Oleh:
INDANA ABRICHA
2018001231
Kelas B
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOB untuk menjamin bahwa obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah
dilakukan dan disupervisi oleh personel yang kompeten. Seluruh penanganan bahan dan produk
jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan,
penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat (BPOM, 2018). Gambar 1. Alur produksi yang dilakukan
oleh salah satu industri farmasi Indonesia secara umum untuk semua jenis sediaan.
Pada produksi terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan, seperti bahan awal, sistem
penomoran bets/lot, kegiatan pngemasan, pengawasan selama proses, serta karantina dan
penyerahan produk jadi (Murtini, 2018).
1. Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi
spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Bahan awal diuji
untuk mengetahui apakah bahan tersebut memenuhi spesifikasi, dikarantina sampai disetujui
dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu, kemudian diberi label,
juga diberi nomor rujukan.
5
2. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan
hendaklah saling berkaitan.
3. Kegiatan pengemasan berfungsi untuk membagi dan mengemas produk ruahan menjadi
produk jadi.
4. Pengawasan selama proses dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari
proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses.
5. Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang
dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan
yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang terdiri dari satu atau lebih bahan obat yang
dibuat dengan pemadatan. Tablet juga memiliki perbedaan dalam ukuran, bentuk, berat,
kekerasan ataupun ketebalannya. Kebanyakan tipe atau jenis tablet dimaksudkan untuk ditelan
dan kemudian dihancurkan dan kemudian melepaskan bahan obat yang ada di dalam tablet
tersebut ke dalam saluran pencernaan (Murtini, 2018).
Sediaan solida yang berupa tablet ini terdapat dalam berbagai macam bentuk. Namun
demikian, Tablet umumnya berbentuk bundar dengan permukaan datar atau konveks. Tablet juga
ada yang berbentuk khusus. Bentuk khusus tablet, seperti kaplet, segitiga, lonjong, empat persegi,
dan enam persegi (heksagonal) juga telah dikembangkan oleh beberapa pabrik. Hal ini
dimaksudkan oleh produsen tablet tersebut hanya sekedar untuk membedakan produknya
terhadap produk dari pabrik lain. Selain itu, tablet dapat dihasilkan dalam berbagai bentuk, yaitu
dengan membuat pons dan lubang kempa (lesung tablet) cetakkan yang di desain khusus
(Murtini, 2018).
Proses produksi sediaan tablet dilakukan di mulai dari penyiapan bahan awal, validasi
proses, pencegahan cemaran silang, sistem penomoran bets/lot, penimbangan dan penyerahan,
pengembalian, pengolahan, pencampuran bahan dan produk kering, granulasi, pencetakan tablet,
penyiapan bahan pengemas, kegiatan pengemasan, pengawsan selama proses, penanganan bahan
dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan, karantina dan penyerahan produk jadi,
catatan pengendalian pengiriman obat, pengiriman dan pengangkutan. Ada juga proses
penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
6
(BPOM, 2018). Gambar 2. Menunjukkan alur produksi oleh salah satu industri farmasi Indonesia
secara khusus untuk sediaan tablet.
Gambar 2. Alur proses produksi tablet PT. Pharma Laboratories (Amalia, 2018)
Sifat sediaan tablet yang dapat di terima adalah sebagai berikut (Murtini, 2018):
a. Cukup kuat dan tahan terhadap goncangan dan goresan selama pembuatan, pengemasan,
pengiriman, dan penggunaan.
b. Keseragaman bahan aktif dalam bobot dan dalam kandungan tiap tablet.
c. Bahan aktif yang dikandung memenuhi ketersedian hayati
d. Penampilannya menarik dan harus memiliki bentuk, warna, dan penandaan lain yang di
butuhkan.
e. Mempertahankan semua atribut fungsinya, termasuk stabilitas fisik, kimia dan daya kerja
sediaan tablet
Pada pembuatan tablet itu sendiri terdapat tiga macam metode, yaitu metode granulasi
basah, granulasi kering, dan cetak langsung (Ansel et al, 1995). Menurut Charles (2010),
7
terdapat hal-hal yang dapat mempengaruhi prinsip metoda pembuatan tablet, yaitu terkait dengan,
ukuran tablet, stabilitas bahan aktif, granulasi, dan massa kempa.
BAB III
PEMBAHASAN
pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari
spesifikasi produk jadi, dan pemeriksaan prosuk dalam kemasan akhir.
7. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu)
menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan
yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi,
pengawasan mutu, dan pelulusan produk;
8. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin, produk
disimpan, didistribusikan, dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga
selama masa edar atau simpan obat.
9. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi
efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
10. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhin spesifikasi
mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
11. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki, dan dicatat.
12. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk.
13. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
14. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses yang
berkesinambungan.
CPOB diterapkan di semua tahap siklus hidup dari pembuatan obat untuk uji klinik,
transfer teknologi, produksi komersial hingga produk tidak diproduksi lagi. Namun, Sistem Mutu
Industri Farmasi dapat meluas ke tahap siklus hidup pengembangan produk seperti diuraikan
dalam ICH Q10, yang memfasilitasi inovasi dan perbaikan berkesinambungan serta memperkuat
hubungan antara kegiatan pengembangan produk dan kegiatan pembuatan produk.
Dalam proses untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan manajemen mutu yang didisain secara menyeluruh dan dapat diterapkan secara benar
Unsur dasar Manajemen Mutu adalah suatu infrastruktur atau Sistem Mutu yang tepat mencakup
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; tindakan sistematis yang diperlukan untuk
mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa
pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
10
Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan personil
yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan
tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa
bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual
atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengawasan mutu
independen dari bagian lain, sehingga tidak terpengaruhi oleh bagian lain dalam proses
pengawasan produksi. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi
untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.
Suatu obat dikatakan bermutu harus memenuhi 5 persyaratan utama, yaitu:
1. Identitas pada label harus sesuai dengan isinya (identity)
2. Mutu harus seragam (uniformity)
3. Potensi zat aktif harus sesuai dengan yang tertera pada label (potency)
4. Bekhasiat (efficacy)
5. Aman (safety)
Berdasarkan prinsip pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet cetak dan tablet kempa.
a. Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umunya mengandung laktosa dan
serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk dibasahi dengan etanol
persentase tinggi. Kadar etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam
sistem pelarut, serta derajat kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab
ditekan dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kemudian dikeluarkan dan
dibiarkan kering.
b. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja.
Pemilihan tablet sebagai bagian dari bahasan khusus tentang manajemen mutu dalam
produksi obat karena popularitasnya yang besar dan penggunaannya yang sangat luas sebagai
sediaan obat, tablet terbukti menunjukan suatu bentuk yang efisien, sangat praktis, dan ideal
untuk pemberian zat aktif secara oral. Hal ini mengidikasikan bahwa tablet mempunyai
keuntungan, antara lain (Murtini, 2018):
a. Praktis dan efisien. Artinya waktu peresepan dan pelayanan di apotek dapat lebih cepat, lebih
mudah dibawa, dan disimpan.
b. Mudah digunakan dan tidak memerlukan keahlian khusus.
c. Dosis mudah diatur karena merupakan sistem satuan dosis (unit dose system)
d. Efek yang ingin dihasilkan dapat diatur, yaitu dapat lepas lambat, extended release, enteric
tablet, orros, dan sebagainya.
e. Bentuk sediaan tablet lebih cocok dan ekonomis untuk produksi skala besar.
f. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak yaitu dengan penambahan salut selaput/salut
gula.
g. Bentuk sediaan tablet memiliki sifat stabilitas gabungan kimia, mekanik, dan mikrobiologi
yang cenderung lebih baik dibanding bentuk sediaan lain.
Penerapan manajemen mutu disini diartikan sebagai pemenuhan segala spesifikasi yang
dipersyaratkan dalam CPOB. Pemenuhan spesifikasi seperti yang disebutkan diatas dapat
diketahui dengan melakukan evaluasi. Evaluasi terhadap sediaan tablet meliputi parameter uji
seperti ini :
1. Evaluasi granul, yaitu uji sediaan massa tablet (granul) sebelum dilakukan pencetakan.
Evaluasi dilakukan agar saat mencetak tablet tidak terjadi masalah dalam proses pencetakan
12
tablet dan evaluasi tablet yang sudah dicetak. Evaluasi yang dilakukan antara lain, kadar
lembab atau kelembaban, sifat alir, dan kompresibilitas.
2. Evaluasi tablet, yaitu uji sediaan tablet hasil dari proses pencetakan. Evaluasi ini dilakukan
agar tablet yang dicetak memenuhi persyaratan tablet sesuai buku standar, misal Farmakope
Indonesia. Evaluasi yang dilakukan antara lain, keseragaman bobot, waktu hancur, kekerasan,
keseragaman ukuran, dan friabilitas (kerenyahan).
Sama halnya dengan spesifikasi umum lainnya, dalam proses produksi sediaan tablet
yang dilakukan mulai dari penyiapan bahan awal, validasi proses, pencegahan cemaran silang,
sistem penomoran bets/lot, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan,
pencampuran bahan dan produk kering, granulasi, pencetakan tablet, penyiapan bahan pengemas,
kegiatan pengemasan, pengawsan selama proses, penanganan bahan dan produk yang ditolak,
dipulihkan dan dikembalikan, karantina dan penyerahan produk jadi, catatan pengendalian
pengiriman obat, pengiriman dan pengangkutan, dan juga proses penyimpanan bahan awal,
bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Semua proses produksi ini harus
dilakukan sesuai dengan peraturan yang tertera dalam CPOB dan harus memenuhi persyaratan
spesifikasi mutunya. Bila hal ini telah diterapkan maka dapat dikatakan bahwa proses produksi
telah dilakukan dengan memperhatikan manajemen mutu, serta kebijakan manajemen mutu yang
diberlakukan telah mampu diterapkan oleh semua elemen yang terlibat dalam proses produksi
suatu sediaan.
Manajemen puncak memiliki tanggung jawab paling tinggi untuk memastikan Sistem
Mutu Industri Farmasi yang efektif tersedia, mempunyai sumber daya yang memadai dan bahwa
peran, tanggung jawab, dan wewenang ditetapkan, dikomunikasikan dan diimplementasikan di
seluruh organisasi. Kepemimpinan dan partisipasi aktif manajemen puncak dalam Sistem Mutu
Industri Farmasi sangat penting. Kepemimpinan ini hendaklah menjamin dukungan dan
komitmen personel di semua tingkat dan pabrik dalam organisasi terhadap Sistem Mutu Industri
Farmasi.
Secara berkala perlu dilakukan pengkajian manajemen terkait pengoperasian Sistem
Mutu Industri Farmasi dengan melibatkan manajemen puncak, untuk mengidentifikasi peluang
perbaikan produk, proses dan sistem secara berkelanjutan. Sistem Mutu Industri Farmasi
hendaklah ditetapkan dan didokumentasi. Manual Mutu atau dokumentasi setara harus
13
ditetapkan dan mengandung deskripsi sistem manajemen mutu termasuk tanggung jawab
manajemen. Apabila terdapat industri farmasi yang melakukan pelanggaran terhadap aturan
CPOB maka ada sanksi yang akan diterima oleh industri tersebut. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi
pada pasal Pasal 26 Ayat 1-4 berupa sanksi administratif.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tentang penerapan maanajemen mutu dala produksi obat-
obatan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan tujuan untuk
memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai tujuan penggunaan.
2. Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat,
mengemas, dan/atau mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan.
3. Penerapan manajemen mutu dimulai dengan kepemilikan sertifikat CPOB oleh industri
farmasi yang akan memproduksi sediaan farmasi.
4. Pada kegiatan produksi terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan, seperti bahan awal,
sistem penomoran bets/lot, kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses, serta karantina
dan penyerahan produk jadi
5. Pada sediaan tablet, pemenuhan spesifikasi harus dilakukan pada semua aspek proses
produksi, salah satunya dengan melakukan evaluasi granul maupun tablet yang dilakukan
sebagai bagian dari penerapan manajemen mutu.
6. Manajemen puncak memiliki tanggung jawab paling tinggi untuk memastikan Sistem Mutu
Industri Farmasi yang efektif tersedia, mempunyai sumber daya yang memadai dan bahwa
peran, tanggung jawab, dan wewenang ditetapkan, dikomunikasikan dan diimplementasikan
di seluruh organisasi, serta secara berkala melakukan pengkajian penerapan sistem mutu.
15
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Tisa. 2018. Tanggung Jawab Industri Farmasi Terhadap Penerapan Peraturan
Pemerintah Tentang CPOB. Jurnal Infokar Volume 1 (1)
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. UI – Press: Jakarta.
BPOM. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 34 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Murtini, G., Yetri Elisa. 2018. Bahan Ajr Farmasi: Teknologi Sediaan Solid. Kemenkes RI Pusat
Pendidikan dan Sumber Daya - BPP SDM Kesehatan
PP RI. 1998. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.