Anda di halaman 1dari 26

 

       

PERSONALIA DALAM INDUSTRI FARMASI

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmasi Industri

Oleh:
Nurmiyati
NIM. N014222124

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS FARMASI
BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas mengenai (1) latar belakang, dan (2) tujuan penelitian
yang dipaparkan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang

Industri farmasi mempunyai peranan yang penting dalam penyediaan obat,

maka industri farmasi berperan sebagai sarana penunjang kesehatan dan

menyediakan obat yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk menjamin tercapainya

pemenuhan obat yang bermutu, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah

berupaya memberikan suatu pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

CPOB ini mutlak harus diterapkan oleh industri farmasi baik PMA atau PMDN agar

dihasilkan obat yang bermutu dan berkualitas bagi masyarakat.

         Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan  dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

sebab itu  industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan   personel

berkualitas  dalam jumlah yang memadi untuk melaksanakan semua tugas. Tiap

personil hendaklah memahami  tanggung jawab masing-masing  dan dicatat.

Seluruh personil hendaklah memahami  prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan

awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai hygiene yang berkaitan

dengan pekerjaan.

Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis,

mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya

yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman

dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Industri farmasi saat ini sudah berkembang

pesat dalam rangka memenuhi obat-obatan secara nasional. Perusahaan farmasi

sebagai perusahaan pada umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi

proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan.

Good Manufacturing Practice (GMP)-Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB) adalah

sistem yang memastikan produk dibuat dan dikontrol secara konsisten sesuai

kualitas standar. Dibuat untuk meminimalkan risiko pada produk farmasi yang tidak

dapat disingkirkan lagi saat produk diuji saat sudah jadi. Risiko utama adalah

kontaminasi, menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian; label yang tidak

benar; bahan aktif yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, berakibat pengobatan

tidak efektif atau menimbulkan efek samping. CPOB meliputi semua proses

produksi; mulai dari bahan awal, tempat, dan alat sampai pelatihan dan kebersihan

dari pekerja. Prosedur tertulis dari tiap proses produksi adalah komponen penting

yang dapat mempengaruhi kualitas akhir dari produk. WHO telah mengeluarkan

panduan untuk CPOB.


1.2 TUJUAN

1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi,

posisi dan tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi.

2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan,

pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk

melakukan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.

3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk mempelajari

prinsip CPOB, CPOTB, atau CPKB dan penerapannya dalam

industri farmasi.

4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja

sebagai tenaga farmasi yang profesional.

5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan

kefarmasian di industri farmasi.


BAB II

2.1 Tinjauan Pustaka

CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur

atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin

mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing

Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat

yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai

dengan tujuan penggunaannya.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) secara singkat dapat didefinisikan suatu

ketentuan bagi industri farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu obat yang

dihasilkan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya, bila perlu

dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang

telah ditentukan telah dicapai. Pedoman CPOB disusun sebagai petunjuk dan

contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan cara pembuatan obat yang baik

untuk seluruh aspek dan rangkaian proses pembuatan obat. CPOB mencakup

seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan

penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi)

dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak

aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk

pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi

dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para

pemasok dan paradistributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan
dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh

dan diterapkan secara benar (BPOM, 2006).

Kebijakan mutu hendaklah disosialisasikan kepada semua karyawan dengan cara

yang efektif, tidak cukup dengan cara membagikan fotokopinya dan/atau

menempelkan pada dinding. Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2

unsur dasar yaitu:

1. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dankewajiban

semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses

yang ada.

2. Tindakan sistematis untuk melaksanakan system mutu, yang disebutdengan

pemastian mutu atau Quality Assurance (QA) (BPOM 2009).

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat penting untuk menjamin

bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara

sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelematkan

jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Untuk menjamin masyarakat

memperoleh obat dengan mutu yang baik, upaya pemastian mutu (Quality

Assurance) telah dilaksanakan dengan penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB).

Obat yang berkualitas adalah obat jadi yang benar-benar dijamin bahwa obat

tersebut:

 Mempunyai potensi atau kekuatan untuk dapat digunakan sesuai tujuannya.

 Memenuhi persyaratan keseragaman, baik isi maupun bobot.

 Memenuhi syarat kemurnian.

 Memiliki identitas dan penandaan yang jelas dan benar.


 Dikemas dalam kemasan yang sesuai dan terlindung dari kerusakan dan

kontaminasi

 Penampilan baik, bebas dari cacat atau rusak.

BAB III

3.1 Tinjauan Khusus

Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari

waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Aspek-aspek

yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek yang dibicarakan,

yaitu:

Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan

Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan

Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian,

Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi dan

Validasi.

Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam CPOB meliputi persyaratan-

persyaratan dari personalia yang terlibat dalam industri farmasi, bangunan dan

fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, insfeksi diri,

penanganan keluhan obat dan obat kembalian serta penarikan kembali obat, dan

dokumentasi. Ketentuan-ketentuan ini menjamin proses produksi obat yang

berkualitas, bermutu, aman, dan dapat dipertanggung jawabkan.

Ada empat landasan umum dalam CPOB 2006 yaitu:


1. Ada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah sangat essensial

untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi obat yang akan

digunakan sebagai penyelamat jiwa atau memulihkan atau memelihara

kesehatan.

2. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,

tetapi yang menjadi sangat penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk.

Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan

mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personalia yang terlibat dalam

pembuatan obat.

3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan hanya

pada pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang

dikendalikan dan dipantau dengan cermat.

4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan

mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 PERSONALIA

Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat,

terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan

dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang

dihasilkan bermutu (BPOM, 2009). Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada

saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai

dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi

dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan

mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Di

samping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan

berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak

pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan hendaklah

ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009).

Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi

hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga

dapat ditampilkan pada uraian tugas masing-masing (BPOM, 2009). Jumlah personil

yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah personil


cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilakukan secara

tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Di samping itu, kekurangan jumlah

karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat

menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik  bagi operator ataupun supervisor atau

malahan bagi personil pada tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau

mengambil keputusan (BPOM, 2009).

Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri apakah

terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu

dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat menentukan

posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dicakup dalam kategori personil

kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian Produksi dan Kepala

BagianManajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian pengawasan Mutu harus

independen satu terhadap yang lain (BPOM, 2009).

Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mereka hendaklah juga

memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan

tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. Mereka hendaklah

mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB (BPOM, 2001).

Dalam banyak hal, mutu produksi dalam satu bagian mempunyai pengaruh yang

penting bagi bagian pekerjaan lainnya, karena itu karyawan harus dilatih supaya

mengerti keterkaitan seperti itu. Melatih karyawan harian dalam lingkungan

pembuatan sangat penting, karena karyawan mendapatkan dirinya dalam lingungan

yang relatif teknis, berurusan dengan bahan kimia, dan bekerja menggunakan

sistem berat dan ukuran yang belum biasa bagi mereka. Pelatihan buat karyawan

juga berguna untuk memberikan pengetahuan tentang perkembangan yang terjadi,


pengetahuan tentang alat baru, meningkatkan kemampuan kinerja, da sbagainya

(Dhadhang, 2009).

Hal yang perlu diperhatikan dalam personalia:

 Setiap bagian dalam organisai perusahaan, dipimpin oleh orang yang berlainan.

Mereka tidak boleh mempunyai kepentingan lain diluar organisasi pabrik yang

dapat mambatasi tanggungjawabnya atau dapat menimbulkan pertentangan

kepentingan pabrik dan finansial.

 Manajer produksi dan pengawasan mutu haruslah seorang apoteker yang cakap,

terlatih, dan berpengalaman di bidang farmasi dan keterampilan dalam

kepemimpinan.

 Setiap karyawan atau mereka yang secara langsung ikut serta dalam kegiatan

pembuatan obat, hendaklah mengikuti latihan mengenai prinsip CPOB.

 Setelah pelatihan, dinilai prestasi karyawan apakah telah memiliki kualifikasi

yang memadai dalam melaksanakan tugas yang akan diberikan atau tidak

(Anonim, 2008).

4.2 Prinsip

Industi farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi

dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Seluruh personil

hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan

berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai hygiene yang berkaitan dengan

pekerjaan (BPOM, 2006).


4.3 Umum

4.3.1    Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi

dan berpengalaman dan praktis dan dalan jumlah yang memadai (BPOM, 2006).

4.3.2   Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan

kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan

dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang

ditunjuk serta memiliki tingkat kulifikasi yang memadai (BPOM, 2006).

4.4 Personil Kunci

4.4.1    Personil kunci mencangkup kepala bagian produksi, kepala bagian

Pengawasan Mutu dan kepala bagian Menajemen Mutu (PemastianMutu). Posisi

utama di jabat oleh personil purnawaktu (BPOM, 2006).


4.5 Organisasi, Kualifiksi dan Tanggung Jawab

Struktur Tipe A

Kepala Pabrik

Ka. Bag. Ka. Bag.


Ka. Bag. Ka. Bag.
Ka. Bag. PPIC Pemastian Pengawasan
Produksi Urusan Mutu
Mutu Mutu

Ka. Bag.
Teknik

Struktur Tipe B
Direktur
Utama

Dir
Dir. OP. Teknis Dir. Keuangan
Pemasaran

Ka. Pabrik Ka. OP Mutu

Ka. Bag. Ka. Bag.


Ka. Bag. Ka. Bag.
Ka. Bag. PPIC Pemastian Pengawasan
Teknik Produksi
Mutu Mutu

Struktur Tipe C

Kepala Pabrik

Ka. Bag.
Pemastian
Mutu

Ka. Bag
Ka. Bag. Ka. Bag.
Ka. Bag. PPIC Pengawasan
Teknik Produksi
mutu

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahum 2009; industry farmasi

minimal memiliki 3 orang Apoteker, bagian Produksi, Manager QC& manager


QA. Permenkes Nomor 6 Tahun 2012, IOT dan IEBA minimal 1 orang Apoteker

sebagai penanggung jawab.

4.5.1    Struktur organisasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi,

menajemen mutu (Pemastian Mutu)/pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda

serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain (BPOM, 2006).

4.5.2  Kepala bagian produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan

terkualifikasi, memperoleh pelatrihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang

memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan menejerial sehingga

memungkinkan untuk melaksakan tugas secara professional. Kepala bagian

produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab.

1. Memastikan bahwa obat di produksi dan di simpan sesuai prosedur agar

memenuhi persyaratan. Mutu yang di tetapkan.

2. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan

memastikan bahwa petunjuk kererja di terapkan secara tepat.

3. Memastikan bahwa catatan produksi telah di evaluasi dan ditanda tangani oleh

kepala bagian produksi sebelum di serahkan kepada kepala menejemen mutu

(pemastian mutu).

4. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

produksi.

5. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah di laksanakan.

6. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil dan

depertemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan (BPOM, 2006).

4.5.3 Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang Apoteker. Kepala

Bagian Pengawasan Mutu memiliki wewenang dan tanggunng jawab:


1. Menyetujui menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk

ruahan dan produk jadi.

2. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.

3. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan contoh,

metode pengujian dan prosedur  pengawasan mutu lain.

4. Memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis.

5. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan dibagian

pengawasan mutu.

6. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

7. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan (BPOM, 2006).

4.5.4   Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang

Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memiliki pengalaman praktis yang

memadai dan kemampuan manajerial.

1. memastikan penerapan (dan bila diperlukan membentuk) sistem mutu.

2. ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan

3. memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala

4. melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian PengawasanMutu

5. memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit

terhadap pemasok)

6. memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi

7. memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Pengawasan

Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi

8. mengevaluasi/mengkaji catatan bets


9. meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan

mempertimbangkan semua faktor terkait (BPOM, 2006).

4.5.5    Masing-masing kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu (Pemastian

Mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang

berkaitan dengan mutu:

1. otoritas prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen

2. pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat

3. higiene pabrik

4. validasi proses

5. pelatihan

6. persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan

7. persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat atas dasar kontrak

8. penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk

9. penyimpanan catatan

10. pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB

11. inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel

12. pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (BPOM,

2006).
4.6 Pelatihan

4.6.1 Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang

tugasnya harus berada didalam produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium

(termasuk personil teknik perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain

yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

4.6.2 Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru

hendaklah mendapat pelatih sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan

berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas juga  dinilai secara

berkala. Hendaklah tersedia  program pelatihan yang masing masing catatan pelatih

hendaklah disimpan.

4.6.3 Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang berkerja di area

dimana pencemaran merupakan bahaya, misal area bersih atau area penanganan

bahaya berpotensi tinggi toksik atau bersifat sensitif.

4.6.4 Pengunjungan atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak

masuk area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat

dihindarkan hendaklah mereka diberi penjelasan terlebih dahulu, teruatama 

mengenai hygiene perorangan dan pakaian pelindung yang dipersyaratkan serta 

diawasi dengan ketat.

4.6.5 Konsep pemastian mutu dan semua tindakan yang tepat untuk meningkatkan

pemahaman dan penerapannya hendaklah dibahas secara mendalam selama

pelatihan
4.6.6 Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang berkualifikasi.

Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat

diberikan pelatihan mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya

maupun mengenai prinsip CPOB. Pelatihan sesuai tugas yang diberikan, pelatihan

berkesinambungan dan efektifitas penerapan dinilai secara berkala. Pelatihan

diberikan bagi personel yang berada pada:

1. Area Produksi

2. Gudang penyimpanan atau Lab.

3. Personel yang kegiatannya berpengaruh pada mutu produk

4. Area dimana pencemaran merupakan faktor resiko, misal pada daerah aseptis

(GMP, 2011)

Hal – hal yang sudah disebutkan diatas merupaka guideline yang dibuat oleh

Badan POM untuk skala industri agar dapat menerapkan cara pembuatan obat yang

baik (CPOB) pada produksi obat agar kualitas, mutu serta keamanan obat terjamin

ketika dikonsumsi oleh masyarakat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi Pasal 10, suatu industri farmasi

obat jadi dan bahan baku obat setidaknya harus mempekerjakan secara tetap

minimal tiga orang apoteker WNI sebagai manager atau penanggung jawab

produksi, pengawasan mutu (Quality Control/QC), dan pemastian mutu (Quality

Assurance/QA). Ketiga bagian ini (produksi, pengawasan mutu, dan pemastian

mutu) harus dipimpin oleh orang yang berbeda yang tidak saling bertanggung jawab

satu terhadap yang lain (indipenden) agar tidak terjadi tumpang tindih tugas dan

perannya. Dari peraturan tersebut, sudah jelas bahwa apoteker diperlukan di industri

farmasi, setidaknya untuk memimpin ketiga bagian tersebut.Berikut akan dibahas


beberapa contoh bagian pekerjaan yang penting dalam industri farmasi sehingga

dibutuhkan personel yang handal dan berkualitas :

A. Penelitian dan pengembangan (Research & Development/R&D) Di bagian

penelitian dan pengembangan, baik untuk obat baru ataupun product, farmasis atau

apoteker berperan dalam menentukn formula, teknik pembuatan, dan menentukan

spesifikasi bahan baku yang digunakan, produk antara, dan produk jadi.

Pengembangan produk in=dilakukan mulai dari skala laboratorium, skala pilot,

hingga skala produksi. Di beberapa industri, bagian pengembangan produk juga

bertanggung jawab terhadap desain kemasan produk.

B. PPIC (Production Planning and Inventory Control) Bagian ini bertugas

merencanakan produksi dan mengendalikan keseimbangan antara persediaan

dengan permintaan sehingga tidak terjadi overstock maupun understock. Bagian

PPIC ini biasanya juga bergabung dengan bagian gudang (gudang bahan baku,

bahan kemas, dan produk jadi) dan dikepalai oleh seorang apoteker. Kenapa

apoteker? Karena apoteker dibekali pengetahuan tentang manajemen dan juga

dibekali pengetahuan mengenai stabilitas bahan baku dan stabilitas sediaan

sehingga penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang tepat dan mutunya tetap

terjaga.

C. Pembelian (Purchasing) Bagian pembelian melayani pembelian bahan baku dan

bahan kemas yang dibutuhkan baik untuk proses produksi, proses penelitian dan

pengembangan produk, maupun untuk pengujianpengujian yang dilakukan QC.

Kepala atau manager pembelian sebaiknya seorang apoteker karena apotekerlah

yang mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri beserta
dokumen-dokumen penyertanya sehingga perusahaan tidak salah memilih atau

tertipu olehsupplier (pemasok bahan baku atau bahan kemas).

D. Registrasi Dalam registrasi obat ke Badan POM diperlukan dokumen-dokumen

yang harus disiapkan, seperti dokumen bahan aktif, formula, proses pembuatan,

data uji disolusi terbanding, data uji stabilitas, dan lain-lain. Data-data tersebut yang

mengerti adalah seorang farmasis.

E. Promosi obat kepada tenaga profesional lain (medical representative) Apoteker

dapat mempromosikan obat kepada tenaga profesional lain seperti kepada dokter

karena apotekerlah yang paling mengerti tentang obat sehingga dapat menjelaskan

keunggulan produk yang ditawarkannya dari sisi ilmiah.


BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Jenis – jenis personalia yang dibutuhkan dalam sebuah industry adalah personalia

yang terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis

yang memadai dan memiliki keterampilan.

Tugas – tugas personalia.

 Kepala Bagian Produksi:

 memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar

memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;

 memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan

memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat;

 memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh

Kepala Bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu);

 memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

produksi;

 memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan

memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

 Kepala bagian pengawasan mutu:

 menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,

produk

ruahan dan produk jadi;


 memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;

 memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan

contoh,

metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;

 memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis;

 memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

pengawasan mutu;

 memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan

 memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

 Kepala Manajemen Mutu:

 memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) system mutu;

 ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan;

 memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;

 melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;

 memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit

terhadap pemasok);

 memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;

 memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas

Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi;

 mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan

 meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan

mempertimbangkan semua faktor terkait


B. Saran

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.

Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel

berkualitas dalam jumlah yang memadi untuk melaksanakan semua tugas. Tiap

personil hendaklah memahami tanggung jawab masing –masing dan dicatat.

Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh

pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai hygiene

yang berkaitan dengan pekerjaan

 
REFERENSI

Anonim. 2008. Cara Pembuatan Obat yang Baik.   (online).

(http://ml.scribd.com/doc/94125708/CPOB, diakses Selasa, 12 Juni 2012 pukul

13.30 WIB).

GMP Center.2011.Pedoman CPOB / GMP Pharma. (online )(http://gmp-

center.com/2011/03/09/pedoman-cpob-gmp-pharma-personalia/, diakses Selasa, 12

Juni 2012 pukul 13.30 WIB).

Badan Pengelola Obat dan Makanan. 2001. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang

Baik. (online). (http://ml.scribd.com/doc/48093176/CPOB-Edisi-2001, diakses

Selasa, 12 Juni 2012 pukul 13.30 WIB).

Badan Pengelola Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang

Baik. (online). ( http://ml.scribd.com/doc/76425285/CPOB, diakses Selasa, 12 Juni

2012 pukul 13.30 WIB).

Badan Pengelola Obat dan Makanan. 2009. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang

Baik. (online). (http://ml.scribd.com/doc/94353230/aspek-CPOB, diakses Selasa, 12

Juni 2012 pukul 13.30 WIB).

Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Edisi Pertama. Global Pustaka

Utama. Yogyakarta.

Wahyu, Dhadhang Kurniawan. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu.

Purwokerto.
Disadur dari : Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, BPOM 2012.

Anonim ,http://ml.scribd.com/doc/88224113/CPOB Diakses pada tanggal 8 juni

2012.

Anda mungkin juga menyukai