r 2015
Nani Kartinah 1*; Shofia Annisa1; Thaita Yuniarti1 & Hari Setyanto2
ABSTRAK
245
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
246
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
dan prasarana, dan evaluasi mutu pelayanan sehingga jam bekerja apoteker tidak selama
kefarmasian di apotek. Masing-masing skor apotek buka (Ginting, 2009)
penilaian dibagi menjadi 3 kategori yaitu baik,
cukup, dan kurang yang mengacu pada Petunjuk B. Jumlah Apoteker Pendamping
Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Kefarmasian di Apotek (Anonim, 20062). Nomor 1332 tahun 2002 menyebutkan
apoteker pendamping merupakan apoteker
Tabel 1. Skor Penilaian Pelayanan Kefarmasian yang bekerja di apotek disamping Apoteker
Skor Nilai (%) Pengelola Apotek (APA) dan atau
Menurut Surat Keputusan Menteri kesehatan apoteker pendamping dapat dilihat pada
pelayanan sesuai dengan jam kerja setiap berjalan sesuai dengan standar yang
harinya (8 jam per hari) (Anonim, 2002). ditetapkan dan meningkatkan mutu
apoteker dapat dilihat pada Tabel 2. besar apotek tidak menunjuk apoteker
kefarmasian yang lebih tinggi di apotek, dari apotek, jika keuangan apotek belum
tetapi pada kenyataan sehari-hari tidak stabil maka dengan penambahan apoteker
signifikan karena apoteker berhadir di apotek apotek, usaha perapotekan bukan hanya
berdirinya suatu apotek dan bekerja di apoteker dalam melakukan kerja profesi
apotek hanya sebagai pekerjaan sambilan, farmasi, sehingga jumlah asisten apoteker
setiap apotek diatur oleh kebijakan masing-
247
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
masing daerah (Anonim, 2002). Kebijakan Berdasarkan hasil diatas disimpulkan bahwa
daerah kota Banjarbaru menetapkan jumlah hanya sebagian apotek menyediakan ruang
asisten apoteker untuk mendirikan apotek konseling dan PIO. Hal ini juga terjadi di daerah
minimal 2 orang. (BPPTPM&PM, 2013). Hasil lain. Penelitian di kota Banjarmasin
penelitian tentang asisten apoteker dapat menunjukkan dari 30 apotek yang diteliti hanya
dilihat pada Tabel 4. 10% apotek yang memiliki ruang konseling dan
Berdasarkan data tersebut diatas dapat PIO (Mardiati, 2011). Penelitian di Apotek
disimpulkan apotek di wilayah Banjarbaru Kartens Manado menunjukkan belum memiliki
sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan. ruang khusus untuk konseling dan PIO (Pojoh
et.al., 2013). Penelitian di kota Medan
D. Sarana dan Prasarana menunjukkan hanya 29,41% yang memiliki
Pelayanan kefarmasian meliputi sarana ruang konseling dan PIO (Ginting, 2009).
dan prasarana, setiap apotek perlu
menyediakan ruang konseling sekurang- E. Penilaian Pelayanan Kefarmasian
kurangnya satu set meja dan kursi konseling Pemerintah pada tahun 2008 telah
untuk memudahkan apoteker untuk menetapkan petunjuk teknis pelaksanaan
memberikan informasi kepada pasien. standar pelayanan kefarmasian, dimana dalam
(Anonim, 2014). Hasil penelitian tentang petunjuk teknis tersebut telah dijelaskan
sarana dan prasarana dapat dilihat pada penilaian kinerja apotek kedalam 3 (tiga)
Tabel 5. kategori yaitu kategori baik, cukup baik, dan
Pelayanan Informasi Obat (PIO) kurang baik. Peneliti masih mengacu pada
dilakukan pemberian informasi mengenai petunjuk teknis tersebut dalam melakukan
obat, baik obat resep, obat bebas seperti penilaian dengan menyesuaikan isi pada
swamedikasi dan herbal. Konseling Peraturan Menteri Kesehatan Republik
diperlukan terutama untuk pasien dengan Indonesia nomor 35 tahun 2014. Hasil penelitian
kondisi khusus seperti pediatrik, geriatrik, tentang penilaian pelayanan kefarmasian dapat
ibu hamil dan menyusui; pasien dengan dilihat pada Tabel 6.
terapi jangka panjang seperti DM, TBC, Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa
epilepsi; pasien dengan obat yang perlu sebagian besar pelaksanaan pelayanan
instruksi khusus seperti kortikosteroid; kefarmasian di wilayah kota Banjarbaru masih
pasien dengan indeks terapi sempit seperti pada kategori cukup. Penelitian yang
digoksin, teofilin, fenitoin; pasien dengan dilaksanakan di kota Tegal juga menunjukkan
polifarmasi yaitu pasien menerima beberapa hasil yang tidak jauh berbeda. Dari 7 apotek yang
obat untuk indikasi penyakit yang sama; diteliti, ada 3 apotek masuk dalam kategori baik
serta pasien dengan tingkat kepatuhan yang dan 4 apotek dalam kategori sedang (Bertawati,
rendah (Anonim, 2014). Hal ini yang menjadi 2013).
dasar ditetapkannya kebijakan bahwa Pelayanan kefarmasian termasuk dalam
apotek harus memiliki ruang racik dan ruang kategori baik dilihat dari penilaian kegiatan
konseling. pelayanan farmasi klinik, kegiatan pengelolaan
sediaan farmasi, kegiatan administrasi, kegiatan
248
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
sarana dan prasarana, dan kegiatan evaluasi tersedianya prosedur tetap dan tidak adanya
mutu pelayanan kefarmasian di apotek yang mekanisme evaluasi seperti kotak saran.
telah dilaksanakan dengan baik. Apoteker Prosedur Tetap (Protap) merupakan proses-
pengelola apotek (APA) yang selalu berhadir di proses yang dilakukan di apotek secara spontan
apotek, memiliki apoteker pendamping dan 2 sedangkan evaluasi merupakan proses yang
orang asisten apoteker. dilakukan secara berkala terhadap semua
Pelayanan kefarmasian termasuk dalam komponen kegiatan yang dilakukan, sehingga
kategori cukup mayoritas masih kurang menjadi dasar perbaikan terhadap pelayanan
maksimal pada aspek administrasi, sarana dan kefarmasian selanjutnya. Penelitian di apotek
prasarana, dan evaluasi mutu pelayanan Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa sebagian
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian termasuk besar apotek tidak memiliki protap dan sebagian
dalam kategori kurang mayoritas tidak lagi memiliki protap yang hanya tersimpan di
melakukan kegiatan pelayanan farmasi klinik komputer (Atmini et.al., 2011). Evaluasi
seperti monitoring efek samping obat, menggunakan kotak saran juga tidak banyak
pemantauan terapi obat, home care dan dilakukan karena masyarakat sendiri tidak
konseling. Kegiatan administrasi, evaluasi mutu mengisi kotak saran tersebut (Ihsan et.al, 2014)
pelayanan kefarmasian, dan sarana dan Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
prasarana juga belum dilakukan dengan standar pelayanan kefarmasian yaitu apoteker
maksimal, sehingga penilaian keseluruhan tidak setiap saat hadir saat apotek buka (Ginting,
menyebabkan apotek termasuk dalam kategori 2009) dan keterbatasan kemampuan Apoteker
kurang. Pengelola Apotek (APA) dalam farmasi klinik
Faktor yang menyebabkan sebagian besar maupun manajerial apotek (Supardi et.al, 2011).
apotek di wilayah Banjarbaru berada pada Jika seorang apoteker sedang tidak ada di apotek,
kategori cukup terletak pada aspek administrasi, maka pelayanan pun tidak akan berjalan. Tidak
seperti belum melaksanakan kegiatan adanya apoteker pendamping menyebabkan
dokumentasi hasil monitoring penggunaan obat tugas tersebut seringkali dilimpahkan pada
dan mendokumentasikan kegiatan pelayanan asisten apoteker. Hal ini yang menyebabkan
informasi obat (PIO) atau konseling. Faktor lain pelayanan kefarmasian belum berjalan sesuai
yaitu tidak tersedianya ruang pelayanan standarnya (Sukrasno, 2008).
informasi obat (PIO) atau konseling, tidak
249
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Anonim. (20062). Surat keputusan Menteri Kesehatan
Indonesia nomor 1332 tahun 2002 tentang ketentuan Republik Indonesia nomor
dan tata cara pemberian izin apotek. Departemen 1027/MENKES/SK/IX/2004) tentang petunjuk teknis
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di
Anonim. (20061). Keputusan Menteri Kesehatan Republik apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Indonesia nomor 189 tahun 2006 tentang kebijakan Jakarta
obat nasional. Departemen Kesehatan Republik Anonim. (2009). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia. Jakarta Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
250
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
251