ABSTRAK: Rumah Sakit XYZ merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan memberikan pelayanan kefarmasian.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, waktu tunggu obat
jadi ÿ 30 menit dan waktu tunggu obat racikan ÿ 60 menit.
Namun pada tahun 2019 dan 2020 RS XYZ belum mampu mencapai hal tersebut sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap proses bisnis pelayanan
farmasi rawat jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kesenjangan proses bisnis pada pelayanan farmasi rawat jalan.
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu Juli 2022 sampai September 2022 dengan melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis
data menggunakan metode kualitatif dengan melakukan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
KATA KUNCI : Evaluasi Proses Bisnis, Pelayanan Apotek Rawat Jalan, Waktu Tunggu, QEF, RCA
I. PENDAHULUAN
Rumah Sakit adalah lembaga pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara lengkap dengan
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Fungsi rumah sakit antara lain memberikan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit [3]. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit meliputi pelayanan
medik dan penunjang medik, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan kefarmasian dan pelayanan penunjang. Disini kita melihat bahwa
pelayanan kefarmasian rumah sakit merupakan salah satu kegiatan dalam suatu rumah sakit yang sangat menunjang pelayanan rumah sakit, sehingga
pelayanan kefarmasian ini juga harus bermutu untuk meningkatkan kepuasan pasien dan salah satu bentuk terapi yang diberikan oleh Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan. adalah terapi berupa farmakoterapi. Selain itu apotek merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan rumah sakit karena apotek merupakan sumber pendapatan utama [5].
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.129 Tahun 2008 menjelaskan tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit [7].
Berdasarkan Permenkes, untuk standar pelayanan kefarmasian disebutkan waktu tunggu obat jadi ÿ 30 menit dan waktu tunggu obat racikan ÿ 60
menit. Berdasarkan Menteri Kesehatan, pengertian operasional waktu tunggu obat jadi adalah masa tenggang sejak pasien menyerahkan resep
sampai dengan menerima obat jadi dan pengertian operasional waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah masa tenggang sejak pasien menyerahkan
resep hingga menerima obat racikan.
Berdasarkan data RS XYZ tahun 2019 diketahui waktu tunggu obat jadi sebesar 59 menit dan waktu tunggu obat jadi tahun 2020 sebesar
54 menit. Hal ini menunjukkan belum tercapainya target Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dalam hal waktu tunggu obat. Berdasarkan
pengaduan yang diterima melalui Humas RS XYZ, pada tahun 2019 terdapat 152 pengaduan dengan 32 pengaduan atau 21,05% terkait dengan
lamanya waktu tunggu obat rawat jalan di Instalasi Farmasi RS XYZ dan pada tahun 2020 terdapat 86 pengaduan dengan 18 pengaduan atau 20
pengaduan. 93% yaitu berhubungan dengan lamanya waktu menunggu obat di Instalasi Farmasi RS XYZ. Artinya, keluhan lamanya waktu tunggu
obat di RS XYZ menjadi salah satu hal yang turut menimbulkan keluhan pasien.
Berdasarkan data diatas terlihat adanya kesenjangan antara waktu tunggu obat yang dicapai RS XYZ dengan waktu tunggu obat
berdasarkan Standar Pelayanan Minimal dan lamanya waktu menunggu obat tersebut menyebabkan keluhan pasien sebagai pelanggan. . Oleh
karena itu, agar dapat memberikan kinerja yang optimal maka perlu dilakukan evaluasi proses bisnis pada pelayanan farmasi rawat jalan di RS XYZ.
Sebelum melakukan evaluasi proses bisnis, perlu dilakukan pemodelan proses bisnis tersebut untuk mengetahui proses bisnis apotek rawat
jalan yang sedang berjalan. Evaluasi akan dilakukan dengan metode Quality Evaluation Framework (QEF). Dengan metode QEF, evaluasi dilakukan
dengan cara mengukur kualitas proses bisnis yang ada dengan menggunakan pengukuran faktor kualitas yang telah ditentukan sehingga diharapkan
dapat mengetahui faktor kualitas mana yang terpenuhi atau tidak terpenuhi.
Penelitian menggunakan QEF ini dilakukan oleh Saraswati dkk di RS Aisyiyah Malang [8]. Peneliti memodelkan proses bisnis dengan
menggunakan Business Process Modeling Notation (BPMN). Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi rawat jalan
pelayanan pasien BPJS di rumah sakit. Menurut Heidari dan Loucopoulos, pendekatan melalui QEF ini cukup umum untuk diterapkan pada
situasi apa pun [2]. Sehingga penelitian dengan menggunakan QEF juga dapat dilakukan pada pelayanan farmasi rawat jalan di RS XYZ.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis melihat betapa pentingnya pelayanan farmasi rawat jalan di rumah sakit. Ini
mendorong penulis untuk melakukan evaluasi terhadap proses bisnis pelayanan farmasi rawat jalan guna meningkatkan pelayanan farmasi rawat
jalan di RS XYZ.
2. Observasi
Observasi dalam penelitian ini dilakukan peneliti dengan mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan informan tanpa terlibat dalam
proses pelayanan obat (observasi pasif). Dalam observasi ini peneliti mencatat kegiatan-kegiatan yang terjadi di lokasi penelitian. Observasi
dilakukan pada saat menilai pencapaian faktor mutu dengan metode QEF pada proses bisnis pelayanan kefarmasian rawat jalan. Untuk
mengetahui nilai capaian diambil sampel resep dengan menggunakan metode random sampling. Jumlah sampel resep akan dicari dengan
menggunakan rumus Slovin, untuk populasi yang diketahui yaitu:
n=N
__________
1+ N.e²
Keterangan:
N = Banyaknya sampel yang dicari
N = Populasi
e = Nilai margin of error jumlah populasi.
Pada penelitian ini margin of error yang digunakan adalah 10% atau 0,1.
1. Hasil wawancara dan observasi terlebih dahulu, data diolah hingga diperoleh model proses bisnis rawat jalan
pelayanan kefarmasian di RS XYZ menggunakan BPMN.
2. Hasil wawancara kedua yang dilakukan terhadap petugas yang terlibat dalam proses bisnis pelayanan farmasi rawat jalan RS XYZ (kepala
instalasi farmasi) dan observasi langsung, diperoleh data mengenai kebutuhan non fungsional (NFRs) yang mengacu pada proses bisnis
tersebut. pelayanan farmasi rawat jalan di Rumah Sakit XYZ. Hasil identifikasi faktor kualitas tersebut berupa indikator yang nantinya diukur
menggunakan QEF. Langkah selanjutnya dalam metode QEF adalah mengidentifikasi target (sasaran mutu) dan menghitung metrik. Stakeholder
menentukan target setiap kegiatan yang dihitung, kemudian melakukan perhitungan metrik menggunakan persamaan pada metode QEF.
Selanjutnya melakukan evaluasi proses bisnis dengan menentukan apakah hasil perhitungan menggunakan QEF tepat sasaran pada pelayanan
farmasi rawat jalan RS XYZ.
2. Evaluasi Proses Bisnis Menggunakan Quality Evaluation Framework (QEF) Pada Pelayanan Farmasi Rawat Jalan RS XYZ
Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan evaluasi kinerja proses bisnis pelayanan apotek rawat jalan di XYZ
Rumah Sakit menggunakan QEF. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada
Kepala Instalasi Farmasi Rawat Jalan setelah mendapatkan model proses bisnis pelayanan farmasi rawat jalan menggunakan BPMN yang telah
dilakukan sebelumnya. Hasil wawancara akan dijadikan indikator yang nantinya akan dibandingkan dengan pencapaian saat ini. Observasi dan
dokumentasi juga dilakukan untuk mengetahui pencapaian faktor kualitas.
Tabel 1. Tabel Faktor Kualitas Proses Bisnis Pelayanan Apotek Rawat Jalan di Rumah Sakit XYZ
Tidak Ada Proses Bisnis Kode Faktor kualitas
1 Penerimaan resep Q1 Efisiensi sumber daya
(efisiensi sumber daya dalam proses penerimaan resep)
2 Penerimaan resep Q2 Efisiensi waktu
(efisiensi waktu dalam proses penerimaan resep)
3 Penilaian resep Q3 Efisiensi sumber daya
(efisiensi sumber daya dalam proses penilaian resep)
4 Penilaian resep Q4 Efisiensi waktu
(efisiensi waktu dalam proses penilaian resep)
5 Penilaian resep Q5 Frekuensi kegagalan
(frekuensi kegagalan dalam proses penilaian resep)
6 Memeriksa itu Q6 Efisiensi waktu
ketersediaan obat (efisiensi waktu dalam proses pengecekan ketersediaan obat)
7 Memeriksa itu Q7 Frekuensi kegagalan
ketersediaan obat (frekuensi kegagalan proses pengecekan ketersediaan obat)
8 Memeriksa itu Q8 Hasil
ketersediaan obat (jumlah ketersediaan obat yang diresepkan)
9 Memeriksa itu Q9 Efisiensi sumber daya
ketersediaan obat (efisiensi sumber daya dalam proses pengecekan ketersediaan obat)
10 Persiapan obat Q10 Efisiensi sumber daya
(efisiensi sumber daya dalam proses penyiapan obat)
11 Persiapan obat Q11 Efisiensi waktu
(efisiensi waktu dalam proses penyiapan obat)
12 Persiapan obat Q12 Frekuensi kegagalan
(frekuensi kegagalan dalam proses penyiapan obat)
13 Membuat penagihan obat Q13 Efisiensi sumber daya
(efisiensi sumber daya dalam melakukan proses penagihan obat)
14 Membuat penagihan obat Q14 Efisiensi waktu
(efisiensi waktu dalam melakukan proses penagihan obat)
15 Tinjauan obat Q15 Efisiensi sumber daya
(efisiensi sumber daya dalam proses peninjauan obat)
16 Tinjauan obat Q16 Efisiensi waktu
(efisiensi waktu dalam proses review obat)
17 Tinjauan obat Q17 Frekuensi kegagalan
(frekuensi kegagalan dalam proses review obat)
18 Administrasi Q18 Efisiensi waktu
(efisiensi waktu dalam proses administrasi)
19 Pemberian obat Q19 Efisiensi sumber daya
(efisiensi sumber daya dalam proses penghantaran obat)
20 Pemberian obat Q20 Efisiensi waktu
(efisiensi waktu dalam proses penghantaran obat)
21 Pemberian obat Q21 Frekuensi kegagalan
(frekuensi kegagalan dalam proses penghantaran obat)
22 Ketentuan dari Q22 Efisiensi sumber daya
informasi/konseling (efisiensi sumber daya dalam pemberian informasi/proses konseling)
23 Penyediaan Q23 Efisiensi waktu
informasi/konseling (efisiensi waktu dalam pemberian informasi/proses konseling)
Pada penelitian ini margin of error yang digunakan adalah 10% atau 0,1. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada Kepala Apotek
Instalasi untuk mengetahui jumlah resep rawat jalan yang dilayani Instalasi Farmasi RS XYZ per bulan, didapatkan rata-rata jumlah resep rawat jalan yang
dilayani sebanyak 6000 per bulan.
n= 6000
1+ 6000 (0,1)²
= 98,36
Berdasarkan rumus Slovin, jumlah sampel resep yang akan dinilai faktor mutunya sesuai dengan faktor mutu yang telah ditentukan sebelumnya
adalah sebanyak 99 resep.
Langkah-langkah yang dilakukan setelah mengidentifikasi hasil pencapaian faktor kualitas dari Q1 hingga Q24, selanjutnya langkah selanjutnya
adalah menghitung metrik faktor kualitas sesuai perhitungan menggunakan metode Quality Evaluation Framework (QEF). Berikut tabel hasil perhitungan
faktor kualitas.
Q1 Efisiensi sumber daya Orang ÿ100 Sumber daya manusia yang direncanakan x 100 2x100 200 Ya
Q3 Efisiensi sumber daya Orang ÿ100 Sumber daya manusia yang direncanakan x 100 2x100 200 Ya
- 0 1 0,01 Tidak
Q5 Frekuensi kegagalan Jumlah aktivitas yang gagal
(frekuensi kegagalan Sampel 99
- 0 2 0,02 Tidak
Q7 Frekuensi kegagalan Jumlah aktivitas yang gagal
(frekuensi kegagalan Sampel 99
dalam pengecekan
ketersediaan obat
proses)
- 100 9900% 100% Ya
Keluaran Q8 Jumlah ketersediaan obat yang
(jumlah ketersediaan obat diresepkan 99
Q9 Efisiensi sumber daya Orang ÿ100 Sumber daya manusia yang direncanakan x 100 1x100 100 Ya
Q10 Efisiensi sumber daya Orang ÿ100 Sumber daya manusia yang direncanakan x 100 2x100 200 Ya
obat)
Q11 Efisiensi waktu Kedua ÿ100 Aktivitas waktu yang direncanakan x 100 600x100 460.3 Ya
deskripsi Ya Tidak
- 0 0 0 Ya
Q12 Frekuensi kegagalan Jumlah aktivitas yang gagal
(frekuensi kegagalan Sampel 99
melakukan proses
penagihan obat)
Q15 Efisiensi sumber daya Orang ÿ100 Sumber daya manusia yang direncanakan x 100 2x100 200 Ya
proses)
Q19 Efisiensi sumber daya Orang ÿ100 Sumber daya manusia yang direncanakan x 100 2x100 200 Ya
- 0 0 0 Ya
Q21 Frekuensi kegagalan Jumlah aktivitas yang gagal
(efisiensi waktu dalam Sampel 99
Q22 Efisiensi sumber daya Orang ÿ100 Sumber daya manusia yang direncanakan x 100 1x100 100 Ya
g proses)
Q23 Efisiensi waktu Kedua ÿ100 Aktivitas waktu yang direncanakan x 100 300x100 242,89 Ya
pemberian informasi/
konseling
g proses)
- 100% 0%
Otoritas Q24 (0)x100 TIDAK
(kewenangan di dalam
pemberian dari
informasi/konseling
g proses)
Dari hasil perhitungan faktor kualitas diatas diketahui terdapat faktor kualitas pencapaian yang belum sesuai dengan target. Ketidaksesuaian faktor kualitas
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Dari tabel diatas diketahui bahwa pencapaian faktor mutu belum tepat pada proses bisnis farmasi rawat jalan. Kesenjangan pencapaian ini terdapat pada
proses bisnis review resep yang meliputi Q5 (kegagalan
frekuensi dalam proses penilaian resep), proses pengecekan ketersediaan obat yang meliputi Q7 (frekuensi kegagalan dalam proses pengecekan ketersediaan
obat), proses penagihan obat yang meliputi Q14 (efisiensi waktu dalam melakukan proses penagihan obat), proses administrasi yang meliputi meliputi Q18
(efisiensi waktu dalam proses administrasi) dan proses pemberian informasi/konseling yang mencakup Q24 (kewenangan dalam pemberian informasi/proses
konseling).
KESIMPULAN
2. Terdapat kesenjangan pencapaian faktor mutu pada proses review resep yang meliputi Q5 (frekuensi kegagalan), proses pengecekan ketersediaan obat
yang meliputi Q7 (frekuensi kegagalan), proses penagihan obat yang
meliputi Q14 (efisiensi waktu), proses administrasi yang mencakup Q18 (efisiensi waktu) dan proses pemberian informasi/konseling
yang mencakup Q24 (kewenangan).
PENGAKUAN
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Direktur RS XYZ beserta manajemen yang bersedia diwawancarai dan
didokumentasikan pendapatnya serta mengizinkan RS XYZ digunakan sebagai tempat penelitian sehingga artikel ini dapat diselesaikan.
REFERENSI
1) Creswell, John 2016, Desain Penelitian: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran, Publikasi SAGE
Inc, Edisi Keempat.
2) Heidari, F & Louopoulos, P 2013, Quality Evaluation Framework (QEF): Pemodelan & Evaluasi Kualitas Bisnis
Proses, Jurnal Internasional Sistem Informasi Akuntansi, ACCINF-00313.
3) Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019, Pedoman Teknis Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta
5) Muhardi, Hendarta, A, Chan, S, Kristiaji, J 2020, Manajemen Strategis: Rencana Strategi Bisnis Rumah Sakit, Refika
Penerbit, Bandung
6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Rumah Sakit
7) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2008 tentang Pelayanan Minimal Rumah Sakit
Standar
8) Saraswati, T, Akrunanda, I, Setiawan, N 2019, Evaluasi dan Perbaikan Proses Bisnis dengan Quality Evaluation Framework (QEF),
Root Cause Analysis (RCA) dan Teknik ESIA (Studi kasus: Rawat Jalan BPJS RS Islam Aisyiyah Malang). Jurnal Perkembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Vol 3.
9) Sugiyono, 2018, Penelitian Metode Campuran, CV Alfabeta, Bandung.
Terdapat artikel Akses Terbuka, didistribusikan di bawah ketentuan Creative Commons Attribution–Non
Commercial 4.0 International (CC BY-NC 4.0)
(https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/), yang mengizinkan remixing, adaptasi, dan
pengembangan karya untuk penggunaan non-komersial, asalkan karya asli dikutip dengan benar.