Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MANAJEMEN MUTU

PENERAPAN MANAJEMEN MUTU DI DALAM PRODUKSI OBAT

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Wahono Sumaryono, Apt

Oleh:
INDANA ABRICHA
2018001231
Kelas B

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua aspek baik secara
individual maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu produk. Manajemen Mutu
adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat
memiliki mutu yang sesuai tujuan penggunaan. Oleh karena itu Manajemen Mutu mencakup
juga Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (BPOM, 2018).
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman yang digunakan untuk
memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Pedoman CPOB ini menjadi standar acuan bagi Industri farmasi dalam pembuatan obat. Pada
pembuatan obat, pengendalian menyeluruh dalam hal ini manajemen mutu sangat penting
dilakukan untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu,
bangunan, peralatan yang dipakai dan personel yang terlibat, serta lulus dari serangkaian
pengujian (BPOM, 2018).
Aspek yang diatur dalam CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan
fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu
dan audit & persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali
produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi
(BPOM, 2018).
Dalam hal manajemen mutu yang dilakukan oleh industri farmasi harus dipastikan
penerapannya oleh pemerintah untuk memastikan bahwa industri membuat obat yang memenuhi
standar mutu yang ditetapkan karena tingkat kesadaran masyarakat dalam menggunakan obat
meingkat dan didukung menguatnya daya beli masyarakat memberikan dampak postif bagi
pertumbuhan industri farmasi di Indonesia (Amalia, 2018). Pengawasan mutu mencakup
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah
dilakukan serta mutunya dinilai memuaskan (BPOM, 2018).
2

1.2 Ruang Lingkup Masalah


Memperhatikan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dalam pembahasan
mengenai penerapan manajemen mutu dalam produksi obat-obatan, penulis memusatkan dan
membatasi pembahasannya pada penerapan manajemen mutu dalam produksi obat secara umum
dan peran bagian pemastian mutu dan pengawasan mutu dalam sistem manajemen mutu ini, serta
penerapan manajemen mutu dalam produksi obat secara khusus pada sediaan solid, yaitu tablet,
dalam hal ini tablet tanpa salut. Pemilihan tablet sebagai pusat pembahasan dalam makalah ini,
dikarenakan tablet merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi karena kemudahan
penggunaannya serta dalam hal produksi pun tablet memiliki proses yang cukup sederhana.
Bagian pemastian mutu dan pengawasan mutu tentunya memiliki andil yang besar dalam
terlaksananya sistem manajemen mutu yang baik dan dapat menghasilkan produk obat yang
sesuai dengan tujuan penggunaannya.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Konsep


2.1.1 Prinsip Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu digunakan untuk memastikan industri farmasi yang membuat
obat selalu melaksanakan semua proses produksi sesuai dengan yang tercantum dalam CPOB.
Produk obat yang dihasilkan diharapkan sesuai dengan tujuan penggunaan, memenuhi
persyaratan izin edar dan tidak menimbulkan risiko yang dapat membahayakan penggunanya.
Risiko harus dihindari dengan memastikan produk yang dihasilkan adalah aman, bermutu dan
berkhasiat. Konsep dasar Pemastian Mutu, CPOB, Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko
Mutu adalah aspek Manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut menunjukkan adanya
penekanan hubungan dan betapa pentingnya unsur-unsur tersebut dalam produksi dan
pengendalian obat (BPOM, 2018).
Unsur dasar manajemen mutu yang harus didesain haruslah memenuhi 2 (dua) pokok berikut:
1. Adanya suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat meliputi struktur organisasi, prosedur,
proses, dan sumber daya.
2. Diperlukan suatu tindakan sistematis untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaann yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan ini disebut Pemastian Mutu.
Industri Farmasi harus memiliki manajemen puncak yang memiliki wewenang dan
tanggung jawab dalam pengarahan dan pengendalian pabrik dalam hal sumber daya demi
mencapai komitmen bersama dalam pencapaian sasaran mutu. Sistem mutu didesain secara
komprehensif dan diterapkan secara benar yang mencakup CPOB dan Manajemen Risiko Mutu,
yang didokumentasikan dengan lengkap dan dipantau efektivitasnya (BPOM, 2018).

2.2 Pabrikasi (Manufaktur)


Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat,
mengemas, dan/atau mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sediaan farmasi dan
alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha industri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilakukan dengan cara
produksi yang baik yang ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini berupa CPOB (PP RI, 1998).
4

Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOB untuk menjamin bahwa obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah
dilakukan dan disupervisi oleh personel yang kompeten. Seluruh penanganan bahan dan produk
jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan,
penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat (BPOM, 2018). Gambar 1. Alur produksi yang dilakukan
oleh salah satu industri farmasi Indonesia secara umum untuk semua jenis sediaan.

Gambar 1. Alur Produksi PT. Pharma Laboratories (Amalia, 2018)

Pada produksi terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan, seperti bahan awal, sistem
penomoran bets/lot, kegiatan pngemasan, pengawasan selama proses, serta karantina dan
penyerahan produk jadi (Murtini, 2018).
1. Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi
spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Bahan awal diuji
untuk mengetahui apakah bahan tersebut memenuhi spesifikasi, dikarantina sampai disetujui
dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu, kemudian diberi label,
juga diberi nomor rujukan.
5

2. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan
hendaklah saling berkaitan.
3. Kegiatan pengemasan berfungsi untuk membagi dan mengemas produk ruahan menjadi
produk jadi.
4. Pengawasan selama proses dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari
proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses.
5. Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang
dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan
yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang terdiri dari satu atau lebih bahan obat yang
dibuat dengan pemadatan. Tablet juga memiliki perbedaan dalam ukuran, bentuk, berat,
kekerasan ataupun ketebalannya. Kebanyakan tipe atau jenis tablet dimaksudkan untuk ditelan
dan kemudian dihancurkan dan kemudian melepaskan bahan obat yang ada di dalam tablet
tersebut ke dalam saluran pencernaan (Murtini, 2018).
Sediaan solida yang berupa tablet ini terdapat dalam berbagai macam bentuk. Namun
demikian, Tablet umumnya berbentuk bundar dengan permukaan datar atau konveks. Tablet juga
ada yang berbentuk khusus. Bentuk khusus tablet, seperti kaplet, segitiga, lonjong, empat persegi,
dan enam persegi (heksagonal) juga telah dikembangkan oleh beberapa pabrik. Hal ini
dimaksudkan oleh produsen tablet tersebut hanya sekedar untuk membedakan produknya
terhadap produk dari pabrik lain. Selain itu, tablet dapat dihasilkan dalam berbagai bentuk, yaitu
dengan membuat pons dan lubang kempa (lesung tablet) cetakkan yang di desain khusus
(Murtini, 2018).
Proses produksi sediaan tablet dilakukan di mulai dari penyiapan bahan awal, validasi
proses, pencegahan cemaran silang, sistem penomoran bets/lot, penimbangan dan penyerahan,
pengembalian, pengolahan, pencampuran bahan dan produk kering, granulasi, pencetakan tablet,
penyiapan bahan pengemas, kegiatan pengemasan, pengawsan selama proses, penanganan bahan
dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan, karantina dan penyerahan produk jadi,
catatan pengendalian pengiriman obat, pengiriman dan pengangkutan. Ada juga proses
penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
6

(BPOM, 2018). Gambar 2. Menunjukkan alur produksi oleh salah satu industri farmasi Indonesia
secara khusus untuk sediaan tablet.

Gambar 2. Alur proses produksi tablet PT. Pharma Laboratories (Amalia, 2018)

Sifat sediaan tablet yang dapat di terima adalah sebagai berikut (Murtini, 2018):
a. Cukup kuat dan tahan terhadap goncangan dan goresan selama pembuatan, pengemasan,
pengiriman, dan penggunaan.
b. Keseragaman bahan aktif dalam bobot dan dalam kandungan tiap tablet.
c. Bahan aktif yang dikandung memenuhi ketersedian hayati
d. Penampilannya menarik dan harus memiliki bentuk, warna, dan penandaan lain yang di
butuhkan.
e. Mempertahankan semua atribut fungsinya, termasuk stabilitas fisik, kimia dan daya kerja
sediaan tablet

Pada pembuatan tablet itu sendiri terdapat tiga macam metode, yaitu metode granulasi
basah, granulasi kering, dan cetak langsung (Ansel et al, 1995). Menurut Charles (2010),
7

terdapat hal-hal yang dapat mempengaruhi prinsip metoda pembuatan tablet, yaitu terkait dengan,
ukuran tablet, stabilitas bahan aktif, granulasi, dan massa kempa.

Tabel 1. Perbedaan tahap ketiga metoda pembuatan tablet (Charles, 2010)


8

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penerapan Manajemen Mutu Secara Umum


Penerapan manajemen mutu oleh industri farmasi dimulai dengan pemenuhan
persyaratan yang tercantum dalam CPOB yang dibuktikan dengan adanya sertifikat CPOB yang
dimiliki industri farmasi tersebut. Kebijakan manajemen mutu yang diterapkan oleh masing-
masing industri farmasi bisa berbeda-beda, hal ini tidak dipermasalahkan selama masih sesuai
dengan CPOB. Penerapan CPOB menjadi tanggung jawab industri farmasi dalam pembuatan
obat yang tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK. 03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik pada Pasal 3 ayat, berbunyi (Amalia, 2018):
1. Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan/atau bahan
obat wajib menerapkan pedoman CPOB
2. Pedoman CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi industri farmasi antara lain, sebagai
berikut (Murtini, 2018):
1. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang sesuai persyaratann CPOB dan
cara berlaboratorium yang baik.
2. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan.
3. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
4. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan, dan penggunaan bahan awal serta
pengemasan yang benar.
5. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses (in-process
controls) lain serta validasi yang diperlukan dilakukan.
6. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses, pengemasan dan pengujian
bets dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian
hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian
dan/atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan,
9

pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari
spesifikasi produk jadi, dan pemeriksaan prosuk dalam kemasan akhir.
7. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu)
menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan
yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi,
pengawasan mutu, dan pelulusan produk;
8. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin, produk
disimpan, didistribusikan, dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga
selama masa edar atau simpan obat.
9. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi
efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
10. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhin spesifikasi
mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
11. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki, dan dicatat.
12. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk.
13. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
14. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses yang
berkesinambungan.
CPOB diterapkan di semua tahap siklus hidup dari pembuatan obat untuk uji klinik,
transfer teknologi, produksi komersial hingga produk tidak diproduksi lagi. Namun, Sistem Mutu
Industri Farmasi dapat meluas ke tahap siklus hidup pengembangan produk seperti diuraikan
dalam ICH Q10, yang memfasilitasi inovasi dan perbaikan berkesinambungan serta memperkuat
hubungan antara kegiatan pengembangan produk dan kegiatan pembuatan produk.
Dalam proses untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan manajemen mutu yang didisain secara menyeluruh dan dapat diterapkan secara benar
Unsur dasar Manajemen Mutu adalah suatu infrastruktur atau Sistem Mutu yang tepat mencakup
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; tindakan sistematis yang diperlukan untuk
mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa
pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
10

Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan personil
yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan
tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa
bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual
atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengawasan mutu
independen dari bagian lain, sehingga tidak terpengaruhi oleh bagian lain dalam proses
pengawasan produksi. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi
untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.
Suatu obat dikatakan bermutu harus memenuhi 5 persyaratan utama, yaitu:
1. Identitas pada label harus sesuai dengan isinya (identity)
2. Mutu harus seragam (uniformity)
3. Potensi zat aktif harus sesuai dengan yang tertera pada label (potency)
4. Bekhasiat (efficacy)
5. Aman (safety)

3.2 Penerapan Manajemen Mutu Pada Sediaan Solid Tablet


Pada prosesnya, pembuatan tablet harus juga memperhatikan aspek-aspek mutu yang
menjadi landasan dalam CPOB termasuk kedalamnya pada pembuatan sediaan tablet. Secara
garis besar, manajemen mutu untuk semua sediaan adalah sama karena berdasar pada CPOB.
Sehingga bila CPOB telah diterapkan dalam proses pembuatan obat sediaan tablet ini, maka
secara otomatis telah melaksanakan manajemen mutu.
Perlu diketahui secara jelas jenis sediaan Tablet yang akan dibahas, yaitu berupa sediaan
padat kompak, dibuat secara kempa-cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua
permukaannya rata atau cembung, serta mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa
zat tambahan. Zat tambahan yang di gunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat
pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Depkes RI, 1979).
Tablet yang dibahas berupa tablet biasa tanpa proses tambahan lain seperti, penyalutan, dll.
11

Berdasarkan prinsip pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet cetak dan tablet kempa.
a. Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umunya mengandung laktosa dan
serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk dibasahi dengan etanol
persentase tinggi. Kadar etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam
sistem pelarut, serta derajat kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab
ditekan dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kemudian dikeluarkan dan
dibiarkan kering.
b. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja.
Pemilihan tablet sebagai bagian dari bahasan khusus tentang manajemen mutu dalam
produksi obat karena popularitasnya yang besar dan penggunaannya yang sangat luas sebagai
sediaan obat, tablet terbukti menunjukan suatu bentuk yang efisien, sangat praktis, dan ideal
untuk pemberian zat aktif secara oral. Hal ini mengidikasikan bahwa tablet mempunyai
keuntungan, antara lain (Murtini, 2018):
a. Praktis dan efisien. Artinya waktu peresepan dan pelayanan di apotek dapat lebih cepat, lebih
mudah dibawa, dan disimpan.
b. Mudah digunakan dan tidak memerlukan keahlian khusus.
c. Dosis mudah diatur karena merupakan sistem satuan dosis (unit dose system)
d. Efek yang ingin dihasilkan dapat diatur, yaitu dapat lepas lambat, extended release, enteric
tablet, orros, dan sebagainya.
e. Bentuk sediaan tablet lebih cocok dan ekonomis untuk produksi skala besar.
f. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak yaitu dengan penambahan salut selaput/salut
gula.
g. Bentuk sediaan tablet memiliki sifat stabilitas gabungan kimia, mekanik, dan mikrobiologi
yang cenderung lebih baik dibanding bentuk sediaan lain.

Penerapan manajemen mutu disini diartikan sebagai pemenuhan segala spesifikasi yang
dipersyaratkan dalam CPOB. Pemenuhan spesifikasi seperti yang disebutkan diatas dapat
diketahui dengan melakukan evaluasi. Evaluasi terhadap sediaan tablet meliputi parameter uji
seperti ini :
1. Evaluasi granul, yaitu uji sediaan massa tablet (granul) sebelum dilakukan pencetakan.
Evaluasi dilakukan agar saat mencetak tablet tidak terjadi masalah dalam proses pencetakan
12

tablet dan evaluasi tablet yang sudah dicetak. Evaluasi yang dilakukan antara lain, kadar
lembab atau kelembaban, sifat alir, dan kompresibilitas.
2. Evaluasi tablet, yaitu uji sediaan tablet hasil dari proses pencetakan. Evaluasi ini dilakukan
agar tablet yang dicetak memenuhi persyaratan tablet sesuai buku standar, misal Farmakope
Indonesia. Evaluasi yang dilakukan antara lain, keseragaman bobot, waktu hancur, kekerasan,
keseragaman ukuran, dan friabilitas (kerenyahan).

Sama halnya dengan spesifikasi umum lainnya, dalam proses produksi sediaan tablet
yang dilakukan mulai dari penyiapan bahan awal, validasi proses, pencegahan cemaran silang,
sistem penomoran bets/lot, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan,
pencampuran bahan dan produk kering, granulasi, pencetakan tablet, penyiapan bahan pengemas,
kegiatan pengemasan, pengawsan selama proses, penanganan bahan dan produk yang ditolak,
dipulihkan dan dikembalikan, karantina dan penyerahan produk jadi, catatan pengendalian
pengiriman obat, pengiriman dan pengangkutan, dan juga proses penyimpanan bahan awal,
bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Semua proses produksi ini harus
dilakukan sesuai dengan peraturan yang tertera dalam CPOB dan harus memenuhi persyaratan
spesifikasi mutunya. Bila hal ini telah diterapkan maka dapat dikatakan bahwa proses produksi
telah dilakukan dengan memperhatikan manajemen mutu, serta kebijakan manajemen mutu yang
diberlakukan telah mampu diterapkan oleh semua elemen yang terlibat dalam proses produksi
suatu sediaan.

Manajemen puncak memiliki tanggung jawab paling tinggi untuk memastikan Sistem
Mutu Industri Farmasi yang efektif tersedia, mempunyai sumber daya yang memadai dan bahwa
peran, tanggung jawab, dan wewenang ditetapkan, dikomunikasikan dan diimplementasikan di
seluruh organisasi. Kepemimpinan dan partisipasi aktif manajemen puncak dalam Sistem Mutu
Industri Farmasi sangat penting. Kepemimpinan ini hendaklah menjamin dukungan dan
komitmen personel di semua tingkat dan pabrik dalam organisasi terhadap Sistem Mutu Industri
Farmasi.
Secara berkala perlu dilakukan pengkajian manajemen terkait pengoperasian Sistem
Mutu Industri Farmasi dengan melibatkan manajemen puncak, untuk mengidentifikasi peluang
perbaikan produk, proses dan sistem secara berkelanjutan. Sistem Mutu Industri Farmasi
hendaklah ditetapkan dan didokumentasi. Manual Mutu atau dokumentasi setara harus
13

ditetapkan dan mengandung deskripsi sistem manajemen mutu termasuk tanggung jawab
manajemen. Apabila terdapat industri farmasi yang melakukan pelanggaran terhadap aturan
CPOB maka ada sanksi yang akan diterima oleh industri tersebut. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi
pada pasal Pasal 26 Ayat 1-4 berupa sanksi administratif.
14

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tentang penerapan maanajemen mutu dala produksi obat-
obatan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan tujuan untuk
memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai tujuan penggunaan.
2. Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat,
mengemas, dan/atau mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan.
3. Penerapan manajemen mutu dimulai dengan kepemilikan sertifikat CPOB oleh industri
farmasi yang akan memproduksi sediaan farmasi.
4. Pada kegiatan produksi terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan, seperti bahan awal,
sistem penomoran bets/lot, kegiatan pengemasan, pengawasan selama proses, serta karantina
dan penyerahan produk jadi
5. Pada sediaan tablet, pemenuhan spesifikasi harus dilakukan pada semua aspek proses
produksi, salah satunya dengan melakukan evaluasi granul maupun tablet yang dilakukan
sebagai bagian dari penerapan manajemen mutu.
6. Manajemen puncak memiliki tanggung jawab paling tinggi untuk memastikan Sistem Mutu
Industri Farmasi yang efektif tersedia, mempunyai sumber daya yang memadai dan bahwa
peran, tanggung jawab, dan wewenang ditetapkan, dikomunikasikan dan diimplementasikan
di seluruh organisasi, serta secara berkala melakukan pengkajian penerapan sistem mutu.
15

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Tisa. 2018. Tanggung Jawab Industri Farmasi Terhadap Penerapan Peraturan
Pemerintah Tentang CPOB. Jurnal Infokar Volume 1 (1)
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. UI – Press: Jakarta.
BPOM. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 34 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Murtini, G., Yetri Elisa. 2018. Bahan Ajr Farmasi: Teknologi Sediaan Solid. Kemenkes RI Pusat
Pendidikan dan Sumber Daya - BPP SDM Kesehatan
PP RI. 1998. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai