Anda di halaman 1dari 7

Farmaka 19

Volume 18 Nomor 3

ANALISIS KESESUAIAN SISTEM KEGIATAN OPERASIONAL PADA SALAH SATU


GUDANG PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) DI BANDUNG

Wahyu Ashri Aditya, Febrina Amelia Saputri

Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung,
Sumedang Km 21 Jatinangor, 45363
wahyu15006@mail.unpad.ac.id
Diserahkan 16/07/2020, diterima 18/08/2020

ABSTRAK
Aspek operasional dalam gudang Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan parameter yang sangat
penting dalam suatu rantai distribusi sediaan farmasi dimana terdiri dari pengadaan, penyimpanan
hingga penyaluran produk farmasi. Sistem operasional yang baik dan benar di gudang telah diatur dalam
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gudang yang
menerapkan sistem operasional sesuai CDOB terhindar dari menumpuknya produk kedaluwarsa dan
kerugian finansial, sebaliknya gudang yang belum menerapkan CDOB mengalami kerugian fisik
sediaan farmasi dan juga kerugian finansial akibat produk yang pasif di gudang. Hal ini berdampak
kepada penurunan produktivitas dari PBF tersebut. Maka dari itu, diperlukan adanya evaluasi sistem
operasional pada salah satu gudang PBF di Bandung. Penelitian dilaksanakan selama bulan Februari
2020 menggunakan metode observasional yang bersifat deskriptif dan evaluatif serta metode
wawancara. Hasil penelitian mengenai sistem kegiatan operasional pada salah satu gudang PBF di
Bandung menunjukkan bahwa sebagian sistem operasional yang digunakan oleh PBF tersebut belum
sesuai dengan CDOB sehingga dihasilkan Corrective Action and Preventif Action (CAPA) untuk
evaluasi pada PBF.
Kata Kunci: Evaluasi, Operasional, Gudang, PBF, CDOB
ABSTRACT
The operational aspect in the Pharmacy Wholesaler (PBF) warehouse is a very important parameter in
a pharmaceutical supply distribution chain which was consists of the procurement, storage and
distribution of pharmaceutical products. A good and correct operational system in the warehouse had
been arranged in a Good Drug Distribution Method (CDOB). Several studies had shown that
warehouses that implement operational systems according to CDOB avoid piling up expired products
and financial losses, on the other hand warehouses that have not implemented CDOB suffer physical
losses from pharmaceutical preparations and also financial losses due to passive products in
warehouses. This had an impact on reducing the productivity of the PBF. Therefore, an operational
system evaluation was needed at one of the PBF warehouses in Bandung. The study was conducted
during February 2020 using observational methods that are descriptive and evaluative as well as the
interview method. The results of research on the system of operational activities in one of the PBF
warehouses in Bandung showed that some of the operational systems used by the PBF were not in
accordance with CDOB so that Corrective Action and Preventif Action (CAPA) was produced for
evaluation on the PBF.
Keywords: Evaluation, Operations, Warehouse, PBF, CDOB

