ABSTRACT
1. PENDAHULUAN
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti dalam
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat (Depkes RI, 2016). Praktik penggunaan obat
yang tidak aman (unsafe medication practices) dan kesalahan penggunaan obat (medication errors)
adalah penyebab utama cedera dan bahaya yang dapat dihindari dalam sistem pelayanan kesehatan
di seluruh dunia. Oleh karena itu, rumah sakit diminta untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan serta membuat sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih aman yang
senantiasa berupaya menurunkan kesalahan pemberian obat (SNARS, 2017).
Upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan adalah melalui kegiatan akreditasi rumah
sakit baik milik pemerintah maupun swasta, yang tujuan akhirnya adalah menjaga mutu pelayanan.
Dalam buku Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit telah disusun standar pelayanan yang salah
satunya adalah Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO). Pelayanan Kefarmasian dan
Penggunaan Obat merupakan bagian penting dalam pelayanan pasien sehingga organisasinya harus
efektif dan efisien, serta bukan hanya tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional pemberi
asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya.
1
Dengan ditetapkannya sistem Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat di rumah sakit,
tidak berarti semua permasalahan terkait pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat-obatan di
rumah sakit menjadi mudah dan selesai. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat. Untuk memastikan keefektifannya, rumah sakit melakukan
evaluasi sekurang-kurangnya sekali setahun. Evaluasi tahunan mengumpulkan semua informasi dan
pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk
angka kesalahan penggunaan obat serta upaya untuk menurunkannya. Evaluasi bertujuan untuk
membuat rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas perbaikan sistem berkelanjutan dalam hal
mutu, keamanan, manfaat dan khasiat obat dan alat kesehatan.
Pelayanan kefarmasian yang merupakan inti dari pelayanan kesehatan rumah sakit menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di
rumah sakit mengatur bahwa Instalasi farmasi di rumah sakit harus memenuhi standar akreditasi. Di
Indonesia hanya 51% rumah sakit yang telah melakukan standar akreditasi dari 1667 rumah sakit,
lebih dari separuhnya hanya terakreditasi pada tingkat dasar (Sukma dkk., 2017).
Umar (2013) meneliti pengaruh kualitas pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan pasien di
instalasi farmasi BLUD RS Konawe. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jaminan
petugas mempengaruhi kepuasan pasien, sebab keluarga pasien mengeluhkan biasanya petugas
kurang ramah dalam memberikan jaminan pelayanan yang ramah misalnya petugas kadang
memperlihatkan mimik wajah yang kurang bersahabat kepada pasien yang sementara mengantri. Hal
ini dikarenakan petugas merasa stres dengan desakan pasien untuk segera dilayani. Selain itu,
masalah yang lain adalah tidak adanya jaminan dalam hal keteraturan antrian sebab tidak tersedia
nomor antrian bagi keluarga pasien yang sementara mengantri sehingga menyebabkan ada keluarga
pasien yang mengeluh karena pasien yang sudah lama mengantri merasa terdahului dengan pasien
yang baru saja mengantri. Tak hanya itu, juga tidak ada jaminan ketepatan dalam pemberian obat
sebab terkadang obat pasien tertukar dengan obat pasien lain. Hal ini dikarenakan kurang telitinya
petugas dalam memberikan obat.
Dari hasil penelitian diatas, dengan melihat adanya beberapa masalah terkait sistem
pelayanan kefarmasian di Instalasi farmasi BLUD RS Konawe maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terkait tingkat kesesuaian pelayanan kefarmasian. Dimana penelitian dilakukan
dengan membandingkan antara sistem pelayanan kefarmasian di Instalasi farmasi BLUD RS
Konawe dengan sistem pelayanan kefarmasian yang mengacu pada standar nasional akreditasi
rumah sakit. Diketahui bahwa hingga saat ini di instalasi farmasi BLUD RS Konawe belum pernah
dilakukannya penilaian akan tingkat kesesuaian pelayanan kefarmasian, sehingga belum dapat
diketahui pasti bagaimana sistem pelayanan kefarmasian yang diterapkan di instalasi farmasi
tersebut.
Disamping alasan tersebut diatas, dari survey pendahuluan diperoleh data pendukung bahwa
saat ini Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma
pelayanan kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi
apoteker perlu ditingkatkan secara kontinu agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan, sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian di BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe diperlukan komitmen, kerjasama dan
koordinasi yang lebih baik antara managemen, organisasi profesi serta seluruh pihak yang terkait.
Jadi penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian Pelayanan Kefarmasian dan
Penggunaan Obat (PKPO) meliputi: pengorganisasian, seleksi dan pengadaan, penyimpanan,
peresepan dan penyalinan, persiapan dan penyerahan, pemberian obat dan pemantauan berdasarkan
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2019 di Instalasi Farmasi BLUD Rumah
Sakit Konawe.
2
2.3 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen PKPO berdasarkan Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit (SNARS) yang berisi beberapa elemen penilaian dari 7 standar Pelayanan Kefarmasian
dan Penggunaan Obat (PKPO) berupa PKPO 1 standar pengorganisasian, PKPO 2 standar seleksi
dan pengadaan, PKPO 3 standar penyimpanan, PKPO 4 standar peresepan dan penyalinan, PKPO 5
standar persiapan dan penyerahan, PKPO 6 standar pemberian dan PKPO 7 standar
pemantauan/monitoring.
3
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penilaian Instrumen PKPO
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap instrumen PKPO
diperoleh masing-masing nilai untuk setiap standar pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat
(PKPO).
Tabel 1. Hasil Penilaian Instrumen PKPO di Instalasi Farmasi BLUD Rumah Sakit Konawe
Standar Jumlah EP Jumlah Nilai (n) Persentase (%) Keterangan
PKPO. 1 6 60 100% TL
PKPO. 2 4 40 100% TL
PKPO. 2.1 3 30 100% TL
PKPO. 2.1.1 3 30 100% TL
PKPO. 3 5 50 100% TL
PKPO. 3.1 4 40 100% TL
PKPO. 3.2 3 30 100% TL
PKPO. 3.3 6 35 58,33% TS
PKPO. 3.4 3 30 100% TL
PKPO. 3.5 3 30 100% TL
PKPO. 4 4 40 100% TL
PKPO. 4.1 4 40 100% TL
PKPO. 4.2 3 30 100% TL
PKPO. 4.3 2 20 100% TL
PKPO. 5 4 15 37,5% TS
PKPO. 5.1 6 60 100% TL
PKPO. 6 3 30 100% TL
PKPO. 6.1 3 30 100% TL
PKPO. 6.2 3 30 100% TL
PKPO. 7 3 30 100% TL
PKPO. 7.1 5 50 100% TL
Dari hasil penilaian instrumen Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) diatas
maka diperoleh rata-rata persentase pada masing-masing standar PKPO.
Tabel 2. Rata-rata persentase hasil penilaian instrumen PKPO di Instalasi Farmasi BLUD Rumah
Sakit Konawe
Standar Rata-rata persentase
PKPO. 1 100%
PKPO. 2 100%
PKPO. 3 93,05%
PKPO. 4 100%
PKPO. 5 68,75%
PKPO. 6 100%
PKPO. 7 100%
4
Hasil persentase yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa semua standar PKPO yang
terdiri dari 21 standar dan 80 elemen penilaian berdasarkan hasil penilaian instrumen telah
memenuhi standar akreditasi sesuai dengan SNARS Edisi 1 Tahun 2018. Hasil penilaian instrumen
tersebut diperoleh berdasarkan hasil telusur baik itu melalui kegiatan observasi langsung maupun
dari hasil wawancara kepada pihak terkait. Dimana untuk bukti dokumen baik itu berupa standar
operasional prosedur (SOP), Surat Keputusan juga bukti lainnya yang menyangkut telusur pada
elemen penilaian dilampirkan dalam lembar dokumentasi.
5
3.4 Standar PKPO. 3
PKPO. 3 tentang penyimpanan terdiri dari 6 (enam) standar dan 24 elemen penilaian.
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat
dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat dan perbekalan farmasi. Tujuan penyimpanan yaitu:
untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
kelangsungan persediaan dan juga untuk memudahkan dalam pencarian juga pengawasan obat.
Adapun maksud dan tujuan dari standar PKPO. 3 yaitu Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai disimpan di tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di instalasi farmasi, atau
di satelit atau depo farmasi serta diharuskan memiliki pengawasan di semua lokasi penyimpanan.
6
3.5 Standar PKPO 4
PKPO. 4 tentang peresepan dan penyalinan terdiri dari 4 (empat) standar dan 13 (tiga belas)
elemen penilaian. Maksud dan tujuan dari standar ini yaitu rumah sakit menetapkan staf medis yang
kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan.
Dimana Staf medis dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dengan benar.
7
Tabel 8. Hasil penilaian PKPO. 6 di Instalasi Farmasi BLUD RS Konawe
Standar Hasil Deskripsi
Penilaian
PKPO. 6 Petugas yang berwenang memberikan obat yaitu
Rumah sakit menetapkan staf klinis yang tenaga apoteker dan dapat dibantu oleh Tenaga
kompeten dan berwenang untuk 100% Teknik Kefarmasian (TTK) berdasarkan
memberikan obat. kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur rumah
sakit.
PKPO. 6.1 Proses pemberian atau penyerahan obat dilakukan
Proses pemberian obat termasuk proses sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
verifikasi apakah obat yang akan (SOP) yang telah ditetapakn oleh Rumah Sakit.
diberikan telah sesuai resep/permintaan 100%
obat.
PKPO. 6.2 Adanya SOP berdasarkan kebijakan yang dibuat
Ada regulasi tentang obat yang dibawa oleh direktur rumah sakit. Dimana Terdapat
oleh pasien ke rumah sakit untuk catatan pada rekam medik terkait daftar obat yang
digunakan sendiri. 100% di bawa dari rumah atau daftar obat sebelum
perawatan di rumah sakit.
8
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesesuaian
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat (PKPO) terhadap standar nasional akreditasi rumah
sakit (SNARS) berdasarkan rata-rata pencapaian standar yang diperoleh yaitu PKPO. 1
(pengorganisasian) sebesar 100%, PKPO.2 (seleksi dan pengadaan) sebesar 100%, PKPO. 3
(penyimpanan) sebesar 91,39%, PKPO. 4 (peresepan dan penyalinan) sebesar 100%, PKPO.5
(persiapan dan penyerahan) sebesar 68,75%, PKPO. 6 (pemberian obat) sebesar 100% dan PKPO. 7
(monitoring) sebesar 100%. Dari hasil persentase pencapaian standar tersebut menunjukkan bahwa
tingkat kesesuaian sistem pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi BLUD RS Konawe terhadap
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) telah terpenuhi lengkap dan telah memenuhi
kriteria penilaian standar akreditasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ade Sukma H., Asri L.R., Gunawan P.W., 2017. Development Strategy of Pharmacy
Departement Based Accreditation Evaluation in RSUD Dr. Moewardi Surakarta by Hanlon
Method. Thesis, Pharmacy Faculty, Setia Budi University Surakarta. JISIP; 1(2).
2. Afriana R, 2018. Analisis Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Haji
Medan Tahun 2018. Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Alviolina D., Peranginangin J.M., Chairun., 2018. Strategi Perbaikan Pelayanan Kefarmasian
dan Penggunaan Obat Berbasis Standar Akreditasi dengan Metode Matriks di Instalasi Farmasi
RSU Aulia Lodoyo Blitar. Jurnal Farmasi & Sains Indonesia; 1(2).
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No.44
tentang Rumah Sakit. Jakarta.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 56 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 58 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 72 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 34 Tentang Akreditasi Rumah sakit. Jakarta.
10. Evi Sa’adah, 2015. Pengaruh Mutu Pelayanan Farmasi terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pasien
Rawat Jalan dengan Cara Bayar Tunai. Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM); 13(1).
11. Febryanti Akzah, 2016. Evaluasi Manajemen dan Penggunaan Obat-obatan Berbasis Standar
Akreditasi Joint Commission International (JCI) di Instalasi Farmasi RSUD Kota Kendari.
Skripsi.
12. Fransisca D.K., Lia A., Yusi A., 2016. Analisis Mutu Pelayanan Farmasi di Unit Rawat Jalan
Rumah Sakit X di Bogor. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal; 1(1).
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2017. Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Jakarta.
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2018.
Instrumen Survei Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1. Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan. Jakarta.
15. Nabilla., Supriyatna., Emma S., 2015. Revitalisasi Manajemen Sediaan Farmasi sebagai Upaya
Peningkatan Kepuasan Pelanggan Rawat Jalan pada Salah Satu Rumah Sakit Swasta di Kota
Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia; 4(1).
16. Noval, R.A. Oetari, Gunawan P.W ., 2016. Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi Berbasis
Evaluasi Akreditasi Manajemen Penggunaan Obat (MPO) Rumah Sakit. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi; 6(3).
17. Pemerintah Kabupaten Konawe, 2016. Profil Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah
Sakit Konawe.
9
18. Pemerintah Kabupaten Konawe. Surat Keputusan Direktur BLUD Rumah Sakit Konawe
Tentang Kebijakan Pedoman Pelayanan Farmasi di BLUD Rumah Sakit Konawe.
19. Siregar, C.J.P dan Amalia., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedoktderan EGC.
20. Ulfah M., Chairun W., Dwi E., 2018. Evaluasi Pengelolaan Obat Tahap Perencanaan dan
Pengadaan di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang Tahun 2015 – 2016. JMPF; 8(1).
21. Umar S. 2013. Pengaruh Kualitas Pelayanan Farmasi terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di
Instalasi Farmasi BLUD Rumah Sakit Kabupaten Konawe. Tesis. Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin; Makassar.
10