Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FARMASI INDUSTRI

“Quality Management System (QMS)”

Disusun Oleh:
Ferannisa Firdaus (2017001178)
Gede Agam Gumilar EP (2017001179)
Grasella Widia Sianipar (2017001180)
Gesta Ayu Wahyu Pangestika (2017001247)
Haryanti (2017001248)
Hasliah (2017001249)
KELAS : B
KELOMPOK : 1
Dosen : Dede Irving Maryanto, S.Si., MT, Apt.

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri farmasi merupakan salah satu industri berbasis riset yang produknya
diatur secara ketat khususnya dalam hal mutu produk yang dihasilkan. Secara
berkesinambungan industri farmasi juga memerlukan inovasi, organisasi dan sistem
pemasaran yang efektif, serta promosi yang bersifat memberikan edukasi kepada
konsumen. Industri farmasi memiliki persyaratan khusus dalam manajemen mutu
produknya yaitu harus memenuhi aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
atau dikenal dengan Current Good Manufacturing Practice (cGMP). Penerapan
sistem manajemen mutu ini ditujukan untuk menghasilkan obat yang berkualitas.
Keputusan Menkes No. 43/Menkes/SK/11/1988 tentang CPOB mengatur tentang
penjaminan mutu obat yang dihasilkan industri farmasi di seluruh aspek melalui
serangkaian kegiatan produksi. Aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam CPOB antara
lain: Sistem mutu, personalia, bangunan dan sarana penunjang, peralatan, sanitasi dan
higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian,
dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat di
rumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dalam manajemen mutu?
2. Mengapa manajemen mutu perlu untuk dilakukan?

1.3 Tujuan dan Manfaat


Diharapkan penulisan makalah ini dapat berguna serta memberikan informasi
kepada para pembaca mengenai quality management system (QMS).
BAB II
ISI

2.1 Industri Farmasi


Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat, disebutkan
pula bahwa proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi, selain itu industri farmasi berfungsi sebagai tempat untuk
mendapatkan pendidikan, pelatihan serta penelitian, dan pengembangan. (Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799 tahun 2010)
Untuk memperoleh izin usaha industri farmasi, diperlukan tahap persetujuan
prinsip, yang diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setelah sebelumnya mengajukan
permohonan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan. Persetujuan
prinsip tersebut berlaku selama 3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, industri
farmasi yang bersangkutan harus menyampaikan laporan informasi kemajuan
pembangunan fisik setiap 6 bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.

2.2 Manajemen Mutu Industri Farmasi


Mutu dari suatu obat mutlak untuk dijaga, oleh karena itu diperlukan peran
serta setiap elemen yang ada di perusahaan, termasuk manajemen dalam menjaga
mutu dari produk yang dihasilkan. Salah satu sistem manajemen mutu yang saat ini
sedang berkembang adalah sistem manajemen mutu yang didasarkan pada standar
ISO yang telah bertaraf internasional, dan di Indonesia kini harus menerapkan sistem
CPOB. (Sari et all., 2015)
Prinsip dari manajemen mutu yaitu industri farmasi harus membuat obat
sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko
yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur yang mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya, serta tindakan sistematis untuk
mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk
(atau jasa pelayanan) akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
(Kepala BPOM, 2012)

2.3 Pemastian Mutu


Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat untuk
memastikan bahwa obat yang dihasilkan sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Sistem
pemastian mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan
beberapa hal, diantaranya:
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan
persyaratan CPOB.
b. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses lain
serta dilakukan validasi.
c. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan
pengujian tiap bets.
d. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu. (Kepala BPOM,
2012).

2.4 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)


CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.
Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat
yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi.
c. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk personil,
bangunan dan sarana, peralatan, bahan, wadah, label, prosedur dan instruksi yang
disetujui, serta tempat penyimpanan dan transportasi.
d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas,
tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia.
e. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar.
f. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan
yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur
dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu
produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan
dicatat secara lengkap dan diinvestigasi.
g. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat
bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah
diakses.
h. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu
obat.
i. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran.
j. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi
serta dilakukan tindakn perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan
kembali keluhan. (Kepala BPOM, 2012)

2.5 Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang dilakukan relevan.
Persyaratan dasar dari pengawasan mutu adalah sarana dan prasarana yang memadai,
personil yang terlatih, prosedur yang disetujui, metode pengujian yang tervalidasi,
pencatatan secara manual atau dengan alat pencatat mengenai proses pembuatan,
pemastian komposisi produk jadi, pemeriksaan terhadap bahan baku maupun ruahan,
serta penyimpanan bahan untuk mengantisipasi adanya pengkajian ulang.

2.6 Pengkajian Mutu Produk


Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua
obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan
konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan
untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan
tiap tahun dan didokumentasikan.

2.7 Manajemen Risiko Mutu


Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu
hendaklah memastikan bahwa:
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah,
pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien.
b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu
sepadan dengan tingkat risiko (Kepala BPOM, 2012).
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan penulisan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang


perlu untuk diperhatikan dalam manajemen mutu ialah pemastian mutu, cara
pembuatan obat yang baik (CPOB), pengawasan mutu, dan manajemen resiko mutu.
Manajemen mutu ini dilakukan demi mendapatkan produk obat yang baik, tepat, dan
sesuai dengan CPOB.
DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, N. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Kalbe Farma,


Tbk. Kawasan Industri Delta Silicon Jl. M.H.Thamrin Blok A3-1, Lippo
Cikarang, Bekasi Periode 17 Juni-12 Juli dan 14 Agustus-30 Agustus 2013.
Fakultas Farmasi, Program Profesi Apoteker, Universitas Indonesia. Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik. 2012. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. 2010. Jakarta.

Sari, D. P., A. Susanty, & A. A. Wibowo. 2015. Perancangan Sistem Dokumentasi


Mutu Berdasarkan ISO9001:2008 di PT. Degepharm Semarang. Seminar
Nasional IENACO. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai