Anda di halaman 1dari 16

INDUSTRI FARMASI

MANAJEMEN MUTU INDUSTRI FARMASI

DI SUSUN OLEH:
ALEXSANDRO RIVALDO SERIUS
(20482011083)
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
2020

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAMARINDA


S1 FARMASI 2020
2023
PENDAHULUAN
Industri farmasi merupakan salah satu industri berbasis riset yang produknya
diatur secara ketat khususnya dalam hal mutu produk yang dihasilkan. Secara
berkesinambungan industri farmasi juga memerlukan inovasi, organisasi dan sistem
pemasaran yang efektif, serta promosi yang bersifat memberikan edukasi kepada
konsumen. Industri farmasi memiliki persyaratan khusus dalam manajemen mutu
produknya yaitu harus memenuhi aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau
dikenal dengan Current Good Manufacturing Practice (cGMP). Penerapan sistem
manajemen mutu ini ditujukan untuk menghasilkan obat yang berkualitas. Sesuai
dengan Keputusan Menkes No 43/Menkes/SK/11/1988 tentang cara CPOB mengatur
tentang penjaminan mutu obat yang dihasilkan industri famasi di seluruh aspek melalui
serangkaian kegiatan produksi. Sehingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Terkait dengan peraturan
tersebut, industri farmasi harus bisa memenuhi setiap aspek dalam CPOB. Aspek-aspek
yang harus dipenuhi dalam CPOB antara lain: Sistem Mutu, Personalia, Bangunan dan
Sarana Penunjang, Peralatan, Sanitasi dan Higiene, Produksi, Pengawasan Mutu,
Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan
Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis
Berdasarkan Kontrak, Kualifikasi dan Validasi. Tujuannya agar perusahaan (industri
farmasi) ingin menghasilkan produk yang benar-benar memenuhi persyaratan yang
ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaan.
Aspek-aspek CPOB yang diaplikasikan pada industri farmasi pada prinsipnya
memiliki kesamaan dengan aspek pada sistem manajemen mutu yang diterapkan di
industri lain seperti pada sistem manajemen mutu ISO 9000. Artinya perusahaan
farmasi di Indonesia telah menerapkan sistem manajemen mutu dengan memenuhi
aspek aspek yang terdapat dalam CPOB. Penerapan manajemen mutu ini pada akhirnya
bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan baik secara operasional dan bisnis.
Dengan demikian dapat dihipotesakan bahwa perusahaan farmasi yang telah
menerapkan CPOB seharusnya memiliki sistem manajemen mutu yang baik.
ISI
A. Industri Farmasi
Persaingan di industri farmasi yang semakin ketat mendorong setiap
perusahaan farmasi untuk menghasilkan obat yang bermutu, yaitu obat yang memenuhi
persyaratan dalam dokumen izin edar, tidak menimbulkan resiko yang dapat
membahayakan pengguna dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu dari produk
obat tersebut mutlak untuk dijaga demi meningkatkan kepuasan pelanggan (Sari et all.,
2015). Dalam persaingan di industri farmasi yang semakin ketat setiap perusahaan
farmasi dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang bermutu. Industri farmasi
diharuskan memproduksi obat dengan sedemikian rupa sehingga menghasilkan produk
yang bermutu yaitu produk haruslah memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar, tidak menimbulkan resiko yang dapat membahayakan
penggunanya dan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Sari et all., 2015).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010 tentang
Industri Farmasi menyatakan bahwa pengertian industri farmasi adalah badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat, disebutkan pula bahwa proses pembuatan obat dan/atau bahan obat
hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi, selain itu industri farmasi berfungsi
sebagai tempat untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan.
Untuk memperoleh izin usaha industry farmasi, diperlukan tahap persetujuan
prinsip, yang diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setelah sebelumnya mengajukan
permohonan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan. Persetujuan
Prinsip diberikan pada industry farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan dan
usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan lain-lain yang
diperlukan, termausk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut selama jangka waktu
3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, industri farmasi yang bersangkutan harus
menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 bulan sekali
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

B. Manajemen Mutu Industri Farmasi


Mutu dari suatu obat tersebut mutlak untuk dijaga, oleh karena itu diperlukan
peran serta setiap elemen yang ada di perusahaan (industri farmasi) termasuk
manajemen dalam menjaga mutu dari produk yang dihasilkan. Salah satu sistem
manajemen mutu yang saat ini sedang berkembang adalah sistem manajemen mutu
yang didasarkan pada standar ISO yang telah bertaraf internasional, dan di Indonesia
kini harus menerapkan system CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) (Sari et all.,
2015). CPOB diterapkan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.mencakup seluruh aspek produksi dan
pengawasan mutu. CPOB merupakan pedoman yang sangat penting, tidak hanya bagi
industri farmasi dan regulator, tetapi juga bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhannya akan pengobatan yang aman, berkhasiat dan berkualitas (Fatmawati,
2014).
Menurut Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012
tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, pengertian dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara pembuatan
obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.
Prinsip dari manajemen mutu yaitu industri farmasi harus membuat obat
sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko
yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan
Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu
secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu.
Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar
manajemen mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya; dan
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan
akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan
tersebut disebut Pemastian Mutu.
(Kepala BPOM, 2012).
Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan
personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan
memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB), Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek
manajemen mutu yang saling terkait (Kepala BPOM, 2012).

