PENDAHULUAN
obat yang rasional dalam melakukan praktik tersebut. Apoteker juga dituntut
untuk melakukan monitoring penggunaan obat, melakukan evaluasi serta
mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya (PP RI No.51, 2009,
PerMenKes RI, No. 73, 2016).
Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas akhir dari Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Perapotekan mengenai pelayanan resep yang
dilaksanakan pada tanggal 19 maret-24 april 2018 di Apotik Prodya Care
Makassar. Laporan ini akan dibahas mengenai pelayanaan resep di apotek untuk
memberikan gambaran mengenai peran apoteker dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek khususnya dalam pelayanan resep.
Tugas dan fungsi apoteker sesuai dengan kompetensi yaitu nine stars
pharmacist adalah sebagai berikut (WHO, 2006) :
1. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi
informasi obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, artinyaapoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu
mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil
keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika
pasien tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep maka apoteker dapat
berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif
yang sama namun harga lebih terjangkau.
3. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi dengan baik
dengan pihak ekstern (pasien atau customer) dan pihak intern (tenaga
profesional kesehatan lainnya).
4. Leader, artinya apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di
apotek. Sebagai seorang pemimpin, apoteker merupakan orang yang
terdepan di apotek, bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari
manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen SDM serta
bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.
5. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam
hal pelayanan, pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan
administrasi keuangan. Untuk itu apoteker harus mempunyai
kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-
prinsip ilmu manajemen.
6. Life long learner, artinya apoteker harus terus-menerus menggali
ilmu pengetahuan, senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan
keterampilannya serta mampu mengembangkan kualitas diri.
7. Teacher, artinya apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing
bagi stafnya, harus mau meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni
profesinya, tidak hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi
harus dapat melaksanakan profesinya tersebut dengan baik.
5
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
2. Farmasi klinik.
b) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d) Penyimpanan
1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out )dan FIFO
(First In First Out)
e) Pemusnahan dan Penarikan
1. Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kedaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh
7
4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang
berbeda untuk menjaga mutu obat danmenghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:
a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan
serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan
resep)
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait
dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus
dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-
lain
f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang
baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya
tidak stabil
g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker (apabila diperlukan)
i. Menyimpan resep pada tempatnya
j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat
bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
c) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
11
Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi
meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutikdan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
Contoh: Tuzalos® (tablet), Paratusin® (tablet & sirup), Bufect® (tablet & suspensi).
a. Contoh P.No.1 : Paratusin® (tablet & sirup), Antimo® tablet, Bisolvon® (tablet &
elixir), Silex® (sirup).
b. Contoh P.No 2 : Betadine® gargle.
c. Contoh P.No.3 : Biosepton® solution, Caladine® lotion, Canesten® krim.
d. Contoh P.No.4 : Rokok dan serbuk untuk penyakit asma untuk dibakar yang
mengandung scopolamin (asthma cigarettes).
e. Contoh P.No.5 : Rivanol® kompres yang digunakan untuk kompres luka.
f. Contoh P.No.6 : Anusol® suppositoria.
3. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep
dokter. Untuk penandaan obat keras mengacu kepada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia tentang tanda khusus obat keras daftar G adalah
“Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf
K yang menyentuh garis tepi” (DepKes RI, 2006).
17
4. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan (PerMenKes No.3,
2015). Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam
Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang Medali Merah”.
22
Penggolongan narkotika :
a. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan (UU No.35,
2009). Contohnya antara lain : Opioum, Kokaina,
Tetrahydrocannabiol, Delta 9 Tetrahydrocannabiol, dan
Asetorfina (PerMenKes No. 2, 2017).
b. Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan (UU No. 35, 2009). Contohnya antara lain:
Alfasetilmetadol, Fentanil, Metadona, Morfina, Petidina
(PerMenKes No. 2, 2017).
c. Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan (UU No. 35, 2009).
Contohnya antara laian : Etilmorfina, Kodeina, Nikodikodina,
Nikokodina, Propiram (PerMenKes No. 2, 2017).
Pengelolaan narkotika (PerMenKes No. 3, 2015) :
1) Pemesanan
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan berdasarkan
surat pesanan dimana surat pesanan narkotika hanya dapat
digunakan untuk satu jenis narkotika dan surat pesanan harus
terpisah dari pesanan barang lain serta dibuat paling sedikit 3
rangkap.
23
2) Penyimpanan narkotika
Tempat penyimpanan narkotika harus mampu menjaga
keamanan, khasiat, dan mutu.
Lemari khusus harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Terbuat dari bahan yang kuat.
b) Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah
kunci yang berbeda.
c) Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
d) Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung
jawab/apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan.
3) Penyerahan narkotika
Penyerahan narkotika antara lain kepada apotek lainnya, puskesmas,
instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, dokter, dan pasien.
Penyerahan narkotika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter
4)Pencatatan dan pelaporan narkotika
Apotek wajib membuat, menyimpan, menyampaikan
laporan pemasukan dan penyerahan atau penggunaan
narkotika setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat
menggunakan sistem pelaporan secara elektronik paling
lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Seluruh dokumen
pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran,
dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan
narkotika wajib disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga)
tahun.
Pencatatan paling sedikit terdiri atas :
a) Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika.
b) Jumlah persediaan.
c) Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.
24
d) APA membuat berita acara pemusnahan, dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan
tembusannya disampaikan kepada Kepala Balai setempat.
Berita acara pemusnahan (BAP), paling sedikit memuat :
a) Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
b) Tempat pemusnahan.
c) Nama apoteker pengelola apotek (APA).
d) Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut.
e) Nama dan jumlah narkotika.
f) Cara pemusnahan.
g) Tanda tangan apoteker pengelola apotek (APA) dan saksi.
d. APA membuat berita acara pemusnahan, dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan
tembusannya disampaikan kepada Kepala Balai setempat.
Berita acara pemusnahan (BAP), paling sedikit memuat
(PerMenKes No. 3, 2015) :
a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
b. Tempat pemusnahan.
c. Nama apoteker pengelola apotek (APA).
d. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut.
e. Nama dan jumlah prekursor farmasi.
f. Cara pemusnahan.
g. Tanda tangan apoteker pengelola apotek (APA) dan saksi.
Pencatatan dan pelaporan prekursor farmasi
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan,
dokumen penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan
termasuk surat pesanan prekursor farmasi wajib disimpan
secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun (PerMenKes No. 3,
2015).
Pencatatan paling sedikit terdiri atas (PerMenKes No. 3,
2015) :
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan prekursor farmasi.
b. Jumlah persediaan.
c. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.
d. Jumlah yang diterima.
e. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan
penyaluran/penyerahan.
f. Jumlah yang disalurkan/diserahkan.
g. Nomor batch dan tanggal kadaluarsa setiap penerimaan
atau penyaluran/penyerahan.
h. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
29
An. K
R/ Sanprima Syrup No I
R/ Antiza No II
Paracetamol 500 mg No II
Tremenza No II
Nama obat, bentuk Vectrin 300 mg No II
sediaan, dosis, dan √ - Amoxicillin 500 mg No II
jumlah obat Metilprednisolon 4 mg No II
Diazepam No II
Metoclopramid 10 mg No II
mf pulv No X
R/ L-Bio No X
1. s 2 dd cth (2 kali sehari 1 sendok teh)
Aturan pemakaian √ - 2. s 3 dd 1 (1 kali sehari 1 kapsul )
3. s 2 dd 1 (2 kali sehari 1 sachet)
Nama pasien √ - An. K
Umur pasien √ - 2 th
Alamat pasien √ Rapocinni Raya
Bobot badan
√ - 9,5 kg
pasien
Jenis kelamin - √ Tidak tercantum
No. Telp./Hp
- √ Tidak tercantum
pasien
Dosis yang diberikan oleh dokter adalah 500 mg sebanyak 2 tablet yang dibagi
dalam 10 bungkus puyer, 500 mg x 2 tablet = 1000 mg; 1000 mg/10 = 100 mg
dalam 1 bungkus racikan.
Berdasarkan resep:
Dosis sekali : 100 mg x 1= 100 mg (memenuhi dosis lazim)
Dosis sehari : 100 mg x 3 = 300 mg (memenuhi dosis lazim)
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pemberian obat Paracetamol pada resep tersebut sesuai karena memenuhi
dosis lazim baik untuk sekali pakai maupun sehari.
d. Vectrin (Sweetman, 2009)
Tiap kapsul mengandung erdostein 300 mg
Dosis lazim dewasa Vectrin 300 mg, 2 kali sehari
9,5
Dosis lazim untuk anak dg BB 9,5 kg adalah x 300 mg = 41,91 mg
68
Dosis yang diberikan oleh dokter adalah 300 mg sebanyak 2 kapsul, 300 mg x
2 kapsul = 600 mg, 600 mg/10 = 60 mg dalam 1 bungkus racikam
Dosis sekali : 60 mg x 1 = 60 mg (lebih dari dosis lazim)
Dosis sehari : 60 mg x 3 = 180 mg (lebih dari dosis lazim)
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pemberian obat Vectrin pada resep tersebut tidak sesuai karena melebihi dosis
lazim pada pemakaian sekali dan sehari.
e. Tremenza (MIMS, 2017)
Tiap tablet tremenza mengandung pseuoephedrin HCl 60 mg, triprolidine Hcl
2,5 mg
Dosis lazim Tremenza adalah 1 tablet, 3-4 kali sehari
9,5
Dosis lazim anak dengan BB 9,5 kg adalah x 1 tablet = 0,14 tablet, 3-4
68
kali sehari
Dosis yang diberikan oleh dokter sebanyak 2 tablet yang dibagi dalam 10
bungkus puyer, 2 tablet/10 = 0,2 tablet/bungkus racikan.
Dosis sekali : 0,2 tablet x 1 = 0,2 tablet (lebih dari dosis lazim)
Dosis sehari : 0,2 tablet x 3 = 0,6 tablet (memenuhi dosis lazim)
35
pada saluran napas terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran
napas bawah.
ISPA bagian atas meliputi rhinitis (radang pada lapisan mukosa dalam
hidung), sinusitis (radang pada rongga sinus), faringitis (radang tenggorok), dan
laringitis (radang pada area sekitar pita suara). ISPA bagian atas sering dikenal
dengan istilah sakit “batuk pilek”. Gejala yang sering timbul adalah demam,
batuk, pilek, hidung tersumbat, atau bersin-bersin, nyeri tenggorokan/nyeri
menelan, suara serak, sakit kepala, badan pegal-pegal, atau nyeri sendi. Penyakit
ini lebih banyak disebabkan oleh virus dan dapat sembuh dengan sendirinya (self-
limiting). ISPA bagian bawah meliputi bronkitis (radang pada percabangan
saluran napas) dan pneumonia (radang pada alveolus/jaringan paru). ISPA bagian
atas yang teraspirasi ke saluran napas bawah dapat menjadi ISPA bagian bawah.
Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai
mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri.
Beberapa kasus infeksi saluran napas atas akut disebabkan oleh virus yang tidak
memerlukan terapi antibiotika, cukup dengan terapi suportif. Terapi suportif
berperan besar dalam mendukung sukses terapi dengan atau tanpa antibiotika,
karena berdampak mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi
suportif tersebut meliputi antihistamin, analgetik-antipiretik, dekongestan dan
mukolitik (DepKes RI, 2005).
Menurut WHO (1999) dalam the management of acute respiratory
infections in children, menyatakan bahwa terdapat 4 klasifikasi infeksi saluran
pernafasan pada anak dengan umur 2-5 tahun yaitu penyakit sangat parah,
pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia: batuk atau pilek. Kategori
penyakit sangat parah memiliki gejala seperti tidak bisa minum, kejang, sangat
mengantuk atau sulit untuk bangun, stridor pada anak yang tenang, atau malnutrisi
berat. Kategori pneumonia berat memiliki gejala menarik dada dan kadang
mengi/sesak. Kategori pneumonia adalah tidak ada tarikan dada dan kecepatan
pernafasan 50/menit untuk anak umur 2-12 bulan serta 40/menit untuk anak umur
1-5 tahun. Kategori bukan Pneumonia: batuk atau pilek tidak memilki gejala
tarikan dada atau pun pernafasan cepat. Penatalaksanaan yang diberikan untuk
38
kategori bukan pneumonia adalah dengan tidak memberikan antibiotik pada anak
dengan batuk atau pilek yang tidak menunjukkan tanda-tanda pneumonia.
Pada R/ pertama dokter memberikan resep sanprima sirup. Sanprima sirup
merupakan antibiotik kotrimoksazol. Kotrimoksazol adalah antibiotik kombinasi
yang terdiri dari 5 bagian sulfamethoxazole dan 1 bagian trimethoprim yang
diindikasikan untuk infeksi karena organisme yang rentan, terutama organisme
saluran kemih, saluran pernapasan, dan gastrointestinal, meskipun indikasi untuk
penggunaannya dibatasi dalam UK. Kegunaan utamanya sekarang adalah
pneumocystis pneumonia, toksoplasmosis, dan nocardiosis. Mekanisme kerja
sulfametoksazol yaitu mengganggu sintesis asam folat bakteri dan pertumbuhan
melalui penghambatan pembentukan asam dihidrofolik dari asam para-
aminobenzoat sedangkan trimetoprim menghambat penurunan asam dihidrofolik
menjadi tetrahidrofolat sehingga terjadi penghambatan sekuensial enzim jalur
asam folat (DIH, 2009). Kotrimoksazol memiliki mekanisme kerja saling
menguatkan (sinergis) dengan menghambat sintesis asam folat bakteri. Dimana
asam folat ini dibutuhkan oleh bakteri untuk kelangsungan hidupnya. (Sweetman,
2009).
R/ kedua pasien yang diberikan adalah obat racikan berupa puyer yang
terdiri dari Antiza, Paracetamol, Tremenza, Vectrin, Amoxicillin,
Metilprednisolon, Diazepam dan Metoklopramid. Antiza mengandung
paracetamol 500 mg, dextromethorphan Hbr 15 mg, chlorpeniramine maleate 1
mg, fenilpropanolamin HCl 250 mg. Antiza diindikasikan untuk meringankan
gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat dan bersin-bersin yang
disertai batuk. Antiza memiliki mekanisme kerja sebagai analgesik-antipiretik,
antitusif, antihistmin dan dekongestan hidung.
Paracetamol bertindak sebagai analgesik-antipiretik dengan mekanisme
kerja menghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf pusat dan
menghambat pertumbuhan rasa sakit; sebagai antipiretik yaitu penghambatan
pada pusat pengatur panas di hipotalamus (DIH, 2009).
39
dan dari 11% menjadi 4,5% pada subjek laki-laki, dengan pemberian dosis 500
mg dosis tunggal parasetamol. Dengan alasan yang tidak dipahami. Kadar plasma
diazepam dan metabolitnya tidak terpengaruh secara signifikan (Stockley’s, 2008).
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi ini terjadi bila antara obat yang
bekerja pada sistem reseptor, sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi aditif,
sinergistik (saling memperkuat) atau antagonistik (saling meniadakan). Pada resep
tidak terdapat interaksi farmakokinetik.
2. Tremenza® tablet
a. Komposisi dan Kekuatan Sediaan
Tiap tablet mengandung Pseudoephedrine HCl 60 mg, Triprolidine HCl
2,5 mg.
b. Nama Dagang
Tremenza® tablet (PT. Sanbe Farma), Pseudofed® tablet (PT. Diamond
Pharma), Lidofrin® tablet (PT. Ultra Medica)
c. Farmakologi
Tremenza® merupakan kombinasi antara Pseuudoefedrin suatu
dekongestan nasal dan Triprolidin suatu antihistamin. Pseudoefedrin
adalah suatu amin simpatomimetik yang bekerja pada alfa-adrenergik
dalam mukosa saluran pernafasan sehingga menghasilkan vasokontriksi.
Triprolidin adalah suatu antihistamin yang bekerja sebagai antagonis
reseptor histamine H1 dalam pengobatan alergi pada sel efektor.
d. Indikasi
Meringankan gejala-gejala flu karena alergi pada saluran pernafasan
bagian atas yang memerlukan dekongestan nasal dan antihistamin.
e. Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini. Penyakit saluran napas bawah
termasuk asma. Pada penderita dengan gejala hipertensi, glaucoma,
diabetes, penyakit arteri koroner dan pada terapi dengan penghambat
monoamine oksidase.
f. Efek Samping
48
f. Efek samping
Efek samping umum terjadi mual, muntah. Ruam makulopapular
eritematosus, urtikaria, serum sickness, anafilaksis, gangguan GI,
reaksi hematologik.
g. Peringatan dan Perhatian
Hipersensitif terhadap sefalosporin, kerusakan ginjal, leukimia
limfatik, superinfeksi.
h. Dosis dan aturan pakai
Anak 1-11 bulan: 125 mg 3 kali sehari. Meningkat jika perlu sampai 30
mg / kg 3 kali sehari.
Anak 1-4 tahun: 250 mg 3 kali sehari. Meningkat jika perlu sampai 30
mg/ kg 3 kali sehari.
Anak 5-11 tahun: 500 mg 3 kali sehari. Meningkat jika perlu sampai 30
mg / kg 3 kali sehari (maks. Per dosis 1 g).
Anak 12-17 tahun: 500 mg 3 kali sehari. Meningkat jika perlu
sampai 1 g 3 kali sehari, gunakan peningkatan dosis pada infeksi berat.
Dewasa: 500 mg setiap 8 jam, meningkat jika perlu hingga 1 g
setiap 8 jam, dosis meningkat digunakan pada infeksi berat.
5. Vectrin
a. Komposisi
Tiap kapsul mengandung Erdosteine 300 mg.
b. Nama generik/nama dagang
Erdosteine
c. Farmakologi
Erdosteine bekerja dengan memperbaiki karakteristik rheologi dari mukus,
meliputi viskositas, elastisitas, dan komposisi biokimia dari mukus.
Erdosteine memperbaiki rheologi mukus melalui metabolit aktif yang
mengadung gugus SH bebas dengan cara memotong ikatan disulfida dari
glikoprotein mukus.
d. Indikasi
Pengobatan simtomatik eksaserbasi akut
51
e. Kontraindikasi
Sirosis hati dan defisiensi enzim sistationin sintetase, gagal ginjal berat
(bersihan kreatinin < 25 ml/menit), fenilketonuria.
f. Efek samping
S angat jarang : Sakit perut, diare, sakit kepala, mual dan muntah
g. Peringatan dan perhatian
Hamil, laktasi
6. Diazepam
a. Komposisi dan kekuatan obat
Tiap tablet mengandung Diazepam 2 mg
b. Nama generik/ nama dagang
Analsik ®, Danalgin®, Metaneuron®, Neurindo®, Neuropyron®, Neuroval®,
Opineuron®, Potensik®, Prozepam®, Stesolid®, Trazep®, Valdimex®,
Valisanbe®, Vodin® dan Zyparon®.
c. Farmakologi
Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik reseptor GABA A
(reseptor kanal ion klorida kompleks). Ikatan ini akan menyebabkan
pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam
sel, menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel
dan menyebabkan sel sukar tereksitasi.
d. Indikasi
Kejang pada otot dari berbagai etiologi, kejang otot akut, tetanus,
kecemasan, insomnia dan serangan panik akut. Penderita neurotik,
psikosomatik, reumatik dan gangguan otot akibat trauma. Gejala putus
alkohol, status epileptikus, kondisi pra dan pasca operasi.
e. Kontraindikasi
Hindarikan dari suntikan yang mengandung benzil alkohol pada neonatus.
Psikosis kronis (pada orang dewasa), depresi SSP, terganggu jalan nafas,
hiperkinesis, bukan untuk digunakan sendiri untuk mengobati depresi
(atau kegelisahan yang berhubungan dengan epresi) pada orang dewasa
dan depresi pernapasan.
52
f. Dosis
Anak 1-11 bulan: Awalnya 250 mikrogram / kg dua kali sehari
Anak 1-4 tahun: Awalnya 2,5 mg dua kali sehari
Anak 5-11 tahun: Awalnya 5 mg dua kali sehari
Anak 12-17 tahun: Awalnya 10 mg dua kali sehari
Dewasa: 2-15 mg setiap hari dalam dosis terbagi, kemudian meningkat
jika perlu sampai 60 mg setiap hari, disesuaikan menurut respon, dosis
hanya meningkat pada kondisi kejang.
g. Peringatan dan perhatian
Hati-hati pemberian obat ini pada gangguan fungsi hati dan ginjal, pasien
depresi berat dan pasien dengan kelainan darah.
h. Efek smaping
Efek samping yang umum tejadi amnesia, ataksia, kebingungan,
dependensi, mengantuk keesokan harinya, kepala terasa ringan keesokan
harinya, kelemahan otot (BNF, 2015).
7. Sanprima Sirup
a. Komposisi dan Kekuatan Sediaan
Tiap 5 ml mengandung Sulfamethoxazole 400 mg dan Trimethoprim 80
mg.
b. Nama Generik dan/atau Nama Dagang
Sanprima® tablet, Nufaprim®tablet, Sisoprim® tablet.
c. Farmakologi
Cotrimoxazole bekerja dengan menghambat enzim metabolisme asam
folat pada bakteri yang peka.
d. Indikasi
Menagani infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti infeksi paru-paru
(pneumonia), infeksi saluran kemih, infeksi pada pencernaan, infeksi kulit,
infeksi telinga dan infeksi pada saluran pernafasan atas.
e. Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap komponen obat, pasien dengan gangguan hati
dan ginjal, wanita hamil dan menyusui.
53
f. Efek Samping
yang umum terjadi seperti mual, muntah, ruam kulit, diare, demam, gatal,
nyeri otot dan persendian.
g. Peringatan dan Perhatian
Wanita yang berencana hamil dan sedang hamil, manula yang menderita
gangguan hati parah, sakit kuning, gangguan ginjal, asma, malagizi,
kekurangan asam folat, serta trombositopenia, pecandu alkohol.
h. Dosis dan Aturan Pakai
Dosis dewasa untuk infeksi saluran pernafasan atas 960 mg setiap 12 jam
dan selama 10-14 hari.
8. Antiza
a. Komposisi
Setiap tablet mengandung paracetamol 500mg, phenylpropanolamine HCl
12,5 mg, chlorpheniramine maleat 1 mg, dextromethorphan HBr 15 mg .
b. Indikasi
Untuk gejala influenza seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat,
bersin disertai batuk.
c. Kontraindikasi
Pasien dengan riwayat hipertensi, kepekaan terhadap obat simptomatik
lain seperti ephedrine, pseudoephedrine, fenileprin dan pasien dengan
menggunakan obat golongan MAO inhibitor.
d. Efek Samping
Pada saluran cerna, seperti mual dan muntah pada dosis tinggi terjadi
pendarahan lambung, sakit kepala, mengantuk.
e. Peringatan dan Perhatian
Hati-hati pada penderita asma dan adanya reaksi alergi seperti ruam, gatal,
sakit tenggorokan.
f. Dosis dan Aturan Pakai
Dosis anak 6-9 tahun 1 sendok teh pada dewasa 1 tablet diberikan 3-4 kali
sehari.
9. Metoklopramid
54
d. Indikasi
e. Kontraindikasi
Hipersensitifitas
f. Efek samping
g. Peringatan
A. Obat Racikan
i. Perhitungan Bahan
a) Paracetamol 500 mg sebanyak 2 tablet dari etalase obat.
b) Antiza sebanyak 2 tablet dari etalase obat.
c) Tremenza sebanyak 2 tablet dari etalase obat.
d) Vectrin 300 mg sebanyak 2 tablet dari etalase obat.
e) Amoxicillin 500 mg sebanyak 2 tablet dari etalase obat.
f) Metilprednisolon 4 mg sebanyak 2 tablet dari etalase obat.
g) Diazepam 2 mg sebanyak 2 tablet dari etalase obat.
h) Metoklopramid 10 mg sebanyak 2 tablet dari etalase obat.
j. Cara Peracikan
a) Semua obat disiapkan berdasarkan perhitungan bahan yang dibutuhkan
b) Obat yang telah disiapkan kemudian dimasukkan dalam wadah blender
yang bersih dan diblender hingga homogen.
c) Serbuk homogen tersebut dibagi hingaa sama rata sebanyak 10
bungkus,
d) Setelah selesai, 10 bungkus tersebut dipres menggunakan alat pres dan
dimasukkan ke dalam plastik obat dan diberi etiket berwarna putih
dengan aturan pakai 3 kali sehari 1 bungkus sesudah makan dan
dihabiskan.
B. Obat non Racikan
Penyiapan
a) Disiapkan L-Bio Pulv sebanyak 10 sachet dan sanprima sirup 60 ml
sebanyak 1 botol
b) Kemudian L-Bio dan sanprima sirup dimasukkan ke dalam plastik obat
lalu diberi etiket putih dengan aturan pakai 2 x sehari, 1 bungkus untuk
L_Bio dan sanprima sirup diberi etiket putih denganaturan pakai 2 x sehari
saru sendok teh (5 ml), kocok dahulu sebelum digunakan dan harus
dihabiskan
III.7. Etiket dan Copy Resep
II.7.1 Etiket
57
6. Apabila terjadi efek samping yang tidak diinginkan hentikan penggunaan obat
dan segera menghubungi dokter.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan resep yang telah dikaji dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan skrining administratif yang telah dilakukan, didapatkan bahwa
pada resep tersebut tidak memilki paraf dokter, jenis kelamin dan nomor
telepon pasien
60
IV.2 Saran
1. Dari segi administratif resep tersebut, sebaiknya apoteker selalu melakukan
skrining resep terutama untuk obat-obat yang mengandung narkotika, maupun
psikotropik, untuk memastikan kesesuaian dosis maupun keaslian resep.
2. Apoteker senantiasa selalu memberikan pelayanan informasi obat kepada
pasien yang menerima banyak obat (polifarmasi) untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat dan meminimalkan resiko
penggunaan obat yang irasional.
DAFTAR PUSTAKA
Baxter, Karen. 2010. Stockley Drug Interactions 9th edition. Pharmaceutical Press.
Jakarta.
Dirjen PPM dan PLP; 1996 13. Depkes RI. Pedoman Tatalaksana Pneumonia
Balita. Jakarta : Dirjen PP & PL; 2007
61
DitJen Bina Kefarmasian, 2007, Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas
Terbatas. Departemen Kesehatan RI.
Medidata. 2017. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 17. PT. Bhuana Ilmu Populer.
Indonesia.
Siregar, C. J. P., Amalia, L., 2003, Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan, 91-
95, 101-105, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta