Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri farmasi merupakan penentu dalam ketersediaan obat di mana industri farmasi

berperan dalam memproduksi, dan mendistribusikan obat untuk dapat memenuhi kebutuhan

pasar dan masyarakat. Dalam memproduksi suatu obat, setiap industri farmasi harus dapat

memenuhi Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar dapat menjamin dan menghasilkan

produk yang bermutu. Perkembangan yang sangat pesat dan teknologi farmasi dewasa ini

mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan

CPOB. Produk yang bermutu tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir

saja, melainkan setiap komponen yang berhubungan dengan proses produksi, mulai dari

penyiapan bahan baku, bahan kemas, proses pembuatan, pengemasan, termasuk bangunan dan

personil harus mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

CPOB merupakan pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang

bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten dapat memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunanya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi

dan pengendalian mutu. Aspek-aspek yang berpengaruh dalam CPOB antara lain personalia,

bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu,

dokumentasi dan inspeksi diri yang meliputi penanganan keluhan terhadap obat, penarikan

kembali obat, dan obat kembalian. Oleh karena itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk

menyediakan personil yang berkualitas dan terkualifikasi antara lain penyediaan apoteker yang
cakap, terlatih, bertanggung jawab, dan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan

benar.

1.2 Rumusan Masalah

Mengetahui protap sanitasi ruang pencetakan tablet menurut CPOB

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana protap sanitasi ruang pencetakan tablet menurut CPOB
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB adalah suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian

mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan

mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

2.1.1 Sejarah CPOB

Peraturan tentang wajib menerapkan CPOB bagi industri farmasi didasarkan

atas Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/VII/1989 tentang Cara

Pembuatan Obat yang Baik. Langkah tersebut diikuti dengan keluarnya Surat Keputusan

Direktorat Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 mengenai Petunjuk Operasional

Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang direvisi pada tahun 1990.

Pada tahun 2001 Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) menerbitkan revisi

CPOB yang dikenal juga dengan CPOB terkini. Pedoman CPOB yang diterbitkan pada

tahun 1988 dan 2001 meliputi 10 aspek, yaitu ketentuan umum, personalia, bangunan

dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri,

penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, dan obat kembalian serta

dokumentasi.

Pada tahun 2006 diterbitkan lagi versi yang diperbaharui yaitu c-GMP (current

Good Manufacturing Practice) atau yang dikenal dengan istilah CPOB yang

dinamis. Dibandingkan dengan edisi sebelumnya (CPOB edisi 2001), pedoman CPOB

edisi 2006 mengandung perbaikan sesuai persyaratan CPOB terkini antara

lain “Kualifikasi dan Validasi”, Pembuatan dan Analisis Obat berdasarkan Kontrak” dan
“Pembuatan Produk Steril”. Disamping itu juga terdapat penambahan beberapa bab

yaitu “Manajemen mutu”, ‘Pembuatan Produk Darah, “Sistem Komputerisasi” dan

“Pembuatan Produk Investigasi untuk Uji Klinis”.

CPOB terkini (CPOB : 2006) atau c-GMP merupakan salah satu upaya pemerintah

(Badan POM) untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat produksi industri

farmasi Indonesia agar sesuai dengan standar internasional, sehingga produk obat dalam

negeri mampu bersaing baik untuk pasar domestik maupun untuk pasar ekspor.

Disamping itu, penerapan c-GMP juga mendorong industri farmasi agar lebih efisien dan

fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang

paling memungkinkan untuk dikembangkan.

2.2 Aspek-aspek CPOB

Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu

mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Aspek-aspek yang merupakan cakupan

CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek yang dibicarakan, yaitu :

1. Manajemen Mutu

2. Personalia

3. Bangunan dan Sarana Penunjang

4. Peralatan

5. Sanitasi dan Higiene

6. Produksi

7. Pengawasan Mutu

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan

Produk Kembalian

10. Dokumentasi

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

12. Kualifikasi dan Validasi

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan

penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar

(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena

tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten

dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan

diterapkan secara benar.

Mutu suatu produk tergantung pada :

o Bahan awal

o Proses pembuatan

o Pengawasan mutu

o Bangunan

o Peralatan yang digunakan

o Personalia

Untuk menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi

selalu memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality

Managemen adalah memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal ke
dalam produk, dan memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke tangan

konsumen.

Bagian Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu :

a. Quality Control (Pengawasan Mutu)

b. Quality Assurance (Pemastian Mutu)

2.2.2 Personalia

Kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor penunjang,

salah satu faktor terpenting adalah faktor manusia. Oleh karena itu alur produksi hanya

bisa terjadi bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas yang sesuai dengan

tingkat pendidikan dan pengalamannya. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip

CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi

mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Personel yang bekerja di industri farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

a. Sehat

b. Kualifikasi sesuai dengan pendidikan

c. Berpengalaman

d. Jumlah karyawan harus sesuai/memadai

e. Setiap karyawan tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan

f. Harus ada pelatihan secara berkala


2.2.3 Bangunan dan Sarana Penunjang

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun,

konstruksi serta letak yang memadai sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kerja,

pembersihan dan pemeliharaan yang baik, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan,

pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu oba dapat

dihindarkan dan dikendalikan.

Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :

a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam

sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.

b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi

personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk

selain yang sedang diproses.

2.2.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun

dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat,

sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke

batch serta untuk memudahkan pembersihan.

Penataan peralatan di desain sedemikian rupa sehingga dalam satu ruangan hanya

terdapat satu alat, ini bertujuan agar tidak terjadi pencemaran silang. Peralatan yang

digunakan untuk produksi juga harus di desain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.

Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan

dalam keadaan bersih dan kering.


2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan

perlengkapan, alat produksi beserta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan

sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu

program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Sanitasi merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan

lingkungan sekitar, dengan tujuan agar tidak timbul penyakit yang pada akhirnya akan

merugikan manusia.

Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan individu.

2.2.6 Produksi

Produksi obat hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

yang senantiasa dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang

ditentukan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.

Hal-hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pencemaran silang adalah :

* Produksi di dalam gedung terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin,

hormon seks, sitotoksik tertentu, vaksin hidup, dan sediaan yang mengandung bakteri

hidup dan produk biologi lain serta produk darah)

* Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara

* Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang disirkulasi ulang

atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang diolah secara tidak memadai
* Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang berisiko

tinggi terhadap pencemaran silang diproses

* Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif,

karena pembersihan alat yang tidak efektif umumnya merupakan sumber pencemaran

silang.

Agar mutu obat selalu terjaga, maka dilakukan IPC (In Process Control) oleh

bagian Quality Control. IPC dilakukan selama proses produksi berlangsung, apabila

ditemukan adanya ketidak sesuaian hasil pengujian dengan spesifikasi pabrik. Maka

proses dihentikan sementara dan segera dilakukan pembenahan yang diperlukan.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat yang

baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu

yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta

termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa

semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai

atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi

persyaratan.

Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat

dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan

Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang penting agar Pengawasan Mutu dapat

melakukan kegiatan dengan memuaskan.


2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan

pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk

Kembalian

a. Penarikan kembali obat jadi. Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan

kembali satu atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang mengalami

masalah medis yang menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan

keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan ditangani, kemudian dilakukan penelitian

dan evaluasi. Indak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, pnarikan obat, dan

dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang.

b. Obat kembalian. Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut : obat yang

masih memenuhi spesifikasi yang dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang

tidak dapat diolah ulang.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari manajemen mutu. Setiap hal yang di kerjakan

selalu terdokumentasi. Dan setiap hal yang dikerjakan selalu mengacu pada SOP

(Standar Operating Procedure)


2.2.11.Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui

dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan

produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara

Pembuat Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas karena menentukan

tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

Seluruh kegiatan validasi hendaknya direncanakan. Unsur utama program validasi

hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi

(RIV) atau dokumen yang setara. RIV hendaklah dokumen yang singkat, tepat dan

jelas.

2.3 Sanitasi dan Higine

Menurut Prescott (2002), hygiene menyangkut dua aspek yaitu:

Yang menyangkut individu (personal hygiene) dan Yang menyangkut lingkungan

(environment). Hygiene is a concept related to medicine as well as to personal and professional

care practices related to most aspects of living although it is most often associated with cleanliness

and preventative measures. Menurut Dr.Azrul Azwar, MPH, sanitasi adalah cara pengawasan

masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang

mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Azwar,1998 ; Prescott, 2002).

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-

usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sedangkan hygiene adalah bagaimana cara orang

memelihara dan juga melindungi diri agar tetap sehat.


Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat.

Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan perlengkapan, bahan produksi serta

wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.

2.3.1 Higiene Perseorangan

 Tiap personil yang masuk kearea pembuatan hendaklah mengenakan pakaian

pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya.

 Prosedur higien perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian

pelindung hendaklah diberlakukan untuk personil baik karyawan purna waktu, paruh

waktu.

 Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran pakaian kerja kotor dan lap

pembersih kotor hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian.

 Program higien yang rinci dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan

didalam area pembuatan.

 Semua personil menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut, sebelum dan

selama bekerja, dan pemeriksaan mata secara berkala.

 Semua personil menerapkan higien perorangan yang baik.

 Tiap personil yang mengidap penyakit atau yang dapat merugikan mutu produk

dilarang menangani bahan awal.

 Semua personil diperintahkan dan didorong untuk melaporkan kepada atasan langsung

tiap keadaan.

 Dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal


2.3.2 Sanitasi bangunan dan fasilitas

 Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat di desaian dan dikontruksi dengan

tepat

 Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup, sarana toilet dengan ventilasi yang

baik.

 Disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik

pribadinya ditempat yang tepat.

 Penyiapan penyimpanan dan konsumsi dibatasi di area khusus

 Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk

 Rodentisida, insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh

mencemari peralatan bahan awal bahan pengemas, bahan yang sedang diproses

 Pada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida, fungisida, agen

fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat

 Prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi mengenai

jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan

 Prosedur sanitasi berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor

 Segala praktek tidak higienis di area pembuatan dapat merugikan mutu produk

 Persyaratan khusus untuk pembuatan produk steril dicakup dalam Aneks 1

2.3.3 Sanitasi peralatan dan Pembersihan

 Setelah digunakan peralatan dibersihkan baik bagian luar maupun dalam sesuai

prosedur

 Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan.
 Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan dan

penyimpanan bahan pembersih dilaksanakan dalam ruangan terpisah dari ruangan

pengelolaan.

 Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan yang

digunakan dalam pembuatan obat dibuat divalidasi dan ditaati.

 Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi, sterilisasi dan inspeksi

sebelum penggunaan peralatan disimpan secara benar.

 Disinfektan dan diterjen dipantau terhadap pencemaran mikroba


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Protap Sanitasi Ruang Pencetakan Tablet


DAFTAR PUSTAKA

1. Azwar, Azrul. Dr. 1998. Kesehatan Masyarakat Indonesia. Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia : Jakarta
2. Prescott, L.M., Harley, J.P. dan Klein, D.A. 2002. Microbiology. fifth edition. Mc Graw
Hill: New York
3. Suma’mur P.K. 1988. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV Haji Masagung
:Jakarta
4. https://tsffarmasiunsoed2012.wordpress.com/2012/06/13/cpob-sanitasi-dan-higiene/
diakses tanggal 19 Desember 2017
5.

Anda mungkin juga menyukai