Anda di halaman 1dari 7

EVALUASI MANAJEMEN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

MANAJEMEN SISTEM PELAYANAN DALAM BISNIS FARMASI

TUGAS 2

DISUSUN OLEH :

228122207 Khrisna Agung Cendekiawan


228122209 Ni Kadek Nining Ariyanti
228122210 Dea Maulidi Saputri

MAGISTER FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2023
Pelayanan kefarmasian yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, keamanan penggunaan obat, efisiensi
biaya obat dan meningkatkan kualitas hidup pasien.1 Penggunaan obat yang tidak rasional
menyebabkan biaya kesehatan lebih tinggi dan kerugian pasien yang signifikan, yaitu
kondisi pasien yang buruk dan kemungkinan terjadi reaksi obat yang tidak dikehendaki.2
Pelayanan kefarmasian adalah suatu tanggung jawab profesi apoteker dalam
mengoptimalkan terapi dengan cara mencegah dan memecahkan masalah terkait obat.
Pelayanan kefarmasian berperan meningkatkan penggunaan obat rasional yang akan
menentukan keberhasilan pengobatan.3
Pelayanan kefarmasian yang tidak rasional masih menjadi permasalahan di berbagai
negara berkembang karena mengantarkan pada penggunaan obat yang tidak rasional.4 WHO
telah menyusun tiga indikator utama penggunaan obat rasional, yaitu indikator peresepan,
indikator pelayanan pasien dan indikator fasilitas untuk identifikasi masalah, monitoring,
evaluasi, dan intervensi peningkatan penggunaan obat rasional pada pelayanan kesehatan.5
Penelitian tentang pelayanan kefarmasian berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO
telah dilakukan, antara lain di Bule Hora Hospital, Ethiopia Selatan, pada empat sarana
kesehatan di Ethiopia Barat Daya, pada lima sarana kesehatan dasar di Malaysia, dan pada
tiga rumah sakit di India.6,7,8,9 Hasil penelitian tersebut menunjukkan pelayanan farmasi
belum sesuai rekomendasi WHO. Demikian pula penelitian di Indonesia tentang pelayanan
kefarmasian berdasarkan indikator pelayanan pasien WHO di Kota Depok dan perbandingan
antara puskesmas kecamatan di Kota Depok dan puskesmas kecamatan di Kota Jakarta
Selatan menunjukkan pelayanan kefarmasian belum sesuai dengan rekomendasi WHO.10
Permasalahan yang sering terjadi pada pelayanan Rumah Sakit tempat kami bekerja
adalah
1. Pasien yang mengeluh karena menunggu obat yang terlalu lama.
2. Angka kejadian kesalahan penyiapan obat yang masih tinggi
3. Pemberian label obat belum sesuai dan lengkap sehingga informasi yang diberikan
kepada pasien kurang
4. Banyak ditemukan resep dokter yang menuliskan obat di luar Formularium Nasional
5. Efikasi obat yang tidak maksimal karena kesalahan cara penggunaan oleh pasien
6. Peresepan di RS yang lebih banyak menggunakan obat paten dibandingan generik.
7. Terdapat peresepan yang tidak rasional yang dapat menyebabkan
polifarmasi,resistensi dan terjadinya interaksi obat.

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara responden, serta


analisis resep obat yang diterima. Adapun parameter yang dinilai berdasarkan
permasalahan yang terjadi yaitu.
1) Persentase waktu tunggu pelayanan obat jadi dan racikkan
Rerata waktu penyiapan dan penyerahan obat (menit)  Waktu penyiapan dan
penyerahan obat adalah waktu sejak pasien menyerahkan resep obat pada petugas
farmasi, penyiapan obat, sampai penyerahan obat pada pasien. Rerata waktu dihitung
berdasarkan pembagian waktu total penyiapan dan penyerahan obat untuk sejumlah
pasien dengan jumlah pasien yang diteliti. Dalam standar pelayanan yang dikeluarkan
WHO, waktu tunggu pelayanan obat adalah 3 menit, sedangkan dalam Permenkes
nomor 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, waktu
tunggu pelayanan obat dibagi menjadi 2, yaitu obat racikan (60 menit) dan obat non
racikan (30 menit).
 Tindak lanjut utk perbaikan masalah terkait indikator yang belum tercapai
1. Sosialisasi SPO pelayanan resep pasien rawat jalan dan rawat inap di unit
farmasi
2. Mengevaluasi kembali kebutuhan tenaga farmasi berdasarkan beban kerja
3. Melaksanakan supervisi pada pelayanan resep di unit farmasi.P

2) % of medicines actually dispensed  Kesesuaian penyerahan obat (%)  Kesesuaian


penyerahan obat adalah kesesuaian antara obat yang diresepkan dengan obat yang
diserahkan pada pasien. Persentase dihitung berdasarkan pembagian sejumlah obat
yang sesuai yang diserahkan pada pasien di sarana kesehatan dengan jumlah total obat
yang diresepkan, dikalikan 100.
 Tindak lanjut utk perbaikan masalah terkait indikator yang belum tercapai
1. Mengevaluasi setiap ada kesalahan pemberian obat untuk bahan perbaikan
kedepannya
2. Melakukan double cek setiap proses pelayanan farmasi
3. Melakukan evaluasi pelaporan insiden keselamatan pasien yang terkait
dengan kejadian kesalahan pemberian obat untuk meminimalkan
kemungkinan terulangnya kembali insiden yang sama
4. Sosialisasi SPO standar pelayanan resep di unit farmasi

3) % of medicines that are adequately labeled  Pelabelan obat cukup (%)  Pelabelan
obat cukup adalah informasi mengenai obat yang terdapat pada wadah atau bungkus
obat yang berlabel cukup berisi nama pasien serta nama, aturan pakai, dan cara
penggunaan obat. Persentase dihitung berdasarkan pembagian sejumlah bungkus obat
yang berlabel cukup dengan jumlah total bungkus obat yang dipersiapkan dan
diserahkan, dikalikan 100.

4) % patients who know how to take their medicines  Pengetahuan pasien tentang
penggunaan obat yang benar (%)  Pengetahuan pasien tentang pengunaan obat yang
benar adalah kemampuan pasien dan pendamping pasien untuk mengulang informasi
obat yang diterima, mencakup nama, kegunaan, aturan pakai, dan cara penggunaan
obat. Persentase dihitung berdasarkan pembagian sejumlah pasien yang menunjukkan
pengetahuan obat cukup dengan jumlah total pasien yang diwawancara, dikalikan 100.

5) Persentase peresepan obat generic


Menurut WHO standar untuk peresepan obat generik yaitu 81 - 94%. Adapun manfaat
dari pengukuran persentase peresepan obat generik untuk meningkatkan kerasionalan
penggunaan obat hingga mutu pelayanan kesehatan pada masyarakat sehingga dapat
optimal, dengan adanya upaya pengelolaan obat secara terencana dan sistematis.
Dan pada kenyataannya akan mengurangi pembengkakan biaya yang harus
dibayarkan pasien padahal seharusnya pasien JKN mendapatkan obat generik yang
tercantum dalam Fornas, sehingga sudah tidak lagi mengeluarkan biaya tambahan
Cara pengukurannya adalah
Jumlah item obat yang diresepkan dengan nama generik x 100%
Jumlah total item obat yang diresepkan
 Tindak lanjut untuk perbaikan masalah terkait indikator yang belum tercapai
1. Mengevaluasi peresepan dokter di RS
2. Menjaga ketersediaan stok obat generic di RS

6) Persentase kepatuhan peresepan berdasarkan formularium


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2022
Tentang Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan Tempat Praktik Mandiri Dokter
Dan Dokter Gigi, Klinik, Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, Laboratorium
Kesehatan, Dan Unit Transfusi Darah, Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
adalah peresepan obat (R/: recipe dalam lembar resep) oleh DPJP kepada pasien sesuai
daftar obat di Formularium Nasional dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan
dengan target Pencapaian ≥ 80%

 Pemanfaatan dengan memberikan contoh konkritnya


Pengaturan obat dalam Formularium Nasional bertujuan untuk meningkatkan
mutu pelayanan Kesehatan, menjaga kualitas obat, mengendalikan biaya
pengobatan, sebagai pedoman dalam peresepan obat serta memudahkan dalam
perencanaan dan pengadaan obat di RS.
 Tindak lanjut utk perbaikan masalah terkait indikator yang belum tercapai
1. Mengadakan re-sosialisasi Formularium nasional kepada dokter di RS
2. Konfirmasi ke dokter dan mengganti obat jika ada penulisan yang tidak sesuai
dengan formularium nasional
3. Menjaga ketersediaan obat sesuai dengan formularium Nasional
4. Menjaga hubungan komunikasi yang baik antara farmasi dengan dokter
penulis resep
5. Mengevaluasi peresepan dokter sesuai dengan Formularium Nasional secara
rutin dan berkesinambungan

7) Kepuasan pasien
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2022 Tentang Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Dan Dokter Gigi, Klinik, Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah
Sakit, Laboratorium Kesehatan, Dan Unit Transfusi Darah, Unsur pelayanan
adalah faktor atau aspek yang terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan
sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk mengetahui kinerja unit
pelayanan.
Unsur survei kepuasan pasien dalam peraturan ini meliputi:
Persyaratan, Sistem, Mekanisme, dan Prosedur, Waktu Penyelesaian ,
Biaya/Tarif, Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan, Kompetensi Pelaksana. ,
Perilaku Pelaksana, Penanganan pengaduan, Saran dan Masukan, Sarana dan
prasarana. Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari kegiatan Survei
Kepuasan berupa angka Target Pencapaian ≥ 76.61

 Pemanfaatan dengan memberikan contoh konkritnya


Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar upaya peningkatan mutu
dan terselenggaranya pelayanan di unit kesehatan yang mampu memberikan
kepuasan pasien yang dimana akan mempengaruhi loyalitas pasien.

 Tindak lanjut utk perbaikan masalah terkait indikator yang belum tercapai
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan terkait perbaikan masalah kepuasan pasien
dengan melakukannya evaluasi mutu pelayanan dan sdm, agar dapat
meningkatkan pelayanan yang bermutu dan berkualitas sesuai dengan harapan
pasien.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/Menkes/SK/III/2006


Tentang Kebijakan Obat Nasional
2. Direktur Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Modul Penggunaan
Obat Rasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
4. Enato EF, Chima IE. Evaluation of drug utilization patterns and patient care practices.
West African Journal of Pharmacy. 2011;22(1):36-41.
5. World Health Organization, Action Programme on Essential Drugs. How to investigate
drug use in Health Facilities: selected drug use indicators. Geneva: World Health
Organization; 1993.
6. Mariam AH, Raghavendra Y, Bobasa EM. Evaluating rational drug use with the help of
World Health Organization’s core indicators in Bule Hora Hospital, Southern Ethiopia.
Gaziantep Medical Journal. 2015;21(2):108- 13.
7. Angamo MT, Wabe NT, Raju NJ. Assessment of patterns of drug use by using World
Health Organization's prescribing, patient care and health facility indicators in selected
health facilities in Southwest Ethiopia. Journal of Applied Pharmaceutical Science.
2011 Sep 1;1(7):62-6.

Anda mungkin juga menyukai