Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Fitofarmaka telah melewati standardisasi mutu, baik dalam proses
pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan
dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati
beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dan
lain-lain dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang
dilakukan terhadap manusia.
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh
aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk
tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan dan personalia. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan
dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional.
Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga
kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan
demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional
Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar
dalam negeri maupun internasional. Mengingat pentingnya penerapan CPOTB
maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik
skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-
langkah dan pentahapan yang terprogram.
Dengan adanya perkembangan, jenis produk obat bahan alam tidak hanya
dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.

1
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat sediaan fitofarmaka semi padat.
2. Bagaimana cara membuat sediaan fitofarmaka cream aloe vera untuk luka
bakar
I.3 Tujuan
1. Mengetahui cara membuat sediaan fitofarmaka semi padat.
2. Menegtahui cara membuat sediaan fitofarmaka cream aloe vera untuk luka
bakar

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 tentang
Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, CPOTB
adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
spesifikasi produk. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011,
aspek-aspek CPOTB meliputi:
1. Manajemen Mutu
Industri Obat Tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa
agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan
risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah
atau tidak efektif. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk
pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar serta menerapkan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) termasuk pengawasan mutu dan
manajemen resiko mutu.
2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
tradisional yang benar. Oleh sebab itu industri obat tradisional
bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam

3
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab
tiap personil hendaklah dipahami masing-masing dan dicatat. Seluruh
personil hendaklah memahami prinsip CPOTB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang
berkaitan dengan pekerjaannya.
3. Bangunan, Fasilitas dan Peralatan
Bangunan, fasilitas dan peralatan untuk pembuatan obat tradisional
hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta
disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar.
Bangunan industri obat tradisional hendaklah memiliki ruangan-ruangan
pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan
jumlah produk yang dibuat, jenis dan jumlah peralatan yang digunakan, jumlah
karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan, seperti:
 Ruangan atau tempat administrasi
 Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru diterima dari
pemasok
 Tempat sortasi
 Tempat pencucian
 Ruangan, tempat atau alat pengeringan
 Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia termasuk bahan baku lainnya
yang telah diluluskan
 Tempat penimbangan
 Ruangan pengolahan
 Ruangan atau tempat penyimpanan produk antara dan produk ruahan
 Ruangan atau tempat penyimpanan bahan pengemas
 Ruangan atau tempat pengemasan
 Ruangan atau tempat penyimpanan produk jadi termasuk karantina produk
jadi
 Laboratorium atau tempat pengujian mutu
 Jamban / toilet

4
 Ruangan atau tempat lain yang dianggap perlu.
Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif
untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat tradisional. Karena
berpotensi untuk terdegradasi dan terserang hama serta sensitivitasnya
terhadap kontaminasi mikroba maka produksi dan terutama penyimpanan
bahan yang berasal dari tanaman dan binatang memerlukan perhatian
khusus. Bangunan dan fasilitas serta semua peralatan kritis hendaklah
dikualifikasi untuk menjamin reproduksibiltas dari bets ke bets.
4. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat tradisional. Ruang lingkup sanitasi dan
higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan
produksi serta wadahnya dan segala sesuatu yang dapat merupakan
sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh
dan terpadu. Untuk menghindarkan perubahan mutu dan mengurangi
kontaminasi, diperlukan penerapan sanitasi dan higiene berstandar tinggi.
Bangunan dan fasilitas serta peralatan hendaklah dibersihkan dan bila
perlu didesinfeksi menurut prosedur tertulis yang rinci dan tervalidasi.
5. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas sangat fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur,

5
metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan
tersedia secara tertulis.
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
tervalidasi yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOTB agar
produk yang dihasilkan terjamin serta memenuhi persyaratan mutu serta
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Untuk bahan mentah baik yang dibudidayakan maupun yang hidup
secara liar dan yang digunakan baik dalam bentuk bahan mentah maupun
sudah memenuhi teknik pengolahan sederhana (misal perajangan atau
penghalusan) merupakan tahap kritis pertama dalam proses produksi,
dimana persyaratan teknis ini mulai diterapkan harus ditentukan dengan
jelas dan didokumentasikan. Untuk proses seperti ekstraksi, fermentasi dan
pemurnian, penentuannya hendaklah ditetapkan berdasarkan kasus
perkasus .
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) untuk memberikan
kepastian bahawa produk seraca konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk
mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada
distribusi produk jadi.
Ruang lingkup pengawasn mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian serta organisasi, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relavan
dilakukan, dan bahwa bahan-bahan yang tidak diluluskan untuk
digunakan atau produk jadi diluluskan untuk dijual atau didistribusikan
sampai kualitasnya dinilai memenuhi syarat.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium tapi
juga harus terlibat pada semua keputusan yang terkait dengan mutu

6
produk. Independensi pengawasan mutu dari produksi adalah fundamental
sehingga pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan benar.
8. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi
tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).
9. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang Baik
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting
dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan produk yang
terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah yang tepat untuk
membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam
kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan
pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari pabrik ke
distributor.
1. Penyimpanan
Obat tradisonal hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang
sesuai untuk mencegakontaminasi, kecampurbauran dan kontaminasi
silang. Area penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan yang
memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan
aman.
2. Pengiriman
Pengiriman dan pengangkutan produk hendaklah dimulai hanya
setelah penerima pesanan resmi atau rencana penggantian produk
yang resmi dan didokumentasikan. Hendaklah dibuat catatan
pengiriman produk dan minimal meliputi informasi berikut:
1) Tanggal pengiriman.

7
2) Nama dan alamat perusahaan pengangkutan.
3) Nama, alamat dan status penerima.
4) Deskripsi produk, meliputi nama dan bentuk sediaan.
5) Jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah.
6) Nomor bets dan tanggal kadaluwarsa.
7) Kondisi pengangkutan dan penyimpanan yang ditetapkan.
8) Nomor untuk order pengiriman.
Seluruh produk hendaklah disimpan dan dikrimkan dalam wadah
pengiriman yang tidak mengakibatkan efek merugikan terhadap mutu
produk dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap pengaruh
eksternal termasuk kontaminasi.
10 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai
dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak,
hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali
produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan
efektif.
11 Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua
aspek produksi dan pengawasan mutu industri obat tradisional memenuhi
ketentuan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan
yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan
rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya bila
juga menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara rutin dan di samping itu, pada situasi khusus, misalnya
dalam hal terjadi penarikan kembali produk jadi atau terjadi penolakan
yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya

8
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Hal-hal yang mengenai personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, dokumentasi, produksi, pengawasan mutu, distribusi produk
jadi, penanganan keluhan dan penarikan produk jadi dan inspeksi diri
hendaklah diinspeksi secara berkala mengikuti program yang telah disusun
sebelumnya untuk memverifikasi pemenuhan terhadap prinsip pemastian
mutu. Semua inspeksi diri hendaklah dicatat, laporan hendaklah
mencantumkan semua obsevasi selama inspeksi dan usul untuk tindakan
korektif yang diperlukan, laporan tindak lanjut hendaklah dicatat juga.

Manfaat CPOTB
 Menyiapkan industri obat tradisional agar dapat bersaing di pasar
global.
 Menjamin Keamanan dan Konsistensi Mutu produk obat tradisional
yang dihasilkan (terhindar dari kontaminasi silang, pencampurbauran
bahan dan produk dan kemampuan telusur).
 Untuk melindungi produk OT/Jamu lokal dari gempuran produk Luar
Negeri terutama yang ilegal.
 Menjaga nilai ekonomis produk dengan mengurangi adanya rework,
produk TMS, dan adanya kejelasan sumber bahan baku
.
Kriteria Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka
Untuk dapat memiliki izin edar obat tradisional, obat herbal terstandar
dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat.
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku.

9
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi
dalam rangka pendaftaran.

Cream
Menurut Farmakope Indonesia edisi III cream adalah sediaan setengah padat
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar. Sedangkan menurut farmakope edisi IV cream adalah bentuk
sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Menurut Formularium Nasional
cream adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar . formula krim
sebagai zat pengemulsi dapat digunakan emulgit, lemak bulu domba,
setaseum, setil alkohol, steril alkohol, trietanolamin, stearat, dan golongan
sorbitan, polietilenglikol. Basis krim adalah salep dengan basisemulsi. Emulsi
sendiri ada 2 tipe, tipe minyak dalam air (m/a atau o/w) dan air dalam minyak
(a/m atau w/a) yaitu mengandung banyak minyak dan butir-butir air terbagi di
dalam minyak.
Tipe M/A biasanya digunakan pada kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa
dipakai pengemulsi campuran surfaktan. Sistem surfaktan ini juga bisa
mengatur konsistensi. Sifat emulsi M/A dapat diencerkan dengan air, mudah
dicuci dan tidak berbekas. Untuk mencegah terjadinya pengendapan zat maka
ditambahkan zat yang mudah bercampur dengan air tetapi tidak menguap
misalnya propilen glikol. Formulasi yang baik adalah cream yang dapat
mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu hidrasi
kulit contohnya sabun polivilin, span, adeps lanae dan cera.
Tipe A/M menganung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps
lanae, wool alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak
dengan logam bervalensi dua. Sifat emulsi A/M, emulsi ini mengandung air
yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase luarnya. Emulsi

10
tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 25% dan
mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan
atau bercampur dengan minyak,akan tetapi sangat sulit bercampur atau dicuci
dengan air contoh sabun monovalen (TEA, Natrium stearat, K stearat,
amonium stearat), tween, Na laurisulfat, kuning telur, gelatin, caseinum,
CMC.
Pembuatan cream dapat dilakukan dengan 2 metode. Metode pertama
yaitu bahan-bahan yang larut dalam minyak (fase minyak) dilebur bersama
diatas penangas air pada suhu 700C sampai semua bahan lebur, dan bahan-
bahan yang larut dalam air (fase air) dilarutkan terlebih dahulu dengan air
panas, juga pada suhu 700C sampai semua bahan larut, kemudian baru
dicampurkan, digerus kuat sampai terbentuk masa cream. Sedangkan dengan
metode kedua, semua bahan baik fase minyak maupun fase air di campurkan
untuk dilebur diatas penangas air sampai lebur, bar kemudian langsung
digerus sampai terbentuk masa cream. Baik metode pertama maupun metode
kedua, sama-sama menghasilkan sediaan creamyang stabil, bila proses
penggerusan dilakukan dengan cepat dan kuat dalam mortir yang panas
sampai terbentuk massa cream. Tetapi metode yang kedua, kita dapat
menggunakan peralatan yang lebih sedikit daripada metode pertama.

11
BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Rancangan Formula


Komponen Bahan % Gram
Ekstrak lidah buaya Zat Aktif 15% 4,6 g
Asam Stearat Emulgator 20% 6,1 g
TEA Emulgator 4% 1,3 g
Setil Alkohol Emolien 5% 1,6 g
Vaselin Basis 25% 7,6 g
Lanolin Anhidrat Basis 20% 6,1 g
Isopropil Miristat Enhancer & Emolien 2% 0,7 g
Propilenglikol Enhancer & Humektan 5% 1,6 g
Metil Parabean Pengawet 0,18% 0,154 g
Propil Parabean Pengawet 0,02% 0,106 g
α- Tokoferol Antioksidan 0,05% 0,115 g
Oleum Rosae Pengaroma 0,05% 0,115 g
Aquadest pelarut 16,7% 4ml

Evaluasi Pengamatan organoleptis


Pengukuran pH
Uji tipeemulsi
Penentuan sifat alir
Pemeriksaan daya sebar
Pemeriksaan viskositas
Dispersi zat warna
Pengukuran tetes terdispersi
konsistensi
Inversi fase
Metode pembuatan Fusion (pelelehan)

12
Peralatan Mortir dan stemper, homogenizer, agitator
mixer

a. Uraian Farmakologi Zat Aktif


Bagian daun dan akar dari lidah buaya mengandung saponin dan
flavonoid, sedangkan bagian daun lidah buaya mengandung tanin dan
polifenol. Saponin berfungsi sebagai antiseptik yang sangat berguna
untuk menyembuhkan luka terbuka, sedangkan tanin bisa digunakan
sebagai pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya
antiseptik dan obat luka bakar. Flavonoid dan polifenol mempunyai
aktivitas sebagai antisepti. Mencegah radang sendi, kandungan asam
salisilat merupakan zat pengurang rasa sakit yang sifatnya sama dengan
aspirin, pada gel lidah buaya dapat mengurangi rasa sakit
pada penderita. Kandungan Magnesium membantu mencegah efek
samping yang merusak dari penggunaan aspirin. Adanya gibberelin
sebagai zat anti radang (infeksi) dan polisakarida yang berkhasiat
menyembuhkan luka, serta lignin yang mampu menembus kulit dan
membawa efek penyembuhan ke jaringan kulit.
b. Dasar Pemilihan Bentuk Sediaan
 Dibuat tipe air dalam minyak dengan mendispersikan komponen air ke
dalam komponen minyak sifatnya sukar dicuci dengan air tetapi
penyebaranya lebih baik dan memiliki waktu kontak yang lama pada
kulit.
 Formulasi Krim Tabir surya Ekstrak etanol
Bentuk sediaan krim lebih mudah digunakan dan penyebaran dikulit juga
lebih baik.
c. Dasar Pemilihan Wadah yang Digunakan
 (Handbook of Pharmaceutical Excipients : 441)
Digunakan wadah kaca karena apabila digunakan wadah pelastik metil
parabean akan mudah terurai sehingga terjadi incampabilitas antara
wadah dan sediaan.

13
III.2 Alur Produksi dan Aspek CPOTB

Rancangan formula dibuat oleh departemen R&D yang dipimpin


oleh Apoteker. Formula yang telah disetujui dilakukan proses produksi.
Perencanaaan pembelian dan penyiapan bahan baku dilakukan oleh
departemen PPIC. Pembelian bahan baku dilakukan oleh Purchasing.
Bahan baku yang sudah disiapkan oleh PPIC dilakukan pengujian dan
diluluskan oleh QC. Kemudian dilakukan oleh produksi. Pada tahap proses
produksi dilakukan IPC (In Proses Control). Setelah diproduksi, produk
diluluskan oleh depatemen QA dengan menerima Batch Record dari
Departemen Produksi dan hasil pengujian dari QC dengan mengeluarkan
sertifikat CoA.

III.3 Alur Produksi Pembuatan Sediaan


a. Metode Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan

14
2. Ditimbang masing-masing bahan, kemudian dipisahkan antara fase
minyak dan fase air.
3. Dibuat fase minyak dengan melebur Asam Stearat, Isopropil
Miristat, Propil Parabean, Lanolin Anhidrat dan Setil Alkohol pada
suhu 600C.
4. Dibuat fase air dengan melebur metil parabean, TEA dan
propilenglikol pada suhu 700C.
5. Dimasukan fase minyak ke dalam lumpang dan di aduk dengan
pengadukan konstan (homogenizer) kemudian ditambahkan fase air
dan di aduk dengan pengadukan konstan (homogenizer).
6. Ditambahkan ekstrak aloe vera dan aquadest 4mL sedikit demi
sedikit, alfa tokoferol dan oleum rosae diaduk dengan pengadukan
konstan (homogenizer) pada suhu 450C.
7. Pengujian sediaan cream dan dilakukan pengawasan mutu (uji
stabilitas)
8. Dikemas
b. Metode Pengujian
1. Pengamatan Organoleptis
Tujuannya untuk mengetahui homogeny dari sediaan krim yang
dihasilkan. Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati
bentuk, rasa, bau, warna, pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21, 28, 35, 42,
49, dan 56.
2. Pengukuran pH
Tujuannya untuk melihat stabilitas zat aktif dan efektivitas
pengawet. Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan
elektroda dari pH-meter digital ke dalam sampel, yang sebelumnya
telah dikalibrasi pada larutan buffer, kemudian pH-meter
dinyalakan dan ditunggu sampai layar pada pH-meter
menunjukkan angka yang stabil. Pengukuran dilakukan terhadap
masing-masing sediaan pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49,
dan 56.

15
3. Uji Tipe Emulsi
Tujuanya untuk mengetahui tipe emulsi yang diperoleh. Uji
tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan salah satu metode
yaitu metode pengenceran, caranya dengan menambahkan
sejumlah air dan minyak pada sediaan dan diamati apakah sediaan
dapat tercampur dengan air atau dengan minyak, sehingga dapat
diketahui apakah terjadi perubahan tipe emulsi dari m/a menjadi
a/m selama penyimpanan. Pengujian dilakukan pada hari ke-1 dan
56.
4. Penentuan Sifat Aliran
Tujuanya untuk mengetahui sifat aliran dari sediaan.
Penentuan sifat aliran dilakukan dengan menggunakan viscometer
Brookfield Model RV dengan variasi kecepatan geser dan spindel
tertentu yang sesuai, kemudian dibuat kurva/grafik viskositas
terhadap kecepatan geser, atau kecepatan geser terhadap tekanan
geser, sehingga dapat diketahui apakah terjadi perubahan sifat
aliran pada sediaan emulsi selama penyimpanan. Pengamatan
dilakukan pada hari ke-1 dan 56.
5. Pemeriksaan Daya Sebar
Tujuanya untuk mengetahui daya sebar dari sediaan.
Sebanyak 0, 5gram krim diletakan dengan hati-hati diatas kaca
transparan yang dilapisi dengan kertas grafik dibiarkan sesaat dan
dihitung luas daerah yang diberikan oleh basis. Lalu ditutup
dengan plastic transparan kemudian diberi dengan beban tertentu
diatasnya dibiarkan selama 60 detik lalu dihitung tambahan luas
yang diberikan oleh basis.
6. Pemeriksaan Viskositas
Pemeriksaan viskositas bertujuan untuk untuk memastikan
tingkat kekentalan sediaan krim yang sesuai untuk penggunaan
topikal. Secara fisik krim yang dihasilkan mempunyai kekentalan

16
yang cukup untuk pemakaian topical sehingga memudahkan
penyebaran dipermukaan kulit.
7. Dispersi Zat Warna
Bertujuan utuk mengetahui tipe emulsi yang dihasilkan.
Emulsi yang dibuat dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditetesi
dengan beberapa tetes larutan biru metilen. Jika warna biru segera
terdispersi ke seluruh emulsi maka tipe emulsinya adalah tipe m/a.
8. Pengukuran Tetes Terdispersi
Bertujuan untuk mengetahui ukurann tetes terdispersi dari
sediaan. Sediaan dimasukkan ke dalam vial, kemudian dilakukan
pengukuran tetes terdispersi sebelum dan setelah diberi kondisi
penyimpanan dipercepat. Pengamatan ukuran tetes terdispersi di-
lakukan dengan mikroskop.
9. Konsistensi
Tujuannya agar mudah dikeluarkan dari tube atau wadah
dan mudah dioleskan. Diambil cream secukupnya dan diolekan di
atas permukaan kulit atau kaca dan diamkan beberapa menit.
10. Inversi Fase
Bertujuan untuk menguji sediaan yang telah jadi diberi
kondisi penyimpanan dipercepat diuji kembali tipe emulsinya
dengan metode pengenceran dan metode dispersi zat warna metilen
biru.5o C dan 35o C.
(PDF.Formulasi Sediaan Emulsi Buah Merah Pandanus
Conoideus Lam. Sebagai Produk Antioksidan Alami : 32-34.
Lachman L., Herbet.Teori dan Praktik Farmasi Industri Edisi 2.
Formulasi Dan Evaluasi Kestabilan Fisik Krim Antioksidan
Ekstrak Biji Kakao).

17
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Fitofarmaka telah melewati standardisasi mutu, baik dalam proses
pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai
dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga
telah melewati beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas,
uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian
klinis yang dilakukan terhadap manusia.
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi
seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi
dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik,
CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat
tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai
standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan
dalam izin edar dan spesifikasi produk. Berdasarkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011, aspek-aspek CPOTB meliputi:
manajemen mutu, personalia, bangunan, fasilitas dan peralatan, sanitasi
dan higien, dokumentasi, produksi, pengawasan mutu, pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak, cara penyimpanan dan pengiriman obat
tradisional yang baik, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan
kembali produk dan produk kembalian, inspeksi diri.

18
Manfaat CPOTB meliputi:
 Menyiapkan industri obat tradisional agar dapat bersaing di pasar
global.
 Menjamin Keamanan dan Konsistensi Mutu produk obat tradisional
yang dihasilkan (terhindar dari kontaminasi silang, pencampurbauran
bahan dan produk dan kemampuan telusur).
 Untuk melindungi produk OT/Jamu lokal dari gempuran produk Luar
Negeri terutama yang ilegal.
 Menjaga nilai ekonomis produk dengan mengurangi adanya rework,
produk TMS, dan adanya kejelasan sumber bahan baku.
Cream adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar .
Bagian daun dan akar dari lidah buaya mengandung saponin dan
flavonoid, sedangkan bagian daun lidah buaya mengandung tanin dan
polifenol. Saponin berfungsi sebagai antiseptik yang sangat berguna untuk
menyembuhkan luka terbuka, sedangkan tanin bisa digunakan sebagai
pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptik dan
obat luka bakar. Flavonoid dan polifenol mempunyai aktivitas sebagai
antisepti. Mencegah radang sendi, kandungan asam salisilat merupakan
zat pengurang rasa sakit yang sifatnya sama dengan aspirin, pada gel lidah
buaya dapat mengurangi rasa sakit
pada penderita. Kandungan Magnesium membantu mencegah efek
samping yang merusak dari penggunaan aspirin. Adanya gibberelin
sebagai zat anti radang (infeksi) dan polisakarida yang berkhasiat
menyembuhkan luka, serta lignin yang mampu menembus kulit dan
membawa efek penyembuhan ke jaringan kulit. Dibuat sediaan
fitofarmaka cream aloe vera untuk luka bakar dengan formula sebagai
berikut: Ekstrak lidah buaya sebagai zat aktif, Asam Stearat dan TEA
sebagai elmugator, Setil Alkohol sebagai emolien, Vaselin dan Lanolin
Anhidrat sebagai basis, Isopropil Miristat sebagai emolien dan enhancer,

19
Propilenglikol sebagai humektan dan enhancer, Metil Parabean dan Propil
Parabean sebagai pengawet, α- Tokoferol sebagai antioksidan, Oleum
Rosae sebagai pengaroma dan Aquadest sebagai pelarut.
Rancangan formula dibuat oleh departemen R&D yang dipimpin
oleh Apoteker. Formula yang telah disetujui dilakukan proses produksi.
Perencanaaan pembelian dan penyiapan bahan baku dilakukan oleh
departemen PPIC. Pembelian bahan baku dilakukan oleh Purchasing.
Bahan baku yang sudah disiapkan oleh PPIC dilakukan pengujian dan
diluluskan oleh QC. Kemudian dilakukan oleh produksi. Pada tahap proses
produksi dilakukan IPC (In Proses Control). Setelah diproduksi, produk
diluluskan oleh depatemen QA dengan menerima Batch Record dari
Departemen Produksi dan hasil pengujian dari QC dengan mengeluarkan
sertifikat CoA.
Cara pembuatan sediaan antara lain: Disiapkan alat dan bahan,
ditimbang masing-masing bahan, kemudian dipisahkan antara fase minyak
dan fase air. Dibuat fase minyak dengan melebur Asam Stearat, Isopropil
Miristat, Propil Parabean, Lanolin Anhidrat dan Setil Alkohol pada suhu
600C. Dibuat fase air dengan melebur metil parabean, TEA dan
propilenglikol pada suhu 700C. Dimasukan fase minyak ke dalam lumpang
dan di aduk dengan pengadukan konstan (homogenizer) kemudian
ditambahkan fase air dan di aduk dengan pengadukan konstan
(homogenizer). Ditambahkan ekstrak aloe vera dan aquadest 4mL sedikit
demi sedikit, alfa tokoferol dan oleum rosae diaduk dengan pengadukan
konstan (homogenizer) pada suhu 450C. Pengujian sediaan cream dan
dilakukan pengawasan mutu (uji stabilitas) dan dikemas.
Metode Pengujiannya meliputi pengamatan organoleptis,
Pengukuran pH, Uji Tipe Emulsi, Penentuan Sifat Aliran, Pemeriksaan
Daya Sebar, Pemeriksaan Viskositas, Dispersi Zat Warna, Pengukuran
Tetes Terdispersi, konsistensi dan Inversi Fase.
IV.2 Saran
-

20
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Siswanto dkk. 2010. Formulasi Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Rimpang
Kencur. Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Purwokerto. Jurnal
PDF.
Anwar., Effionora. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan
Aplikasi. Dian Rakyat : Jakarta
BADAN POM. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.41.1384.
Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka.
C, Ansel., Howard. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI-Press : Jakarta.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DEPKES RI : Jakarta. P. 57,
58, 612, 633, 534, 378, 335, 606, 459, 96.
Dirjen POM.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. DEPKES RI: Jakarta. P. 57,
796.
Ellin Febrina, S.Si. 2007. Formulasi Sediaan Emulsi Buah Merah Pandanus
Conoideus Lam. Sebagai Produk Antioksidan Alami. Fakultas : Farmasi
Universitas Padjadjaran. Jurnal PDF. P. 32-34
Ermina Pakki, Sartini. 2009. Formulasi Dan Evaluasi Kestabilan Fisik Krim
Antioksidan Ekstrak Biji Kakao (Theobroma Cacao L.). jurnal PDF. P 3.
4.
Furnawanthi, 2002. Khasiat Lidah Buaya. Kanisius. Jakarta.Irene Kartika Eka
Wiayanti, Dyah Ethika dan Indah Widyarini, 2006.
L, Parrot., Eugene. 2006. Pharmaceutical Technology Fundamental
Pharmaceutics. Burgers Publishing Company : USA
Lachman. L., Herbet. 1994. Teori dan Praktik Farmasi Industri Edisi II. UI-Press :
Jakarta.
Prospek Pengembangan Agroindustri Minuman Lidah Buaya Di
KabupatenPurworejo, Jawa Tengah. Universitas Soedirman, Purwokwerto.
JawaTengah.Pemerintah Kal-Bar Berita. 2004.

21
Rowe, Raymond. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition.
Pharmaceutical Press : London. P. 494, 663, 155, 331, 380, 348, 596, 441,
596, 764.
Sweetman, C., Jean. 2009. Martindale The Complete Drug References Thirty
Sixth Edition. Pharmaceutical Press : London. P. 86,87, 2396, 2905, 2029.

22

Anda mungkin juga menyukai