Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATA KULIAH: MATERIA MEDIKA

Dosen Pengampu : An Nisa Fitri., AMd Keb., M.KM

“CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK


(CPOTB)”

Disusun Oleh :

I’in Indrawati

202001152010002

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KENDEDES MALANG
TAHUN AJARAN 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul’’ Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik
(CPOTB).”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah ‘Materia Medika’ dan tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Mulyohadi Sungkono, SpOG (K), selaku pembina Yayasan Kendedes Malang.
2. drg. Suharwati, selaku Ketua Yayasan Kendedes Malang.
3. dr. Endah Puspitorini, MscIH., DTM, selaku PLH Ketua Yayasan Kendedes Malang.
4. Dr. Edi Murwani, Amd.Keb. SPd., MMRS, selaku Ketua STIKes Kendedes Malang.
5. Lilik Winarsih, SST., M.Keb, selaku ketua Program Studi Diploma III Kebidanan
STIKes Kendedes Malang.
6. Eka Yuni Indah Nurmala, SST., M.Keb, selaku Wakil Ketua I STIKes Kendedes Malang.
7. An Nisa Fitri., AMd Keb., M.KM selaku penanggung jawab mata kuliah STIKes
Kendedes Malang

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan kemampuan dan waktu. Untuk itu mohon masukan yang positif demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini. Terimakasih.

Malang, 03 Januari 2022

i
DAFTAR ISI

BAB I ………………………………………………………………………………………………

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….........

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II………………………………………………………………………………………………

PEMBAHASAAN………………………………………………………………………………….

2.1 Apa itu CPOTB ……………………………………………………….

2.2 persyaratan dasar CPOTB………………………………………………………..…

2.3 Perkembangan CPOTB…………………….………………………………………………….

2.4 Pengkajian mutu produk………………………………………………………………………

BAB III..............................................................................................................................................

PENUTUP………………………………………………………………………………………….

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….…………………...………………

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit,
serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk
menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan
setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).

Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi obat-obatan secara
nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan pada umumnya melakukan kegiatan usaha
yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan. CPOB merupakan suatu konsep
dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu
industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good
Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.

Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan dan Fasilitas,
Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu,
Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian,
Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi dan Validasi.

Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi
industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui
langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram.

Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat
Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka
Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri
yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.

1
B. Tujuan

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi
dan pengendalian mutu.

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu CPOB
2. Persyaratan Dasar CPOB
3. Perkembangan CPOB
4. Pengkajian Mutu Produk
5. Sistem manajemen mutu
6. Ketentuan umum

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Apa itu CPOB

Apa itu CPOB? Bagi orang farmasi tentu tidak asing lagi mendengar istilah CPOB, namun bagi
masyarakat umum belum tentu tahu apa itu CPOB. CPOB sendiri kepanjangan dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik. CPOB secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan bagi
industri farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya. Pedoman CPOB disusun sebagai
petunjuk dan contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan cara pembuatan obat yang baik
untuk seluruh aspek dan rangkaian proses pembuatan obat. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.

Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan
tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah
atau tidak bertanggung jawab. Untuk pencapaian tujuan ini melalui ’Kebijakan Mutu”, yang
memerlukan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para
pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang di desain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar.

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat penting untuk menjamin bahwa
konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak
dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelematkan jiwa, atau memulihkan atau
memelihara kesehatan.

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu
yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung
jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh
pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan.

3
 2.2 Persyaratan dasar dari CPOB

1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dikaji secara sistematis berdasarkan
pengalam terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu
dan spesifikasi yang telah ditetapkan

2. Tahap proses yang kritis alam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta
perubahannya yang signifikan di validasi

3. Tersedia semua sarana yang di perlukan dalam CPOB termasuk;

a. Personil yang terkualifikasi dan terlatih

b. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadahi

c. Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai

d. Bahan, wadah label yang benar

e. Prosedur dan instruksi yang disetujui

f.  Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

4. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakana ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia

5. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar

6.  Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat pencatat selama pembuatan menunjukkan
bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar
dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan di investigasi.

7. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara
lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah di akses

8.  Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko terhadap mutu obat

9. Tersedia sistem penarikan kmbali bets obat maupun dari peredaran

4
10.  Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di investigasi serta
dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan penangulangan yang tepat dan
pencegahan pengulangan kembali keluhan.

2.3 Perkembangan CPOB

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan perubahan-
perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang
bersifat dinamis memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan atau
teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula perkembangan penerapan CPOB di Indonesia.
Terkait dengan telah ditanda-tanganinya Harmonisasi pasar ASEAN 2008 oleh ke-11 pemimpin
negara ASEAN, di mana kesehatan/produk farmasi, merupakan salah satu komoditi yang ikut
serta dalam harmonisasi pasar ASEAN. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan
kemampuan industri farmasi nasional, Badan POM Republik Indonesia selaku regulator industri
farmasi nasional, telah mencanangkan penerapan CPOB edisi tahun 2006 (CPOB Terkini) bagi
industri farmasi di Indonesia mulai 1 Januari 2007 dengan surat keputusan Kepala Badan POM
Nomor HK.00.053.0027 tahun 2006.

Dalam Pedoman CPOB edisi tahun 2006, acuan yang digunakan antara lain WHOTechnical
Report Series yaitu TRS 902/2002 Aneks 6, TRS 908/2003 Aneks 4, TRS 929/2005 Aneks 2,3,4,
TRS 937/2006 Aneks 2,4 GMP for Medical Products PIC/S 2006, dan lain-lain.

Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006:

1. Sistem Mutu,
2. Personalia
3. Bangunan dan Sarana Penunjang,
4. Peralatan,
5. Sanitasi dan Higiene,
6. Produksi,
7. Pengawasan Mutu,
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu,
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk
Kembalian,

5
10. Dokumentasi,
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak,
12. Kualifikasi dan Validasi

Di samping itu, terdapat 7 (tujuh) anex (supplement), yaitu:

1. Pembuatan Produk Steril,


2. Pembuatan Produk Biologi,
3. Pembuatan Gas Medisinal,
4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol),
5. Pembuatan Produk Darah,
6. Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinik, dan
7. Sistem Komputerisasi.

2.4 Pengawasan Mutu / Quality Control

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
memastikan bahwa pengujian yang telah diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan
yang belum dilakukan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau
dipasok sebelum mutunya di nilai dan dinyatakan memenuhi syarat

Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah
independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan
bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain menetapkan,
memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi dan
menyimpan baku pembandingan, memastikan kebenaraan label wadah bahan dan produk,
memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian investigasi
keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan
lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan
jika perlu dicatat.

6
Personil Pengawasaan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan
pengambilan sampel dan investigasi bila di perlakukan.

2.5 Pengkajian Mutu Produk

Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar,
termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsentrasi proses, kesesuaian dari
spesifikasi bahan awal, bahhan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend an mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan utuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala
biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian
ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit:

1. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemasan yang dibutuhkan digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru
2. Kajian terhadap pengawasaan selama proses yang kritis dan hasil pengujian obat jadi
3. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan
investigasi yang dilakukan
4. Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidak sesuaian yang signifikan, dan
efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahaan
5. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode Analisa
6. Kajian terhadap variasi yang diajukan disetujui, ditolak dari dokumen registrasi yang
telah disetujui termasuk dokumen registerasi untuk produk ekspor
7. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak
diinginkan
8. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait
dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan
9. Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang
sebelumnya
10. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru mendapatkan
persetujuan pendaftaran dan obat dengan persetujuan pendaftaran variasi
11. Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan missal sistem tata udara (HVAC),
air, gas bertekanan, dan lain lain dan
12. Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikan selalu up to date

7
13. Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah melakukan evaluasi
terhadap hasil kajian, dan melakukan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan
apakah tindakan perbaikan atau pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan
perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu.
Hendaklah tersedia prosedur menejemen yang sedang berlangsung dan pengkajian
aktivitas serta efektif prosedur tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila
Dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokan menurut jenis
produk, misal sediaan padat, sediaan cair, produk steril, dan lain-lain.
14. Bila pemilik persetujuan pendaftar bukan industri farmasi, maka perlu ada suatu
kesepakatan teknis dari semua pihak terkait yang menjabarkan siapa yang bertanggung
jawab untuk melakukan kajian mutu. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), yang bertanggung jawab untuk sertifikasi bets, bersama dengan pemilik
persetujuan pendaftaran hendaklah memastikan bahwa pengkajian mutu dilakukan tepat
waktu dan hemat.

2.6 Inpeksi Diri

Inpeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai dari pengadaan
bahan sampai dengan produk jadi dan penetapan tindakan perbaikan yang akan dilakukan
sehingga seluruh aspek pembuatan Obat Tradisional dalam Industri Obat tersebut selalu
memenuhi CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi
pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan
spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar
atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit
mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

Tujuan inspeksi diri untuk mengetahui apakah seluruh aspek pembuatan produk dan pengawasan
mutu telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan (CPOTB), mengidentifikasi kekurangan-
kekurangan yang bersifat kritis, baik yang memberikan dampak kecil atau besar (minor or major
impacts), meninjau adanya kebutuhan bagi tindakan koreksi dan pencegahan terhadap hal-hal

8
yang belum memenuhi ketentuan, dan memberikan usulan tindakan koreksi (perbaikan) atau
pencegahan (bila perlu) secara berkesinambungan. Dengan kata lain tujuan inspeksi diri ini
untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi
memenuhi kriteria CPOB.

Ada beberapa yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan inspeksi diri diantaranya yaitu aspek
untuk inspeksi diri dan tim inspeksi diri. Dalam aspek untuk inspeksi diri hendaklah dibuat daftar
periksa inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar ini
hendaknya berisi pertanyaan mengenai cpob yang mencakup antara lain:

1. Personalia
2. Bangunan termasuk fasilitas untuk personil
3. Perawatan bangunan dan peralatan
4. Penyimpanan bahan awal, pengemas dan obat jadi
5. Peralatan
6. Pengolahan dan pengawasan selama proses
7. Pengawasan mutu
8. Dokumentasi
9. Sanitasi dan hygiene
10. Program validasi dan re-validasi
11. Kalibrasi alat atau sistem pengukuran
12. Prosedur penarikan kembali pbat jadi
13. Penanganan keluhan
14. Pengawasan label
15. Hasil inspeksi diri sbelumnya dan perbaikan.

Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan frekuensi inspeksi diri
hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Sedangkan hal – hal yang diinspeksi
hendaklah meliputi pertanyaan diantaranya mengenai personalia, bangunan termasuk fasilitas
untuk personalia, penyimpanan bahan baku dan produk jadi, peralatan, pengolahan dan
pengemasan, pengawasan mutu, dokumentasi, dan peralatan.

9
2.7 SISTEM MANAJEMEN MUTU

1. Dalam penerapan sistem manajemen mutu hendaklah dijabarkan struktur organisasi, tugas dan
fungsi, tanggungjawab, prosedur-prosedur, instruksiinstruksi kerja, proses dan sumber daya.

2. Sistem mutu hendaklah dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan, sifat dasar
produk-produknya, dan hendaklah diperhatikan aspek penting yang ditetapkan dalam pedoman
CPOTB ini.

3. Pelaksanaan sistem mutu hendaklah menjamin bahwa apabila diperlukan dapat dilakukan
pengambilan contoh bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, serta dilakukan
pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji
dan kenyataan-kenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.

2.8 KETENTUAN UMUM

Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun
menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Bahan awal adalah bahan
baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan suatu produk obat tradisional.
Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya, baik yang
berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak berubah, yang
digunakan dalam pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut masih
terdapat didalam produk ruahan.

Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk pengemasan produk ruahan untuk
menghasilkan produk jadi. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih
memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan. Produk
ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai diolah yang masih memerlukan
tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi. Produk jadi adalah produk yang telah melalui
seluruh tahap proses pembuatan obat tradisional. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan
yang meliputi pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan,
pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan. Pengolahan

10
adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bahan baku sampai dengan
dihasilkannya produk ruahan.

Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau kegiatan lain
yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi. Pengawasan dalam
proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian
proses produksi, termasuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan
peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan dan pengujian selama
pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.

11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sempel,
spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
memastikan bahwa pengujian yang diperlukanaa dan relefan telah dilakukan daan bahwa bahan
yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau
dipassok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhu syarat.

Tujuan pokok dari pengendaian mutu itu sendiri adaah untuk mengetahui sampai seberapa jauh
proses hasil produk dan jasa yang dibuat sesuai dengan standar yanag ditetapkan perusahaan.

Inpeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai dari pengadaan
bahan sampai dengan produk jadi dan penetapan tindakan perbaikan yang akan dilakukan
sehingga seluruh aspek pembuatan Obat Tradisional dalam Industri Obat tersebut selalu
memenuhi CPOB.

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan
mutu industri farmasi memenuhi kriteria CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang
untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan
perbaikan yang diperlukan. Tim inspeksi ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari
sekurang-kurangnya 3 orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari
perusahaan.

12
DAFTAR PUSTAKA
https://fendhyuhamka.wordpress.com/2011/10/02/cpob/

http://valdisreinaldo.blogspot.co.id/2011/04/cara-pembuatan-obat-yang-baik-cpob.html

www.scribd.com/aspek/cpob

www.ilmufarmasi.com/aspek-aspek-cpob

http://www2.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/LAMP_CPOTB.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai