Anda di halaman 1dari 29

Sediaan Semi Solid Steril

Disusun oleh

Aribowo

NIM 16340172

Kelas Apoteker B

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


SEMESTR GENAP 2016/2017
REGULER

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari menteri kesehatan
untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat serta merupakan salah satu
tempat Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian, yaitu dalam pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional. Industri farmasi sebagai sarana penyedia obat-obatan
bagi masyarakat merupakan salah satu dari fasilitas kefarmasian yang memiliki peranan
penting dalam memproduksi dan mendistribusikan obat dengan mengutamakan
keamanan, mutu, manfaat dan khasiat.
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, setiap orang memerlukan
kesehatan untuk dapat bekerja dan beraktivitas. Pembangunan dibidang kesehatan
memerlukan dukungan semua sarana kesehatan diantaranya dengan dukungan pengadaan
obat yang bermutu,aman dan berkhasiat serta penyediaan obat yang merata dengan harga
yang terjangkau, tepat waktu dalam penyediaan dan jumlah yang cukupbagi masyarakat
secara umum.Obat merupakan komponen penting dan berperan di bidang kesehatan
dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal. Kebutuhan masyarakat akan obat-
obatan, kosmetik, healthy food, dan herbal terus meningkat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan kesehatan menjadi salah satu pendorong berdirinya industri farmasi di
Indonesia yang keberadaannya sangat didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Industri
farmasi sebagai industry penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang
harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) danmutu
(quality)dalamdosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Oleh karena itu,
pengawasan menyeluruh terhadap pembuatan obat merupakan hal penting untuk
menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Proses pembuatan obat
dan atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas dan kemampuan industri farmasi nasional, Badan Pengawasan

2
Obat dan Makanan Republik Indonesia selaku regulator industri farmasi nasional, telah
mencanangkan penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan aspek-AspeknyaApa
2. Apa definisi steriliasasi ?
3. Apa Saja Metode sterilisasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa CPOB dan aspek-aspeknya
2. Mengetahui apa sterilisasi
3. Mengetahui metode sterilisasi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)


Penerapan CPOB di Industri Farmasi dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
kesalahan dalam proses produksi obat sehingga tidak membahayakan jiwa manusia
(Konsumen). Persyaratan dasar CPOB adalah bahwa semua proses pembuatan obat
dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti
mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.43/MenKes/SK/II/1988 Pemerintah menerbitkan Petunjuk Operasional Penerapan
CPOB, dalam memudahkan penerapan CPOB di Industri Farmasi.
Buku Petunjuk Operasional Penerapan CPOB tersebut memuat contoh-contoh
Prosedur Tetap atau SOP dan dokumentasi yang diperlukan. Penerapan CPOB pertama kali
tahun 1988, diikuti dengan Petunjuk Operasional Penerapan CPOB pada tahun 1989 yang
kemudian direvisi 1996. Berdasarkan keputusan Kepala Badan POM sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang farmasi, maka Tim Revisi CPOB menyusun
Pedoman CPOB edisi tahun 2001 yang merupakan revisi dari edisi 1988.
CPOB yang sesuai dengan ketentuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) meliputi dua belas aspek, antara lain :

2.1.1 Manajemen Mutu


Jaminan terhadap khasiat, keamanan dan mutu produk industri farmasi hanya bisa
dilakukan jika terdapat sistem yang secara proaktif mencegah sebelum terjadinya
kesalahan dan atau penyimpangan dalam proses pembuatan obat tersebut.
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena
tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.

4
Aspek manajemen mutu terdiri dari :

a. Pemastian Mutu
Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari
obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang
dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan dengan
mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu
mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar dari Pedoman ini,
seperti desain dan pengembangan produk.
b. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah bagian dari Pemastian Mutu
yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan
dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.
c. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum
diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual
atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
d. Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua
obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan
konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas
dan obat jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang
diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala
biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya.
e. Personalia

5
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.
Oleh sebab itu industri farmasi bertanggungjawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan
semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-
masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi
mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah:

a. Organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab


Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian
produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh seorang yang berbeda serta tidak saling
bertanggungjawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi
wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif. Hendaklah personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain
diluar organisasi yang dapat menghambat atau membtasi kewajibannya dalam
melaksanakan tenggungjawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan
probadai atau finansial.
b. Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan paltihan bagi seluruh personil yang keran
tugasnya harus berada didalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi
personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

2.1.2 Bangunan Dan Fasilitas


Letak bangunan hendakah sedimikian rupa untuk menghindari pencemaran dari
ingkungan sekelilingmya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan
industri lain yan berdekatan. Dalam CPOB terkini masalah tata letak bangunan
memperoleh perhatian yang serius bahkan termasuk dalam kelompok kritis.

6
Bangunan harus rancang sedemikian rupa sehingga dapat mecegah terjadinya
pencemaran silang produk yang diproduksi dalam ruangan. CPOB terkini
mengklasifikasikan ruangan menjadi empat kelas yaitu A, B, C dan D.
 Kelas A (white area dibawah laminar air flow). Ruangan ini digunakan untuk
pengisian produk obat steril, pengolahan dan pengisian salep mata steril,
pengisian serbuk steril, pengisian suspensi steril dan pengolahan aseptis. Standar
lingkungan produksi dan kebersihan untuk ruangan kelas A adalah jumlah partikel
(tapi bukan kuman patogen atau non patogen) berukuran Ø ≤ 0,5 µ maksimal
3500/m3 dan jumlah partikel berukuran 5 µm maksimal 1/m3
 Kelas B (white area ruang steril). Ruangan ini digunakan untuk pembuatan dan
pengisian secara aseptis. Standar lingkungan produksi dan kebersihan untuk ruang
kelas B adalah jumlah partikel (tapi bukan kuman patogen atau non patogen)
berukuran Ø ≤ 0,5 µ maksimal 3500/m3 dan jumlah partikel yang berukuran 5µ
maksimal 1/m3 pada kondisi non operasional.
 Kelas C (grey area). Ruangan ini digunakan untuk pengolahan dan pengemasan
obat tidak steril, pembuatan salep kecuali salep mata, ruangan pembuatan dengan
sterilisasi akhir, dan pengolahan bahan yang bersifat higroskopis.
 Kelas D (black area). Ruangan ini digunakan untuk proses pengemasan sekunder
serta penyimpanan produk jadi. Jumlah partikel dalam berukuran Ø ≤ 0,5 µ
maksimal 3.500.000/m3 dan jumlah partikel yang berukuran 5µ maksimal
20.000/m3 pada kondisi non operasional. Pada kondisi operasional jumlah partikel
tidak ditetapkan.

2.1.3 Peralatan
Desain dan konstruksi peralatan hendaklah sesuai tujuan dan penggunaannya.
Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya pencemaran silaang antar bahan di area yang sama dan dipasang sedemikian
rupa untuk menghindari resiko kekeliruan atau pencemaran.
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang
tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu
obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets dan untuk memudahkan pembersih

7
serta perawatan. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi
atau pencemaran yang dapat mempengaruhi kualitas, mutu atau kemurnian produk.

2.1.4 Sanitas dan hygiene


Tingkat sanitas dan higiene yang tinggi hendakah ditetapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,
pearalatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan
desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencernaan produk. Sumber
pencernaan potensial hendaklah dihilangkan melalui sutau program sanitasi dan higiene
yang menyeluruh dan terpadu.

2.1.5 Pengawasan mutu


Di dalam CPOB telah diberikan panduan tentang bagaimana penjaminan mutu
dapat dilaksanakan oleh industri farmasi, CPOB juga sudah secara tegas menyebutkan
adanya pemisahan kewenangan dan tanggung jawab bagian pengawasan mutu dan
penjaminan mutu.
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensinya dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk sacara konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu
mulai dari awal pembuatan sampai kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam
semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

2.1.6 Inspeksi diri dan audit mutu


Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi
khusus, misalnya dalam hal terjadi penukaran kembali obat jadi atau terjadi penolakan
yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan
catatan inspeksi hendaklah didokumentasikan dan dibuat produk tindak lanjut yang
efektif.
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi

8
diri hendaklah dirancang untuk menetapkan kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri ini harus dilakukan
secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahan. Ada manfaatnya
bila juga menggunakan auditor luar yang independen.

2.2. Sterilisasi
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan suatu benda dari semua, baik
bentuk vegetatif maupun bentuk spora. Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang
mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk
mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk
menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh mikroorganisme dan di dalam bidang-
bidang lain pun sterilisasi ini juga penting. Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan
untuk membunuh kuman patogen atau kuman apatogen beserta spora yang terdapat pada
alat perawatan atau kedokteran dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas tinggi,
atau bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering,
steralisasi gas (Formalin H2, O2), dan radiasi ionnisasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam steralisasi di antaranya:
1. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih
berfungsi.
2. Peralatan yang akan di sterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas
dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah dan tanggal pelaksanaan
sterilisasi.
3. Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril.
4. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril
selesai.
5. Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril.
6. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila
terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang.

9
2.3. Metode sterilisasi
Sterilisasi secara Fisik
Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama sterilisasi dengan bahan kimia tidak
akan berubah akibat temperatur tinggi dan tekanan tinggi. Cara membunuh
mikroorganisme tersebut adalah dengan panas. Berikut penjelasan mengenai cara
membunuh mikroorganisme :

1. Pemanasan kering
Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami dehidrasi sampai
kering dan selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga menyebabkan
mikrobanya mati. Digunakan pada benda atau bahan yang tidak mudah menjadi
rusak, tidak menyala, tidak hangus atau tidak menguap pada suhu tinggi. Umumnya
digunakan untuk senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air, seperti
minyak lemak, minyak mineral, gliserin (berbagai jenis minyak), petrolatum jelly,
lilin, wax, dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air.
2. Pemanasan basah
Prinsipnya adalah dengan cara mengkoagulasi atau denaturasi protein penyusun tubuh
mikroba sehingga dapat membunuh mikroba. Sterilisasi uap dilakukan menggunakan
autoklaf dengan prinsipnya memakai uap air dalam tekanan sebagai pensterilnya.
Temperatur sterilisasi biasanya 121℃, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5
psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi tergantung dari volume
dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit
tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama
akan menyebabkan :

 Penguraian gula
 Degradasi vitamin dan asam-asam amino
 Inaktifasi sitokinin zeatin riboside
 Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar

10
Metode sterilisasi uap umumnya digunakan untuk sterilisasi sediaan farmasi
dan bahan-bahan lain yang tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan tahan
terhadap penembusan uap air, larutan dengan pembawa air, alat-alat gelas, pembalut
untuk bedah, penutup karet dan plastic serta media untuk pekerjaan mikrobiologi.
Uap jenuh pada suhu 121oC mampu membunuh secara cepat semua bentuk vegetatif
mikroorganisme dalam 1 atau 2 menit. Uap jenuh ini dapat menghancurkan spora
bakteri yang tahan pemanasan.

3. Pemanasan dengan Bakterisida

Digunakan untuk sterilisasi larutan berair atau suspensi obat yang tidak stabil
dalam autoklaf. Tidak digunakan untuk larutan obat injeksi intravena dosis tunggal
lebih dari 15 ml, injeksi intratekal, atau intrasisternal. Larutan yang ditambahkan
bakterisida dipanaskan dalam wadah bersegel pada suhu 100  oC selama 10 menit di
dalam pensteril uap atau penangas air. Bakterisida yang digunakan 0,5% fenol, 0,5%
klorobutanol, 0,002 % fenil merkuri nitrat dan 0,2% klorokresol.

i. Air mendidih
Digunakan untuk sterilisasi alat bedah seperti jarum spoit. Hanya
dilakukan dalam keadaan darurat. Dapat membunuh bentuk vegetatif
mikroorganisme tetapi tidak sporanya.
ii. Pemijaran
Dengan cara membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum
inokulum, pinset, batang L, dan sebagainya.
4. Sterilisasi dengan radiasi
Prinsipnya adalah radiasi menembus dinding sel dengan langsung mengenai
DNA dari inti sel sehingga mikroba mengalami mutasi. Digunakan untuk sterilisasi
bahan atau produk yang peka terhadap panas (termolabil). Ada dua macam radiasi
yang digunakan yakni gelombang elektromagnetik (sinar x, sinar γ) dan arus partikel
kecil (sinar α dan β). Sterilisasi dengan radiasi digunakan untuk bahan atau produk
dan alat-alat medis yang peka terhadap panas (termolabil).

11
5. Tyndalisasi

Konsep kerja metode ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung
air dan tidak tahan tekanan atau suhu tinggi lebih tepat disterilkan dengan metode ini.
Misalnya susu yang disterilkan dengan suhu tinggi akan mengalami koagulasi dan
bahan yang berpati disterilkan pada suhu bertekanan pada kondisi pH asam akan
terhidrolisis. Tyndalisai merupakan proses memanaskan medium atau larutan
menggunakan uap selama 1 jam setiap hari selama 3 hari berturut- turut

6. Pasteurisasi
Proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu (65 0C selama 30’ atau 720C
selama 15’ untuk membunuh pathogen yang berbahaya bagi manusia.

7. Sterilisasi secara Kimia

Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia. Pemilihan antiseptik


terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek yang
dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat iritatif, dam
kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat di pakai untuk sterilisasi
antara lain halogen (senyawa klorin, yodium), alkohol, fenol, hydrogen peroksida, zat
warna ungu Kristal, derivate akridin, rosalin, deterjen, logam-logam berat, aldehida,
ETO, uap formaldehid ataupun beta-propilakton (Volk, 1993)

8. Sterilisasi secara Mekani

Sterilisasi secara mekanik dapat dilakukan dengan penyaringan. Penyaringan


dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu bahan penyaring.

2.4. Syarat-syarat sediaan steril


1. Efikasi mencakup kemanjuran suatu obat yang dalam terapi termasuk efektivitas
obat dalam terapi.

12
2. Safety : keamanan ini antara lain meliputi: eamanan dosis obat dalam terapi,
memberikan efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan
efek toksik atau efek samping yang tidak diinginkan.
3. Aceeptable : maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian
menarik dan mudah dipakai konsumen.
4. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut
dalam sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berearna, tetap terlihat jernih
(tidak keruh).
5. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna
larutan sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain
dalam sediaan itu.
6. Bebas dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun obat.
Sumber partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja, seratr
dari alat/pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
7. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
8. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul. Uji
kebocoran dapat dilakukan dengan :
 Uji dengan larutan warna (dye bath test)
 Metode penarikan vakum ganda (the double vacuum pull method)

9. Stabil. Artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk
sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan
suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat
dilihat dari:
Terjadi perubahan warna. Contoh: larutan adrenalin yang awalnya
berwarna jernih karena teroksidasi akan menjadi merah karena terbentuk
adenokrom.
Terjadi pengendapan. Contoh: injeksi aminophilin dibuat dengan air bebas
CO2, karena jika tidak bebas CO2 maka akan terbewntuk theopilin yang
kelarutannya kecil dalam air sehingga kanmengendap. Akibatnya dosis
menjadi berkurang.

13
2.5. Rute pemberian sediaan steril
1. Intravena

Merupakan larutan yang dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan


iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya
isotonis dan hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan. Larutan
injeksi intravena harus jernih betul, bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat
menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Penggunaan injeksi intravena tidak
boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.

2. Pemberian Subkutis (Subkutan)

Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang dapat
digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin, skopolamin, dan epinefrin
atau obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM
membatasi tak boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya
samapi ½ sampai 1 inci (1 inchi = 2,35 cm)

3. Pemberian Intramuskuler 

Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan absorbsinya


terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan langsung pada serabut otot
yang letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian
atas. Volume injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume injeksi
tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 ½
inci. Problem klinik yang biasa terjadi adalah kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila
ada kesalahan dalam teknik pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik).
Yang perlu diperhatikan bagi Farmasis anatara lain bentuk sediaan yang dapat diberikan
intramuskuler, yaitu bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau
suspensi baru dari puder steril. Pemberian intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas
lambat), puncak konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang
mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im) anatar lain : rheologi produk,
konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa, bahan pembawa, volume injeksi,
tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan,

14
karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi ukuran
partikel kurang

4. Pemberian intrathekal-intraspinal

Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa temapt. Cara


ini berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan sediaan
dengan kemurniaannya yang sangat tinggi, karena dearah ini ada barier (sawar) darah
sehingga daerahnya tertutup.

5. Intraperitoneal

Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat


diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im,sc, dan
intradermal

6. Intradermal

Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian lebih
kecil dan sc, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai sangat lambat.

7. Intratekal

Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan serebrospinal.
Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi spinal. Intratekal
umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau ventrikel sehingga
sediaan dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang berkenaan langsung pada SSP.

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Bentuk sediaan semi padat steril


Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep
yang cocok. Salep mata memberikan arti lain dimana obat dapat mempertahankan kontak
dengan mata dan jaringan disekelilingnya tanpa tercuci oleh cairan air mata. Basis untuk
salep mata biasanya petrolatum putih walapun dalam beberapa kasus basis larut air juga
digunakan. Obat jika tidak larut didispersikan kedalam basis yang disterilkan dengan
panas kering dan dicampur secara aseptis dengan obat dan bahan tambahan yang steril.
Salep mata memberikan keuntungan waktu kontak yang lebih lama dan bioavailabilitas
obat yang lebih besar dengan onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama. Dari
tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea
dan iris.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sediaan berupa salep mata :

 Salep mata dibuat dari bahan yang disterilkan dibawah kondisi yang bernar-benar
aseptik dan memenuhi persyaratan dari tes sterilisasi resmi.
 Sterilisasi terminal dari salep akhir dalam tube disempurnakan dengan
menggunakan dosis yang sesuai dengan radiasi gamma.
 Salep mata harus mengandung bahan yang sesuai atau campuran bahan untuk
mencegah pertumbuhan atau menghancurkan mikroorganisme yang berbahaya
ketika wadah terbuka selama penggunaan. Bahan antimikroba yang biasa
digunakan adalah klorbutanol, paraben atau merkuri organik.
 Salep akhir harus bebas dari partikel besar.
 Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata, membiarkan difusi obat melalui
pencucian sekresi mata dan mempertahankan aktivitas obat pada jangka waktu
tertentu pada kondisi penyimpanan yang sesuai.
 Sterilitas merupakan syarat yang paling penting, tidak layak membuat sediaan
larutan mata yang mengandung banyak mikroorganisme yang paling berbahaya
adalah Pseudomonas aeruginosa. Infeksi mata dari organisme ini dapat

16
menyebabkan kebutaan, bahaya yang paling utama adalah memasukkan produk
nonsteril kemata saat kornea digosok.

Karakteristik sediaan salep mata :

 Kejernihan

Larutan mata adalah dengan definisi bebas dari partikel asing dan jernih secara
normal diperoleh dengan filtrasi. Tentunya, pentingnya peralatan filtrasi agar jernih dan
tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan
desain peralatan untuk menghilangkannya. Pengerjaan penampilan untuk larutan dalam
lingkungan yang bersih, penggunaan LAF dan harus tidak tertumpah memberikan kebersihan
untuk penyiapan larutan jernih bebas dari partikel asing.

 Stabilitas

Stabilitas obat dalam larutan seperti produk mata tergantung sifat kimia bahan obat,
pH produk, metode penyiapan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan larutanb dan tipe
pengemasan.

 Buffer dan pH

Idealnya, sediaan mata sebaiknya diformulasi pada pH yang ekuivalen dengan cairan
air mata yaitu 7,4. dan prkteknya jarang dicapai. Mayoritas bahan aktif dalam optalmology
adalah garam basa lemah dan paling stabil pada pH asam. Ini umumnya dapat dibuat dalam
suspensi kortikosteroid tidak larut. Suspensi biasanya paling stabil pada pH asam.

 Tonisitas

Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan
berair. Larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketikamagnitude sifat koligatif
larutan adfalah sama. Larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama
dengan 0,9 % larutan NaCl

17
 Viskositas
USP mengizinkan penggunaan peningkat viskositas untuk memperpanjang waktu
kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metil
selulose, polivinil alkohol dan hidroksil metil selulose ditambahkan secara berkala untuk
meningkatkan viskositas
 Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata dibolehkan, namun
pemilihannya dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya natrium bisulfit atau
metasulfit, digunakan dalam konsentrasi sampai 0,3 %, khususnya dalam larutan yang
mengandung garam epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askobat atau asetilsistein
dapat digunakan. Antioksidan ini berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi
epinefrin.
Penggunaan surfaktan dalam sediaan mata dibatasi hal yang sama. Surfaktan
nonionik, keluar toksis kecil seperti bahan campuran digunakan dalam konsentrasi
rendahkhususnya suspensi steroid dan berhubungan dengan kejernihan larutan. Surfaktan
jarang digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan kelarutan
Penggunaan surfaktan, khususnya beberapa konsentrasi signifikan, sebaiknya
dengan karakteristik bahan-bahan. Surfaktan nonionik, khususnya dapat bereaksi dengan
adsorpsi dengan komponen pengawet antimikroba dan inaktif sistem pengawet.
Benzalkonium klorida dalam range 0,01 – 0,02 % dengan toksisitas faktor pembatas
konsentrasi, sebagai pengawet digunakan dalam jumlah besar larutan dengan suspensi
sediaan mata

Cara penggunaan salep mata (3) :

1. Cuci tangan
2. Buka tutup dari tube
3. Dengan satu tangan, tarik kelopak mata bagian bawah perlahan-lahan
4. Sambil melihat keatas, tekan sejumlah kecil salep kedalam kelopak mata bagian
bawah (± ¼ – ½ inci). Hati-hati agar tidak menyentuhkan ujung tube pada mata,
kelopak mata, jari, dll

18
5. Tutup mata dengan lembut dan putar bola mata kesegala arah pada saat mata
ditutup. Kadang-kadang pengaburan dapat terjadi
6. Kelopak mata yang tertutup dapat digosok dengan lembut dengan jari untuk
mendistribusikan obat melalui fornix.
7. Tutup kembali tube
o Hati-hati untuk mencegah kontaminasi tutup tube saat dibuka.
o Pada saat tube salep dibuka pertama kali, tekan keluar ¼ inci salep dan
buang karena mungkin terlalu kering.
o Jangan pernah menyentuh ujung tube dengan permukaan apapun.
o Jika mempunyai lebih dari satu tube untu salep mata yang sama, buka satu
tube saja.
o Jika menggunakan lebih dari satu jenis salep mata pada waktu yang sama,
tunggu sekitar 10 menit sebelum menggunakan salep lainnya.
o Untuk memperbaiki aliran dari salep, pegang tube dalam tangan selama
beberapa menit sebelum digunakan.
o Sangat bermanfaat untuk latihan menggunakan salep dengan persis di
depan cermin.
3.2. Alur tahapan produksi sediaan steril
1. Bahan Awal
a. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan hendaklah dicatat. Catatan
tersebut hendaklah meliputi keterangan mengenai persediaan, nomor bets atau
lot, tanggal penerimaan atau pengeluaran, tanggal diluluskan dan tanggal
daluwarsa bila ada.
b. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah
memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan
namayang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode atau nama yang tidak
resmi tidak boleh digunakan.
c. Untuk setiap kiriman atau bets bahan awal hendaklah diberi nomor rujukan yang
akan menunjukkan identitas kiriman bahan atau bets yang bersangkutan
selamapenyimpanan atau pengolahan.

19
d. Hendaklah diambil langkah yang menjamin bahwa semua kemasan pada suatu
kiriman mengandung bahan awal yang benar, dan melakukan pengamanan
terhadap kemungkinan kesalahan penandaan wadah oleh pemasok.
e. Kiriman bahan awal hendaklah ditahan di karantina, sampai disetujui dan
diluluskan untuk dipakai oleh manajer pengawasan mutu.
f. Label yang menunjukkan status bahan awal hanyaboleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk oleh penanggungjawab bagian pengawasan mutu. Untuk mencegah
kekeliruan, label tersebut hendaklah berbeda dengan label yang digunakan oleh
pemasok misalnya dengan mencantumkan nama atau logo perusahaan. Bila status
bahan mengalami perubahan, maka label penunjuk status juga harus dirubah.
g. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu untuk
meyakinkan bahwa wadahnya tertutup rapat, bertanda yang benar dan dalam
kondisi yang baik.
h. Bahan awal yang dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh suhu hendaklah
disimpan dalam ruangan yang suhu udaranya diatur.
i. Bahan awal yang cenderung menjadi rusak atau turun potensinya atau
aktifitasnya selama dalam penyimpanan seperti misalnya antibiotika, beberapa
vitamin dan enzim, hendaklah dinyatakan batas umurnya.
j. Pengeluaran bahan awal untuk pemakaian hendaklah dilakukan oleh petugas
yang berwenang sesuai dengan tata-cara yang sudah disetujui. Catatan mengenai
persediaan bahan hendaklah disimpan dengan baik agar perujukan persediaan
dapat dilakukan.
k. Hendaklah tersedia daerah penyerahan yang terpisah yang dilengkapi dengan
baik untuk mencegah pencemaran silang. Mungkin diperlukan tempat dengan
perlengkapan khusus untuk menimbang bahan yang dapat menimbulkan
sensitisasi atau yang bertoksisitas tinggi atau bahan seperti hormon, sitotoksik
dan antibiotika tertentu.
l. Alat timbang dan alat takar hendaklah diperiksa secara teratur untuk
membuktikan bahwa kapasitas, ketelitian dan ketepatannya memenuhi
persyaratan sesuai dengan jumlah bahan yang akan ditimbang atau ditakar.

20
m. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai secarajelas,
disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan pada
pemasok.
2. Validasi Proses
a. Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi hendaklah
dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya
hendaklah disimpan. Luas serta tingkat validasi yang dilakukan tergantung dari
sifat dan kerumitan produk dan proses yang bersangkutan. Program dan
dokumentasi validasi hendaklah membuktikan kecocokan bahan yang dipakai,
keandalan peralatan dan sisteni serta kemampuan petugas pelaksana.
b. Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan, hendaklah dilakukan
langkah untuk membuktikan bahwa prosedur bersangkutan cocok untuk
pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan
menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
c. Perubahan yang berarti dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah disertai
dengan tindakan validasi ulang, untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan
tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
d. Proses dan prosedur hendaklah secara rutin dievaluasi kembali dengan kritis
untuk memastikan bahwa proses dan prosedur ini tetap mampu memberikan hasil
yang diinginkan.
3. Pencemaran

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan
kesehatan atau mengurangi dayaterapetik atau naempengaruhi kualitas suatu produk tidak
dapat diterima. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang,
karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung kepada kesehatan, hal ini
menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai dengan CPOB.

4. Sistem Penomoran Bets dan Lot

21
a. Suatu sistem yang menjabarkan carapenomoran bets dan lot secara rinci diperlukan
untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau obat jadi suatu bets atau
lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu.
b. Sistem penomoran bets dan lot yang digunakan pada tingkat pengolahan dan tingkat
pengemasan selanjutnya hendaklah saling berkaitan
c. Sistem penomoran bets dan lot hendaklah dapat menjamin bahwa nomor bets atau lot
yang sama tidak digunakan secara berulang.
d. Pemberian nomor bets atau lot yang dialokasikan hendaklah segera dicatat dalam
suatu buku catatan harian. Catatan mencakup tanggal pemberian nomor, identitas
produk dan besarnya bets atau lot yang bersangkutan.
5. Penimbangan dan Penyerahan
a. Penimbangan. atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas.
produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan
memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Pengawasan terhadap
pengeluaran bahan dan produk tersebut di atas untuk diproduksi adalah
sangatpenting.
b.  Metode penanganan. penimbangan, penghitungan dan penyerahan bahan baku. bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tercakup dalam prosedur
tertulis.
c. Semua pengeluaran bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
termasuk tambahan bahan di luar yang telah diserahkan semula, hendaklah
didokumentasikan.
d. Bahan baku. bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang boleh
diserahkan hanyalah yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.
e. Untuk menghindari pencampur-bauran, pencemaran silang dan kehilangan identitas,
bahan baku, produk antara dan produk ruahan yang boleh ditempatkan dalam daerah
penyerahan hanyalah yang diperlukan untuk suatu bets tertentu saja. Setelah
penimbangan, penyerahan dan penandaan, bahan baku, produk ruahan dan produk
antara hendaklah diangkut dan disimpan secara tepat sehingga keutuhannya tetap
terjaga sampai saat pengolahan berikutnya.

22
f. Untuk menghindari pencampur-bauran, hanya satu jenis bahan cetakan tertentu saja
yang diperbolehkan diletakkan di tempat penandaan pada saat yang sama. Antara
tempat-tempat penandaan hendaklah ada sekat pemisah yang memadai.
g. Sebelum dilakukan penimbangan hendaklah dilakukan pemeriksaan terhadap
kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan dari bagian pengawasan
mutu.
h. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbang dan alat ukur yang digunakan
hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau diukur.
i. Untuk setiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian
kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang ditimbang dan diukur oleh dua
petugas secara terpisah.
j. Kebersihan tempat penimbangan dan penyerahan hendaklah dijaga. Bahan baku steril
hendaklah ditimbang dan diserahkan dalam daera steril.
k. Penimbangan dan penyerahan hendaklah menggunakan peralatan yang cocok dan
bersih.
6. Pengembalian
a. Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang
dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dan
dirujuksesuaikan dengan baik.
b. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan tidak boleh
dikembalikan ke gudang, kecuali bila memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
7. Pengolahan
a. Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa lebih dahulu
sebelum digunakan.
b. Kondisi daerah pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan sampai tingkat yang
disyaratkan untuk kegiatan yang akan dilakukan. Sebelum pengolahan dimulai
hendaklah ditempuh langkah yang menjamin bahwa daerah pengolahan dan peralatan
bebas dari bahan, produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang
bersangkutan.
c. Semua peralatan yang digunakan dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan.

23
d. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang
telah ditentukan. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan dengan menyertakan
alasan dan penjelasan.
e. Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, untuk produk antara
dan produk ruahan, hendaklah bersih, dengan sifat dan jenis yang tepat untuk
melindungi produk dan bahan terhadap pencemaran atau kerusakan.
f. Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara, hendaklah diberi label yang
tepat yang menyatakan tahap pengolahannya. Sebelum label ini dipasang, seluruh
label atau tanda-tanda sebelumnya yang tidak sesuai hendaklah disingkirkan atau
dihapus dengan sempurna.
8. Cairan, Krim dan Salep (Non-steril)
a. Produk berupa cairan, krim dan salep hendaklah dibuat sedemikian rupa agar produk
terlindung dari pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Sistem pembuatan dan
pemindahan secara tertutup sangat dianjurkan. Daerah produksi dimana produk dan
juga wadah-wadah bersih tanpa tutup terpapar ke lingkungan hendaklah diventilasi
secara efektif dengan udarayang disaring.
b. Peralatan tanki, wadah, pipa dan pompa yang digunakan hendaklah dirancang dan
dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan pembersihan dan sanitasi bila perlu.
Dalam merancang peralatan hendaklah diperhatikan agar tidak terdapat lekukan atau
sambungan mati (‘dead-legs’) atau bagian-bagian di mana kotoran dapat terkumpul
danmenumbuhkan mikroba.
c. Peralatan gelas sedapat mungkin dihindarkan penggunaannya. Baja tahan karat
berkualitas tinggi adalah bahan pilihan untuk bagian peralatan yang bersentuhan
denganproduk yang sedang diproses.
d. Kualitas kimiawi dan mikrobiologi air yang digunakan hendaklah ditetapkan dan
selalu dipantau. Air hendaklah memiliki bilangan kuman dalam batas ambang yang
dapat diterima. Sistem pengadaan air proses yang disanitasi dengan bahan kimia
hendaklah divalidasi untuk memastikan bahan sanitasinya telah dibersihkan secara
efektif.
e. Perhatian hendaklah diberikan pada sistempemindahan bahan melalui pipa untuk
memastikan bahan tersebutpindah ke tujuan yang tepat.

24
f. Apabilaj aringan pipa digunakan untuk mengalirkan bahan baku atau produk  ruahan,
hendaklah diusahakan agar sistem tersebut mudah dibersihkan. Jaringan pipa
hendaklah dirancang dan dipasang dengan tepat sehinga mudah dibongkar dan
dibersihkan.
g. Ketelitian suatu sistem pengukur hendaklah diverifikasi. Tongkat pengukur
hanyaboleh digunakan untuk wadah tertentu dan telah dikalibrasi untuk wadah yang
bersangkutan. Tongkat ini hendaklah dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dan tidak
menyerap.
h. Perhatian hendaklah diberikan untuk mempertahankan homogenitas campuran,
suspensi dan produk lain selama pengisian. Proses pencampuran dan pengisian
hendaklahdivalidasi. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada awal, sesudah
penghentian dan pada akhir proses pengisian untuk memastikan produk selalu dalam
keadaan homogen.
i. Apabila produk ruahan tidak akan segera dikemas maka waktu paling lama produk
boleh disimpan dan kondisi penyimpanan produk hendaklah ditetapkan dan diikuti.
9. Produk Steril
 Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus dan memperhatikan hal-
hal terinci dengan tujuan untuk menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel
lain.
 Menurut cara produksi, produk steril dapat digolongkan dalam dua kategori utama
yaitu yang harus diproses dengan cara aseptik pada semua tahap, dan yang disterilkan
dalam wadah akhir yang disebut juga sterilisasi akhir.
 Semua produk steril hendaklah dibuat pada kondisi yang terkendali dan dipantau
dengan teliti.
 Untuk mendapat keyakinan terhadap sterilisasi produk steril yang dibuat secara
aseptik tanpa sterilisasi akhir diperlukan tindakan khusus.
 Untuk membuat produk steril diperlukan suatu ruangan terpisah yang khusus
dirancang. Memasuki ruangan ini hendaklah melalui suatu ruang penyangga udara
atau jalan terusan lain yang sesuai.

Pembuatan produk steril memerlukan tiga kualitas ruangan yang berbeda:

25
1.  Ruang ganti pakaian dimana di satu daerah pakaian kerja pabrik ditanggalkan dan di
daerah sebelahnya yang bersih pakaian pelindung steril dikenakan.
2. Ruang bersih yang digunakan untuk kegiatan bersih namun tidak harus kegiatan
steril. Ruang ini digunakan juga untuk persiapan komponeft dan pembuatan larutan.
3. Ruang steril digunakan untuk kegiatan steril. Petugas masuk ke ruang ini melalui
suatu ruang penyangga udara atau cara lain yang sesuai.

 Penting diperhatikan bahwa kontaminasi mikroba di ruangan bersih dan ruangan steril
tidak melebihi nilai batas yang ditentukan. Daerah ini hendaklah dipantau terhadap
kontaminasi mikroba.
10. Sterilisasi Cara Panas
o Semua siklus sterilisasi cara panas hendaklah dicatat pada suatu grafik suhu-
waktu atau dengan cara otomatik lain yang sesuai. Catatan suhu-waktu hendaklah
merupakan bagian dari catatan bets. Indikator kimia dan biologi dapat digunakan
sebagai tambahan tetapi tidak menggantikan peran pengawasan fisik.
o Pada periode pendinginan setelah mencapai fase suhu tertinggi hendaklah dicegah
kemungkinan kontaminasi terhadap muatan yang sudah steril oleh udara tidak
steril yang masuk ke otoklaf pada saat pendinginan tersebut berlangsung.

3.3. Formula obat sedian semi padat steril


R/ Kloramfenikol 0,02 gr
Lanolin 0,2 gr
Liquid paraffin 0,2gr
Vaseline flavum 1,58 gr
Cara Kerja
 Disterilisasi semua alat yang akan digunakan terlebih dahulu.
 Ditimbang masing-masing bahan sesuai dengan bobot penimbangannya.
 Diletakan basis salep (Lanolin, Paraffin Cair Dan Vaselin Flavum) pada Cawan Porselen
yang telah dilapisi kasa steril.
 Dileburkan basis salep dalam oven pada suhu 600C selama 60 menit.

26
 Diaduk pertama lelehan basis hingga semua basis meleleh sempurna dan tercampur sampai
homogen.
 Digerus Kloramfenikol di dalam mortir hingga halus.
 Dimasukan sedikit demi sedikit kedalam mortir yang telah berisikan Kloramfenikol
kemudian diaduk hingga homogen.
 Ditimbang campuran bahan sebanyak 2 gram lalu dimasukan ke dalam tube yang telah
disiapkan.
 Diberi etiket tube yang telah berisikan salep lalu dimasukan kedalam kemasan.

27
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. CPOB (cara pembuatan oabta yang baik ) adalah pedoman dasar dalam pembuatan
obat yang menyangkut seluruh aspek dalam produksi dan pengendalian mutu.
2. Aspek-aspek dalam CPOB meliputi : manajeman mutu, personalia.bangunan dan
fasilitas peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspksi diri,
penangan keluhan terhadap prduk, penarikan kembali produk dan produk kembalian,
dokumentasi, pembautan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validassi.
3. Sterilisasi merupakan cara agar terbebas dari mikroorganisme dan spora yang ada dari
berbagai organism.
4. Metode sterilisasi meliputi pemanasan basah, pemanasan kering , pemanasan dari
bakterisida.

28
DAFTAR PUSTAKA

 Ditjen POM RI, Farmakope Indonesia Edisi Ketiga (1979), Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
 Salvatore Turco & Robert E. King , Sterile Dosage Forms (1974), Lea & Febiger,
Philadelphia.
 A.R. Gennaro, Remington’s Pharmaceutical Sciences 18th Edition (1990), Mack
Publishing Company, Pennsylvania.
 Joseph B. Sprowls, Prescription Pharmacy (1970), J.B. Lippincott Company, Toronto –
Philadelphia.
 Anonim, 2001, CPOB edisi 2001,  Badan  Pengawas Obat dan Makanan: Jakarta
 Anonim, 2011  Pedoman CPOB/ GMP PHARMA: Pengendalian Produksi, http://gmp-
center.com/2011/04/23/pedoman-cpob-gmp-pharma-pengendalian-produksi-2/, diakses
tangal 1 juni 2012
 Dhadhang WK dan Teuku Nanda SS, 2012, Teknologi Sediaan Farmasi, Laboratorium
Farmasetika UNSOED: Purwokerto

29

Anda mungkin juga menyukai