JAWAB
ASPEK-ASPEK CPOB
CPOB 2006
a. Pengertian CPOB
CPOB adalah suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya
Ø manajemen Mutu,
Ø Personalia
Ø Peralatan,
Ø Produksi,
Ø Pengawasan Mutu,
Ø Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian,
Ø Dokumentasi,
1. Manajemen Mutu
Kebijakan Mutu perusahaan sendiri adalah pernyataan formal dan tertulis dari
management puncak suatu industri farmasi yang menyatakan arahan dan komitmen dalam
mutu produk.
Quality Assurance adalah suatu konsep yang luas mencakup semua aspek yang secara
kolektif maupun individual mempengaruhi mutu, dari konsep design hingga produk tersebut
ditangan konsumen. Departemen QA ini memastikan dan bertanggunggjawab secara
menyeluruh bahwa CPOB dapat dijalankan di perusahaan dengan baik sehingga selalu
menghasilkan produk sesuai dengan ketentuan. Faktor lain diluar CPOB yang menjadi
tanggungjawab QA adalah desain dan pengembangan produk. Departemen ini berperan
sebagai "polisi" yang mandiri untuk memantau keseluruhan proses pembuatan obat mulai
dari pembelian bahan hingga distribusi obat jadi. Sehingga Departement QA wajib
mengetahui segala proses yang terjadi
Selain dilakukan pemastian mutu oleh departemen QA dan pengawasan mutu oleh
departemen QC, dalam sistem management mutu di industri farmasi juga dilakukan proses
Pengkajian Mutu. Proses Pengkajian Mutu meliputi :
- Jumlah yang diproduksi selama satu tahun
- Persentase produk yang gagal diproduksi selama satu tahun
- Terjadinya penyimpangan
- Produk yang direturn
- Status validasi proses, kualifikasi, dan kalibrasi alat
- Data stabilitas produk jadi dan pengawasan proses produksi yang kritis
2. Personalia
Personil Kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu ) posisi utama tersebut di jabat oleh
personalia purna waktu. Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu ) Kepala Bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang
lain. Beberapa fungsi bila perlu dapat di delegasikan.
ORGANISASI, KUALIFIKASI DAN TANGGUNG JAWAB
· Sturktur organisai industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga Bagian Produksi,
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu )/ Pengawasan Mutu dipimpin oleh orang berbeda serta
tidak saling bertanggung jawab satu terhadap lain. masing –masing personil diberi
wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif. Hendaklah personil tersebut tidak mempunyai kepentingan dilain
organisasi yang dapat menhambat atau membatasi kewajiban dalam melaksanakan tanggung
jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.
PELATIHAN
2.9 Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang tugasnya harus
berada didalam produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik
perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak
pada mutu produk.
2.10 Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat
pelatih sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga
diberikan, dan efektifitas juga dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan
yang masing masing catatan pelatih hendaklah disimpan.
2.11 Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang berkerja di area dimana
pencemaran merupakan bahaya, misal area bersih atau area penanganan bahaya berpotensi
tinggi toksik atau bersifat sensitif.
2.12 Pengunjungan atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak masuk area
produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat dihindarkan hendaklah mereka
diberi penjelasan terlebih dahulu, teruatama mengenai hygiene perorangan dan pakaian
pelindung yang dipersyaratkan serta diawasi dengan ketat.
2.13 Konsep pemastian mutu dan semua tindakan yang tepat untuk meningkatkan pemahaman dan
penerapannya hendaklah dibahas secara mendalam selama pelatihan
(CPOB 2006)
ü Banguna dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak
yang memadai, serta disesuaikn kondisinya dan dirawat denagn baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar.
ü Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko
terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan ,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu
atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu Obat.
UMUM
3.3 Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat. Bangunan serta fasilitas hendaklah
dibersihkan dan, dimana perlu, di disinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. Catatan
pembersihan dan desinfeksi hendaklah disimpan.
3.4 Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan,
koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan
rapi. kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu.
Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar
kegiatan tersebut tidak mengurangi mutu obat pasokan.
3.5 Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak
mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan dan
ketelitian fungsi dari peralatan.
Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lainya yang mungkin dilakukan didalam sarana
yang sama atau sarana yang berdampingan dan
Pencegahaan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalulintas umum bagi personil dan
bahan atau produk, sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang
diproses.
3.7 Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah masuknya personil yang tidak
berkepentingan. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh
digunakan sebagai jalur yang tidak bekerja di area tersebut.
4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat memiliki rancang bangun dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu
yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta untuk
memudahkan pembersihan dan peralatannya.
Syarat-syarat peralatan yang ditentukan CPOB adalah sebagai berikut :
1) Peralatan yang digunakan tidak boleh bereaksi atau menimbulkan akibat bagi bahan yang
diolah.
2) Peralatan dapat dibersihkan dengan mudah baik bagian dalam maupun bagian luar serta
peralatan tersebut tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk.
3) Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar, atau
ditempatkan di daerah di mana digunakan bahan yang mudah terbakar, hendaklah dilengkapi
dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosif serta dibumikan dengan sempurna.
4) Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah
dikalibrasi menurut suatu program dan prosedur yang tepat.
1) Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi
dapat berjalan secara efektif dan efisien.
2) Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang sedemikian rupa
sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung.
4) Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik
untuk mencegah kemungkinan terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan energi.
5) Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi, pengatur suhu udara, air minum,
kemurnian air, penyulingan air dan fasilitas yang lainnya hendaklah divalidasi untuk
memastikan bahwa sistem-sistem tersebut senantiasa berfungsi sesuai dengan tujuan.
Pemeliharaan
1) Peralatan dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah
terjadinya pencemaran yang dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian produk.
Ø Higiene perorangan
Personalia
1) Semua karyawan menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum dan selama bekerja, dan
pemeriksaan mata secara berkala.
3) Tiap karyawan yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk dilarang
menangani bahan-bahan sampai sembuh kembali.
5) Pemakaian sarung tangan untuk menghindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan
dan produk.
7) Hanya petugas yang berwenang yang boleh memasuki bangunan dan fasilitas daerah terbatas.
9) Merokok, makan, dan minum dilarang di daerah produksi, laboratorium, dan daerah lain yang
dapat merugikan produk.
1) Gedung dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang
baik.
4) Tempat pencucian diletakkan di luar daerah steril. Bila mungkin hendaknya dilengkapi
dengan suatu sistem yang baik.
5) Penyimpanan, penyiapan dan konsumsi makanan dibatasi di daerah khusus dan memenuhi
standar kebersihan.
6) Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk dan dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai.
7) Rodentisida, insektisida, bahan fumigasi, dan bahan pembersih tidak boleh mencemari
peralatan dan bahan-bahan.
1) Peralatan dibersihkan, dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih serta diperiksa kembali
kebersihannya sebelum dipakai.
2) Pembersihan dilakukan dengan cara vakum atau basah, dan sedapat mungkin dihindari
pencemaran produk.
3) Pembersihan dan penyimpanan alat dan bahan pembersih dilakukan dalam ruangan yang
terpisah dari pengolahan.
4) Prosedur yang tertulis untuk pembersih dan sanitasi dibuat dipatuhi dan dilaksanakan.
Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan
prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
6. Produksi
PRINSIP
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti posedur yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
UMUM
Ø Penanganan bahan dan produk jadi seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel,
penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah
dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat
Ø Seluruh bahan kimia diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan
pemesanan. Wadah hendaklah dibersihkan bilamana perlu diberi penandaan dengan data
yang sesuai.
Ø Kerusakaan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan
hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada bagian Pengawasan mutu.
Ø Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif
segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi.
Ø Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditanggani seperti penerimaan
bahan awal.
Ø Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara teratur pada kondisi yang disarankan
oleh pabrik pembuatannya dan diatur sedemikian agar ada pemisahan antar bets dan
memudahkan rotasi stok.
Ø Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekokonsiliasinya hendaklah dilakukan sedemikian untuk
memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan.
Ø Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan atau
bergantian dalam ruangan kerja yang sama kecuali tidak ada resiko terjadi campur baur atau
pencemaran kontaminasi silang.
Ø Tiap tahapan pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba atau pencemaran lain.
Bila bekerja dengan bahan atau produk dan bahan hendaklah dilakukan tindakan khusus
untuk mencegah debu timbul serta penyebaranya. Hal ini terrutama dilakukan pada
penanganan bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitive.
Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi
dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk
atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada ) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan
ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi.
Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan
format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna seringkali sangat membantu untuk
menunjukan status (misal : karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain)
Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyaluran dan alat lain untuk
transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung dengan benar.
Penyimpanan terhadap instuksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan. Bila terjadi
penyimpanan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari Kepala Bagian Pemastian Mutu
bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang.
Pada umumnya pembuatan produk non obat hendaklah dihindarikan dibuat di area
dengan peralatan yang khusus untuk produk obat.
v Penerimaan bahan
v Pencucian peralatan
v Penyimpanan peralatan
v Pengemasan
v Laboratourium
Bahan Awal
Ø Validasi Proses
Ø Pengembalian
Ø Pengolahan
Ø Pencetak Tablet
Ø Penyalutan
Ø Bahan Pengemas
Ø Kegiatan Pengemasan
Ø Pengawasan-Selama-Proses
Ø Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemasan, Produk Antara ,Produk Ruhan Dan Produk
Jadi
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB agar tiap obat yang
dibuat memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan.
Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi
Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah spesifikasi, cara pengambilan contoh,
pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, uji
sterilisasi untuk produk steril, uji pirogenitas serta pengawasan lingkungan secara berkala
terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi dari air dan lingkungan produksi.
• Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
• Hal-hal yang diinspeksi adalah mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan, bahan awal
obat dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, pemeliharaan
gedung dan peralatan.
• Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pemimpin perusahaan sekurang-kurangnya tiga orang dari
bidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB.
• Pelaksanaan dan selang waktu inspeksi diri sesuai kebutuhan, sekurang-kurangnya sekali
dalam setahun.
• Laporan inspeksi diri mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan.
• Tindak lanjut inspeksi diri berdasarkan laporan dilakukan oleh pemimpin perusahaan.
• Audit mutu berguna sebagai pelengkap dari inspeksi diri, yang meliputi pemeriksaan dan
penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk
meningkatkan mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim
khusus. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Daftar
pemasok yang disetujui hendaknya ditinjau ulang secara berkala dan dievaluasi secara teratur.
Ø Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini
dilakukan bila ada produk yang menimbulkan efek samping atau masalah medis lainnya yang
menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan laporan
hendaknya dicatat dan secepatnya ditangani kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi.
Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada
pemerintah yang berwenang.
Ø Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: yang masih memenuhi spesifikasi yang
dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang.
Ø Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaknya dimusnahkan dan dibuat
prosedurnya.
Ø Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan dilaporkan, dan setiap
pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.
10. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi dan manajemen
yang meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen dalam pengawasan mutu, dokumen
penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian
ruangan serta peralatan, dokumen dalam pengamanan keluhan obat dan obat jadi, dokumen
untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri, pedoman dan catatan
tentang pelatihan CPOB bagi karyawan.
Dokumentasi penting yang berkaitan dengan pengawasan mutu, yang berisi: Spesifikasi,
prosedur pengambilan sampel, prosedur pencatatan dan pengujian (termasuk lembarkerja
analisis dan/atau buku catatan laboratorium), laporan dan/atau sertifikat analisis/data
pemantauan lingkungan (bila diperlukan), catatan validasi metode analisis (bila diperlukan),
prosedur dan catatan kalibrasi instrumen serta perawatan peralatan. Semua dokumentasi yang
terkait catatan bets disimpan selama 1 tahun setelah tanggal daluarsa bets bersangkutan.
Pengambilan Sampel
ü Pengambilan sampel merupakan kegiatan yang penting dari sistem pemastian mutu. Personil
yang mengambil sampel harus memperoleh pelatihan awal dan pelatihan secara berkala.
Pengambilan sampel dilakukan terhadap bahan awal dan bahan pengemas. Jumlah sampel
yang diambil hendaknya ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan
sampel. Kegiatan pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah
kontaminasi atau efek lain yang berpengaruh terhadap mutu.
ü Sampel pertinggal dengan identitas lengkap yang mewakili tiap bets bahan awal. Untuk
sampel produk jadi hendaknya disimpan dalam kondisi yang sama dengan kondisi pemasaran
sebagaimana yang tertera pada label. Jumlah sampel tertinggal minimal 2 kali dari jumlah
yang dibutuhkan untuk pengujian, kecuali uji sterilitas. Sampel tertinggal dari tiap bets
hendaknya disimpan hingga 1 tahun setelah tanggal daluwarsa, untuk sampel bahan awal
disimpan 2 tahun setelah tanggal pelulusan produk terkait, bila stabilitasnya memungkinkan.
Persyaratan pengujian
ü Pengujian dilakukan terhadap bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
ü Semua pengawasan selama proses dilakukan menurut metode yang disetujui oleh badan
Pengawasan Mutu dan hasilnya dicatat. Setelah batas waktu penyimpanan untuk bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi tersebut habis dilakukan pengujian ulang.
Berdasarkan hasil uji tersebut bahan atau produk dapat diluluskan kembali untuk digunakan
atau ditolak. Bila bahan disimpan pada kondisi tidak sesuai, bahan tersebut diuji ulang dan
dinyatakan lulus sebelum digunakan selama proses.
Perencanaan validasi
Semua kegiatan validasi hendaknya direncanakan dahulu dan di dokumentasikan
sementara secara singkat, tepat dan jelas dalam RIV (Rencana Induk Validasi). RIV
sekurang-kurangnya mencakup: kebijaksanaan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;
ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen,
protokol, dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian
perubahan; acuan dokumen yang digunakan.
Dokumentasi
ü Protokol validasi tertulis dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan,
serta merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Protokol harus dikaji dan disetujui oleh
kabag QA.
ü Laporan harus dibuat yang mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi yang
mencakup seluruh hasil yang diperoleh serta penyimpangan yang terjadi dan perbaikan yang
telah dilakukan dan didokumentasikan.
ü Setelah kualifikasi selesai diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melanjutkan tahap
kualifikasi dan validasi.
Kualifikasi
Merupakan unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau
peralatan yang baru.
Dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi.
Persyaratan minimal untuk melakukan KI adalah: instalasi peralatan, pipa dan sarana
penunjang dan instrumen sesuai spesifikasi dan gambar teknik yang didesain; pengumpulan
dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan peralatan dari pemasok; ketentuan
dan persyaratan kalibrasi; dan verifikasi bahan konstruksi.
KO dapat dilakukan setelah KI. KO minimal mencakup: pengujian tentang proses,
sistem dan peralatan; dan pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup
batas oprasional atas dan bawah. Penyelesaian formal KO mencakup: kalibrasi, prosedur,
pengoprasian dan pembersihan, pemilihan operator dan perawatan preventif. Penyelesaian
KO fasilitas, sistem dan peralatan dilengkapi dengan persetujuan tertulis.
Agar dapat mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel
kritis pengoprasian alat. Selain itu kalibrasi, prosedur, pengoprasian dan pembersihan,
perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator harus didokumentasikan.
Validasi proses
1) Validasi prospektif
2) Validasi konkuren
3) Validasi retrospektif
Validasi yang dilakukan pada proses yang sudah berjalan (diambil dari data-data
sebelumnya). Validasi ini tidak berlaku jika terjadi perubahan formula, peralatan dan
prosedur pembuatan.
6. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik
Industri farmasi harus memperhatikan cara penyimpanan, lama penyimpanan dan cara
pengiriman obat dan/atau kembalian. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengevaluasi
kemungkinan kerusakan mutu obat. Jika kondisi kemasan masih baik namun cara
penyimpanan, lama penyimpanan dan cara pengiriman diduga dapat merusak produk, maka
produk harus dikarantina dan dilakukan koordinasi dengan industri farmasi terkait mutu
produknya.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan salah satu aspek yang paling esensial dari CPOB.
Pengawasan mutu ini akan memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
dimonitoring untuk menjaga mutu produk yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua personil dan stakeholders industri farmasi yang
berkepentingan pada semua tahapan proses produksi obat merupakan sebuah keharusan.
Dengan begitu, industri farmasi akan mampu mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Supplier)
Inspeksi diri dilaksanakan secara independen dan diverifikasi oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Tujuan pelaksanaan aspek inspeksi diri ini adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
Produksi dan Pengawasan Mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB.
Program ini dirancang untuk mendeteksi kelemahan industri farmasi dalam pelaksanaan
CPOB dan untuk memutuskan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk perbaikan ke
depannya. Pelaksanaan inspeksi diri dilakukan secara rutin dan didokumentasikan untuk
selanjutnya dibuatkan program tindak lanjut yang efektif. Audit Mutu dilaksanakan oleh
spesialis dari luar atau independen atau juga bisa tim yang dibentuk oleh manajemen
perusahaan yang berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu ini meliputi
pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan tujuan
spesifik untuk meningkatkan mutu.
Audit mutu ini juga dapat diperluas terhadap supplier bahan produksi atau bahan pengemas
yang telah memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan oleh industri farmasi yang
bersangkutan.
9. Keluhan dan Penarikan Kembali Produk
Penarikan kembali obat merupakan suatu proses penarikan kembali produk dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets tertentu dari peredaran. Tindakan ini dilakukan apabila
ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai keluhan setelah
pemakaian produk sehingga berisiko terhadap kesehatan. Produk obat yang sudah beredar
dapat dikembalikan ke industri farmasi berdasarkan adanya laporan keluhan dari pelanggan
atau konsumen. Keluhan yang dimaksud meliputi kerusakan dan melebihi tanggal
kadaluwarsa obat, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat
menimbulkan keraguan akan identitas obat, mutu, jumlah atau berat dan keamanan obat yang
bersangkutan,
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen untuk Pemastian
Mutu. Tujuan dilakukannya dokumentasi adalah untuk memastikan setiap personil akan
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci. Dengan dokumentasi yang jelas
akan mampu memperkecil risiko terjadinya kekeliruan atau salah tafsir yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan, tidak didukung dengan pesan yang tertulis
atau dikirim secara elektronik.
C. CPOB 2012
a. Pengertian CPOB
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah bagian dari pemastian mutu yang
secara konsisten memastikan bahwa produk diproduksi dan dikendalikan untuk mencapai
standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan pemenuhan ketentuan izin edar.
Tujuan utama dari CPOB adalah menghilangkan risiko yang selalu ada pada saat pembuatan
produk
b. Aspek-aspek CPOB
Adapun Aspek Aspek dan ruang lingkup CPOB 2012:
1. Manajemen mutu
2. Personalia
4. Peralatan
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu & persetujuan pemasok
9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk
10. Dokumentasi
Steril adalah suatu kondisi absolute dan harus tidak pernah digunakanatau dianggap
secara relatif sebagai bahan atau hampir steril
Sterilisasi Inaktivasi atau pengurangan mikroba hidup sampai batas yang dapat
diterima, yang dilakukan dengan cara yang sesuai.
Teknik Aseptis Rangkaian tindakan yang dilakukan untuk menghindarkan
kontaminasi produk oleh mikroorganisme.
b. Popp CPOB 2012 Jilid 2 (2012)
Steril Bebas dari mikroorganisme viabel.
Sterilisasi Inaktivasi atau pengurangan mikroba hidup sampai batas yang dapat
diterima, yang dilakukan dengan cara yang sesuai
Teknik aseptis adalah Rangkaian tindakan yang dilakukan untuk menghindarkan
kontaminasi produk oleh mikroorganisme.
c. Ansel, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal : 339
4. a. Menurut Depkes RI, 2008 (Modul 1 materi pelatihan dan peningkatan pengetahuan serta
keterampilan memilih obat bagi tenaga kesehatan : 12) Nomor batch adalah nomor kode
produksi yang dikeluarkan oleh industri farmasi.
b. Mmenurut Sarfaraz, 2009 ( Handbook of phamaceutical manufacturing formulations
liquid product) nomor batch merupakan kombinasi dari angka, huruf dan simbol yang
mengidentifikasi kumpulan dan dari mana sejarah produksi dan distribusi bisa ditentukan.
Kombinasi khas angka atau huruf yang digunakan untuk mengenali batch pada label dimana
catatan batchnya sesuai dengan sertifikat analis dan lain-lain.
c. Menurut Ansel, 2013 (pharmaceuticals dosage forms and drug delivery systems : 78)
nomor batch adalah kombinasi huruf, angka atau simbol berbeda dari sejarah lengkap
pembuatan, pemprosesan, pengemasan, penahanan dan distribusi batch atau banyaknya
produk obat dapat ditentukan
5. a. Menurut Depkes RI, 2008 ( Modul 1 materi pelatihan dan peningkatan pengetahuan
serta keterampilan memilih obat bagi tenaga kesehatan : 12) nomor registrasi adalah tanda
ijin edar absah yang diberikan oleh pemerintah
b. Menurut (PERMENKES RI NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG
REGISTRASI OBAT) nomor registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan izin edar
c. Menurut BPOM, 2015 (Gerakan nasional peduli obat dan pangan aman : 2-3) nomor
registrasi adalah nomor izin edar yang diberikan pemerintah sebagai tanda untuk memastikan
obat telah terdapat di BPOM sehingga obat dijamin keamanannya, khasiat dan bermutu.
Isotonis adalah larutan yang memiliki tonisitas yang sama dengan cairan biologis
tubuh yang spesifik tersebut dengan tujuan untuk bercampur dengan larutan tersebut, dan
umumnya dianggap setara dengan natrium klorida 0,9%. Atau isotonis adalah suatu larutan
yang memiliki tekanan osmosis yang sama seperti cairan tubuh tertentu.
hipotonik adalah larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih rendah daripada cairan
tubuh.
Hipertonik adalah larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih besar daripada cairan
tubuh.
isotonis adalah suatu keadaan tonisitas (tekanan osmosis) larutan obat yang sama
dengan tonisitas cairan tubuh kita (misalnya darah dan air mata)
hipotonis berarti tonisitas larutan obat lebih kecil daripada cairan tubuh.
Hipertonis adalah tonisitas larutan obat lebih besar daripada cairan tubuh.
c. Menurut Buku Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik.
Larutan yang isotonis tidak akan menyebabkan suatu jaringan membengkak atau
berkontraksi bila mereka berkontak dan juga tidak menyebabkan rasa tidak enak bila
diteteskan ke mata, saluran hidung, darah atau jaringan tubuh lainnya. Larutan dapat
dikatakan mempunyai konsentrasi garam yang sama dan tekanan osmotik yang sama dengan
konsentrasi garam dan tekanan osmotik sel darah merah; larutan ini dikatakan isotonis
dengan darah. Keluarnya air dari dalam sel menyebabkan sel mengerut dan mengecil. Dalam
hal ini larutan garam disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah dicampur dengan
Natrium klorida 0,2 % atau air suling, air akan memasuki sel darah, akibatnya sel itu akan
membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala ini dikenal dengan
peristiwa hemolisis. Lautan garam lemah atau air disebut hipotonis dengan darah.
W=
W = Banyaknya bahan (g) yang dibutuhkan dalam 100 mL larutan
a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dalam konsentrasi 1% b/v
a = ΔTb. C
ΔTb = Penurunan titik beku
C = Konsentrasi zat (dalam %)
b =Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu
isotoni (NaCl) = 0,576.
ΔTb =
ΔTb = Turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = Turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (Konstant kryoskopik
air=1,86 yang menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g
pelarut)
m = Zat yang ditimbang (g)
n = Jumlah ion
M = Berat molekul zat aktif
L = Massa pelarut (g)
E = 17
E = Ekivalensi NaCl
L = Turunnya titik beku molal
M = Berat molekul zat terlarut
Catatan : Bila dalam pustaka tidak memperoleh data E atau nilai Tb maka
dapat mempergunakan rumus berikut
ΔTb = Liso.
Atau
E = 17
ΔTb = Penurunan titik beku
Liso = Harga tetapan, untuk senyawa no elektrolit 1,86; untuk elektrolit
lemah 2; untuk uni-valen 3,4 dll.
M = Berat molekul
m = Berat zat terlarut (g)
V = Volume larutan (mL)
A. TONISITAS
(Tim Dosen Farmasi. 2019. Penuntun Praktikum Compounding & Dispering
(FRS 401). Halaman: 7-11)
Untuk menghitung tonisitas sediaan dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu
dengan metode ekivalensi NaCl (E), Penurunan titik beku (ΔTf) dan metode Liso. Dalam
prakteknya masing-masing metode dapat dipakai tergantung data zat aktif dan eksipien
yang tersedia.
1. Metode Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu
zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan Efek osmotik yang sama atau
ekivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium klorida (g) yang menghasilkan
tekanan osmotik sama seperti 1 gr bahan obat dengan syarat bahwa baik natrium klorida
maupun bahan obat berada dalam larutan bervolume sama. Misalnya ekivalensi NaCl
asam Borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang
sama dengan 0,55 g NaCl. Suatu sediaan dikatakan isotonis jika memiliki tonisitas sama
dengan 0,9% NaCl. Perlu diingat bahwa tidak semua sediaan bisa dibuat isotonis dengan
menambahkan pengisotonis NaCl. Nilai E dapat merujuk pada literatur seperti farmakope
Indonesia V, the pharmaceutical codex dan literatur lain. nilai E pada literatur dapat
bervariasi, tergantung pada konsentrasi bahan pemilihan didasarkan pada konsentrasi
yang paling mendekati konsentrasi bahan yang digunakan dalam formula.
Dengan bantuan ekivalensi natrium klorida (E) dapat di hitung volume air yang
dibutuhkan untuk membuat larutan bahan obat isotonis. untuk itu berlaku:
Tonisitas total = (m1 . m1)+(m2.E2)+(mn.En)
Keterangan:
m: Massa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat
E: Ekivalensi natrium klorida
2. Metode Penurunan Titik Beku
Suatu sediaan dikatakan isotonis jika mengakibatkan penurunan titik beku
(ΔTf) sebanyak 0,52° dari titik beku pelarut murni yang digunakan. ΔTf 0,52° ini
adalah penurunan titik beku yang diakibatkan oleh 0,9% NaCl atau 5,5%
dekstrosa dalam air. Dengan ini kita pun dapat menarik hubungan antara metode
ekivalensi NaCl dan metode penurunan titik beku sehingga dapat menghitung tonisitas
sediaan apabila data zat aktif dan eksipien yang terlarut ada yang berupa data E dan
ΔTf. Ada dua cara dalam menghitung tonisitas dengan metode ini yaitu:
Cara 1
0,52−α
Dengan menggunakan persamaan: W =
b
W = Jumlah (g) bahan pengisotonis dalam 100 ml larutan
a = Turunnya. beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk
larutan 1%
b = Turunnya. beku air yang dihasilkan oleh 1% B bahan pembantu isotonis. jika
konsentrasi tidak dinyatakan, a= 0.
Cara 2
K . m .n .1000
Dengan menggunakan persamaan: Tb =
M.L
Tb = turunnya. beku larutan terhadap pelarut murninya
K = turunnya. titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta kryoskopik air = 1,86 yang
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 gr cairan)
m = zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M= berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)
3. Metode Liso
Metode ini dipakai jika data E dan ΔTf tidak diketahui. dengan menggunakan
Liso dapat dicari harga E atau ΔTf zat lalu perhitungan tonisitas dapat dilanjutkan
seperti cara di atas
Hubungan antara ekivalensi NaCL dalam kurung besar dengan liso:
Liso
s = 17
M
Keterangan:
E = Ekivalensi NaCl
Liso = Nilai tetapan disosiasi (dilihat tabel)
M = Massa molekul zat
Hubungan antara ΔTf dengan Liso:
Liso m 1000
Tf = m 1000 m p
Mv
Keterangan :
ΔTf = Penurunan titik beku
Liso= Nilai tetapan disosiasi (dilihat tabel)
m = Bobot zat terlarut gram
M = Massa molekul zat
V = Volume larutan (ml)
Menurut CPOB (BPOM, 2006: 13-19) pembagian ruangan produksi steril meliputi :
a. Area penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara
penimbangan hendaklah dilakukan di area terpisah yang didesain khusus untuk
kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area
produksi.
b. Area produksi
Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk :
Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan
antara satu ruangan dan ruangan lainnya mengikuti urutan tahap produksi dan
menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan
Mencegah kerusakan dan ketidakteraturan
Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang terlaksana
Tingkat kebersihan ruang area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan
sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap
kelas kebersihan sesuai dengan tabel berikut
c. Area penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan
dengan rapid an teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan
bahan pengemas produk antara produk ruahan dan produk dalam satatus karantina,
produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau
produk yang ditarik dari peredaran.
d. Area pengawasan mutu
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah sesuai kegiatan yang dilakukan. Luas
ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampuran dan pencemaran silang.
Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk
sampel, baku pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan.
e. Sarana pendukung
Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan
toilet harus disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak
boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang
ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun
letaknya terpisah.