PENDAHULUAN
Sediaan farmasi terdiri dari obat, bahan aman, berkualitas, dan bermanfaat pada semua
obat, obat tradisional, dan kosmetika (PP RI, tahapan, termasuk distribusi. Pedagang Besar
2009). Sediaan farmasi harus memenuhi kriteria Farmasi (PBF) merupakan perusahaan
Farmaka 20
Volume 18 Nomor 3
berbentuk badan hukum yang berfungsi untuk khususnya pada kondisi area penyimpanan,
melaksanakan proses pengadaan, penyimpanan, pelabelan obat, sarana pemusnahan obat ED,
penyaluran obat dalam jumlah besar sesuai dan penyaluran obat obat ekspor atau impor.
ketentuan peraturan perundang-undangan Adapun penelitian Agustyani dilihat dari sistem
(Menkes RI, 2011). Pengelolaan perbekalan penjaminan mutu menyebutkan bahwa 2% PBF
farmasi dari pengadaan hingga penyaluran di tidak pernah melakukan kajian manajemen
PBF dilaksanakan oleh departemen logistik. mutu, 9 – 10% Apoteker Penanggung Jawab
Yang dimaksud dengan perbekalan farmasi (APJ) tidak mengikuti pelatihan CDOB, 12%
adalah sediaan farmasi (BPOM RI, 2019). semua personil PBF belum pernah
Tingkat efisiensi yang tinggi akan tercapai mendapatkan pelatihan CDOB, 12% PBF tidak
apabila dalam pengelolaan tersebut memiliki pernah memeriksa Nomor Ijin Edar, 4 – 5%
manajemen logistik yang baik. PBF melakukan penyimpanan obat tidak
Tata cara mengenai kegiatan penyimpanan pada kemasan.
operasional di PBF seperti penerimaan hingga Penelitian Hartini dan Putra
penyaluran sediaan farmasi yang baik dan benar menyebutkan bahwa 52% APJ belum mengikuti
diatur dalam Pedoman Teknis Cara Distribusi pelatihan CDOB, 3% tidak memiliki protap,
Obat yang Baik (CDOB). CDOB merupakan 21% tidak memiliki struktur organisasi, 59%
cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan tidak memiliki pengontrol suhu dan pengontrol
obat yang bertujuan memastikan mutu kelembaban, 3% PBF kegiatannya tidak
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai terdokumentasi, dan 10% tidak pernah
persyaratan dan tujuan penggunaannya. melaksanakan audit atau inspeksi diri.
Fungsi penyimpanan pada gudang Oleh karena itu, penting untuk
merupakan suatu parameter kritis dalam rantai menerapkan CDOB pada fasilitas distribusi,
pasok yang akan menentukan kelancaran alur maka perlu dilakukan analisis kesesuaian sistem
pendistribusian dari pemasok ke pelanggan kegiatan operasional pada salah satu gudang
(Ramaa et al., 2012). Pelaksanaan penyimpanan PBF di Bandung dalam rangka memastikan dan
yang sesuai akan menghindarkan dari kesalahan mengevaluasi kesesuaian kegiatan dengan
serta penggunaan obat yang tidak bertanggung CDOB.
jawab, menjaga stok obat, serta memudahkan METODE
penelusuran dan monitoring obat. Penelitian dilaksanakan selama bulan
Wijaya dan Chan meneliti bahwa Februari 2020 di salah satu PBF di Bandung.
Pelaksanaan Cara Distribusi Obat di beberapa Penelitian dilakukan dengan menggunakan
PBF tidak sesuai berdasarkan PerKBPOM RI metode observasional yang bersifat deskriptif
Tahun 2012 dimana aspek yang belum sesuai dan evaluatif dimana dilakukan analisis
yaitu luas ruang bangunan penyimpanan dan kesesuaian dengan CDOB dan evaluasi pada
sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). kegiatan yang sedang berjalan dengan metode
Sinen meneliti PBF belum memenuhi syarat CAPA (Corrective Action and Preventif
pada aspek penyimpanan dan penyaluran obat Action). Wawancara kepada penanggung jawab
Farmaka 21
Volume 18 Nomor 3
gudang dilakukan untuk mengonfirmasi sistem dilengkapi dengan catatan stok baik manual
yang diobservasi. maupun elektronik dengan informasi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN sesuai dan mampu telusur. sistem penyimpanan

Penelitian dilakukan pada gudang salah obat mampu menjaga mutu serta keamanannya

satu PBF di Bandung. Kebijakan mutu pada (mempertimbangkan bentuk sediaan, risiko

PBF tersebut telah terdokumentasi dengan baik keamanan seperti sitostatik, psikotropik dll.

dan terdapat uraian keseluruhan dan persyaratan PBF telah melakukan inspeksi diri secara

fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu. berkala dan dilakukan 6 bulan sekali.

PBF sudah memiliki prosedur standar tentang Pelaksanaan inspeksi diri didokumentasi

pembuatan protap, pengendalian perubahan beserta tindakan perbaikan dan atau rencana

yang mencakup kewajiban investigasi terhadap perbaikannya. Ada beberapa aspek yang telah

terjadinya ketidaksesuaian proses dan hasil sesuai CPOB sepert aspek keluhan, aspek obat

sesuai standar CDOB serta terkait contingency kembalian atau retur obat, aspek obat diduga

plan seperti adanya bencana, pencurian obat, palsu, dan aspek recall atau penarikan kembali

dll. Semua personel yang terlibat dari obat telah sesuai dengan CDOB (BPOM RI,

pengadaan hingga penyaluran obat telah 2019; BPOM RI, 2015).

memahami peran dan tanggungjawab dalam Pengiriman obat dengan menggunakan

organisasi terkait penerapan CDOB. Bangunan jasa pengiriman pihak ketiga dilengkapi dengan

dan peralatan yang terdapat pada PBF tersebut perjanjian kerjasama yang sesuai ketentuan

merupakan bangunan permanen yang sudah CDOB dan dilakukan audit untuk memastikan

memenuhi syarat CDOB sehingga dapat pengiriman dilakukan sesuai ketentuan

memberikan jaminan keamanan dan kualitas sehingga mutu dan keamanan terjamin yang

pada obat, suplemen, dan kosmetik yang dilakukan tiap bulan. Sistem dokumentasi

disimpan. Gudang penyimpanan obat dapat manual atau elektronik sesuai dengan ketentuan

menjamin mutu obat (bebas banjir, penerangan serta dapat ditelusuri setiap saat dan

cukup, suhu yang terkondisikan sesuai dokumentasi disimpan minimal selama 3 tahun.

persyaratan lain penyimpanan obat). Bangunan PBF telah melakukan pelaporan triwulan

dan fasilitas sudah memberikan perlindungan pengelolaan tiap bulan. Pada penanganan

terhadap serangga. Selama observasi dan produk khusus seperti produk rantai dingin

berdasarkan keterangan dari penanggung jawab (CCP) dan Napza, aspek pengadaan hingga

gudang, belum pernah terlihat adanya serangga pengiriman telah sesuai dengan aspek CDOB,

atau hewan yang masuk dan merusak kualitas akan tetapi pada bagian penyimpanan CCP

dari obat, suplemen, dan kosmetik yang masih terdapat ketidaksesuaian dengan CDOB

disimpan (BPOM RI, 2019; BPOM RI, 2015). (BPOM RI, 2019; BPOM RI, 2015).

Pada sistem operasional pengadaan, Berdasarkan observasi dan wawancara

penerimaan, pemisahan, penyaluran dan kepada penanggung jawab gudang mengenai

pemusnahan obat telah sesuai dengan standar sistem operasional yang digunakan, produk

CDOB. Pada penyimpanan obat telah diklasifikasikan menjadi beberapa kategori


Farmaka 22
Volume 18 Nomor 3
yaitu jenis prinsipal, bentuk sediaan, tujuan 2. Pada aspek Organisasi, Manajemen dan
penggunaan, komoditi dan suhu penyimpanan. Personalia bagian Pelatihan tidak
Sistem yang digunakan bertujuan untuk dilakukannya pelatihan secara berkala dan
mendukung kelancaran proses distribusi kepada untuk personil baru masih belum diberikan
pelanggan. Namun berdasarkan observasi, pelatihan khusus. Tidak dilakukannya
sistem yang digunakan belum sepenuhnya pelatihan secara berkala dikarenakan
diterapkan dengan baik sehingga berakibat pada personil yang sudah pernah mengikuti
terhambatnya proses distribusi dan pelatihan yang memberikan pelatihan secara
menyebabkan adanya beberapa produk yang tidak resmi atau mengajari personil yang
mengalami kebocoran, mendekati tanggal belum mengikuti pelatihan. Tiap APJ juga
kedaluwarsa, hingga produk yang sudah harus selalu melakukan pelatihan CDOB
kedaluwarsa. Pada gudang PBF tersebut secara rutin dan terjadwal agar
berdasarkan analisis dengan observasi langsung kompetensinya tetap terjaga. Pelatihan
dilapangan dan wawancara kepada penanggung dibuat program secara berkala yang
jawab gudang PBF terdapat beberapa evaluasi. mencakup identifikasi kebutuhan tiap
Berikut ini merupakan aturan yang personil sehingga terus bisa meningkatkan
terdapat pada CDOB beserta evaluasi dengan kinerja dan mencegah terjadinya
sistem CAPA di gudang pada salah satu PBF di penyimpangan terhadap mutu produk
Bandung: (BPOM RI, 2019; BPOM RI, 2015).
1. Pada aspek Organisasi, Manajemen dan 3. Pada aspek Organisasi, Manajemen dan
Personalia bagian Organisasi dan Personalia bagian Higiene personil gudang
Manajemen, tugas dan tanggung jawab serta tidak menggunakan Alat Pelindung Diri
struktur organisasi PBF tidak diuraikan (APD). Tiap personil yang berhubungan
tugas dan tanggung jawab masing masing dengan kegiatan distribusi obat harus
personil sehingga personil tidak memahami memakai pakaian yang sesuai untuk
tugas dilapangan. Setiap personil pada kegiatan yang dilakukan. Tiap personil yang
fasilitas distribusi harus mendapatkan menangani obat harus dilengkapi dengan
penjelasan tugas yang jelas dan rinci serta pakaian pelindung sesuai dengan
diberikan pelatihan. Selain itu, personil persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja
harus memiliki tugas yang sesuai porsinya (K3) (BPOM RI, 2019; BPOM RI, 2015).
dan tidak berlebihan karena akan berakibat Temuan ini diakibatkan karena kurangnya
pada obat. Pihak PBF juga harus memiliki kesadaran personil akan keselamatan kerja.
prosedur keselamatan untuk personil pada Sehingga untuk mengurangi hal tersebut,
semua aspek, seperti keamanan personil dan dilakukan sosialisasi penggunaan APD
sarana, perlindungan lingkungan dan beserta kepentingan penggunaannya serta
integritas obat (BPOM RI, 2019; BPOM RI, untuk tindakan pencegahan dilakukan
2015). penindakan tegas dengan memberikan
Farmaka 23
Volume 18 Nomor 3
teguran hingga sanksi yang akan membuat yang di letakkan tidak sesuai kategori
personil tersebut jera. penyimpanannya dan menumpuk. Hal ini
4. Pada aspek Bangunan dan Peralatan, area dikarenakan masih banyak barang pasif dan
penting yang memastikan mutu obat yaitu overstock sehingga mempersempit
penerimaan, pengeluaran atau pengiriman penyimpanan. Agar hal tersebut bisa
serta penyimpanan obat harus terpisah dan diperbaiki, PBF dapat melakukan relokasi
dapat menjamin kondisi mutu obat (BPOM barang yang kurang atau tidak laku ke
RI, 2019; BPOM RI, 2015). Akan tetapi, cabang yang membutuhkan serta sebelum
pada PBF tersebut tidak tersedia area dan melakukan pengadaan obat harus terus
akses terpisah untuk penerimaan dan diperhatikan kapasitas penyimpanan
pengeluaran barang sehingga terjadi digudang.
ketercampur-bauran produk yang diterima 6. Pada aspek Bangunan dan Peralatan, setiap
dan yang akan dikirimkan. Hal ini peralatan yang berfungsi untuk memantau
disebabkan pagar sekat yang tersedia tidak kondisi penyimpanan obat harus selalu
digunakan oleh petugas gudang. PBF dikalibrasi dan dipantau keadaanya secara
tersebut harus melakukan pemisahan area berkala dengan metode yang sesuai.
dengan menempatkan diruang berbeda atau Kegiatan pemantauan dan kalibrasi
dengan memberi sekat serta melakukan dilakukan dengan memperhatikan kondisi
pengawasan oleh penanggung jawab logistik agar tidak mempengaruhi mutu obat.
agar memastikan barang tidak bercampur. Pengkalibrasian alat minimal dilakukan 1
Selain itu akses personil atau keryawan tahun sekali (BPOM RI, 2019; BPOM RI,
untuk masuk ke tiap area khususnya 2015). Tidak dilakukannya kalibrasi
penerimaan, pengeluaran atau pengiriman diakibatkan oleh tidak adanya pengecekan
serta pengiriman obat hanya diberikan berkala dikarenakan tidak adanya personil
kepada yang berwenang. yang bertanggung jawab. Untuk
5. Pada aspek Bangunan dan Peralatan, menghindari hal tersebut akan terjadi lagi,
bangunan wajib memiliki design yang harus dilakukan kalibrasi alat secara berkala
berfungsi agar dapat memastikan kondisi yaitu 1 tahun sekali dan dibuat reminder agar
penyimpanan yang sesuai persyaratan, tidak terulang kembali serta menunjuk
mempunyai keamanan yang terjamin dan personil khusus yang bertanggung jawab
luas penyimpanan gudang yang memadai, untuk memonitor alat tersebut.
serta tiap gudang penyimpanan memiliki 7. Pada aspek Operasional bagian
pencahayaan yang cukup agar kegiatan yang penyimpanan, harus memiliki suatu sistem
dilaksanakan dilakukan secara akurat dan yang dapat menjamin rotasi stok agar dapat
aman (BPOM RI, 2019; BPOM RI, 2015). mencegah produk tersebut dengan
Pada PBF yang diteliti luas penyimpanan menggunakan sistem penyimpanan First
gudang PBF tersebut tidak memadai untuk Expired First Out (FEFO) (BPOM RI, 2019;
penyimpanan obat sehingga banyak obat BPOM RI, 2015). Pada sistem ERP PBF
Farmaka 24
Volume 18 Nomor 3
tersebut yaitu SAP, menggunakan metode terpisah dari komoditi lain atau jenis produk
FIFO sedangkan petugas gudang diharuskan lain serta dapat terhindar dari kejadian yang
menggunakan metode FEFO sesuai dengan merugikan obat tersebut karena terkena sinar
CDOB sehingga terjadi ketidaksesuaian matahari, suhu dan kelembaban yang tidak
pengambilan dengan nomor bets yang sesuai dan lain - lain. Terpisah yang
berbeda antara sistem dengan yang diambil. dimaksud adalah memiliki tempat
Akibatnya akan berpengaruh terhadap penyimpanan yang berbeda dan diberikan
perhitungan stok yang menyebabkan tidak label. (BPOM RI, 2019; BPOM RI, 2015).
singkron stok pada sistem dan pada fisik. Hal tersebut terjadi karena barang yang
Untuk memperbaiki hal tersebut, harus diterima langsung dimasukkan ke gudang
dilakukan pengecekan barang yang keluar penyimpanan tanpa melihat jenis barang
harus sesuai dengan sistem atau faktur yang serta kurangnya kapasitas penyimpanan. Hal
diberikan serta harus dilakukan penyesuaian ini tidak boleh terjadi karena dapat
sistem dengan gudang. mengurangi kualitas obat disekitar karena
8. Pada aspek Operasional bagian terjadinya ketercampur-bauran. Untuk
penyimpanan, kondisi penyimpanan untuk memperbaiki hal tersebut, dilakukan
obat harus sesuai dengan kondisi pemisahan alat kesehatan dengan tiap jenis
penyimpanan yang disarankan oleh supplier produk diruang khusus penyimpanan alat
dari industri pembuat obat tersebut (BPOM kesehatan dan disimpan secara rapi serta
RI, 2019; BPOM RI, 2015). Masih terdapat teratur agar tidak ada ketercampur-bauran
beberapa barang yang tidak sesuai dengan obat. Penyimpanan produk harus dilakukan
petunjuk kemasan khususnya pada kondisi dengan diberi jarak agar memberikan ruang
suhu penyimpanan. Ketidaksesuaian untuk aliran udara. Selain itu, selalu
penyimpanan tersebut disebabkan oleh memonitor penerimaan alat kesehatan dan
kurangnya pemantauan saat penerimaan langsung menyimpan diruang khusus.
barang dan penempatan barang ditempat 10. Pada Produk Rantai Dingin (CCP) bagian
sementara akibat kurangnya kapasitas Penyimpanan, temperature data logger tidak
penyimpanan. Barang yang tidak sesuai terkalibrasi dan dilakukan evaluasi hasil
penyimpanan pada kemasan tersebut harus pemantauan suhu secara berkala yang
segera dipindahkan karena akan disebabkan oleh tidak adanya pengecekan
berpengaruh kepada mutu produk serta secara berkala karena tidak adanya personil
Memonitoring penyimpanan saat khusus yang diberi tanggung jawab. Untuk
penerimaan sesuai dengan petunjuk mengatasinya, dilakukan kalibrasi secara
kemasan. berkala yaitu 1 tahun sekali dan
9. Pada aspek Operasional bagian mengevaluasi hasil pemantauan serta
penyimpanan, terdapat penyimpanan alat melakukan monitoring suhu setiap saat
kesehatan yang digabung dengan secara berkala agar menjamin kondisi
penyimpanan obat. Obat harus disimpan penyimpanan.
Farmaka 25
Volume 18 Nomor 3
11. Pada Produk Rantai Dingin (CCP) bagian DAFTAR PUSTAKA
Penyimpanan, untuk menyimpan vaksin Agustyani, V., Utami, W., Sumaryono, W.,
polio OPV atau IPV dilakukan di Athiyah, U., Rahem, A. 2017. Evaluasi
Penerapan CDOB sebagai Sistem
pendingin dengan suhu -15 sampai -25oC Penjaminan Mutu pada Sejumlah PBF
(Freezer), sedangkan pada PBF tersebut di Surabaya. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 15(1): 70-76.
penyimpanan vaksin polio dilakukan pada
BPOM RI. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Cara
freezer kulkas biasa yang tidak menjamin Distribusi Obat yang Baik. Jakarta:
kualitas penyimpanan vaksin tersebut Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
dikarenakan tidak memiliki standar freezer BPOM RI. 2019. Pedoman Teknis Cara
yang sesuai. Hal ini harus diperbaiki Distribusi Obat yang Baik. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan
dengan memiliki freezer standar untuk
Republik Indonesia.
penyimpanan vaksin polio dan melakukan Hartini, Y.S., Putra, A.A.P. 2012. Implementasi
monitoring suhu agar tidak terjadinya Cara Distribusi Obat Yang Baik Pada
Pedagang Besar Farmasi Di
perubahan suhu yang signifikan yang akan Yogyakarta. Jurnal Farmasi Indonesia,
menyebabkan kerusakan pada vaksin 6(1): 48-54.
MENKES RI. 2011. Pedagang Besar Farmasi.
KESIMPULAN Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Sistem operasional (penyimpanan dan Indonesia.
pendistribusian produk farmasi) pada salah satu PP RI. 2009. Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:
Peraturan Pemerintah Republik
gudang PBF di Bandung sudah memenuhi Indonesia.
syarat CDOB pada beberapa aspek. Namun Ramaa, A., Subramanya, K.N., Rangaswamy,
TM. 2012. Impact of Warehouse
masih terdapat penyimpangan pada sistem
Management System in a Supply
operasional tersebut, antara lain tidak jelasnya Chain. IJCA. 54 (1): 14-20.
struktur organisasi, tidak ada program Sinen, Y., Lolo, W.A., Supriati, H.S. 2017.
Evaluasi Penyimpanan Dan
pelatihan, tidak menerapkan sistem K3, luas Pendistribusian Obat Di Pt. Unggul
penyimpanan yang kurang memadai, tidak Jaya Cipta Usaha Manado. Pharmacon,
6(3): 137-146.
memiliki area terpisah untuk penerimaan dan
Wijaya, M., Chan, A. 2018. Evaluasi
penyaluran, alat pengukur yang tidak Pelaksanaan Cara Distribusi Obat Di
terkalibrasi, pelabelan belum jelas, prinsip Pbf Rajawali Nusindo. Jurnal Dunia
Farmasi, 2(3): 148-159.
alfabetis belum berjalan dengan tertib,
penempatan yang belum sesuai, adanya campur
baur, dan prinsip FIFO/FEFO belum berjalan
sepenuhnya. Hal ini akan berdampak pada
kelancaran proses distribusi dan berpotensi
menimbulkan penurunan kualitas distribusi
serta produktivitas organisasi. Hendaknya
diterapkan langkah-langkah atau perbaikan
hasil CAPA pada sistem operasional di PBF
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai