Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan Industri Farmasi di Indonesia berubah dengan cepat dikarenakan era
globalisasi. Meingkatnya persaingan antar perusahaan, kendala biaya, dituntut untuk lebih
efektif dan efisien, ketatnya regulasi, rantai pasokan dan proses produksi yang kompleks
adalah tantangan bagi perusahaan farmasi. Di jaman yang cepat sekali berubah,
perusahaan yang bisa beradaptasi akan tetap bisa bertahan dan makmur.
Seperti yang terjadi belakangan ini di tahun 2020 permintaan akan produk farmasi
mengalami perubahan yang besar. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi kondisi
perusahaan farmasi. Perusahaan farmasi mengalami peningkatan sekaligus penurunan.
Para pengelola perusahaan farmasi harus memutar otak agar perusahaannya tetap berdiri.
Upaya apapun dilakukan agar memberikan produk farmasi secara efektif dan efisien.
Walaupun begitu, ada suatu hal yang tidak boleh berubah pada perusahaan farmasi, yaitu
kualitas dari produk farmasi. Produk obat yang diproduksi harus selalu berkualitas tinggi
dan konsisten. Kualitas yang tinggi sangat penting agar obat aman untuk dikonsumsi
pasien serta tidak membahayakan. Jika suatu perusahaan mengabaikan kualitas obatnya
pastinya memiliki dampak pada menurunnya mutu kesehatan masyarakat. Beberapa
dampak yang mungkin terjadi yaitu penyakit tidak kunjung sembuh karena mutu rendah,
bahkan bisa menyebabkan kematian karena toksisitas dan reaksi efek samping obat.
Perusahaan akan mengalami kerugian dan kehilangan kepercayaan konsumennya akibat
hal ini. Oleh karena itu penting perusahaan untuk mengikuti pedoman sebagai pemastian
mutu obat telah penuhi standar kualitas. Indonesia sendiri memiliki pedoman yang
disebut CPOB. Pedoman ini memiliki tujuan sebagai pemastian agar kualitas produk yang
dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya. Dalam memelihara serta
menambah mutu, industrui farmasi biasanya dibagi 2 departemen yaitu bagian kendali
mutu dan bagian penjaminan mutu.
Menurut PPRI tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker memegang peran khusus dalam
industri, yang tercantum dan disusun di dalam CPOB. Farmasis diharuskan paham akan
beberapa aspek CPOB sesuai teori maupun praktik, memahami secara mendalam fungsi
dan peran CPOB dalam industri farmasi untuk menerapkan CPOB, serta memahami
segala permasalahan yang terjadi di industri farmasi.
Sehubungan dengan pentingnya peranan seorang tenaga kefarmasian dalam industri
farmasi, maka sebagai calon farmasis selain pengetahuan teoritis tentang masalah terkait
farmasi, juga perlu langsung dipraktikkan di lapangan. Hal tersebut berguna untuk
memberikan pengetahuan dan pengalaman yang nyata kepada calon farmasis. Dengan
begitu maka dapat melahirkan farmasis yang profesional, berwawasan luas, dan memiliki
keterampilan, perilaku, sikap dan tata nilai berbasis pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh selama kegiatan Magang. Salah satu industri farmasi yang menjadi tempat
pelaksanaan magang tersebut ialah Departemen Quality Control (Pengawasan Mutu) PT.
Otsuka Indonesia. Kegiatan Magang di PT. Otsuka Indonesia dilaksanakan pada tanggal
21 April 2020 – 21 Juli 2020.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi
Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang
memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan
untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut soal nyawa manusia, industri farmasi
dan produknya diatur secara ketat. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan
persyaratan yang diatur dalam CPOB (Manajemen Industri Farmasi, 2007).
Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, untuk memperoleh
izin usaha farmasi diperlukan tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan
kepada pemohon untuk dapat langsung melakukan persiapan-persiapan, usaha
pembangunan, pengadaan pemasangan instalasi, dan produksi percobaan. Izin usaha
industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai
persyaratan CPOB.
Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan
Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1998. Industri farmasi wajib
mempekerjakan sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga negara Indonesia, satu
sebagai sebagai penangung jawab produksi dan lainnya sebagai penangung jawab
mutu. Industri farmasi yang telah memenuhi persyaratan CPOB diberikan sertifikat
CPOB.
B. CPOB
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial
untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara
sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan
jiwa, memulihkan kesehatan atau memelihara kesehatan.
Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian tetapi
yang lebih penting, mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat
bergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian
mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personil yang terlibat (CPOB, 2006).
Aspek dalam CPOB 2006 meliputi:
1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar tercapai tujuan CPOB
dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak
aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
diperlukan manajemen mutu. Unsur dasar manajemen mutu adalah:
 Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses, dan sumber daya.
 Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu
memenuhi persyaratan yang ditetapkan (CPOB, 2006).
Dari unsur diatas, sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup
antara lain:
 Struktur organisasi mutu, termasuk kewenangan pemastian mutu dan
pengawasan mutu
 Pengendalian perubahan
 Sistem pelulusan batch
 Penanganan penyimpangan
 Pengolahan ulang
 Inspeksi diri dan audit eksternal
 Pelaksanaan program kualifikasi dan validasi
 Personalia
 Sistem dokumentasi
(Manajemen Farmasi Industri, 2007)
Aspek yang saling berkaitan membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian mutu,
CPOB, pengawasan mutu, dan pengkajian mutu produk. Pemastian mutu adalah totalitas
semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan
memenuhi persyaratan mutu dan tujuan pemakaiannya.
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan obat dibuat dan dikendalikan
secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan
dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi produk. CPOB mencakup produksi dan
pengawasan mutu.

Anda mungkin juga menyukai