PENDAHULUAN
TINJAUAN UMUM
3. Pendirian Apotek
a. Persyaratan Perizinan
Berikut adalah persyaratan apotek berdasarkan peraturan menteri
kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang
apotek :
1) Setiap pendirian apotek wajib memiliki izin dari
menteri.Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Izin berupaSurat
Izin Apotek(SIA). Surat Izin Apotek(SIA) berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
2) Untuk memperolehSurat Izin Apotek(SIA), apoteker harus
mengajukan permohonan tertulis kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.Permohonan harus ditandatangani oleh
apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif
meliputi:
a) FotokopiSurat Tanda Registrasi Tenaga Tekhnis
Kefarmasian(STRTTK) dengan menunjukan Surat
Tanda Registrasi Tenaga Tekhnis
Kefarmasian(STRTTK)asli.
b) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
c) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker.
d) Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan.
e) Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak
menerima permohonan dan dinyatakan telah memenuhi
kelengkapan dokumen administratif,pemerintah daerah
kabupaten/kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek.
4) Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri dari tenaga kefarmasian dan
tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim
pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil
pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara
Pemeriksaan(BAP) kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.
6) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak
pemerintah daerah kabupaten/kota menerima laporan
memenuhi persyaratan. Pemerintah daerah kabupaten/kota
menerbitkanSurat Izin Apotek(SIA) dengan tembusan
kepada direktur jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi,
kepalaBadan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota, dan organisasi profesi.
7) Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum
memenuhi persyaratan, pemerintah daerah kabupaten/kota
harus mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam
waktu 12 (dua belas) hari kerja.
8) Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi
persyaratan pemohon dapat melengkapi persyaratan paling
lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan
diterima.
9) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan
persyaratan, maka pemerintah daerah kabupaten/kota
mengeluarkan surat penolakan.
10) Apabila pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
menerbitka Surat Izin Apotek(SIA) melebihi jangka waktu
apoteker pemohon dapat menyelenggarakan apotek dengan
menggunakan Berita Acara Pemeriksaan(BAP) sebagai
pengganti Surat Izin Apotek(SIA).
11) Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan Surat Izin
Apotek(SIA) penerbitannya bersama dengan penerbitan
Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker
pemegang Surat Izin Apotek(SIA). Masa berlaku Surat Izin
Apotek (SIA) mengikuti masa berlaku Surat Izin Praktek
Apoteker (SIPA).
b. Syarat Pendirian Apotek
Syarat pendirian apotik menurut peraturan pemerintahNo. 51
Tahun 2010:
1) FotokopiSurat Izin Kerja (SIK).
2) FotokopiKartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat persayaratan
tempat tinggal secara nyata.
3) Fotokopidenah begunan surat yang menyatakan status
bangunan dan bentuk akte hak milik/sewa/kontrak.
4) Daftar Asiten Apoteker (AA) mencantumkan nama, alamat,
tahun lulus dan Surat Izin Kerja (SIK).
5) Asli danfotokopiterperinci alat perlengkapan apotek
6) Surat pernyataan APA tidak bekerja pada perusahaan farmasi
dan tidak menjadi APA di apotik lain
7) Asli danFotokopi Surat Izin atas bagi PNS, anggota ABRI dan
pegawai instansi pemerintah lainnya.
8) Akte perjanjian kerjasamaApoteker Pengelola Apotek
(APA)dan Pemilik Sarana Apotek (PSA).
9) Surat pernyataan tidak terlibat Pemilik Sarana Apotek (PSA).
10) Pelanggaran Perundang-undangan farmasi
11) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
12) Rekomendasi Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia(ISFI)
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi,alat kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
3. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan.
4. Penyimpanan
a. Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
b. Semua obat atau bahan obat disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan kestabilitasannya.
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk menyimpan
barang lain yang dapat menyebabkan kontaminasi.
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
e. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out)
dan FIFO (First In First Out).
5. Pemusnahan dan penarikan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Obat yang mengandung narkotik atau
psikotropik pemusnahannya dilakukanoleh apoteker dan disaksikan
oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota. Pemusnahan dibuktikan
dengan Berita Acara Pemusnahan (BAP) menggunakan formulir 1
(satu) sebagai mana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan dan dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
tugas lain di apotek serta dibuktikan dengan BAP menggunakan
formulir 2 (dua) sebagaimana terlampir selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kabupaten atau kota.
c. Pemusnakan dan penarikan sediaan farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau
ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik
izin edar berdasarkan perintah penarikan olehBadan Pengawas
Obat dan Makanan(BPOM) atau berdasarkan inisiatif pemilik izin
edar dengan tetap memberi laporan kepada BPOM.
e. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis hapis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnaya dicabut oleh menteri.
6. Pengendalian
Untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan
pelayanan, penyimpanan dan pengeluaran, bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
Persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara
manual atau elektronik. Kartu stok memuat nama obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa
persediaan
7. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
8. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal untuk
memenuhi kewajibana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling,apoteker harus melakukan verifikasi bahwa
pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(misalnya:Tuberculosis (TB), Diabetes Mellitus(DM)).
c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk
indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk
pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui
dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
5. Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya.Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan
oleh apoteker, meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan
b. Identifikasi kepatuhan pasien
c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin
d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah
1. Budaya perusahaan.
Perseroan telah menetapkan budaya perusahaan yang merupakan nilai-
nilai inti Perseroan (corporate values) yaitu I C A R E yang menjadi
acuan/pedoman bagi Perseroan dalam menjalankan usahanya, untuk berkarya
meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Berikut adalah budaya
perusahaan (corporate culture) perseroan :
VISI
MISI
K
Wc
UR
SI
TU
N
Mushola G
G
Ruang praktek Dr.
U
PA SP. KJ
Tem Gondo K
SIE
pat la UR
N
Raci Obat SI
k TU
N
G
G Ruang Praktek Dr.
U gigi
PA
Kasir
SIE
N
s
Wc
s s
w w
s s a
a
w w l
l a
a a
a y
l l
y a
a a UGD
a n
y y
PARKIR
Apoteker
Suryani S.Farm,.Apt
Apotek Kimia Farma 256 Arif Rahman Hakim di pimpin oleh seorang
apoteker sebagai apoteker penanggung jawab.Apoteker penanggung jawab
dibantu dengan 2 (dua) orang asisten apoteker, dan 2 (dua)orang tenaga
teknis kefarmasian.Semuasaling berkordinasi dalam menjalan tugas.
3.4 Pengelolaan
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), Apotek Kimia
Farma 256 Arif Rahman Hakim menggunakan :
a. Metode pola konsumsi yaitu berdasarkan data pengeluaran barang
periode lalu, selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam
kelompok fast moving (cepat beredar) maupun yang slow moving
(lambat beredar) dan dengan perhitungan berdasarkan analisis
pareto. Hukum pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu
memiliki persentasi terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki
dampak terbesar (80%). Hukum pareto terbagi atas :
1) Pareto A
Merupakan kelompok obat yang paling cepat laku dan dalam
beberapa kasus merupakan obat yang sangat mahal. Kelompok
A merupakan kelompok mayoritas di apotek, oleh karena itu
seharusnya dimonitoring dengan sangat ketat, agar tidak terjadi
kekosongan obat.
2) Pareto B
Merupakan obat yang penjualannya agak lambat dan dalam
beberapa kasus obat yang lebih murah dibandingkan kelompok
A, kelompok ini cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu
stock saja tidak perlu dimonitoring seketat kelompok A
3) Pareto C
Merupakan kelompok obat yang penjualannya paling lambat dan
dalam beberapa kasus merupakan obat yang paling murah
dibandingkan kelompok A dan B, kelompok ini tidak perlu
dimonitor terlalu ketat. Apoteker seharusnya secara periodik
memonitoring kelompok C untuk menentukan apakah obat
tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan.
b. Metode epidemologi yaitu melihat berdasarkan pada penyebaran
penyakit dan pola pengobatan penyakit yang sering terjadi dalam
masyarakat sekitar.
2. Pengadaan
Kegiatan pengadaan sediaan farmasi di Apotek Kimia Farma 256Arif
Rahman Hakim dilakukan secara Buttom Up, yaitu berdasarkan
permintaan yang dilakukan dari bawah, dengan alur sebagai berikut :
a. Asisten apoteker dibawah pengawasan apoteker melakukan
memonitoring terhadap obat-obat yang kosongdan dilakukan satu
kali selama 2 (dua) minggu.
b. Asisten apoteker dibawah pengawasan apoteker menulis sediaan
farmasi atau obat obat yang kosong yang akan dipesan kedalam
Buku Defacta
c. Kemudian Apoteker membuat Surat Pesan (SP) langsung
kedistributor, Surat Pesanan (SP) yang dibuat diberikan ke BM
(Business Manager) sebagai laporan pengadaan. Sedangkan untuk
memesan obat golongan narkotika melalui PT.Kimia Farma
Trading and DistributionSurat Pemesanan (SP) dibuat 5 (lima)
rangkap, 1(satu) rangkap untuk apotek, dan 4 rangkap untuk Kimia
Farma, PBF, BPOM dan Dinkes Kabupaten/Kota.
3. Penerimaan
Setelah kegiatan pemesanan dilakukan dan dilakukan penerimaan
barang, obat dikirim langsung oleh Pedagang Besar Farmasi(PBF) yang
ditunjuk ke Apotek Kimia Farma 256 Arif Rahman Hakim dan diterima
kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap obat kesesuaian antara Surat
Pesanan dengan Faktur yang diberikan oleh PBF (jumlah, sediaan,
nomor batch, nomor expiredate obat dan bentuk sediaan).
4. Penyimpanan
Setelah obat diterima obat dicatat di buku faktur, kemudian disimpan
kedalam lemari atau gondola obat,kemudian obat yang masuk di catat
kedalam kartu stok.Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 256 Arif
Rahman Hakimdengan memperhatikan berbagai hal seperti berikut :
a. Memperhatikan bentuk, jenis sediaan dan disusun secara alfabetis,
suhu, serta dikelompokkan sesuai efek farmakologis.