Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar
produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal,
proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang
menangani.
Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam
bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar
dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini
dapat pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.
1.2. Tujuan
1.2.1. Umum
a. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan
obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
b. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional
Indonesia dalam era pasar bebas .
1.2.2. Khusus
a. Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di bidang
obat tradisional sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri di
bidang obat tradisional.
b. Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat
tradisional.
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional dengan tujuan untuk menjamin produk
yang dihasilkan agar dapat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan
awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia
yang menangani (Depkes, 1991).
1. Personalia
2. Bangunan
3. Peralatan
4. Sanitasi dan Higiene
5. Penyiapan Bahan Baku
6. Pengolahan dan Pengemasan
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri
9. Dokumentasi
10. Penanganan terhadap Hasil Pengamatan Produk Jadi di Peredaran
Uraian mengenai sepuluh aspek tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Personalia
Personalia hendaklah mempunyai pengetahuan, pengalaman,
ketrampilan, dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta
tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan
mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya (BPOM, 2005c). Jumlah
dan kualitas personil yang kurang memadai cenderung mempengaruhi kualitas
obat tradisional.
Jumlah personil yang terbatas mengakibatkan tugas dilakukan secara
tidak cermat dengan segala akibatnya. Disamping itu kekurangan personil
mengakibatkan sering dilakukan kerja lembur yang dapat menimbulkan
kelelahan fisik dan mental baik bagi operator maupun supervisor. Pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan personil hendaklah sesuai dengan persyaratan
kualifikasi yang tertera pada uraian tugas masing-masing personil (BPOM,
2005c).
Seluruh personil yang langsung terlibat serta dalam kegiatan pembuatan
produk dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah
pembuatan produk hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai
dengan tugasnya maupun mengenai prinsip-prinsip CPOTB.
Pelatihan mengenai CPOTB hendaknya dilakukan secara
berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para
personil terbiasa denga persyaratan CPOTB yang berkaitan dengan tugasnya.
Pelatihan tersebut dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui
oleh Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Pengawasan Mutu. Setelah
mendapat pelatihan, prestasi personil hendaknya dievaluasi untuk menentukan
apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan
tugas yang diberikan kepadanya (BPOM, 2005c).
2. Bangunan
Aspek bangunan mempunyai dua sub aspek, yaitu bangunan dan
ruangan. Pada sub aspek bangunan, secara ideal industri obat tradisional yang
baik dan sehat hendaknya berada di lokasi yang bebas dari pencemaran.
Bangunan pabrik juga hendaknya memenuhi persyaratan sanitasi dan higiene
dengan cara-cara tertentu. Bangunan hendaknya memiliki rancangan, ukuran,
dan konstruksi yang memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku. Bangunan
industri obat tradisional hendaklah memiliki ruangan-ruangan pembuatan yang
rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat, dan jumlah produk
yang dibuat, jenis, dan jumlah peralatan yang digunakan, jumlah karyawan
yang bekerja serta fungsi ruangan (BPOM, 2005c).
Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan konstruksi
bangunan demi terlaksananya semua kegiatan, kelancaran arus kerja,
komunikasi, dan pengawasan yang efektif, serta menghindari ketidakteraturan.
Peralatan produksi, barang, dan fasilitas lain yang akan ditempatkan serta lalu
lintas barang dan orang hendaklah digambarkan dengan benar pada tata ruang
sesuai dengan ukuran yang direncanakan.
Tata letak ruangan hendaklah mengikuti urutan proses pengolahan dan
dihubungkan melalui koridor. Antar ruangan hendaklah dilakukan penyekatan
sesuai dengan fungsi khusus masing-masing ruangan guna mencegah
terjadinya tercampurnya bahan maupun kemungkinan terjadinya kontaminasi
silang antar bahan serta mencegah resiko terlewatnya salah satu langkah dalam
proses produksi. Ruang laboratorium harus terpisah dari area produksi dan
tidak menghadap ke dalam area produksi. Laboratorium kimia fisika dan
laboratorium mikrobiologi harus terpisah. Lantai, dinding, dan langit-langit
ruangan dibuat sedemikian rupa hingga mudah dibersihkan, kedap air, tidak
ada sambungan, rata, dan tidak merupakan media pertumbuhan mikroba
(BPOM, 2005c).
3. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk hendaklah memiliki
rancang bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk
terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan
pembersihan dan perawatannya. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat
yang merugikan terhadap produk, misalnya tidak bereaksi dengan produk,
kebocoran katup, penetesan zat pelumas dan hal lain yang sejenis, atau karena
perbaikan, pemeliharaan, modifikasi, atau adaptasi yang salah (BPOM, 2005c).
Idealnya dalam satu ruangan hanya boleh ada satu peralatan. Apabila
dalam satu ruangan terdapat lebih dari satu peralatan, hanya boleh mengolah
satu produk pada satu waktu untuk menghindari pencemaran silang (BPOM,
2005c).
Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil
kemungkinan pencemaran silang dan untuk memberikan keleluasaan kerja,
serta mudah dibersihkan (BPOM, 2005c). Semua jenis pipa yang terpasang
kecuali yang ditanam di bawah tanah dan pipa listrik hendaklah diberi tanda
yang jelas (BPOM, 2005c).
Sarana pengolahan produk hendaklah dilengkapi dengan peralatan sesuai
dengan proses dan bentuk sediaan yang akan dibuat. Sedangkan peralatan serta
instrumen laboratorium pengujian hendaklah sesuai untuk menguji tiap bentuk
sediaan produk yang dibuat.
Dalam laboratorium hendaknya terdapat sekurang-kurangnya :
timbangan gram dan miligram, mikroskop dan perlengkapannya, alat-alat gelas
sesuai keperluan, serta lampu spiritus. Bahan uji yang perlu dilengkapi adalah
zat atau bahan kimia dan larutan pereaksi sesuai kebutuhan serta buku-buku
persyaratan antara lain Materia Medika Indonesia, Farmakope Indonesia, dan
Ekstra Farmakope Indonesia serta buku-buku resmi lainnya. Bila memiliki
laboratorium mikrobiologi hendaklah sekurang-kurangnya memiliki otoklac,
oven, lemari pendingin, Laminar Air Flow (LAF), inkubator, peralatan gelas,
dan media yang diperlukan. Prosedur kerja standar untuk setiap instrumen atau
peralatan harus tersedia, dan diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang
bersangkutan.
Untuk menjamin ketepatan dan ketelitian pengukuran instrumen yang
digunakan hendaklah dikalibrasi secara berkala sesuai jadwal yang ditetapkan.
Jadwal pelaksanaan kalibrasi untuk masing-masing instrumen hendaknya
tertera pada instrumen yang bersangkutan (BPOM, 2005c).
4. Sanitasi dan Higiene
Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan
higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia,
bahan dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk.
Karyawan hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum diterima
menjadi karyawan maupun selama menjadi karyawan yang dilakukan secara
berkala serta hendaklah karyawan dilatih menerapkan higiene perorangan
dengan baik. Hendaklah tersedia jamban atau tempat cuci tangan yang
dilengkapi dengan sabun dan pengering yang berfungsi dengan baik dan
jumlah serta kapasitasnya memadai (BPOM, 2005c).
Prosedur sanitasi peralatan hendaklah dirancang dengan tepat agar dapat
dicegah pencemaran peralatan oleh bahan pembersih atau bahan untuk sanitasi.
Peralatan sebelum dipakai hendaklah diperiksa lagi untuk memastikan
kebersihannya. Peralatan setelah digunakan hendaklah dibersihkan baik bagian
luar maupun bagian dalam sesuai prosedur, serta dijaga dan disimpan dalam
kondisi bersih dan diberi tanda. Peralatan yang dapat dipindah-pindahkan
pembersihannya dan penyimpanannya hendaklah dilakukan dalam ruangan
yang terpisah dari ruangan pengolahan (BPOM, 2005c).
5. Penyiapan Bahan Baku
Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah
memenuhi persyaratan yang berlaku. Pada saat penerimaan terhadap setiap
kiriman bahan baku hendaklah dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan
laboratoris. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang
memberi informasi mengenai nama daerah dan nama latin bahan, tanggal
penerimaan, dan pemasok. Semua pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan
baku hendaklah dicatat dalam kartu atau buku persediaan yang meliputi nama,
tanggal penerimaan atau pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk
membebaskan dari bahan asing dan pengotor lain. Simplisia yang dicuci
hendaklah dikeringkan terlebih dahulu dengan cara yang tepat sehingga tidak
terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air yang dipersyaratkan.
Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired First
Out). Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai
dengan jelas, disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut (BPOM,
2005c).
6. Pengolahan dan Pengemasan
Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti
cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persayaratan yang berlaku (BPOM, 2005c).
Hendaklah dibuatkan prosedur operasional baku pengolahan dan
pengemasan secara tertulis dan catatan hasilnya hendaklah disimpan (BPOM,
2005c).
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat tradisional yang baik. Rasa ketertarikan dan tanggung jawab semua unsur
dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk
yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi (BPOM, 2005c).
Pengawasan mutu obat tradisional dilaksanakan melalui suatu sistem
pengawasan yang terencana dan terpadu. Semua unsur yang terlibat dalam
pembuatan obat tradisional, baik personalia maupun kelengkapan sarana
pabrik, hendaklah menunjang maksud pembuatan obat tradisional itu dan
mendukung sepenuhnya persyaratan yang diinginkan sehingga obat tradisional
yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi mutu. Pengawasan mutu
merupakan bagian (departemen) yang berdiri sendiri dan tidak merupakan
bagian dari departemen produksi. Memiliki otoritas tunggal untuk meluluskan
atau menolak bahan awal untuk produksi, kelanjutan proses produksi sesudah
melewati tahap proses yang kritis, dan produk jadi untuk didistribusikan
(BPOM, 2005c).
Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk
menjamin bahwa tiap produk mengandung bahan dengan mutu yang benar dan
dibuat pada kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur standar sehingga
produk tersebut senantiasa memenuhi persyaratan produk jadi yang berlaku.
Pengawasan mutu hendaklah dilakukan terhadap bahan baku, bahan pengemas,
proses pembuatan, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi (BPOM,
2005c).
8. Inspeksi Diri
Inspeksi diri pada dasarnya adalah cara untuk mengkaji kembali secara
objektif seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap aspek yang mungkin dapat
berpengaruh pada jaminan mutu. Tujuan inspeksi diri adalah melakukan
penilaian apakah seluruh aspek pengolahan, pengemasan, dan pengendalian
mutu selalu memenuhi CPOTB (BPOM, 2005c).
Tujuan inspeksi diri juga untuk mengetahui cacat, baik yang berdampak
besar, sedang, maupun kecil. Inspeksi diri hendaklah dilakukan oleh orang
yang kompeten dari perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahlidari luar
(BPOM, 2005c).
Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk tim inspeksi yang
mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB. Hendaklah dibuat
prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri (BPOM, 2005c).
9. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan
instruksi, catatan dan laporan, serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh
rangkaian kegiatan pembuatan produk.
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas
mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus
dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadiya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan
(BPOM, 2005c).
Dokumentasi dapat diklarifikasikan dalam empat tingkat, yaitu : panduan
mutu, Prosedur Operasional Baku (POB), Instruksi Kerja (IK), dan Catatan
Mutu (BPOM, 2005c).
Sistem dokumentasi hendaklah bisa menggambarkan riwayat lengkap
dari setiap bets suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta
penelusuran terhadap bets produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi
digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi
lingkungan, perlengkapan, dan personalia (BPOM, 2005c). Sistem
dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuan
yaitu menentukan, memantau, dan mencatat seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu (BPOM, 2005c).
10. Penanganan terhadap Hasil Pengamatan Produk Jadi di Peredaran.
Keluhan dan laporan menyangkut kualitas, efek yang merugikan atau
masalah medis lainnya hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak
lanjut yang sesuai (BPOM, 2005c). Jenis keluhan dan laporan dapat berupa:
a. Keluhan mengenai kualitas menyangkut keadaan fisik, kimia, dan
biologi dari produk jadi atau kemasannya dan lain sebagainya.
b. Keluhan dan laporan tentang efek yang merugikan seperti reaksi alergi,
reaksi toksis, reaksi fatal, dan lain sebagainya. (BPOM, 2005c).
Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan yang
diterima. Keluhan dan laporan tersebut hendaklah ditangani oleh bagian yang
bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima.
1. bahan alam.
2. bedasarkan pengalaman.
Obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI.No.246/Men.Kes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha IOT dan Pendaftaran
O.T Dan Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Adalah bahan atau
ramuan bahan, yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Sejarah obat tradisional :
Tradisi : merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh berkembang, terpeliharah
pada sekelompok / golongan masyarakat, yang pada akhirnya melahirkan satu
budaya.
Kebiasaan lahir dari pengalaman.
Pengalaman diperoleh dari berbagai cara, antara lain :
a. Mencoba-coba
b. Signatura
c. Petunjuk dari yang kuasa
Tahun 1976, merupakan awal pengembangan O.T di Indonensia dengan
dibentuknya direktorat pengawasan obat tradisional, pada direktorat pengawan obat dan
makanan, departemen kesehatan.
Lahir aturan-aturan tentang obat radisional yang dikenal dengan paket deregulasi,
yaitu Peraturan Menteri Kesehatan R.I :
1. No. 179/Men.Kes/Per/VII/76, Produksi dan Distribusi Obat TradisionL
2. No. 180/Men.Kes/Per/VII/76, Wajib Daftar Obat Tradisional
3. No. 181/Men.Kes/Per/VII/76, Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional.
3.1. Kesimpulan
CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik) yang merupakan bagian dari
Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar. Salah satu cakupan
dari CPOTB adalah pengawasan mutu.
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
3.2. Saran
Seharusnya kita dapat lebih bijak untuk memanfaatkan tanaman herbal yang ada di
sekitar kita dengan sebaik mungkin. Serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup
disekitar kita agar tercipta lingkungan hidup yang sehat.
Daftar Pustaka
1. http://headwiqlissundy.blogspot.co.id/2015/06/makalah-obat-tradisional.html
2. http://nabellanurul04.blogspot.co.id/2014/05/cara-pembuatan-obat-tradisional-yang.html
3. http://www.haiyul-fadhli.tk/2013/01/obat-tradisional.html