Anda di halaman 1dari 10

Artikel

EVALUASI TINGKAT KESESUAIAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN


PENGGUNAAN OBAT (PKPO) BERDASARKAN SNARS 2018 DI INSTALASI FARMASI
BLUD RUMAH SAKIT KONAWE
Sartina, Sunandar Ihsan, Sabarudin
Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Kendari 93232

ABSTRACT

Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab


kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus
mengikuti standar pelayanan kefarmasian.Akreditasi merupakan bentuk penilaian yang dilakukan
oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit.
Penelitian dilakukan di BLUD Rumah Sakit Konawe yang merupakan Rumah Sakit tipe C, pada
Juli 2019 lulus akreditasi paripurna sesuai dengan standar akreditasi SNARS tahun 2018. Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat kesesuaian dari tujuh standar PKPO.Penelitian
dianalisis secara deskriptif, kualitatif dan kuantitatif.Pengumpulan data menggunakan instumen
PKPO dengan metode observasi dan wawancara.Hasil data diolah dalam bentuk tabel dan juga
penjelasan.Tingkat kesesuian PKPO di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe berdasarkan hasil
penilaian telah memenuhi SNARS. Persentase yang didapatkan berdasarkan ketentuan pencapaian
standar: pengorganisasian (100%) , seleksi dan pengadaan (100%), penyimpanan (91,39%),
peresepan dan penyalinan (100%), persiapan dan penyerahan (68,75%), pemberian obat (100%)
dan pamantauan (100%).

Kata kunci: akreditasi, PKPO, SNARS, BLUD.

1. PENDAHULUAN
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti dalam
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat (Depkes RI, 2016). Praktik penggunaan obat
yang tidak aman (unsafe medication practices) dan kesalahan penggunaan obat (medication errors)
adalah penyebab utama cedera dan bahaya yang dapat dihindari dalam sistem pelayanan kesehatan
di seluruh dunia. Oleh karena itu, rumah sakit diminta untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan serta membuat sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih aman yang
senantiasa berupaya menurunkan kesalahan pemberian obat (SNARS, 2017).
Upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan adalah melalui kegiatan akreditasi rumah
sakit baik milik pemerintah maupun swasta, yang tujuan akhirnya adalah menjaga mutu pelayanan.
Dalam buku Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit telah disusun standar pelayanan yang salah
satunya adalah Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO). Pelayanan Kefarmasian dan
Penggunaan Obat merupakan bagian penting dalam pelayanan pasien sehingga organisasinya harus
efektif dan efisien, serta bukan hanya tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional pemberi
asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya.

1
Dengan ditetapkannya sistem Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat di rumah sakit,
tidak berarti semua permasalahan terkait pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat-obatan di
rumah sakit menjadi mudah dan selesai. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat. Untuk memastikan keefektifannya, rumah sakit melakukan
evaluasi sekurang-kurangnya sekali setahun. Evaluasi tahunan mengumpulkan semua informasi dan
pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk
angka kesalahan penggunaan obat serta upaya untuk menurunkannya. Evaluasi bertujuan untuk
membuat rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas perbaikan sistem berkelanjutan dalam hal
mutu, keamanan, manfaat dan khasiat obat dan alat kesehatan.
Pelayanan kefarmasian yang merupakan inti dari pelayanan kesehatan rumah sakit menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di
rumah sakit mengatur bahwa Instalasi farmasi di rumah sakit harus memenuhi standar akreditasi. Di
Indonesia hanya 51% rumah sakit yang telah melakukan standar akreditasi dari 1667 rumah sakit,
lebih dari separuhnya hanya terakreditasi pada tingkat dasar (Sukma dkk., 2017).
Umar (2013) meneliti pengaruh kualitas pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan pasien di
instalasi farmasi BLUD RS Konawe. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jaminan
petugas mempengaruhi kepuasan pasien, sebab keluarga pasien mengeluhkan biasanya petugas
kurang ramah dalam memberikan jaminan pelayanan yang ramah misalnya petugas kadang
memperlihatkan mimik wajah yang kurang bersahabat kepada pasien yang sementara mengantri. Hal
ini dikarenakan petugas merasa stres dengan desakan pasien untuk segera dilayani. Selain itu,
masalah yang lain adalah tidak adanya jaminan dalam hal keteraturan antrian sebab tidak tersedia
nomor antrian bagi keluarga pasien yang sementara mengantri sehingga menyebabkan ada keluarga
pasien yang mengeluh karena pasien yang sudah lama mengantri merasa terdahului dengan pasien
yang baru saja mengantri. Tak hanya itu, juga tidak ada jaminan ketepatan dalam pemberian obat
sebab terkadang obat pasien tertukar dengan obat pasien lain. Hal ini dikarenakan kurang telitinya
petugas dalam memberikan obat.
Dari hasil penelitian diatas, dengan melihat adanya beberapa masalah terkait sistem
pelayanan kefarmasian di Instalasi farmasi BLUD RS Konawe maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terkait tingkat kesesuaian pelayanan kefarmasian. Dimana penelitian dilakukan
dengan membandingkan antara sistem pelayanan kefarmasian di Instalasi farmasi BLUD RS
Konawe dengan sistem pelayanan kefarmasian yang mengacu pada standar nasional akreditasi
rumah sakit. Diketahui bahwa hingga saat ini di instalasi farmasi BLUD RS Konawe belum pernah
dilakukannya penilaian akan tingkat kesesuaian pelayanan kefarmasian, sehingga belum dapat
diketahui pasti bagaimana sistem pelayanan kefarmasian yang diterapkan di instalasi farmasi
tersebut.
Disamping alasan tersebut diatas, dari survey pendahuluan diperoleh data pendukung bahwa
saat ini Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma
pelayanan kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi
apoteker perlu ditingkatkan secara kontinu agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan, sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe diperlukan komitmen, kerjasama dan
koordinasi yang lebih baik antara managemen, organisasi profesi serta seluruh pihak yang terkait.
Jadi penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian Pelayanan Kefarmasian dan
Penggunaan Obat (PKPO) meliputi: pengorganisasian, seleksi dan pengadaan, penyimpanan,
peresepan dan penyalinan, persiapan dan penyerahan, pemberian obat dan pemantauan berdasarkan
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit.

2. METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2019 di Instalasi Farmasi BLUD Rumah
Sakit Konawe.

2.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan studi kasus.

2
2.3 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen PKPO berdasarkan Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit (SNARS) yang berisi beberapa elemen penilaian dari 7 standar Pelayanan Kefarmasian
dan Penggunaan Obat (PKPO) berupa PKPO 1 standar pengorganisasian, PKPO 2 standar seleksi
dan pengadaan, PKPO 3 standar penyimpanan, PKPO 4 standar peresepan dan penyalinan, PKPO 5
standar persiapan dan penyerahan, PKPO 6 standar pemberian dan PKPO 7 standar
pemantauan/monitoring.

2.4 Informan Penelitian


Pemilihan informan dilakukan sesuai dengan prinsip pemilihan informan dalam penelitian
kualitatif yaitu:
1. Kesesuaian (Appropriateness)
Informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan topik penelitian
yang akan dilakukan
2. Kecukupan (Adequacy)
Informan yang dipilih harus menggambarkan dan memberi informasi yang cukup terkait
topik penelitian (Renate, 2011). Pada penelitian ini informan yang dipilih adalah berdasarkan
instrumen PKPO yang termasuk didalam telusur. Dimana peneliti akan melakukan wawancara
mendalam dan menggali informasi selengkapnya terkait tujuan penelitian.

2.5 Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Observasi
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
terhadap dokumen dan segala bentuk kegiatan langsung yang dilakukan oleh instalasi farmasi BLUD
RS Konawe terkait PKPO yang berpedoman pada Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit.
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu proses mendapatkan informasi untuk kegiatan penelitian dengan
cara dialog antara peneliti sebagai pewawancara dengan informan atau yang memberikan informasi
dalam konteks observasi partisipan (Satori, 2011). Wawancara berpedoman pada susunan daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan berdasarkan lembar instrumen PKPO.
2.6 Analisis dan Penyajian Data
Analisis data merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat seperti dalam konsep. Analisis data yang dilakukan dalam
penelitian yaitu dengan menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif. Dalam analisis ini,
elemen penelitian disusun secara deskriptif dan disajikan kedalam sebuah tabel. Data yang dapat
menjawab pertanyaan penelitian akan disajikan berdasarkan metode pengumpulan data baik itu
melalui informan kunci, informan pendukung, hasil observasi maupun hasil telaah dokumen.Tabel
dibuat berdasarkan hasil penilaian instrumen yang telah dilakukan dan dihitung persentase yang
diperoleh sesuai dengan ketentuan pencapaian standar.

2.7 Ketentuan pencapaian standar


Penilaian akreditasi dilakukan dengan menilai tiap elemen penilaian pada masing-masing
criteria yang diukur dengan tingkatan sebagai berikut:
1. Terpenuhi Lengkap (TL): bila pencapaian elemen ≥ 80 % dengan nilai 10,
2. Terpenuhi Sebagian (TS): bila pencapaian elemen 20% - 79 %, dengan nilai 5.
3. Tidak Terpenuhi (TT): bila pencapaian elemen < 20 %, dengan nilai 0.
4. Tidak Dapat Diterapakan (TDD): suatu EP mendapat skor “tidak dapat diterapkan” apabila
persyaratan dalam EP tidak dapat dinilai karena tidak tercakup dalam pelayanan rumah sakit
n
Persentase pencapaian standar = EP x 10 x 100%
Keterangan :
n = jumlah skor semua elemen pada setiap kriteria
EP = jumlah Elemen Penelitian yang dinilai

3
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penilaian Instrumen PKPO
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap instrumen PKPO
diperoleh masing-masing nilai untuk setiap standar pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat
(PKPO).

Tabel 1. Hasil Penilaian Instrumen PKPO di Instalasi Farmasi BLUD Rumah Sakit Konawe
Standar Jumlah EP Jumlah Nilai (n) Persentase (%) Keterangan
PKPO. 1 6 60 100% TL
PKPO. 2 4 40 100% TL
PKPO. 2.1 3 30 100% TL
PKPO. 2.1.1 3 30 100% TL
PKPO. 3 5 50 100% TL
PKPO. 3.1 4 40 100% TL
PKPO. 3.2 3 30 100% TL
PKPO. 3.3 6 35 58,33% TS
PKPO. 3.4 3 30 100% TL
PKPO. 3.5 3 30 100% TL
PKPO. 4 4 40 100% TL
PKPO. 4.1 4 40 100% TL
PKPO. 4.2 3 30 100% TL
PKPO. 4.3 2 20 100% TL
PKPO. 5 4 15 37,5% TS
PKPO. 5.1 6 60 100% TL
PKPO. 6 3 30 100% TL
PKPO. 6.1 3 30 100% TL
PKPO. 6.2 3 30 100% TL
PKPO. 7 3 30 100% TL
PKPO. 7.1 5 50 100% TL

Dari hasil penilaian instrumen Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) diatas
maka diperoleh rata-rata persentase pada masing-masing standar PKPO.

Tabel 2. Rata-rata persentase hasil penilaian instrumen PKPO di Instalasi Farmasi BLUD Rumah
Sakit Konawe
Standar Rata-rata persentase
PKPO. 1 100%
PKPO. 2 100%
PKPO. 3 93,05%
PKPO. 4 100%
PKPO. 5 68,75%
PKPO. 6 100%
PKPO. 7 100%

4
Hasil persentase yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa semua standar PKPO yang
terdiri dari 21 standar dan 80 elemen penilaian berdasarkan hasil penilaian instrumen telah
memenuhi standar akreditasi sesuai dengan SNARS Edisi 1 Tahun 2018. Hasil penilaian instrumen
tersebut diperoleh berdasarkan hasil telusur baik itu melalui kegiatan observasi langsung maupun
dari hasil wawancara kepada pihak terkait. Dimana untuk bukti dokumen baik itu berupa standar
operasional prosedur (SOP), Surat Keputusan juga bukti lainnya yang menyangkut telusur pada
elemen penilaian dilampirkan dalam lembar dokumentasi.

3.2 Standar PKPO. 1


PKPO. 1 tentang pengorganisasian terdiri dari 6 (enam) elemen penilaian. Maksud dan
tujuan dari standar ini yaitu dalam struktur organisasi dan operasional sistem pelayanan kefarmasian
serta penggunaan obat di rumah sakit mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Tabel 3. Hasil penilaian PKPO. 1 di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe


Standar Hasil Deskripsi
Penilaian

PKPO. 1 Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi


Pengorganisasian pelayanan kefarmasian Farmasi BLUD Rumah Sakit Konawe diatur
dan penggunaan obat di rumah sakit menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan
harus sesuai dengan peraturan ketentuan yang berlaku. Pengorganisasian BLUD
perundangan-undangan dan diorganisir 100% RS Konawe dapat menggambarkan pembagian
untuk memenuhi kebutuhan pasien. tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan
tanggung jawab rumah sakit.

3.3 Standar PKPO.2


PKPO. 2 tentang seleksi dan pengadaan terdiri dari 3 (tiga) standar dan 10 (sepuluh) elemen
penilaian. Maksud dan tujuan dari standar ini yaitu Rumah Sakit harus menetapkan formularium
obat yang mengacu pada peraturan perundang-undangan. Dimana Formularium ini didasarkan atas
misi Rumah Sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang diberikan.

Tabel 4. Hasil penilaian PKPO. 2 di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe


Standar Hasil Deskripsi
Penilaian

PKPO. 2 Seluruh pelayanan obat di BLUD RS Konawe


Ada proses seleksi obat dengan benar berpedoman pada formularium BLUD RS
yang menghasilkan formularium dan Kabupaten Konawe yang disusun oleh Panitia
digunakan untuk permintaan obat serta Farmasi dan Terapi (PFT) atas usulan dari Staf
instruksi pengobatan. 100% Medis Fungsional (SMF) dan mengacu kepada
Formularium Nasional edisi terbaru.

PKPO. 2.1 Pengadaan perbekalan farmasi di Instalasi


Rumah sakit menetapkan proses Farmasi BLUD RS Konawe dilakukan oleh tim
pengadaan sediaan farmasi, alat 100% pengadaan obat berdasarkan usulan dari instalasi
kesehatan, dan bahan medis habis pakai farmasi yang berpedoman pada peraturan tentang
yang aman, bermutu, bermanfaat, dan pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.
berkhasiat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

PKPO. 2.1.1 Regulasi terkait kekosongan obat yaitu berupa


Rumah sakit menetapkan regulasi untuk 100% SOP yang ditetapkan oleh Direktur rumah sakit
mendapatkan obat bila sewaktu-waktu tentang mengatasi kekosongan obat di BLUD RS
obat tidak tersedia. Konawe.

5
3.4 Standar PKPO. 3
PKPO. 3 tentang penyimpanan terdiri dari 6 (enam) standar dan 24 elemen penilaian.
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat
dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat dan perbekalan farmasi. Tujuan penyimpanan yaitu:
untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
kelangsungan persediaan dan juga untuk memudahkan dalam pencarian juga pengawasan obat.
Adapun maksud dan tujuan dari standar PKPO. 3 yaitu Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai disimpan di tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di instalasi farmasi, atau
di satelit atau depo farmasi serta diharuskan memiliki pengawasan di semua lokasi penyimpanan.

Tabel 5. Hasil penilaian PKPO. 3 di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe


Standar Hasil Deskripsi
Penilaian
PKPO. 3 Penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi,
Rumah sakit menetapkan tata laksana bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat
pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, 100% kesehatan dan bahan medis habis pakai disusun
alat kesehatan, dan bahan medis habis secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First
pakai yang baik, benar, serta aman. Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
PKPO. 3.1 Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang
Rumah sakit mengatur tata kelola pengelolaan obat narkotika dan psikotropika
bahan berbahaya, serta obat narkotika yang diatur oleh undang-undang. Dimana untuk
dan psikotropika yang baik, benar, dan 100% penyimpanan bahan berhaya tersebut rumah sakit
aman telah menyediakan lemari khusus.
PKPO. 3.2 Elektrolit konsentrat tinggi tidak disimpan di unit
Rumah sakit mengatur tata kelola perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang
penyimpanan elektrolit konsentrat yang penting. Elektrolit konsentrat tinggi yang
baik, benar, dan aman sesuai dengan 100% disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
peraturan perundang-undangan. dengan pengaman, harus diberi label yang jelas
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat untuk
mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati
PKPO. 3.3 Pengaturan penyimpanan dan pengawasan
Rumah sakit menetapkan pengaturan dilakukan berdasarkan standar operasional
penyimpanan dan pengawasan 58,33% prosedur (SOP). Akan tetapi terdapat beberapa
penggunaan obat tertentu. sediaan atau obat tertentu yang tidak dapat
diterapkan (TDD) di Rumah Sakit.
PKPO. 3.4 BLUD RS Konawe menyediakan lokasi
Penetapan regulasi untuk memastikan penyimpanan obat emergensi untuk kondisi
obat emergensi yang tersimpan di dalam kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan mudah
maupun di luar unit farmasi tersedia, 100% diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan
tersimpan aman, dan dimonitor. serta pencurian.

PKPO. 3.5 Penarikan Sediaan farmasi, Alat Kesehatan, dan


Rumah sakit memiliki sistem penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
kembali (recall), pemusnahan sediaan produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
habis pakai tidak layak digunakan karena Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa. Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh BPOM
Rumah sakit menetapkan dan atau pabrik asal. Penarikan kembali dilakukan
melaksanakan identifikasi dalam proses secara rutin atau sesuai kejadian untuk
penarikan kembali (recall) oleh menghindari penggunaan obat yang kadaluwarsa,
Pemerintah, pabrik, atau pemasok. 100% berlebih atau ditarik oleh pabrik. Untuk proses
pemusnahan dilakukan apabila produk tidak
memenuhi persyaratan mutu; telah kadaluwarsa;
tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan; dan telah dicabut izin edarnya.

6
3.5 Standar PKPO 4
PKPO. 4 tentang peresepan dan penyalinan terdiri dari 4 (empat) standar dan 13 (tiga belas)
elemen penilaian. Maksud dan tujuan dari standar ini yaitu rumah sakit menetapkan staf medis yang
kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan.
Dimana Staf medis dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dengan benar.

Tabel 6. Hasil penilaian PKPO. 4 di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe


Standar Hasil Deskripsi
Penilaian
PKPO. 4 Rumah Sakit menetapkan suatu kebijakan terkait
Ada regulasi peresepan/permintaan obat bagaimana penulisan resep yang baik dan benar
dan instruksi pengobatan. 100%

PKPO. 4.1 BLUD RS Konawe menetapkan suatu kebijakan


Regulasi ditetapkan untuk menentukan terkait bagaimana tata laksana penulisan resep.
pengertian dan syarat kelengkapan 100% Selain itu, Rumah Sakit juga membuat standar
resep atau pemesanan. operasional prosedur (SOP) terkait konfirmasi
resep.
PKPO. 4.2 Direktur rumah sakit menetapkan suatu kebijakan
Rumah sakit menetapkan individu yang tentang penulisan resep di BLUD RS
kompeten yang diberi kewenangan untuk Konawe.Tenaga kesehatan yang berkompeten
menulis resep/permintaan obat atau 100% menuliskan resep atau pesanan obat adalah dokter
instruksi pengobatan. yang memiliki Surat Izin Praktek (SIP) yang
terdiri dari dokter umum, dokter spesialis dan
dokter gigi.
PKPO. 4.3 Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Obat yang diresepkan dan diberikan 100% untuk pasien ditulis di lembar catatan penggunaan
tercatat di rekam medis pasien. obat (CPO). Dimana catatan tersebut terdapat
pada lembar rekam medis pasien.

3.6 Standar PKPO. 5


PKPO. 5 tentang persiapan dan penyerahan terdiri dari 2 (dua) standar dan 10 (sepuluh)
elemen penilaian. Maksud dari standar ini yaitu untuk melihat proses penyiapan dan penyerahan
resep dan juga obat yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perudang-undangan.

Tabel 7. Hasil penilaian PKPO. 5 di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe


Standar Hasil Deskripsi
Penilaian
PKPO. 5 Untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian yang
Obat disiapkan dan diserahkan di dalam bermutu, berkualitas dan mempertimbangkan
lingkungan aman dan bersih. keselamatan pasien di Rumah sakit, direktur
37,5% BLUD RS Konawe menetapkan suatu kebijakan
tentang penyiapan dan penyerahan obat. Namun
ada beberapa telusur terkait elemen penilaian
yang tidak terpenuhi.
PKPO. 5.1 Rumah Sakit menetapkan kebijakan terkait
Rumah sakit menetapkan regulasi yang penyiapan dan penyerahan obat. Dimana apoteker
mengatur semua resep/permintaan obat 100% maupun tenaga teknik kefarmasian melakukan
ditelaah ketepatannya. telaah resep terlebih dahulu sebelum obat
diserahkan kepada pasien.

3.7 Standar PKPO 6


PKPO. 6 tentang pemberian obat terdiri dari 3 (tiga) standar dan 9 (sembilan) elemen
penilaian. Maksud dari standar ini yaitu Pemberian obat untuk pengobatan pasien memerlukan
pengetahuan spesifik dan pengalaman. Dimana rumah sakit bertanggung jawab menetapkan staf
klinis dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan, memiliki izin, dan sertifikat berdasar
atas peraturan perundang-undangan untuk memberikan obat.

7
Tabel 8. Hasil penilaian PKPO. 6 di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe
Standar Hasil Deskripsi
Penilaian
PKPO. 6 Petugas yang berwenang memberikan obat yaitu
Rumah sakit menetapkan staf klinis yang tenaga apoteker dan dapat dibantu oleh Tenaga
kompeten dan berwenang untuk 100% Teknik Kefarmasian (TTK) berdasarkan
memberikan obat. kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur rumah
sakit.
PKPO. 6.1 Proses pemberian atau penyerahan obat dilakukan
Proses pemberian obat termasuk proses sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
verifikasi apakah obat yang akan (SOP) yang telah ditetapakn oleh Rumah Sakit.
diberikan telah sesuai resep/permintaan 100%
obat.
PKPO. 6.2 Adanya SOP berdasarkan kebijakan yang dibuat
Ada regulasi tentang obat yang dibawa oleh direktur rumah sakit. Dimana Terdapat
oleh pasien ke rumah sakit untuk catatan pada rekam medik terkait daftar obat yang
digunakan sendiri. 100% di bawa dari rumah atau daftar obat sebelum
perawatan di rumah sakit.

3.8 Standar PKPO 7


PKPO 7 tentang monitoring atau pemantauan terdiri atas 2 (dua) standar dan 8 (delapan)
elemen penilaian. Standar ini bertujuan agar apabila timbul efek samping obat dapat dilaporkan oleh
profesional pemberi asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan terapi yang selanjutnya dilaporkan pada
Pusat Meso Nasional. Apoteker bekerjasama dengan pasien, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan
lainnya untuk memantau pasien yang diberi obat. Dimana rumah sakit menetapkan regulasi untuk
efek samping obat yang harus dicatat dan dilaporkan.

Tabel 9. Hasil penilaian PKPO. 7 di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe


Standar Hasil Deskripsi
Penilaian
PKPO. 7 Rumah Sakit melakukan pemantauan terapi obat
Efek obat dan efek samping obat terhadap berdasarkan standar operasional prosedur (SOP)
pasien dipantau. yang telah ditetapkan. Dimana untuk efek
100% samping yang terjadi dicatat pada lembar
monitoring efek samping obat yang telah
ditetapkan.
PKPO. 7.1 BLUD RS Konawe menetapkan atau membuat
Rumah sakit menetapkan dan formulir terkait laporan insiden kesalahan
menerapkan proses pelaporan serta pemberian obat yang mencakup data pasien
tindakan terhadap kesalahan penggunaan beserta rincian insiden. Selain itu Rumah sakit
obat (medication error) serta upaya 100% juga membuat formulir laporan medication error
menurunkan angkanya. dengan menyertakan tindakan atau upaya yang
dilakukan untuk mengatasi reaksi efek samping
yang ditimbulkan.

8
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesesuaian
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat (PKPO) terhadap standar nasional akreditasi rumah
sakit (SNARS) berdasarkan rata-rata pencapaian standar yang diperoleh yaitu PKPO. 1
(pengorganisasian) sebesar 100%, PKPO.2 (seleksi dan pengadaan) sebesar 100%, PKPO. 3
(penyimpanan) sebesar 91,39%, PKPO. 4 (peresepan dan penyalinan) sebesar 100%, PKPO.5
(persiapan dan penyerahan) sebesar 68,75%, PKPO. 6 (pemberian obat) sebesar 100% dan PKPO. 7
(monitoring) sebesar 100%. Dari hasil persentase pencapaian standar tersebut menunjukkan bahwa
tingkat kesesuaian sistem pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi BLUD RS Konawe terhadap
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) telah terpenuhi lengkap dan telah memenuhi
kriteria penilaian standar akreditasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ade Sukma H., Asri L.R., Gunawan P.W., 2017. Development Strategy of Pharmacy
Departement Based Accreditation Evaluation in RSUD Dr. Moewardi Surakarta by Hanlon
Method. Thesis, Pharmacy Faculty, Setia Budi University Surakarta. JISIP; 1(2).
2. Afriana R, 2018. Analisis Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Haji
Medan Tahun 2018. Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Alviolina D., Peranginangin J.M., Chairun., 2018. Strategi Perbaikan Pelayanan Kefarmasian
dan Penggunaan Obat Berbasis Standar Akreditasi dengan Metode Matriks di Instalasi Farmasi
RSU Aulia Lodoyo Blitar. Jurnal Farmasi & Sains Indonesia; 1(2).
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No.44
tentang Rumah Sakit. Jakarta.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 56 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 58 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 72 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 34 Tentang Akreditasi Rumah sakit. Jakarta.
10. Evi Sa’adah, 2015. Pengaruh Mutu Pelayanan Farmasi terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pasien
Rawat Jalan dengan Cara Bayar Tunai. Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM); 13(1).
11. Febryanti Akzah, 2016. Evaluasi Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan Berbasis Standar
Akreditasi Joint Commission International (JCI) di Instalasi Farmasi RSUD Kota Kendari.
Skripsi.
12. Fransisca D.K., Lia A., Yusi A., 2016. Analisis Mutu Pelayanan Farmasi di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit X di Bogor. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal; 1(1).
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2017. Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Jakarta.
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2018.
Instrumen Survei Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1. Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan. Jakarta.
15. Nabilla., Supriyatna., Emma S., 2015. Revitalisasi Manajemen Sediaan Farmasi sebagai Upaya
Peningkatan Kepuasan Pelanggan Rawat Jalan pada Salah Satu Rumah Sakit Swasta di Kota
Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia; 4(1).
16. Noval, R.A. Oetari, Gunawan P.W ., 2016. Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi Berbasis
Evaluasi Akreditasi Manajemen Penggunaan Obat (MPO) Rumah Sakit. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi; 6(3).
17. Pemerintah Kabupaten Konawe, 2016. Profil Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah
Sakit Konawe.

9
18. Pemerintah Kabupaten Konawe. Surat Keputusan Direktur BLUD Rumah Sakit Konawe
Tentang Kebijakan Pedoman Pelayanan Farmasi di BLUD Rumah Sakit Konawe.
19. Siregar, C.J.P dan Amalia., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedoktderan EGC.
20. Ulfah M., Chairun W., Dwi E., 2018. Evaluasi Pengelolaan Obat Tahap Perencanaan dan
Pengadaan di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang Tahun 2015 – 2016. JMPF; 8(1).
21. Umar S. 2013. Pengaruh Kualitas Pelayanan Farmasi terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di
Instalasi Farmasi BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe. Tesis. Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin; Makassar.

10

Anda mungkin juga menyukai