Anda di halaman 1dari 26

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional
diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi
dan penanganan bahan baku.

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar
produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal,
proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang
menangani.

Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan


sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu
hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang
ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian
penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia
agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri
maupun internasional.

Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus


menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk
dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram.

Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam
bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar
dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini
dapat pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.
1.2. Tujuan

1.2.1. Umum
a. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan
obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
b. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional
Indonesia dalam era pasar bebas .

1.2.2. Khusus
a. Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di bidang
obat tradisional sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri di
bidang obat tradisional.
b. Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat
tradisional.

1.3. Sistem Manajemen Mutu


1. Dalam penerapan sistem manajemen mutu hendaklah dijabarkan struktur
organisasi, tugas dan fungsi, tanggungjawab, prosedur-prosedur, instruksiinstruksi
kerja, proses dan sumber daya.
2. Sistem mutu hendaklah dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan,
sifat dasar produk-produknya, dan hendaklah diperhatikan aspek penting yang
ditetapkan dalam pedoman CPOTB ini.
3. Pelaksanaan sistem mutu hendaklah menjamin bahwa apabila diperlukan dapat
dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan
atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan yang
dijumpai yang berkaitan dengan mutu.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik.


CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional yg diikuti dengan
pengawasan menyeluruh & bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yg
senantiasa memenuhi persyaratan yg berlaku. (Kepmenkes No.
659/MENKES/SK/X/1991) .

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional dengan tujuan untuk menjamin produk
yang dihasilkan agar dapat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan
awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia
yang menangani (Depkes, 1991).

Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan


sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu
hendaklah dibangun, dimantapkan, dan diterapkan sehingga kebijakan yang
ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian penerapan
CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat
bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun
internasional (BPOM, 2005b). Ada sepuluh aspek yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan CPOTB, yaitu:

1. Personalia
2. Bangunan
3. Peralatan
4. Sanitasi dan Higiene
5. Penyiapan Bahan Baku
6. Pengolahan dan Pengemasan
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri
9. Dokumentasi
10. Penanganan terhadap Hasil Pengamatan Produk Jadi di Peredaran
Uraian mengenai sepuluh aspek tersebut di atas adalah sebagai berikut :

1. Personalia
Personalia hendaklah mempunyai pengetahuan, pengalaman,
ketrampilan, dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta
tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan
mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya (BPOM, 2005c). Jumlah
dan kualitas personil yang kurang memadai cenderung mempengaruhi kualitas
obat tradisional.
Jumlah personil yang terbatas mengakibatkan tugas dilakukan secara
tidak cermat dengan segala akibatnya. Disamping itu kekurangan personil
mengakibatkan sering dilakukan kerja lembur yang dapat menimbulkan
kelelahan fisik dan mental baik bagi operator maupun supervisor. Pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan personil hendaklah sesuai dengan persyaratan
kualifikasi yang tertera pada uraian tugas masing-masing personil (BPOM,
2005c).
Seluruh personil yang langsung terlibat serta dalam kegiatan pembuatan
produk dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah
pembuatan produk hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai
dengan tugasnya maupun mengenai prinsip-prinsip CPOTB.
Pelatihan mengenai CPOTB hendaknya dilakukan secara
berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para
personil terbiasa denga persyaratan CPOTB yang berkaitan dengan tugasnya.
Pelatihan tersebut dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui
oleh Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Pengawasan Mutu. Setelah
mendapat pelatihan, prestasi personil hendaknya dievaluasi untuk menentukan
apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan
tugas yang diberikan kepadanya (BPOM, 2005c).
2. Bangunan
Aspek bangunan mempunyai dua sub aspek, yaitu bangunan dan
ruangan. Pada sub aspek bangunan, secara ideal industri obat tradisional yang
baik dan sehat hendaknya berada di lokasi yang bebas dari pencemaran.
Bangunan pabrik juga hendaknya memenuhi persyaratan sanitasi dan higiene
dengan cara-cara tertentu. Bangunan hendaknya memiliki rancangan, ukuran,
dan konstruksi yang memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku. Bangunan
industri obat tradisional hendaklah memiliki ruangan-ruangan pembuatan yang
rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat, dan jumlah produk
yang dibuat, jenis, dan jumlah peralatan yang digunakan, jumlah karyawan
yang bekerja serta fungsi ruangan (BPOM, 2005c).
Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan konstruksi
bangunan demi terlaksananya semua kegiatan, kelancaran arus kerja,
komunikasi, dan pengawasan yang efektif, serta menghindari ketidakteraturan.
Peralatan produksi, barang, dan fasilitas lain yang akan ditempatkan serta lalu
lintas barang dan orang hendaklah digambarkan dengan benar pada tata ruang
sesuai dengan ukuran yang direncanakan.
Tata letak ruangan hendaklah mengikuti urutan proses pengolahan dan
dihubungkan melalui koridor. Antar ruangan hendaklah dilakukan penyekatan
sesuai dengan fungsi khusus masing-masing ruangan guna mencegah
terjadinya tercampurnya bahan maupun kemungkinan terjadinya kontaminasi
silang antar bahan serta mencegah resiko terlewatnya salah satu langkah dalam
proses produksi. Ruang laboratorium harus terpisah dari area produksi dan
tidak menghadap ke dalam area produksi. Laboratorium kimia fisika dan
laboratorium mikrobiologi harus terpisah. Lantai, dinding, dan langit-langit
ruangan dibuat sedemikian rupa hingga mudah dibersihkan, kedap air, tidak
ada sambungan, rata, dan tidak merupakan media pertumbuhan mikroba
(BPOM, 2005c).
3. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk hendaklah memiliki
rancang bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk
terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan
pembersihan dan perawatannya. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat
yang merugikan terhadap produk, misalnya tidak bereaksi dengan produk,
kebocoran katup, penetesan zat pelumas dan hal lain yang sejenis, atau karena
perbaikan, pemeliharaan, modifikasi, atau adaptasi yang salah (BPOM, 2005c).
Idealnya dalam satu ruangan hanya boleh ada satu peralatan. Apabila
dalam satu ruangan terdapat lebih dari satu peralatan, hanya boleh mengolah
satu produk pada satu waktu untuk menghindari pencemaran silang (BPOM,
2005c).
Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil
kemungkinan pencemaran silang dan untuk memberikan keleluasaan kerja,
serta mudah dibersihkan (BPOM, 2005c). Semua jenis pipa yang terpasang
kecuali yang ditanam di bawah tanah dan pipa listrik hendaklah diberi tanda
yang jelas (BPOM, 2005c).
Sarana pengolahan produk hendaklah dilengkapi dengan peralatan sesuai
dengan proses dan bentuk sediaan yang akan dibuat. Sedangkan peralatan serta
instrumen laboratorium pengujian hendaklah sesuai untuk menguji tiap bentuk
sediaan produk yang dibuat.
Dalam laboratorium hendaknya terdapat sekurang-kurangnya :
timbangan gram dan miligram, mikroskop dan perlengkapannya, alat-alat gelas
sesuai keperluan, serta lampu spiritus. Bahan uji yang perlu dilengkapi adalah
zat atau bahan kimia dan larutan pereaksi sesuai kebutuhan serta buku-buku
persyaratan antara lain Materia Medika Indonesia, Farmakope Indonesia, dan
Ekstra Farmakope Indonesia serta buku-buku resmi lainnya. Bila memiliki
laboratorium mikrobiologi hendaklah sekurang-kurangnya memiliki otoklac,
oven, lemari pendingin, Laminar Air Flow (LAF), inkubator, peralatan gelas,
dan media yang diperlukan. Prosedur kerja standar untuk setiap instrumen atau
peralatan harus tersedia, dan diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang
bersangkutan.
Untuk menjamin ketepatan dan ketelitian pengukuran instrumen yang
digunakan hendaklah dikalibrasi secara berkala sesuai jadwal yang ditetapkan.
Jadwal pelaksanaan kalibrasi untuk masing-masing instrumen hendaknya
tertera pada instrumen yang bersangkutan (BPOM, 2005c).
4. Sanitasi dan Higiene
Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan
higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia,
bahan dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk.
Karyawan hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum diterima
menjadi karyawan maupun selama menjadi karyawan yang dilakukan secara
berkala serta hendaklah karyawan dilatih menerapkan higiene perorangan
dengan baik. Hendaklah tersedia jamban atau tempat cuci tangan yang
dilengkapi dengan sabun dan pengering yang berfungsi dengan baik dan
jumlah serta kapasitasnya memadai (BPOM, 2005c).
Prosedur sanitasi peralatan hendaklah dirancang dengan tepat agar dapat
dicegah pencemaran peralatan oleh bahan pembersih atau bahan untuk sanitasi.
Peralatan sebelum dipakai hendaklah diperiksa lagi untuk memastikan
kebersihannya. Peralatan setelah digunakan hendaklah dibersihkan baik bagian
luar maupun bagian dalam sesuai prosedur, serta dijaga dan disimpan dalam
kondisi bersih dan diberi tanda. Peralatan yang dapat dipindah-pindahkan
pembersihannya dan penyimpanannya hendaklah dilakukan dalam ruangan
yang terpisah dari ruangan pengolahan (BPOM, 2005c).
5. Penyiapan Bahan Baku
Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah
memenuhi persyaratan yang berlaku. Pada saat penerimaan terhadap setiap
kiriman bahan baku hendaklah dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan
laboratoris. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang
memberi informasi mengenai nama daerah dan nama latin bahan, tanggal
penerimaan, dan pemasok. Semua pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan
baku hendaklah dicatat dalam kartu atau buku persediaan yang meliputi nama,
tanggal penerimaan atau pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk
membebaskan dari bahan asing dan pengotor lain. Simplisia yang dicuci
hendaklah dikeringkan terlebih dahulu dengan cara yang tepat sehingga tidak
terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air yang dipersyaratkan.
Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired First
Out). Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai
dengan jelas, disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut (BPOM,
2005c).
6. Pengolahan dan Pengemasan
Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti
cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persayaratan yang berlaku (BPOM, 2005c).
Hendaklah dibuatkan prosedur operasional baku pengolahan dan
pengemasan secara tertulis dan catatan hasilnya hendaklah disimpan (BPOM,
2005c).
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat tradisional yang baik. Rasa ketertarikan dan tanggung jawab semua unsur
dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk
yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi (BPOM, 2005c).
Pengawasan mutu obat tradisional dilaksanakan melalui suatu sistem
pengawasan yang terencana dan terpadu. Semua unsur yang terlibat dalam
pembuatan obat tradisional, baik personalia maupun kelengkapan sarana
pabrik, hendaklah menunjang maksud pembuatan obat tradisional itu dan
mendukung sepenuhnya persyaratan yang diinginkan sehingga obat tradisional
yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi mutu. Pengawasan mutu
merupakan bagian (departemen) yang berdiri sendiri dan tidak merupakan
bagian dari departemen produksi. Memiliki otoritas tunggal untuk meluluskan
atau menolak bahan awal untuk produksi, kelanjutan proses produksi sesudah
melewati tahap proses yang kritis, dan produk jadi untuk didistribusikan
(BPOM, 2005c).
Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk
menjamin bahwa tiap produk mengandung bahan dengan mutu yang benar dan
dibuat pada kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur standar sehingga
produk tersebut senantiasa memenuhi persyaratan produk jadi yang berlaku.
Pengawasan mutu hendaklah dilakukan terhadap bahan baku, bahan pengemas,
proses pembuatan, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi (BPOM,
2005c).
8. Inspeksi Diri
Inspeksi diri pada dasarnya adalah cara untuk mengkaji kembali secara
objektif seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap aspek yang mungkin dapat
berpengaruh pada jaminan mutu. Tujuan inspeksi diri adalah melakukan
penilaian apakah seluruh aspek pengolahan, pengemasan, dan pengendalian
mutu selalu memenuhi CPOTB (BPOM, 2005c).
Tujuan inspeksi diri juga untuk mengetahui cacat, baik yang berdampak
besar, sedang, maupun kecil. Inspeksi diri hendaklah dilakukan oleh orang
yang kompeten dari perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahlidari luar
(BPOM, 2005c).
Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk tim inspeksi yang
mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB. Hendaklah dibuat
prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri (BPOM, 2005c).
9. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan
instruksi, catatan dan laporan, serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh
rangkaian kegiatan pembuatan produk.
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas
mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus
dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadiya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan
(BPOM, 2005c).
Dokumentasi dapat diklarifikasikan dalam empat tingkat, yaitu : panduan
mutu, Prosedur Operasional Baku (POB), Instruksi Kerja (IK), dan Catatan
Mutu (BPOM, 2005c).
Sistem dokumentasi hendaklah bisa menggambarkan riwayat lengkap
dari setiap bets suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta
penelusuran terhadap bets produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi
digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi
lingkungan, perlengkapan, dan personalia (BPOM, 2005c). Sistem
dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuan
yaitu menentukan, memantau, dan mencatat seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu (BPOM, 2005c).
10. Penanganan terhadap Hasil Pengamatan Produk Jadi di Peredaran.
Keluhan dan laporan menyangkut kualitas, efek yang merugikan atau
masalah medis lainnya hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak
lanjut yang sesuai (BPOM, 2005c). Jenis keluhan dan laporan dapat berupa:
a. Keluhan mengenai kualitas menyangkut keadaan fisik, kimia, dan
biologi dari produk jadi atau kemasannya dan lain sebagainya.
b. Keluhan dan laporan tentang efek yang merugikan seperti reaksi alergi,
reaksi toksis, reaksi fatal, dan lain sebagainya. (BPOM, 2005c).

Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan yang
diterima. Keluhan dan laporan tersebut hendaklah ditangani oleh bagian yang
bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima.

Tiap keluhan dan laporan hendaklah dilakukan penelitian dan evaluasi


secara seksama dan kemudian dilakukan tindak lanjut sesuai evaluasi dan
penelitian. Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk hasil
evaluasi penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah dicatat dan
dilaporkan kepada bagian yang bersangkutan dan kepada pejabat pemerintah
yang berwenang (BPOM, 2005c).

Penarikan kembali produk yang berupa penarikan kembali satu atau


beberapa bets atau seluruh produk tertentu dari semua mata rantai produksi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak
memenuhi persyaratan atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang tidak
diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh produk
tertentu dapat berupa tindak lanjut penghentian pembuatan sait jenis produk
bersangkutan (BPOM, 2005c).

Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus


memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat
menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram.
Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya
dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam CPOTB adalah:
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau
campuran daribahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk
pengobatanberdasarkan pengalaman.
2. Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk obat tradisional.
3. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan
lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah
maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat
tradisional,walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat didalam produk
ruahan.
4. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
merupakan bahan yang dikeringkan.
5. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk pengemasan
produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
6. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu
atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.
7. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai diolah yang
masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.
8. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan
obat tradisional.
9. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan
awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, pengawasan
mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan.
10. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal
termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk
menghasilkan produk jadi.
11. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bahan
baku sampai dengan dihasilkannya produk ruahan.
12. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau
kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan
produk jadi.
13. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan
dan dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi, termasuk pemeriksaan
dan pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka
menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
14. Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan dan
pengujian selama pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional
yangdihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
15. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan sarana
pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang ditangani.
16. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur, perintah dan
catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat tradisional.
17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai
dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan
perbaikan yang dilakukan oleh semua personal industri obat tradisional sehingga
seluruh aspek pembuatan obat tradisional dalam industri obat tradisional tersebut
selalu memenuhi CPOTB.
19. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam satu siklus
pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
20. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan mutu yang
seragam dalam batas yang telah ditetapkan.
21. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen agar
memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang diakui.
22. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara
fisik maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau
penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
23. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau huruf yang
menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot secara lengkap, termasuk pemeriksaan
mutu dan pendistribusiannya.
24. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh digunakan
untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
25. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai
distribusi ke pabrik.
26. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik kembali produk dari semua
mata rantai distribusi apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan penandaan atau adanya efek yang merugikan
kesehatan.
27. Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen mengenai
kualitas, kuantitas, khasiat dan keamanan.

2.2. Landasan Hukum Cpotb


 GBHN (1988, 1993).
 UU.RI No. 23-1992 Tentang kesehatan.
 System Kesehatan nasional (SKN).
 Permenkes RI No. 246/MENKES/PER IV/1990 izin usaha I.O.T dan
PENDAFTARAN 0.T.
 KEPMENKES R.I NO. 659/,ENKES/SK/X/1991 TENTANG P.O.T.B
1) GBHN tahun 1993.
Pembangunan kesehatan diarahkan utk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, serta mempertinggi
kesadaran masyarakat akan pentingna hidup sehat.
 Upaya perbaikan keshatan masyarakat terus ditingkatkan antara lain melalui
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.
 Pengobatan tradisional secara medis dapat dipertanggungjawabkan, ters dibina
dlm rangka perluasan dan pemerataan kesehatan. Pemeliharaan dan
pengembanan obtra sebagai warisan budaya bangsa terus ditingkatkan dan
didorong pengembangan serta penemuan obtra, termasuk budidaya obtra yg
secara medis dpt dipertanggungjawabkan.
Sasaran amanat tentang penelitian dan pengembangan obtra dlm pelita VI dan PJP II
dpt diformulasikan menjadi tujuan sbb :
1. Pemeliharaan dan pengembangan pengobtan tradisional dan obtra sebagai
warrisan budaya bangsa.
2. Pemnafaatan obtar sebagai upaya perluasan dan pemusatan pelayanan kesehatan.
3. Pengembangan obtra dan penemuan obat baru dari bahan alam Indonesia untuk
dapat dimanfaatkan dan secara medis dpt dipertanggungjawabkan.
4. Obtra diteliti dan dikembangkann untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia serta kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia
harapan hiduup manusia.
5. Penelitian dan pengembangan obtra terkait dgn upaya pembaikan kesehatan
masyrakat melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.
6. Penelitian dan pengembangan budidaya tanaman obat termasuk usaha
konsekuensinya.

2) UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23/1992 TENTANG KESEHATAN PASAL 47.


Pengobatan tradisional yg sudah dapat dipertanggung jawabkan manfaat dan
keamanannya perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan untukk digunakan dlm
mewujudkan derajat kesehatan yg optimal bagi masyarakat.
3) SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN).
Pengobatan tradisional yg terbukti berkhasiat guna terus dibina, dibimbing dan
dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan.
4) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NO. 659 / MENKES / SK / X / 1991.
Tentang cara pembuatan obat yang baik (CPOTB) yg mengatur :
1. Personalia
2. Bangunan
3. Peralatan
4. Sanitasi dan higinis
5. Pengolahan dan pengemasan
6. Pengawasan mutu
7. Inspeksi dini (self inspection)
8. Dokumentasi
5) KEPUTUSAN DIRJEN POM
No. HK.00.06.00613 tanggal 11 maret 1994
Tentang petunjuk pelayanan CPOTB
1. Kelengkapan dan perlengkapan CPOTB
a) Syarat Lokasi bangunan: Terhindar dari pencemaran dan tidak mencemari
lingkungan.
b) Syarat rancangan bangunan
a. Tahan terhadap pengaruh cuaca
b. Dapat mencegah masuknya serangga, burung, binatang, pengerat, dll
c. Memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan
d. Ukuran dan konstruksi memadai.
c) Syarat penataan bangunan
a. Sesuai urutan proses pembuatan
b. Kapasitas ruangan memadai dalam larutan dengan :
 Bentuk sediaan, cara dan kapasitas pembuatan
 Jenis dan ukuran peralatan
 Jumlah operator
 Efektivitas komunikasi dan pengawasan
 System ventilasi udara yang dapat mencegah pencemaran
2. Jenis-jenis ruangan dan sarana penunjang.
1) Ruang / tempat administrasi
2) Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang belum memenuhi
persyaratan
3) Tempat sanitasi
4) Tempat pencucian
5) Ruang/ tempat pengeringan
6) Tempat penyimpanan simplisia/ bahan yang lulus pemeriksaan mutu
7) Tempat penimbangan
8) Ruang pengolahan/produksi
9) Ruang / tempat penyimpanaan produk makanan
10) Ruang penyimpanan produk jadi
11) Ruang lab. / tempat pengujian mutu
12) Jamban/ tolilet
13) Tempat ganti pakaian
14) Ruang lain yang dianggap perlu
3. Peralatan
1) Mesin pencucian/penyortiran.
2) Mesin pengering, Syarat mampu mengeringkan sehingga kadar air yang
dipersyaratkan simplisia, produk antara/ produk makanan.
Contoh : alat pengering-oven, Mesin pengering-fluditer bed dryer.
3) Mesin pembuat serbuk, Syarat mampu mengeringkan sehingga kadar air yang
dipersyaratkan/ simplisia, produk antara, produk makanan
Contoh : alat –lumpang, Mesin-mesin grinding
4) Alat/ mesin pengaduk (mixer), Syarat mampu mencampur semua produk
antara menjadi campuran homogen.
5) Alat/ mesin pengayak, Syarat mampu mengayak derajat halus tertentu.
6) Alat penimbang dan alat pengulum, Syarat diperiksa ketelitiannya
7) Alat/mesin perajang, Syarat mampu merajang simplisia dengan ukuran
tertentu
8) Alat/msin pegisi atau penakar, serbuk syarat menjamin produk yang
dihasilkan memenuhi syarat keseragaman bobot
9) Peralatan produksi sirup (cair).
a. Alat ekstraksi atau alat pengolah bahan menjadi sediaan cair.
b. Mesin pengaduk (mixer).
c. Mesin penyaring.
d. Mesin pengisi cairan ke dalam wadah.
Syarat sediaan cair yang dihasilkan memenuhi syarat keseragaman volume.
10) Peralatan produksi sediaan padat (panen, pilis, lulur)
a. Mesin pembuat massa
b. Alat pencetak/pemotong massa
11) Peralatan produksi sediaan tablet / kaplet
a. Alat/mesin ekstraksi
b. Alat/mesin pencampur (mixer)
c. Mesin granulator
d. Mesin pencetak tablet/kaplet
12) Peralatan produksi kapsul
a. Alat/mesin ekstraksi
b. Alat/mesin pencampur (mixer)
c. Mesin pengisi kapsul
13) Peralatan produksi sediaan salep/krim.
a. Alat/mesin pembuat massa salep/krim
b. Mesin pengisi tablet/kapsul ke dalam wadah
c. Mesin labeling
14) Peralatan pengemasan
a. Mesin stripping/blistening
b. Mesin pengisi tablet/kapsul dalam wadah
c. Mesin labeling
15) Instalasi pengolah limbah cair untuk industry obat tradisional (IOT) skala
besar.
16) Perlengkapan laboratorium
a. Timbangan gram/milligram
b. Alat-alat gelas
c. Reagensia
d. Simplisia standar
e. Mikroskop
f. Lampu spiritus/gas
g. Lemari asam
h. Buku standar mutu
4. Sanitasi dan higienis, Sanitasi ialah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kelayakan
1) Personalia
a. Mengalami pemeriksaan kesehatan
b. Menerapkan higienis penopang yang baik, cegah persentuhan langsung
dengan produk.
2) Bangunan
a. Tersedia jamban dan tempat cuci tangan
b. Dibersihkan sesuai dengan prosedur
3) Peralatan
a. Tersedia prosedur sanitasi
b. Dibersihkan sesuai dengan prosedur
c. Sebelum dipakai diperiksa kebersihannya
5. Dokumentasi, Dokumentasi obat tradisional merupakan bagian dari system
informasi manajemen yang meliputi :
1. Spesifikasi
2. Prosedur
3. Metode instalasi
4. Catatan dan laporan
Diperlukan dalam:
a) Perencanaan
b) Pelaksanaan
c) Pengendalian
2.3. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Pengobatan tradisional. (Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan)
Adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku dalam masyarakat.

Obat tradisional Peraturan menurut Menteri Kesehatan RI.No.


179/Men.Kes/Per/VII/1976 Tentang Produksi dan Distribusi Obat Tradisional adalah obat
jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan
atau sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai
data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman :

1. bahan alam.
2. bedasarkan pengalaman.
Obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI.No.246/Men.Kes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha IOT dan Pendaftaran
O.T Dan Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Adalah bahan atau
ramuan bahan, yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Sejarah obat tradisional :
 Tradisi : merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh berkembang, terpeliharah
pada sekelompok / golongan masyarakat, yang pada akhirnya melahirkan satu
budaya.
 Kebiasaan lahir dari pengalaman.
 Pengalaman diperoleh dari berbagai cara, antara lain :
a. Mencoba-coba
b. Signatura
c. Petunjuk dari yang kuasa
Tahun 1976, merupakan awal pengembangan O.T di Indonensia dengan
dibentuknya direktorat pengawasan obat tradisional, pada direktorat pengawan obat dan
makanan, departemen kesehatan.
Lahir aturan-aturan tentang obat radisional yang dikenal dengan paket deregulasi,
yaitu Peraturan Menteri Kesehatan R.I :
1. No. 179/Men.Kes/Per/VII/76, Produksi dan Distribusi Obat TradisionL
2. No. 180/Men.Kes/Per/VII/76, Wajib Daftar Obat Tradisional
3. No. 181/Men.Kes/Per/VII/76, Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional.

2.4. Izin Edar


Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar
yang diberikan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemberian izin edar
dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan
dan berlaku selama 5(lima) tahun. Dikecualikan dari ketentuan kewajiban memiliki izin
edar di berlakukan terhadap:
a. Obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong.
b. Simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan
pengobatan tradisional.
c. Obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan
pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu.
b. Dibuat dengan menerapkan CPOTB.
c. Memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang
diakui.
d. Berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara
ilmiah, penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak
menyesatkan.

2.3.1. Kewajiban Pemegang Nomor Izin Edar


Pemegang nomor izin edar wajib melakukan pemantauan terhadap keamanan,
khasiat atau manfaat, dan mutu produk yang beredar. Dalam hal terjadi
ketidaksesuaian terhadap keamanan, khasiat atau manfaat, dan mutu produk,
pemegang nomor izin edar wajib melakukan penarikan produk dari peredaran dan
melaporkan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 181/Menkes/Per/VII/1976 tentang
Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/IX/1976 tentang Wajib Daftar
Simplisia Impor.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin
Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sepanjang
yang mengatur pendaftaran obat tradisional sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Menteri ini.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 661/Menkes/Per/VII/1994 tentang
Persyaratan Obat Tradisional.
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang
Peredaran Obat Tradisional Impor.
Obat tradisional dilarang mengandung:
a. Etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang
pemakaiannya dengan pengenceran.
b. Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat.
c. Narkotika atau psikotropika.
d. Dan atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau
berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan yang jenisnya ditetapkan
dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan.
Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:
a. Intravaginal.
b. Tetes mata.
c. Parenteral

2.3.2. Registrasi Obat Tradisional


Registrasi Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri hanya dapat
dilakukan oleh Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional atau
Usaha Mikro Obat Tradisional yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Registrasi Obat Tradisional Kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi


kontrak dengan melampirkan dokumen kontrak. Obat tradisional kontrak
adalah obat tradisional yang seluruh atau sebagian tahapan pembuatan
dilimpahkan kepada industri obat tradisional atau usaha kecil obat tradisional
berdasarkan kontrak.
Registrasi Obat Tradisional Lisensi hanya dapat dilakukan oleh Industri
Obat Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional penerima lisensi yang
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Obat
tradisional lisensi adalah obat tradisional yang seluruh tahapan pembuatan
dilakukan oleh industri obat tradisional atau usaha kecil obat tradisional di
dalam negeri atas dasar lisensi.

Registrasi Obat Tradisional Impor hanya dapat dilakukan oleh Industri


Obat Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional, atau importir obat tradisional
yang mendapat penunjukan keagenan dan hak untuk melakukan registrasi dari
industri di negara asal. Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang
seluruh proses pembuatan atau sebagian tahapan pembuatan sampai dengan
pengemasan primer dilakukan oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan
dan diedarkan di wilayah Indonesia.

Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor dilakukan oleh Industri Obat


Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional
yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan


hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat
tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan
pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat
mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional
mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk
pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994).

Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat


tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan
pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional
yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu
obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan
pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk
bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen
POM, 1994).
Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan,
bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh
serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang
digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga
dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM,
1999).

2.5. Kelebihan dan kekurangan obat tradisional

2.4.1. Keuntungan obat tradisonal


Kelebihan Obat Tradisional Dibandingkan obat-obat modern, memang
OT/TO memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif
rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling
mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta
lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif.
1. Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik
takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai
dengan indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat
tradisional/komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan OT
umumnya terdiri dari beberapa jenis TO yang memiliki efek saling
mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan.
Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar
tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang
saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai ilustrasi
dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen utama
sebagai unsur pokok dalam tujuan pengobatan, asisten sebagai unsur
pendukung atau penunjang, ajudan untuk membantu menguatkan efek serta
pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang dalam formulasi. Setiap
unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT lazimnya
cukup komplek.
3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder,
sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder;
sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek
farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung (seperti pada
herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang seakan-akan saling
berlawanan atau kontradiksi (sperti pada akar kelembak). Sebagai contoh
misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma xanthoriza) yang disebutkan
memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : sebagai anti inflamasi
(anti radang), anti hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum
(merangsang pengeluaran produksi cairan empedu), hepatoprotektor
(mencegah peradangan hati) dan juga stomakikum (memacu nafsu makan).
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif. Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia
(bahkan di dunia) telah mengalami pergeseran dari penyakit infeksi (yang
terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah) ke penyakit-penyakit metabolik
degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga sekarang). Hal ini seiring dengan
laju perkembangan tingkat ekonomi dan peradaban manusia yang ditandai
dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dengan berbagai
penemuan baru yang bermanfaat dalam pengobatan dan peningkatan
kesejahteraan umat manusia.Pada periode sebelum tahun 1970-an banyak
terjangkit penyakit infeksi yang memerlukan penanggulangan secara cepat
dengan mengunakan antibiotika (obat modern). Pada saat itu jika hanya
mengunakan OT atau Jamu yang efeknya lambat, tentu kurang bermakna
dan pengobatannya tidak efektif. Sebaliknya pada periode berikutnya hinga
sekarang sudah cukup banyak ditemukan turunan antibiotika baru yang
potensinnya lebih tinggi sehingga mampu membasmi berbagai penyebab
penyakit infeksi. Akan tetapi timbul penyakit baru yang bukan disebabkan
oleh jasad renik, melainkan oleh gangguan metabolisme tubuh akibat
konsumsi berbagai jenis makanan yang tidak terkendali serta gangguan faal
tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan
sebutan penyakit metabolik dan degeneratif. Yang termasuk penyakit
metabolik antara lain : diabetes (kecing manis), hiperlipidemia (kolesterol
tinggi), asam urat, batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif
diantaranya : rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak
lambung), haemorrhoid (ambaien/wasir) dan pikun (Lost of memory).
2.4.2. Kelemahan obat tradisonal
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki
beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat
tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan
kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek
farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat
higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar
berbagai jenis mikroorganisme.
Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan OT ditempuh
berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan
bentuk OT yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggung
jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat
fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju sampai ke produk
fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji
klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut.
Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa
aktif dalam bahan obat alam serta kompleknya zat balast/senyawa banar yang
umum terdapat pada tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak
terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi selektif yang hanya menyari senyawa-
senyawa yang berguna dan membatasi sekecil mungkin zat balast yang ikut
tersari.
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan
CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik) yang merupakan bagian dari
Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar. Salah satu cakupan
dari CPOTB adalah pengawasan mutu.

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan dengan


pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi
dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan.

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

3.2. Saran
Seharusnya kita dapat lebih bijak untuk memanfaatkan tanaman herbal yang ada di
sekitar kita dengan sebaik mungkin. Serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup
disekitar kita agar tercipta lingkungan hidup yang sehat.
Daftar Pustaka
1. http://headwiqlissundy.blogspot.co.id/2015/06/makalah-obat-tradisional.html
2. http://nabellanurul04.blogspot.co.id/2014/05/cara-pembuatan-obat-tradisional-yang.html
3. http://www.haiyul-fadhli.tk/2013/01/obat-tradisional.html

Anda mungkin juga menyukai