Anda di halaman 1dari 9

Quality Management System (QMS)

Pendahuluan

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk
tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi
dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.

Dengan semakin meningkatnya tuntutan terhadap jaminan khasiat, keamanan dan kualitas
produk, maka konsep pengawasan mutu menjadi sangat tidak memadai. Konsep
pengawasan mutu (quality control concept) didasarkan pada konsep defect detection,
artinya bagaimana suatu sistem pengawasan tersebut dapat mendeteksi terjadinya suatu
kesalahan/penyimpangan yangtelah terjadi. Tentu saja, di tengah arus globalisasi saat ini,
konsep yang demikian sudah sangat tidak memadai lagi, apalagi untuk bisa memberikan
jaminan terhadap khasiat, keamanan dan mutu suatu produk. Jaminan terhadap khasiat,
keamanan dan mutu produk industri farmasi tersebut hanya bisa dilakukan jika terdapat
sistem yang secara proaktif mencegah sebelum terjadinya kesalahan dan/atau
penyimpangan dalam proses pembuatan obat tersebut. Konsep ini disebut dengan
Konsep Penjaminan Mutu (Quality Assurance).

Quality Assurance (QA) dan Quality Management System (QMS)

Pemastian Mutu (Quality Assurance) adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal
baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang
dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan
untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya.

Quality Assurance tidak saja mencakup pelaksanaan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (Good Manufacturing Practices/GMP) melainkan juga Cara Berlaboratorium yang
Baik (Good Laboratory Practices/GLP) dan Cara Uji Klinis yang Baik (Good Clinical
Practices/GCP) sertaCara Distribusi yang Baik (Good Distribution Practices/GDP).
Dengan demikian, CPOB/GMP merupakan bagian dari sistem Penjaminan Mutu (Quality
Assurance) industri farmasi, dalam rangka memenuhi tuntutan konsumen atas jaminan
terhadap khasiat, keamanan dan kualitas produk-produk industri farmasi. Seperti pada
ilustrasi berikut ini :

Konsep Dasar Quality Assurance (QA) di Industri Farmasi

Secara konseptual, Quality Assurance (QA) adalah pola pikir (an attitude of mind), kerja
team (a team work) dan tanggung jawab SETIAP ORANG dalam perusahaan (everyone
responsibility in the company) sehingga tujuan mutu tercapai. Tujuan mutu adalah jaminan
terhadap khasiat, keamanan dan mutu dari produk yang dihasilkan itu sendiri. Agar tujuan
tersebut dapat tercapai, maka perlu ada pengelolaan terhadap seluruh komponen (sumber
daya) dalam industri farmasi tersebut, yang disebut dengan Sistem Manajemen
Mutu (Quality Management System/QMS).
Quality Management System (QMS) : Pengelolaan menyeluruh seluruh komponen (sumber

daya) dalam industri agar tujuan mutu, yaitu jaminan terhadap khasiat, keamanan dan mutu

produk tercapai

Prinsip dasar QMS dalam CPOB 2012 adalah sebagai berikut :

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena
tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk
Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu.
Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya.

Contoh Kebijakan Mutu Perusahaan :


Contoh Kebijakan Mutu Perusahaan

Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar:

Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban,
semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada.
Tindakan sistematis untuk mefaksanakan sistem mutu, yang disebut pemastian mutu
atau quality assurance.
Konsep Sistem Manajemen Mutu

Dari unsur dasar tersebut, maka Sistem Manajemen Mutu di industri farmasi mencakup
antara lain :

1. Struktur Organisasi Mutu, termasuk di dalamnya kewenangan QA/QC.


2. Pengendalian Perubahan.
3. Sistem Pelulusan Batch .
4. Penanganan Penyimpangan.
5. Penanganan Pengolahan Ulang
6. Manajemen Resiko Mutu (Quality Risk Management)
7. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok.
8. Pelaksanaan program Kualifikasi dan Validasi.
9. Sistem Dokumentasi.
10. Penanganan Keluhan, Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk.
Pengkajian Mutu Produk

Pengkajian mutu produk dilakukan secara berkala, umumnya dilakukan tiap tahun dan
dituangkan dalam dokumen Pengkajian Produk Tahunan (PPT). PPT dilakukan untuk tiap
produk berdasarkan pengkajian risiko untuk menetapkan prioritas produk yang dikaji.
Bagian Pemastian Mutu, yang dibantu oleh Bagian Pengawasan Mutu dan Bagian Produksi,
bertanggung jawab untuk melaksanakan PPT.
Tujuan :

Untuk membuktikan KONSISTENSI proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal,


bahan pengemas dan obat jadi;
Melihat TREN;
Mengidentifikasi perbaikan yg diperlukan untuk produk dan proses
PPT mencakup pengkajian data dan penilaian terhadap tindak lanjut berupa perbaikan,
pencegahan atau revalidasi jika diperlukan

PENGENDALIAN MUTU TERHADAP OBAT

1. Penerapan CPOB
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang
bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat
dalam rangka memenuhi obat-obatan secara nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan
pada umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-
obatan.
Good Manufacturing Practice (GMP)-Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB) adalah sistem
yang memastikan produk dibuat dan dikontrol secara konsisten sesuai kualitas standar. Dibuat
untuk meminimalkan risiko pada produk farmasi yang tidak dapat disingkirkan lagi saat produk
diuji saat sudah jadi. Risiko utama adalah kontaminasi, menyebabkan gangguan kesehatan
bahkan kematian; label yang tidak benar; bahan aktif yang terlalu sedikit atau terlalu banyak,
berakibat pengobatan tidak efektif atau menimbulkan efek samping. CPOB meliputi semua
proses produksi; mulai dari bahan awal, tempat, dan alat sampai pelatihan dan kebersihan dari
pekerja. Prosedur tertulis dari tiap proses produksi adalah komponen penting yang dapat
mempengaruhi kualitas akhir dari produk. WHO telah mengeluarkan panduan untuk CPOB.
CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-
langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang
diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing Practices dalam seluruh aspek dan
rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan bagi industri farmasi yang dibuat
untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan tujuan
penggunaannya, bila perlu dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu
obat yang telah ditentukan telah dicapai. Pedoman CPOB disusun sebagai petunjuk dan contoh
bagi industri farmasi dalam menerapkan cara pembuatan obat yang baik untuk seluruh aspek dan
rangkaian proses pembuatan obat. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu.
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak
menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau
tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan paradistributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar (BPOM, 2006).
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat penting untuk menjamin bahwa
konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak
dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelematkan jiwa, atau memulihkan atau
memelihara kesehatan. Untuk menjamin masyarakat memperoleh obat dengan mutu yang baik,
upaya pemastian mutu (Quality Assurance) telah dilaksanakan dengan penerapan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Obat yang berkualitas adalah obat jadi yang benar-benar dijamin bahwa obat tersebut:
Mempunyai potensi atau kekuatan untuk dapat digunakan sesuai tujuannya.
Memenuhi persyaratan keseragaman, baik isi maupun bobot.
Memenuhi syarat kemurnian.
Memiliki identitas dan penandaan yang jelas dan benar.
Dikemas dalam kemasan yang sesuai dan terlindung dari kerusakan dan kontaminasi
Penampilan baik, bebas dari cacat atau rusak.
Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu
mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Aspek-aspek yang merupakan cakupan
CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek yang dibicarakan, yaitu:
o Manajemen Mutu Personalia
o Bangunan dan Fasilitas
o Peralatan
o Sanitasi dan Hygiene
o Produksi
o Pengawasan Mutu
o Inspeksi Diri dan Audit Mutu
o Penanganan Keluhan terhadap Produk
o Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
o Dokumentasi
o Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
o Kualifikasi dan Validasi.
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam CPOB meliputi persyaratan-persyaratan dari
personalia yang terlibat dalam industri farmasi, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan
higiene, produksi, pengawasan mutu, insfeksi diri, penanganan keluhan obat dan obat kembalian
serta penarikan kembali obat, dan dokumentasi. Ketentuan-ketentuan ini menjamin proses
produksi obat yang berkualitas, bermutu, aman, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Ada empat landasan umum dalam CPOB 2006 yaitu:
1. Ada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah sangat essensial
untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat
secara sembarangan tidak dibenarkan bagi obat yang akan digunakan sebagai penyelamat
jiwa atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
2. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,
tetapi yang menjadi sangat penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk. Mutu
obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan yang dipakai, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat.
3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan hanya
pada pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau dengan cermat.
4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu
obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.
2. Diterapkannya kebijakan mutu
Kebijakan mutu hendaklah disosialisasikan kepada semua karyawan dengan cara yang
efektif, tidak cukup dengan cara membagikan fotokopinya dan/atau menempelkan pada dinding.
Untuk melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu:
1) Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dankewajiban semua sumber
daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada.
2) Tindakan sistematis untuk melaksanakan system mutu, yang disebut dengan pemastian mutu
atau Quality Assurance (QA) (BPOM 2009).
3. Adanya Badan Pengawas Obat dan Makanan
atau disingkat Badan POM adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi
peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. Fungsi dan tugas badan ini menyerupai fungsi
dan tugas Food and Drug Administration (FDA) diAmerika Serikat.
Badan POM berfungsi antara lain:
o Pengaturan, regulasi, dan standardisasi
o Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan Cara-cara Produksi yang Baik
o Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar
o Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum.
o Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk
o Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan;
o Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

4. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar tercapai tujuan CPOB dan tidak
menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karenatidak aman, mutu rendah atau
tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut makadiperlukan manajemen mutu. Unsur dasar
manajemen mutu adalah:
Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur, proses,
dan sumber daya.
Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengantingkat kepercayaan
tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalumemenuhi persyaratan yang ditetapkan

Anda mungkin juga menyukai