B.1. Pemastian Mutu


Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang
dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan
faktor lain seperti desain dan pengembangan produk. Sistem Pemastian Mutu yang
benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa:
a. desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan
persyaratan CPOB;
b. semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB
diterapkan;
c. tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan;
d. pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan awal
dan pengemas yang benar;
e. semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses lain
serta dilakukan validasi;
f. pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan
pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk
distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan
termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, pengkajian dokumen
pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian penyimpangan dari prosedur yang
telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir;
g. obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan
persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan
dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk;
h. tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin,
produk disimpan, didistribu-sikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar
mutu tetap dijaga selama masa simpan obat;
i. tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu;
j. pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan;
k. penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat;
l. tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu
produk;
m. prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui; dan
n. evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan
memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
(Kepala BPOM, 2012).

B. 2. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)


CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat
dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan
tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB
mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat
yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;
b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;
c. Tersedia semua sarana yang diper-lukan dalam CPOB termasuk:
a) personil yang terkualifikasi dan terlatih
b) bangunan dan sarana dengan luas yang memadai
c) peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
d) bahan, wadah dan label yang benar;
e) prosedur dan instruksi yang disetujui; dan
f) tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas,
tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;
e. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;
f. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan
yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan
instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk
yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara
lengkap dan diinvestigasi;
g. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat
bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah
diakses;
h. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu
obat;
i. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; dan
j. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi
serta dilakukan tindakn perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali
keluhan.
(Kepala BPOM, 2012).

B. 3. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi
dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan
relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta
produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan
dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi
Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya
yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan
Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan. Persyaratan dasar dari
Pengawasan Mutu adalah bahwa:
a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang
disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila
perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB;
b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui oleh
Pengawasan Mutu;
c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi;
d. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan
yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur
pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar telah dilaksanakan. Tiap
penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
e. Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai
dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang
dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar;
f. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai dan dibandingkan
terhadap spesifikasi; dan
g. Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang cukup
untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam
kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar.
(Kepala BPOM, 2012).
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran
label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk
jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu
produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan
tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat. Personil
Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan
pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan (Kepala BPOM, 2012).

B. 4. Pengkajian Mutu Produk


Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua
obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi
proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk
melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.
Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan
didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan
hendaklah meliputi paling sedikit:
a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk produk,
terutama yang dipasok dari sumber baru;
b. Kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian produk
jadi;
c. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan
investigasi yang dilakukan;
d. Kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang signifikan, dan
efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan;
e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode
analisis;
f. Kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen registrasi
yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk ekspor;
g. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak
diinginkan;
h. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait
dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan;
i. Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang
sebelumnya;
j. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran;
k. Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata udara
(HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain; dan
l. Kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir.
(Kepala BPOM, 2012).
Industri farmasi hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu
penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan dan
pencegahan ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan. Alasan tindakan perbaikan
hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui
hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur
manajemen untuk manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta
efektivitas prosedur tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila dapat
dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan menurut jenis
produk, misal sediaan padat, sediaan cair, produk steril, dan lain-lain (Kepala BPOM,
2012).

B.5. Manajemen Risiko Mutu


Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu
hendaklah memastikan bahwa:
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah,
pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien;
b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu
sepadan dengan tingkat risiko.
(Kepala BPOM, 2012).
Dalam mewujudkan pelaksanaan sistem Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) diperlukan pula aspek lainnya sehingga industri farmasi dapat membuat obat
sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, yaitu:
- Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil
hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil
hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
- Bangunan dan fasilitas
Untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai,
serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan
operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
- Peralatan
Untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat
terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan
pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan
debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
- Sanitasi dan hygiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan
desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.
Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi
dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
- Produksi
Dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi
ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
- Pengawasan Mutu
Merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu
mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
- Inspeksi diri, audit mutu dan audit persetujuan pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan
yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal
terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran
untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri
hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
- Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk
menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu
mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran
secara cepat dan efektif.
- Dokumentasi
Bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan
bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental
untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas
dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya
timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus
bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat
penting.
- Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan
kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang
tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak
harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-
masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
- Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu
dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan danproses yang dapat
memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko
hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
(Kepala BPOM, 2012).

PENUTUP
Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan makalah diatas yaitu yang termasuk
dalam manajemen mutu ialah pemastian mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), pengawasan mutu, manajemen resiko mutu. Aspek lainnya yang mendukung
yaitu personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene; produksi;
pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok;
penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi;
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi.
DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, N. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Kalbe Farma, Tbk.
Kawasan Industri Delta Silicon Jl. M.H.Thamrin Blok A3-1, Lippo Cikarang,
Bekasi Periode 17 Juni-12 Juli dan 14 Agustus-30 Agustus 2013. Fakultas Farmasi,
Program Profesi Apoteker, Universitas Indonesia. Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik. 2012. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. 2010. Jakarta.
Sari, D. P., A. Susanty, & A. A. Wibowo. 2015. Perancangan Sistem Dokumentasi
Mutu Berdasarkan ISO9001:2008 di PT. Degepharm Semarang. Seminar Nasional
IENACO. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai