seluruh Indonesia.
Visi dan Misi PT. Kimia FarmaApotek

VISI

Menjadi perusahaan Healthcare pilihan utama yang terintegrasi dan menghasilkan


nilai yang berkesinambungan.

MISI

1. Melakukan aktivitas usaha di bidang-bidang industri kimia dan farmasi,


perdagangan dan jaringan distribusi, ritel farmasi dan layanan kesehatan serta
optimalisasi aset.
2. Mengelola perusahaan secara Good Corporate Governance dan operational
excellence didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) profesional.
3. Memberikan nilai tambah dan manfaat bagi seluruh stakeholder.
Pendaftaran

Gudang KLINIK KIMIA FARMA Ruang praktek Dr.


SP. KJ

K
Wc
UR
SI
TU
N
Mushola G
G
Ruang praktek Dr.
U
PA SP. KJ
Tem Gondo K
SIE
pat la UR
N
Raci Obat SI
k TU
N
G
G Ruang Praktek Dr.
U gigi
PA
Kasir
SIE
N
s
Wc
s s
w w
s s a
a
w w l
l a
a a
a y
l l
y a
a a UGD
a n
y y
PARKIR

Gambar 3.2Tata Ruang Kimia Farma.

3.3 Struktur Organisasi

Apoteker

Suryani S.Farm,.Apt

Asisten Apoteker Asisten Apoteker

Rapi Yanti Amd., Lia Fatma


Farm

Juru Racik Juru Racik

Siti Maimah Nenci Neora

Table 3.1 Struktur Organisasi

Apotek Kimia Farma 256 Arif Rahman Hakim di pimpin oleh seorang
apoteker sebagai apoteker penanggung jawab.Apoteker penanggung jawab
dibantu dengan 2 (dua) orang asisten apoteker, dan 2 (dua)orang tenaga
teknis kefarmasian.Semuasaling berkordinasi dalam menjalan tugas.
3.4 Pengelolaan
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), Apotek Kimia
Farma 256 Arif Rahman Hakim menggunakan :
a. Metode pola konsumsi yaitu berdasarkan data pengeluaran barang
periode lalu, selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam
kelompok fast moving (cepat beredar) maupun yang slow moving
(lambat beredar) dan dengan perhitungan berdasarkan analisis
pareto. Hukum pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu
memiliki persentasi terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki
dampak terbesar (80%). Hukum pareto terbagi atas :
1) Pareto A
Merupakan kelompok obat yang paling cepat laku dan dalam
beberapa kasus merupakan obat yang sangat mahal. Kelompok
A merupakan kelompok mayoritas di apotek, oleh karena itu
seharusnya dimonitoring dengan sangat ketat, agar tidak terjadi
kekosongan obat.
2) Pareto B
Merupakan obat yang penjualannya agak lambat dan dalam
beberapa kasus obat yang lebih murah dibandingkan kelompok
A, kelompok ini cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu
stock saja tidak perlu dimonitoring seketat kelompok A
3) Pareto C
Merupakan kelompok obat yang penjualannya paling lambat dan
dalam beberapa kasus merupakan obat yang paling murah
dibandingkan kelompok A dan B, kelompok ini tidak perlu
dimonitor terlalu ketat. Apoteker seharusnya secara periodik
memonitoring kelompok C untuk menentukan apakah obat
tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan.
b. Metode epidemologi yaitu melihat berdasarkan pada penyebaran
penyakit dan pola pengobatan penyakit yang sering terjadi dalam
masyarakat sekitar.
2. Pengadaan
Kegiatan pengadaan sediaan farmasi di Apotek Kimia Farma 256Arif
Rahman Hakim dilakukan secara Buttom Up, yaitu berdasarkan
permintaan yang dilakukan dari bawah, dengan alur sebagai berikut :
a. Asisten apoteker dibawah pengawasan apoteker melakukan
memonitoring terhadap obat-obat yang kosongdan dilakukan satu
kali selama 2 (dua) minggu.
b. Asisten apoteker dibawah pengawasan apoteker menulis sediaan
farmasi atau obat obat yang kosong yang akan dipesan kedalam
Buku Defacta
c. Kemudian Apoteker membuat Surat Pesan (SP) langsung
kedistributor, Surat Pesanan (SP) yang dibuat diberikan ke BM
(Business Manager) sebagai laporan pengadaan. Sedangkan untuk
memesan obat golongan narkotika melalui PT.Kimia Farma
Trading and DistributionSurat Pemesanan (SP) dibuat 5 (lima)
rangkap, 1(satu) rangkap untuk apotek, dan 4 rangkap untuk Kimia
Farma, PBF, BPOM dan Dinkes Kabupaten/Kota.
3. Penerimaan
Setelah kegiatan pemesanan dilakukan dan dilakukan penerimaan
barang, obat dikirim langsung oleh Pedagang Besar Farmasi(PBF) yang
ditunjuk ke Apotek Kimia Farma 256 Arif Rahman Hakim dan diterima
kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap obat kesesuaian antara Surat
Pesanan dengan Faktur yang diberikan oleh PBF (jumlah, sediaan,
nomor batch, nomor expiredate obat dan bentuk sediaan).
4. Penyimpanan
Setelah obat diterima obat dicatat di buku faktur, kemudian disimpan
kedalam lemari atau gondola obat,kemudian obat yang masuk di catat
kedalam kartu stok.Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 256 Arif
Rahman Hakimdengan memperhatikan berbagai hal seperti berikut :
a. Memperhatikan bentuk, jenis sediaan dan disusun secara alfabetis,
suhu, serta dikelompokkan sesuai efek farmakologis.

b. Pengeluaran obat dilakukan dengan cara FEFO (First Expire First


Out), dimana obat yang memiliki waktu kadaluwarsa dekat lebih
dulu dikeluarkan dan sisten FIFO (First Expire First Out ),dimana
obat yang pertama kali masuk, akan menjadi obat yang partama
kali keluar.

5. Kegiatan yang dilakukan selama PKL


Praktik kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di Apotek Kimia Farma 256 Arif
Rahman Hakim selama 15 hari kerja dari tanggal 2 September 2019 sampai 23
september 2019. Setiap harinya melakukan sampling obat minimal 20 item obat
bisa dari gondola Obat Bebas ,Bebas Terbatas, dan Generik untuk memonitoring
Obat-obat yang mendekati batas kadaluwarsa, hal yg harus diperhatikan pada saat
sampling yaitu, Expate Date, jumlah stok keseluruhan obat, lalu disesuaikan
Dalam melaksanakan pelayanan apotek dilakukan setiap hari selama 16 jam
dengan pembagian jam kerja apotek menjadi 2 shift yaitu shift pagi : Pukul 07.00-
14.00 WIB, shift siang : Pukul 14.00-21.00 WIB.
Selama melakukan praktik kerja lapangan di Apotek Kimia Farma 256 Arif
Rahman Hakim, melayani obat sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang
sudah berlaku. Ada beberapa pelayanan obat yang harus dibedakan yaitu resep
pasien kredit dan pasien umum. Pelayanan resep kredit di Apotek Kimia Farma
256 Arif Rahman Hakim meliputi pelayanan resep kredit BPJS dan resep kredit
dari instansi atau perusahaan yang bekerjasama dengan Apotek Kimia Farma.
Berkaitan dengan pasien atau peserta BPJS ada syarat-syarat yang harus di
berikan pada saat penebusan di Apotek Kimia Farma 256 Arif Rahman Hakim
yaitu resep asli dari Puskesmas, klinik atau dokter keluarga, fotocopy resep dua
lembar, fotocopy kartu peserta BPJS dua lembar, fotocopy surat khusus rujuk balik
dua lembar, fotocopy elegibilitas dua lembar serta menunjukkan persyaratan yang
asli. Sedangkan pasien atau peserta selain BPJS menyesuaikan aturan dari
masing-masing instalasi.
Kegiatan yang dilakukan setiap hari selama PKL, melayani obat yang meliputi
peracikan obat, pengemasan obat, pencatatan resep BPJS, mengecek keadaan dan
jumlah obat, mengecek data pasien dan resepnya sesuai yang sudah di dropping,
menulis faktur, menulis buku keluar masuknya obat, memberikan obat ke pasien
dan menyampaikan pelayanan informasi obat kepada pasien serta menulis salinan
resep jika pasien meminta.

Anda mungkin juga menyukai