Anda di halaman 1dari 34

1.

Pengertian dan aspek-aspek CPOB


2. Perbedaan steril, sterilisasi dan tehnik aseptis
3. Metode sterilisasi
4. Pengertian nomor batch
5. Pengertian nomor registrasi
6. Perbedaan isotonis, hipotonis, dan hipertonis
7. Metode perhitungan tonisitas
8. Pembagian ruang produksi steril

JAWAB

ASPEK-ASPEK CPOB

CPOB 2006

a. Pengertian CPOB

CPOB adalah suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya

Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 :

Ø   manajemen Mutu,

Ø  Personalia

Ø  Bangunan dan Sarana Penunjang,

Ø  Peralatan,

Ø  Sanitasi dan Higiene,

Ø  Produksi,

Ø  Pengawasan Mutu,

Ø  Inspeksi Diri dan Audit Mutu,

Ø  Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian,

Ø  Dokumentasi,

Ø  Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak,


Ø  Kualifikasi dan Validasi

1. Manajemen Mutu

Industri farmasi termasuk dalam High Regulatory Industri. Disebut sebagai high


regulatory industri karena produk-produk (misalnya : obat) hasil Industri Farmasi mempunyai
efek yang besar bagi konsumennya. Bahkan dapat dikatakan jika terjadi kesalahan/kerusakan
pada produk-produknya dapat menyebabkan kematian bagi yang mengkonsumsinya. Selain
itu orang-orang ataupun konsumen tidak mengetahui jika produk (misalnya obat) tidak
memenuhi standar, rusak, terkontaminasi, under dosis ataupun overdosis.

Industri farmasi harus memberikan jaminan bahwa obat yang diproduksi memenuhi


standar yang ditentukan, berkhasiat dan terjamin keamanannya. Untuk itu maka deperlukan
Management Mutu untuk menghasilkan produk yang terjamin kualitasnya, terjamin
kemanannya, dan memenuhi standar yang ditentukan sesuai dengan penggunaannya.

Kebijakan Mutu perusahaan sendiri adalah pernyataan formal dan tertulis dari
management puncak suatu industri farmasi yang menyatakan arahan dan komitmen dalam
mutu produk.

Untuk dapat melaksankan Kebijakan Mutu, dibutuhkan 2 unsur dasar, yaitu


1. Infrastruktur atau Sistem, mencakup struktur Organisasi, Prosedur, Proses dan Sumber
Daya
2. Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA), yaitu suatu tindakan sistematis yang diperlukan
untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi (dalam artian :
memastikan apakah produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan standar mutu atau
tidak), sehingga produk yang dihasilkan selalu memenuhi persayaratan mutu yang ditetapkan.

Quality Assurance (QA)

Quality Assurance adalah suatu konsep yang luas mencakup semua aspek yang secara
kolektif maupun individual mempengaruhi mutu, dari konsep design hingga produk tersebut
ditangan konsumen. Departemen QA ini memastikan dan bertanggunggjawab secara
menyeluruh bahwa CPOB dapat dijalankan di perusahaan dengan baik sehingga selalu
menghasilkan produk sesuai dengan ketentuan. Faktor lain diluar CPOB yang menjadi
tanggungjawab QA adalah desain dan pengembangan produk. Departemen ini berperan
sebagai "polisi" yang mandiri untuk memantau keseluruhan proses pembuatan obat mulai
dari pembelian bahan hingga distribusi obat jadi. Sehingga Departement QA wajib
mengetahui segala proses yang terjadi

Selain dilakukan pemastian mutu oleh departemen QA dan pengawasan mutu oleh
departemen QC, dalam sistem management mutu di industri farmasi juga dilakukan proses
Pengkajian Mutu. Proses Pengkajian Mutu meliputi :
- Jumlah yang diproduksi selama satu tahun
- Persentase produk yang gagal diproduksi selama satu tahun
- Terjadinya penyimpangan
- Produk yang direturn
- Status validasi proses, kualifikasi, dan kalibrasi alat
- Data stabilitas produk jadi dan pengawasan proses produksi yang kritis

2. Personalia

Personalia/sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan  dan penerapan


sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan   personalia berkualitas  dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personalia hendaklah
memahami  tanggung jawab masing –masing  dan dicatat. Seluruh personalia hendaklah
memahami  prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai hygiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi tugas spesifikasi dan


kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan
dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang mereka
tunjuk serta mempunyai tingkatan kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan
CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih  dalam tanggung jawab yang
tercantum pada uraian tugas.

Personil Kunci mencakup Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu ) posisi utama tersebut di jabat  oleh
personalia purna waktu. Kepala Bagian Produksi  dan Kepala  Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu ) Kepala Bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang
lain. Beberapa  fungsi   bila perlu dapat di delegasikan.
ORGANISASI, KUALIFIKASI DAN TANGGUNG JAWAB

·      Sturktur organisai industri farmasi hendaklah  sedemikian rupa sehingga Bagian Produksi,
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu )/ Pengawasan Mutu dipimpin oleh orang berbeda serta 
tidak saling bertanggung jawab  satu terhadap  lain. masing –masing personil diberi
wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan 
tugasnya secara efektif. Hendaklah personil tersebut tidak mempunyai kepentingan dilain
organisasi yang dapat menhambat atau membatasi kewajiban dalam melaksanakan tanggung
jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.

 Kepala Bagian Produksi  hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan


terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang
memadai dalam bidang  pembuatan obat dan ketrampilan manajerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan  tugas seacra profesional. Kepala Bagian
Produksi  hendaklah diberi kewenangan  dan tanggug  jawab penuh dalam produksi
obat
 Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang berkualifikasi dan lebih di
utamakan seorang apoteker memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman
praktis yang memadai dan ketrampil menejerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara profesional. Kepala  Bagian Mutu hendaklah diberi
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan  mutu
 Kepala Bagian Manjemen Mutu ( Pemastian Mutu) hendaklah seorang Apoteker yang
terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh  pelatihan sesuai, memiliki pengalaman
praktis yang memadai dan ketrampilan menejerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara profesional. Kepala Bagian Manajemen  Mutu (Pemastian
Mutu ) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan
tugas  yang berhubungan dengan sistem mutu/pemastian mutu, Memastikan
penerapan( dan bila diperlukan, membentuk ) sistem mutu

PELATIHAN

2.9     Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang tugasnya harus
berada didalam produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik
perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak
pada mutu produk.
2.10 Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat
pelatih sesuai dengan tugas yang  diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga
diberikan, dan efektifitas juga  dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia  program pelatihan
yang masing masing catatan pelatih hendaklah disimpan.

2.11  Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang berkerja di area dimana
pencemaran merupakan bahaya, misal area bersih atau area penanganan bahaya berpotensi
tinggi toksik atau bersifat sensitif.

2.12  Pengunjungan atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak masuk area
produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat dihindarkan hendaklah mereka
diberi penjelasan terlebih dahulu, teruatama  mengenai hygiene perorangan dan pakaian
pelindung yang dipersyaratkan serta  diawasi dengan ketat.

2.13   Konsep pemastian mutu dan semua tindakan yang tepat untuk meningkatkan pemahaman dan
penerapannya hendaklah dibahas secara mendalam selama pelatihan

2.14   Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang berkualifikasi.

(CPOB 2006)

3. Bangunan dan Sarana Penunjang

ü  Banguna dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak
yang memadai, serta disesuaikn kondisinya dan dirawat denagn baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar.

ü  Tata letak dan desain ruangan harus  dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko
terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan ,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu
atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu Obat.

UMUM

3.1   Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan


sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lainya
yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai hendaklah diambil tindakan
pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut.
3.2   Bangunan dan Fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat dengan tepat agar
memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah  serta
masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain.
Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.

3.3 Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat. Bangunan serta fasilitas hendaklah
dibersihkan dan, dimana perlu, di disinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. Catatan
pembersihan dan desinfeksi hendaklah disimpan.

3.4   Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan,
koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan
rapi. kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu.
Perbaikan  dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan   hati-hati agar 
kegiatan tersebut  tidak mengurangi mutu obat pasokan.

3.5  Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban  dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak
mengakibatkan dampak yang merugikan  baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan dan
ketelitian fungsi dari peralatan.

3.6   Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :

Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lainya yang mungkin dilakukan didalam sarana
yang sama atau sarana yang berdampingan dan

Pencegahaan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalulintas umum bagi personil dan
bahan atau produk, sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang
diproses.

3.7   Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah masuknya personil yang tidak
berkepentingan. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh
digunakan sebagai jalur yang tidak bekerja di area tersebut.

4. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat memiliki rancang bangun dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu
yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta untuk
memudahkan pembersihan dan peralatannya.
Syarat-syarat peralatan yang ditentukan CPOB adalah sebagai berikut :

Desain dan konstruksi

1)      Peralatan yang digunakan tidak boleh bereaksi atau menimbulkan akibat bagi bahan yang
diolah.

2)      Peralatan dapat dibersihkan dengan mudah baik bagian dalam maupun bagian luar serta
peralatan tersebut tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk.

3)      Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar, atau
ditempatkan di daerah di mana digunakan bahan yang mudah terbakar, hendaklah dilengkapi
dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosif serta dibumikan dengan sempurna.

4)      Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah
dikalibrasi menurut suatu program dan prosedur yang tepat.

Pemasangan dan penempatan

1)      Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi
dapat berjalan secara efektif dan efisien.

2)      Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang sedemikian rupa
sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung.

3)      Tiap peralatan utama hendaklah diberi nomor pengenal yang jelas.

4)      Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik
untuk mencegah kemungkinan terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan energi.

5)      Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi, pengatur suhu udara, air minum,
kemurnian air, penyulingan air dan fasilitas yang lainnya hendaklah divalidasi untuk
memastikan bahwa sistem-sistem tersebut senantiasa berfungsi sesuai dengan tujuan.

Pemeliharaan

1)      Peralatan dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah
terjadinya pencemaran yang dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian produk.

2)      Prosedur-prosedur tertulis untuk perawatan peralatan dibuat dan dipatuhi.


3)      Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama dicatat
dalam buku catatan harian. Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu
produk saja dapat dimasukkan ke dalam catatan produksi batch produk tertentu.

5. Sanitasi dan Higiene

Ø  Higiene perorangan

Ø  Sanitasi bangunan dan fasilitas

Ø  Pembersihan dan sanitasi peralatan

Ø  Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi

Personalia

1)     Semua karyawan menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum dan selama bekerja, dan
pemeriksaan mata secara berkala.

2)     Semua karyawan menerapkan higiene perorangan yang baik .

3)     Tiap karyawan yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk dilarang
menangani bahan-bahan sampai sembuh kembali.

4)     Semua karyawan melaporkan keadaan yang dapat merugikan produk.

5)     Pemakaian sarung tangan untuk menghindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan
dan produk.

6)     Karyawan menggunakan pakaian pelindung untuk keamanan sendiri.

7)     Hanya petugas yang berwenang yang boleh memasuki bangunan dan fasilitas daerah terbatas.

8)     Karyawan diinstruksikan agar mencuci tangan sebelum memasuki daerah produksi.

9)     Merokok, makan, dan minum dilarang di daerah produksi, laboratorium, dan daerah lain yang
dapat merugikan produk.

10)   Prosedur perorangan diberlakukan bagi semua orang.


Sanitasi bangunan dan fasilitas

1)      Gedung dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang
baik.

2)      Toilet dengan ventilasi yang baik tersedia dengan cukup.

3)      Tempat penyimpanan pakaian memadai.

4)      Tempat pencucian diletakkan di luar daerah steril. Bila mungkin hendaknya dilengkapi
dengan suatu sistem yang baik.

5)      Penyimpanan, penyiapan dan konsumsi makanan dibatasi di daerah khusus dan memenuhi
standar kebersihan.

6)      Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk dan dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai.

7)      Rodentisida, insektisida, bahan fumigasi, dan bahan pembersih tidak boleh mencemari
peralatan dan bahan-bahan.

8)      Ada prosedur tertulis (SOP/Standart Operation Prosedure) yang menunjukkkan


penanggungjawab sanitasi dan higiene.

Pembersihan dan   sanitasi Peralatan

1)      Peralatan dibersihkan, dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih serta diperiksa kembali
kebersihannya sebelum dipakai.

2)      Pembersihan dilakukan dengan cara vakum atau basah, dan sedapat mungkin dihindari
pencemaran produk.

3)      Pembersihan dan penyimpanan alat dan bahan pembersih dilakukan dalam ruangan yang
terpisah dari pengolahan.

4)      Prosedur yang tertulis untuk pembersih dan sanitasi dibuat  dipatuhi dan dilaksanakan.

5)      Catatan pembersihan, sanitasi, sterilisasi, dan inspeksi diri disimpan.

Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi

Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan
prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
6. Produksi

PRINSIP

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti posedur yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

UMUM

Ø  Produksi hendaklah dilakukan dan  diawasi oleh personil yang kompeten

Ø  Penanganan bahan dan produk jadi seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel,
penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah
dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat

Ø  Seluruh bahan kimia diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan
pemesanan. Wadah hendaklah dibersihkan bilamana perlu diberi penandaan dengan  data
yang sesuai.

Ø  Kerusakaan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan
hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada bagian Pengawasan mutu.

Ø  Bahan yang diterima  dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif
segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi.

Ø  Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditanggani seperti penerimaan
bahan awal.

Ø  Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara teratur pada kondisi yang disarankan
oleh pabrik pembuatannya dan diatur sedemikian agar ada pemisahan antar bets dan
memudahkan rotasi stok.

Ø  Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekokonsiliasinya hendaklah dilakukan sedemikian untuk
memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan.

Ø  Pengolahan produk yang berbeda hendaklah  tidak dilakukan secara bersamaan atau
bergantian dalam ruangan kerja yang sama kecuali tidak ada resiko terjadi campur baur atau
pencemaran kontaminasi silang.
Ø  Tiap tahapan pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba atau pencemaran lain.

Bila bekerja dengan bahan atau produk dan bahan hendaklah dilakukan tindakan khusus
untuk mencegah debu timbul serta  penyebaranya. Hal ini terrutama dilakukan pada 
penanganan bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitive.

Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi
dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk
atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada ) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan
ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi.

Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan
format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna seringkali sangat membantu  untuk
menunjukan status (misal : karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain)

Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyaluran dan alat lain untuk
transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung dengan benar.

Penyimpanan terhadap instuksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan. Bila terjadi
penyimpanan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari Kepala Bagian Pemastian Mutu
bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.

Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang.

Pada umumnya pembuatan produk non obat hendaklah dihindarikan dibuat di area
dengan peralatan yang khusus untuk produk obat.

Kegiatan dibawah ini hendak dilakukan di area yang ditentukan :

v  Penerimaan bahan

v  Karantina barang masuk

v  Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas

v  Penimbang dan penyerahan barang atau produk


v  Pengolahan

v  Pencucian peralatan

v  Penyimpanan peralatan

v  Penyimpanan produk ruahan

v  Pengemasan

v  Karantina produk jdi sebelum memperoleh kelulusan akhir

v  Pengiriman produk dan

v  Laboratourium

Bahan Awal

Ø  Validasi Proses

Ø  Pencegahan Pencemaran Silang

Ø  Sistem Penomoran Best/Lot

Ø  Penimbangan Dan Penyerahan

Ø  Pengembalian

Ø  Pengolahan

Ø  Bahan Dan Produk Kering

Ø  Pencampuran Atau Granulasi

Ø  Pencetak Tablet

Ø  Penyalutan

Ø  Pengisian Kapsul Keras

Ø  Penandaan Tablet Salut Dan Kapsul

Ø  Cairan , Krim Dan Salep, (Non Steril)

Ø  Bahan Pengemas

Ø  Kegiatan Pengemasan
Ø  Pengawasan-Selama-Proses

Ø  Bahan Dan Produk Yang Ditolak, Dipulihkan   Dan Dikembalika  

Ø  Karantina Dan Pentyerahan Produk Jadi

Ø  Catatan Pengendalian Pengiriman Obat       

Ø  Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemasan, Produk Antara ,Produk Ruhan Dan Produk
Jadi      

Ø  Pengirmian Dan Penagankutan  

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB agar tiap obat yang
dibuat memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan.

Tugas pokok pengawasan mutu meliputi penyusunan prosedur, penyiapan, instruksi,


menyusun rencana pengambilan contoh, meluluskan atau menolak bahan-bahan dan produk,
meneliti catatan sebelum produk didistribusikan, menetapkan tanggal  kadaluwarsa,
mengevaluasi pengujian ulang, menyetujui penunjukan pemasok, mengevaluasi keluhan,
menyediakan baku pembanding, menyimpan catatan, mengevaluasi obat kembalian, ikut serta
dalam program inspeksi diri dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak
lain atas dasar kontrak.

Di dalam pengawasan mutu hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

Cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik

Laboratorium pengujian meliputi bangunan dan alat-alat penunjang lengkap dan


memadai, personalia terlatih dan bertanggung jawab, peralatan instrumen yang cocok untuk
prosedur dan kalibrasi secara berkala, pereaksi dan media pembiakan yang sesuai dengan
monografi bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang divalidasi dengan fasilitas
yang digunakan, catatan pengujian menyangkut seluruh aspek yang diperlukan dan contoh
tertinggal yang disimpan dipergunakan dalam pengujian selanjutnya.

Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi
Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah spesifikasi, cara pengambilan contoh,
pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, uji
sterilisasi untuk produk steril, uji pirogenitas serta pengawasan lingkungan secara berkala
terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi dari air dan lingkungan produksi.

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

•      Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

•      Hal-hal yang diinspeksi adalah mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan, bahan awal
obat dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, pemeliharaan
gedung dan peralatan.

•      Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pemimpin perusahaan sekurang-kurangnya tiga orang dari
bidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB.

•      Pelaksanaan dan selang waktu inspeksi diri sesuai kebutuhan, sekurang-kurangnya sekali
dalam setahun.

•      Laporan inspeksi diri mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan.

•      Tindak lanjut inspeksi diri berdasarkan laporan dilakukan oleh pemimpin perusahaan.

•      Audit mutu berguna sebagai pelengkap dari inspeksi diri, yang meliputi pemeriksaan dan
penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk
meningkatkan mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim
khusus. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Daftar
pemasok yang disetujui hendaknya ditinjau ulang secara berkala dan dievaluasi secara teratur.

9.  Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk


Kembalian

Ø  Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini
dilakukan bila ada produk yang menimbulkan efek samping atau masalah medis lainnya yang
menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan laporan
hendaknya dicatat dan secepatnya ditangani kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi.
Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada
pemerintah yang berwenang.
Ø  Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: yang masih memenuhi spesifikasi yang
dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang.

Ø  Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian, pengolahan


kembali, pemeriksaan dan pengawasan mutu yang seksama.

Ø  Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaknya dimusnahkan dan dibuat
prosedurnya.

Ø  Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan dilaporkan, dan setiap
pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.

10. Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi dan manajemen
yang meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen dalam pengawasan mutu, dokumen
penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian
ruangan serta peralatan, dokumen dalam pengamanan keluhan obat dan obat jadi, dokumen
untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri, pedoman dan catatan
tentang pelatihan CPOB bagi karyawan.

Dokumentasi penting yang berkaitan dengan pengawasan mutu, yang berisi: Spesifikasi,
prosedur pengambilan sampel, prosedur pencatatan dan pengujian (termasuk lembarkerja
analisis dan/atau buku catatan laboratorium), laporan dan/atau sertifikat analisis/data
pemantauan lingkungan (bila diperlukan), catatan validasi metode analisis (bila diperlukan),
prosedur dan catatan kalibrasi instrumen serta perawatan peralatan. Semua dokumentasi yang
terkait catatan bets disimpan selama 1 tahun setelah tanggal daluarsa bets bersangkutan.

Pengambilan Sampel

ü  Pengambilan sampel merupakan kegiatan yang penting dari sistem pemastian mutu. Personil
yang mengambil sampel harus memperoleh pelatihan awal dan pelatihan secara berkala.
Pengambilan sampel dilakukan terhadap bahan awal dan bahan pengemas. Jumlah sampel
yang diambil hendaknya ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan
sampel. Kegiatan pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah
kontaminasi atau efek lain yang berpengaruh terhadap mutu.
ü  Sampel pertinggal dengan identitas lengkap yang mewakili tiap bets bahan awal. Untuk
sampel produk jadi hendaknya disimpan dalam kondisi yang sama dengan kondisi pemasaran
sebagaimana yang tertera pada label. Jumlah sampel tertinggal minimal 2 kali dari jumlah
yang dibutuhkan untuk pengujian, kecuali uji sterilitas. Sampel tertinggal dari tiap bets
hendaknya disimpan hingga 1 tahun setelah tanggal daluwarsa, untuk sampel bahan awal
disimpan 2 tahun setelah tanggal pelulusan produk terkait, bila stabilitasnya memungkinkan.

Persyaratan pengujian

ü  Pengujian dilakukan terhadap bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

ü  Pengendalian terhadap lingkungan hendaknya dilakukan sebagai berikut: pemantauan terhadap


air untuk proses dilakukan secara berkala, pemantauan mikrobiologis pada lingkungan
produksi dilakukan secara berkala, pemantauan terhadap lingkungan sekitar area produksi
untuk mendeteksi produk lain yang dapat mencemari produk yang dilakukan secara berkala,
dan pengendalian cemaran udara.

ü  Semua pengawasan selama proses dilakukan menurut metode yang disetujui oleh badan
Pengawasan Mutu dan hasilnya dicatat. Setelah batas waktu penyimpanan untuk bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi tersebut habis dilakukan pengujian ulang.
Berdasarkan hasil uji tersebut bahan atau produk dapat diluluskan kembali untuk digunakan
atau ditolak. Bila bahan disimpan pada kondisi tidak sesuai, bahan tersebut diuji ulang dan
dinyatakan lulus sebelum digunakan selama proses.

                                                     

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau


pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dan penerima
kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk yang
menjadi tanggung jawab kabag pemastian mutu (QA).

12. Kualifikasi dan Validasi

Perencanaan validasi
Semua kegiatan validasi hendaknya direncanakan dahulu dan di dokumentasikan
sementara secara singkat, tepat dan jelas dalam RIV (Rencana Induk Validasi). RIV
sekurang-kurangnya mencakup: kebijaksanaan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;
ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen,
protokol, dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian
perubahan; acuan dokumen yang digunakan.

Dokumentasi

ü  Protokol validasi tertulis dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan,
serta merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Protokol harus dikaji dan disetujui oleh
kabag QA.

ü  Laporan harus dibuat yang mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi yang
mencakup seluruh hasil yang diperoleh serta penyimpangan yang terjadi dan perbaikan yang
telah dilakukan dan didokumentasikan.

ü  Setelah kualifikasi selesai diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melanjutkan tahap
kualifikasi dan validasi.

Kualifikasi

1)     Kualifikasi Desain (KD)

     Merupakan unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau
peralatan yang baru.

2)      Kualifikasi Instalasi (KI)

         Dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi.
Persyaratan minimal untuk melakukan KI adalah: instalasi peralatan, pipa dan sarana
penunjang dan instrumen sesuai spesifikasi dan gambar teknik yang didesain; pengumpulan
dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan peralatan dari pemasok; ketentuan
dan persyaratan kalibrasi; dan verifikasi bahan konstruksi.

3)      Kualifikasi Oprasional (KO)

          KO dapat dilakukan setelah KI. KO minimal mencakup: pengujian tentang proses,
sistem dan peralatan; dan pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup
batas oprasional atas dan bawah. Penyelesaian formal KO mencakup: kalibrasi, prosedur,
pengoprasian dan pembersihan, pemilihan operator dan perawatan preventif. Penyelesaian
KO fasilitas, sistem dan peralatan dilengkapi dengan persetujuan tertulis.

4)      Kualifikasi Kinerja (KK)

                               KK dilakukan setelah KO selesai, meskipun dalam beberapa kasus KK


disatukan dengan KO. KK minimal mencakup: Pengujian dengan menggunakan bahan baku,
bahan penganti yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan; dan uji yang meliputi satu atau
beberapa kondisi yang mencakup batas atas dan bawah.

5)      Kualifikasi fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah oprasional

         Agar dapat mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel
kritis pengoprasian alat. Selain itu kalibrasi, prosedur, pengoprasian dan pembersihan,
perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator harus didokumentasikan.

Validasi proses

Terdapat 3 macam cara untuk melaksanakan validasi proses:

1)      Validasi prospektif

Validasi proses sebelum produk dipasarkan.

2)      Validasi konkuren

Validasi proses dilakukan selama proses produksi rutin.

3)      Validasi retrospektif

Validasi yang dilakukan pada proses yang sudah berjalan (diambil dari data-data
sebelumnya). Validasi ini tidak berlaku jika terjadi perubahan formula, peralatan dan
prosedur pembuatan.

Aspek-Aspek CPOB Terbaru Yang Harus Dijalankan Oleh Industri Farmasi

Industri farmasi merupakan penentu dalam menjamin ketersediaan obat yang


bermutu. Untuk memproduksi dan mendistibusikan obat ke pelanggan, setiap industri farmasi
harus mengikuti panduan Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar dapat menjamin dan
menghasilkan produk obat yang bermutu.
Produk obat yang bermutu tidak hanya ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk
akhir saja, akan tetapi setiap proses produksi obat, mulai dari penyiapan bahan baku, bahan
kemas, proses pembuatan, pengemasan hingga bangunan dan personil harus mengikuti Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
CPOB sendiri memiliki 12 aspek penting yang harus dipenuhi oleh industri farmasi.
Berikut di bawah ini akan dijelaskan mengenai kedua belas aspek tersebut dan perbedaannya
antara CPOB:2012 dan CPOB:2018.
Pengertian CPOB
CPOB adalah tata cara pembuatan obat yang baik, yang merupakan pedoman wajib
bagi semua industri farmasi, agar menghasilkan produk yang berkhasiat, aman, dan bermutu.
CPOB tidak hanya mengatur aspek produksi, akan tetapi juga pengendalian mutu obat. Hal
ini dikarenakan pengendalian mutu yang menyeluruh sangatlah penting untuk dilakukan agar
produk obat yang dihasilkan tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi
yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut (to build
quality into  the product).
Tujuan CPOB
Sampai saat ini CPOB menjadi pedoman dan acuan yang wajib dipenuhi oleh seluruh
industri farmasi di Indonesia dalam melakukan kegiatan bisnisnya. Berikut ini adalah tujuan
diperlukannya CPOB dalam sebuah industri farmasi:
 Menjamin obat dibuat secara konsisten.
 Memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
 Obat yang dibuat sesuai dengan peruntukan obat tersebut (tujuan penggunaanya).

12 Aspek Penting dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Perkembangan teknologi farmasi yang sangat pesat menyebabkan perubahan-
perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Tak ayal, hal ini
berakibat berubahnya aturan yang dibuat di dalam konsep CPOB sendiri. Sampai saat ini
CPOB yang terbaru adalah CPOB 2018 yang menggantikan CPOB 2012. Berikut perbedaan
keduanya:
Berikut di bawah ini ruang lingkup CPOB 2018 yang meliputi 12 aspek:
1. Sistem Mutu Industri Farmasi
Pemegang Izin Industri Farmasi (IIF) memproduksi obat sesuai dengan tujuan
penggunaan, memenuhi persyaratan Izin Edar atau Persetujuan Uji Klinik. Selain itu, obat
yang dibuat oleh industri farmasi harus menjaga keamanan,  mutu dan efektifitas obat agar
tidak menimbulkan risiko yang membahayakan bagi pasien atau pengguna.
Industri farmasi harus mencapai Sasaran Mutu yang handal. Diperlukan Sistem Mutu yang
didesain secara komprehensif sehingga industri farmasi dapat menerapkan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB).
2. Personalia
CPOB menyatakan bahwa suatu industri farmasi harus menyediakan sumber daya
manusia (personil) yang berkualitas dan terkualifikasi dengan jumlah yang memadai
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar.
Di dalam CPOB sendiri mensyaratkan industri farmasi untuk memberikan pelatihan kepada
seluruh personilnya. Pelatihan ini sebagai salah satu bentuk penerapan dari sistem manajemen
mutu di industri farmasi yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Pelatihan yang berkesinambungan dilakukan dengan tujuan
memperdalam pemahaman personil terhadap proses produksi dan parameter kritis dari
proses, menyediakan latihan untuk penanganan atas masalah yang terjadi, memberikan
pemahaman prinsip dan aspek CPOB, dan mempelajari penerapan suatu teori ke dalam
bentuk praktik.

3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas yang dimiliki oleh industri farmasi hendaklah memiliki desain
konstruksi yang memadai dan disesuaikan kondisinya serta dirawat dengan baik untuk
memudahkan produksi obat yang benar. Fasilitas sarana dan prasarana yang ada di ruangan
harus mampu memperkecil terjadinya risiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain. Desain atau tata letak sarana dan prasarana harus memudahkan pegawai untuk
melakukan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, terjadinya penumpukan debu atau kotoran sehingga dapat menurunkan
mutu obat.
4. Peralatan
Peralatan pembuatan obat harus ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu
obat yang dihasilkan dapat terjamin dan seragam dari bets ke bets. Selain itu, penggunaan
peralatan harus memerhatikan kebersihan agar dapat mencegah kontaminasi silang,
penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk.
5. Produksi
Industri farmasi memproduksi obat dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB. Dengan mengikuti pedoman CPOB dalam produksinya
akan menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin
pembuatan dan izin edar.

6. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik

Industri farmasi harus memperhatikan cara penyimpanan, lama penyimpanan dan cara
pengiriman obat dan/atau kembalian. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengevaluasi
kemungkinan kerusakan mutu obat. Jika kondisi kemasan masih baik namun cara
penyimpanan, lama penyimpanan dan cara pengiriman diduga dapat merusak produk, maka
produk harus dikarantina dan dilakukan koordinasi dengan industri farmasi terkait mutu
produknya.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan salah satu aspek yang paling esensial dari CPOB.
Pengawasan mutu ini akan memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
dimonitoring untuk menjaga mutu produk yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua personil dan stakeholders industri farmasi yang
berkepentingan pada semua tahapan proses produksi obat merupakan sebuah keharusan.
Dengan begitu, industri farmasi akan mampu mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. 
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Supplier)
Inspeksi diri dilaksanakan secara independen dan diverifikasi oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Tujuan pelaksanaan aspek inspeksi diri ini adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
Produksi dan Pengawasan Mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB.
Program ini dirancang untuk mendeteksi kelemahan industri farmasi dalam pelaksanaan
CPOB dan untuk memutuskan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk perbaikan ke
depannya. Pelaksanaan inspeksi diri dilakukan secara rutin dan didokumentasikan untuk
selanjutnya dibuatkan program tindak lanjut yang efektif.  Audit Mutu dilaksanakan oleh
spesialis dari luar atau independen atau juga bisa tim yang dibentuk oleh manajemen
perusahaan yang berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu ini meliputi
pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan tujuan
spesifik untuk meningkatkan mutu.
Audit mutu ini juga dapat diperluas terhadap supplier bahan produksi atau bahan pengemas
yang telah memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan oleh industri farmasi yang
bersangkutan.
9. Keluhan dan Penarikan Kembali Produk
Penarikan kembali obat merupakan suatu proses penarikan kembali produk dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets tertentu dari peredaran. Tindakan ini dilakukan apabila
ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai keluhan setelah
pemakaian produk sehingga berisiko terhadap kesehatan. Produk obat yang sudah beredar
dapat dikembalikan ke industri farmasi berdasarkan adanya laporan keluhan dari pelanggan
atau konsumen. Keluhan yang dimaksud meliputi kerusakan dan melebihi tanggal
kadaluwarsa obat, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat
menimbulkan keraguan akan identitas obat, mutu, jumlah atau berat dan keamanan obat yang
bersangkutan,
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen untuk Pemastian
Mutu. Tujuan dilakukannya dokumentasi adalah untuk memastikan setiap personil akan
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci. Dengan dokumentasi yang jelas
akan mampu memperkecil risiko terjadinya kekeliruan atau salah tafsir yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan, tidak didukung dengan pesan yang tertulis
atau dikirim secara elektronik.

11. Kegiatan Alih Daya


Kegiatan alih daya merupakan tanggung jawab industri farmasi terhadap Badan
POM untuk menghindari kesalahpahaman sehingga dapat menghasilkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kegiatan yang dialihdayakan haruslah
didefinisikan, disetujui dan dikendalikan di dalam sebuah kontrak tertulis. Hal ini dilakukan
sebagai bentuk tanggung jawab legal dari Penerima Kontrak dan Pemberi Kontrak terhadap
konsumen.
12. Kualifikasi dan Validasi
Industri farmasi melakukan identifikasi kualifikasi dan validasi yang diperlukan
sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Adanya
perubahan yang signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi
mutu produk obat hendaklah divalidasi.

C. CPOB 2012

a. Pengertian CPOB

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah bagian dari pemastian mutu yang
secara konsisten memastikan bahwa produk diproduksi dan dikendalikan untuk mencapai
standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan pemenuhan ketentuan izin edar.
Tujuan utama dari CPOB adalah menghilangkan risiko yang selalu ada pada saat pembuatan
produk

b. Aspek-aspek CPOB
Adapun Aspek Aspek dan ruang lingkup CPOB 2012:
1. Manajemen mutu

2. Personalia

3. Bangunan dan fasilitas

4. Peralatan

5. Sanitasi dan higiene

6. Produksi

7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu & persetujuan pemasok
9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk

10. Dokumentasi

11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak


12. Kualifikasi dan Validasi
2. a. Menurut Sterile Dosage Form hal : 37

 Steril adalah suatu kondisi absolute dan harus tidak pernah digunakanatau dianggap
secara relatif sebagai bahan atau hampir steril
 Sterilisasi Inaktivasi atau pengurangan mikroba hidup sampai batas yang dapat
diterima, yang dilakukan dengan cara yang sesuai.
 Teknik Aseptis Rangkaian tindakan yang dilakukan untuk menghindarkan
kontaminasi produk oleh mikroorganisme.
b. Popp CPOB 2012 Jilid 2 (2012)
 Steril Bebas dari mikroorganisme viabel.
 Sterilisasi Inaktivasi atau pengurangan mikroba hidup sampai batas yang dapat
diterima, yang dilakukan dengan cara yang sesuai
 Teknik aseptis adalah Rangkaian tindakan yang dilakukan untuk menghindarkan
kontaminasi produk oleh mikroorganisme.
c. Ansel, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal : 339

 Steril adalah bebas dari pencemaran mikroorganisme.Berbahaya


 Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan terhadap sediaanfarmasetik berarti
penghancuran sempurna seluruh mikroorganisme dan sporanya atau penghilangan
mikroorganismedari sediaan.
 Teknik aseptis merupakan metode penjagaan yang ddilakukan dalam setiap
tindakanyang membawa resiko masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
(Hinchliff, 1999).
3. : FI III:
- Cara A (pemanasan secara basah; autoklaf pada suhu 1150-1160C (selama 30 menit
dengan uap air panas)
- Cara B (dengan penambahan bakterisida)
- Cara C (dengan penyaring bakteri steril)
- Cara D (pemanasan secara kering; oven pada suhu 1500C selama 1 jam degan udara
panas)
- Cara aseptic (mencegah dan menghindrkan lingkungan dengan cemaran bakteri
seminimal mungkin)
FI IV:
- Sterilisasi uap. Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus autoklaf yang didalam
farmakope ditetapkan bahwa untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada
suhu 1210C, kecuali dinyatakan lain
- Sterilisasi panas kering. Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus oven modern
yang dilengkapi dengan udara yang dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang
dapat diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah sekitar 150C, jika alat
sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 2500C
- Sterilisasi gas. Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan
dengan gas inert (CO2). Akan tetapi, gas etilen oksida ini memiliki keburukan, yaitu
sangat mudah terbakar, bersifat mutagenic, dan kemungkinan meninggalkan residu
toksik di dalam bahan yang di steilkan, terutama yang mengandung ion klorida.
- Sterilisasi dengan radiasi ion. Ada dua jenis radiasi ion yang digunakan yaitu
disintegrasi radioaktif dan radioisotope (radiasi gamma) dan radiasi berkas electron.
- Sterilisasi dengan penyaringan. Sterilisasi untuk larutan yang labil terhadap panas
dilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba
sehingga mikroba yang dikandungnya dapat dipisahkan secara fisika.
- Sterilisasi dengan cara aseptic. Proses ini untuk mencegah masuknya mikroba hidup
ke dalam komponen steril atau komponen yang melewati proses-antara sehingga
produk setengah jadi atau produk ruahanya bebas dari mikroba hidup.
Kemenkes,2016:
-Autoklaf (Cara Panas Basah)
- Oven (Cara Panas Kering)
-Radiasi Sinar γ, Elektron dipercepat (Cara Dingin)
-Gas Etilen Oksida (Cara Dingin)
-Filtrasi (Removal Bakteri)

4. a. Menurut Depkes RI, 2008 (Modul 1 materi pelatihan dan peningkatan pengetahuan serta
keterampilan memilih obat bagi tenaga kesehatan : 12) Nomor batch adalah nomor kode
produksi yang dikeluarkan oleh industri farmasi.
b. Mmenurut Sarfaraz, 2009 ( Handbook of phamaceutical manufacturing formulations
liquid product) nomor batch merupakan kombinasi dari angka, huruf dan simbol yang
mengidentifikasi kumpulan dan dari mana sejarah produksi dan distribusi bisa ditentukan.
Kombinasi khas angka atau huruf yang digunakan untuk mengenali batch pada label dimana
catatan batchnya sesuai dengan sertifikat analis dan lain-lain.
c. Menurut Ansel, 2013 (pharmaceuticals dosage forms and drug delivery systems : 78)
nomor batch adalah kombinasi huruf, angka atau simbol berbeda dari sejarah lengkap
pembuatan, pemprosesan, pengemasan, penahanan dan distribusi batch atau banyaknya
produk obat dapat ditentukan

5. a. Menurut Depkes RI, 2008 ( Modul 1 materi pelatihan dan peningkatan pengetahuan
serta keterampilan memilih obat bagi tenaga kesehatan : 12) nomor registrasi adalah tanda
ijin edar absah yang diberikan oleh pemerintah
b. Menurut (PERMENKES RI NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG
REGISTRASI OBAT) nomor registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan izin edar
c. Menurut BPOM, 2015 (Gerakan nasional peduli obat dan pangan aman : 2-3) nomor
registrasi adalah nomor izin edar yang diberikan pemerintah sebagai tanda untuk memastikan
obat telah terdapat di BPOM sehingga obat dijamin keamanannya, khasiat dan bermutu.

6. a. menurut buku kalkulasi farmasetik : panduan untuk apoteker.

Isotonis adalah larutan yang memiliki tonisitas yang sama dengan cairan biologis
tubuh yang spesifik tersebut dengan tujuan untuk bercampur dengan larutan tersebut, dan
umumnya dianggap setara dengan natrium klorida 0,9%. Atau isotonis adalah suatu larutan
yang memiliki tekanan osmosis yang sama seperti cairan tubuh tertentu.

hipotonik adalah larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih rendah daripada cairan
tubuh.

Hipertonik adalah larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih besar daripada cairan
tubuh.

b.menurut buku farmasetika dasar dan hitungan farmasi

isotonis adalah suatu keadaan tonisitas (tekanan osmosis) larutan obat yang sama
dengan tonisitas cairan tubuh kita (misalnya darah dan air mata)

hipotonis berarti tonisitas larutan obat lebih kecil daripada cairan tubuh.

Hipertonis adalah tonisitas larutan obat lebih besar daripada cairan tubuh.

c. Menurut Buku Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik.

Larutan yang isotonis tidak akan menyebabkan suatu jaringan membengkak atau
berkontraksi bila mereka berkontak dan juga tidak menyebabkan rasa tidak enak bila
diteteskan ke mata, saluran hidung, darah atau jaringan tubuh lainnya. Larutan dapat
dikatakan mempunyai konsentrasi garam yang sama dan tekanan osmotik yang sama dengan
konsentrasi garam dan tekanan osmotik sel darah merah; larutan ini dikatakan isotonis
dengan darah. Keluarnya air dari dalam sel menyebabkan sel mengerut dan mengecil. Dalam
hal ini larutan garam disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah dicampur dengan
Natrium klorida 0,2 % atau air suling, air akan memasuki sel darah, akibatnya sel itu akan
membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala ini dikenal dengan
peristiwa hemolisis. Lautan garam lemah atau air disebut hipotonis dengan darah.

7. (Kemenkes. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril, Halaman : 75- 77)


a. Tonisitas
Metode : Ekivalensi NaCl
Perhitungan :
Osmositas
Perhitungan Tonisitas
(Menurut Kartamihardja, Haruman, dkk. 2018. Modul Praktikum Teknologi Formulasi
Sediaan Steril Sekolah Tinggi Farmasi Bandung. Halaman: 13-14)
1. Metode turunnya titik beku
Terdapat dua rumus yang dapat dipakai dalam menghitung tonisitas menggunakan
metode turunnya titik beku larutan. Rumus pertama adalah mencari berapa banyak bahan
pengisotoni yang dibutuhkan agar larutan tersebut mencapai nilai tonisitas yang sama dengan
nilai tonisitas darah.

W=
W = Banyaknya bahan (g) yang dibutuhkan dalam 100 mL larutan
a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dalam konsentrasi 1% b/v
a = ΔTb. C
ΔTb = Penurunan titik beku
C = Konsentrasi zat (dalam %)
b =Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu
isotoni (NaCl) = 0,576.

ΔTb =
ΔTb = Turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
K = Turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (Konstant kryoskopik
air=1,86 yang menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g
pelarut)
m = Zat yang ditimbang (g)
n = Jumlah ion
M = Berat molekul zat aktif
L = Massa pelarut (g)

2.1.2 Metode Ekivalensi NaCI


Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu
pelarut terhadap jumlah NaCl yang efek osmotik yang sama.
I
L=
C
L = Turunnya titik beku MOLAL
I = Turunnya titik beku akibat zat terlarut (°C)
C = Konsentrasi molal zat terlarut
Atau

E = 17
E = Ekivalensi NaCl
L = Turunnya titik beku molal
M = Berat molekul zat terlarut

Catatan : Bila dalam pustaka tidak memperoleh data E atau nilai Tb maka
dapat mempergunakan rumus berikut

ΔTb = Liso.
Atau

E = 17
ΔTb = Penurunan titik beku
Liso = Harga tetapan, untuk senyawa no elektrolit 1,86; untuk elektrolit
lemah 2; untuk uni-valen 3,4 dll.
M = Berat molekul
m = Berat zat terlarut (g)
V = Volume larutan (mL)

A. TONISITAS
(Tim Dosen Farmasi. 2019. Penuntun Praktikum Compounding & Dispering
(FRS 401). Halaman: 7-11)
Untuk menghitung tonisitas sediaan dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu
dengan metode ekivalensi NaCl (E), Penurunan titik beku (ΔTf) dan metode Liso. Dalam
prakteknya masing-masing metode dapat dipakai tergantung data zat aktif dan eksipien
yang tersedia.
1. Metode Ekivalensi NaCl
Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu
zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan Efek osmotik yang sama atau
ekivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium klorida (g)  yang menghasilkan
tekanan osmotik sama seperti 1 gr bahan obat dengan syarat bahwa baik natrium klorida
maupun bahan obat berada dalam larutan bervolume sama.  Misalnya ekivalensi NaCl
asam Borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang
sama dengan 0,55 g NaCl. Suatu sediaan dikatakan isotonis jika memiliki tonisitas sama
dengan 0,9% NaCl. Perlu diingat bahwa tidak semua sediaan bisa dibuat isotonis dengan
menambahkan pengisotonis NaCl. Nilai E dapat merujuk pada literatur seperti farmakope
Indonesia V, the pharmaceutical codex dan literatur lain. nilai E pada literatur dapat
bervariasi, tergantung pada konsentrasi bahan pemilihan didasarkan pada konsentrasi
yang paling mendekati konsentrasi bahan yang digunakan dalam formula.
Dengan bantuan ekivalensi natrium klorida (E)  dapat di hitung volume air yang
dibutuhkan untuk membuat larutan bahan obat isotonis. untuk itu berlaku:
Tonisitas total = (m1 . m1)+(m2.E2)+(mn.En)
Keterangan:
m:  Massa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat
E: Ekivalensi natrium klorida
2. Metode Penurunan Titik Beku
Suatu sediaan dikatakan isotonis jika mengakibatkan penurunan titik beku
(ΔTf) sebanyak 0,52° dari titik beku pelarut murni yang digunakan. ΔTf 0,52° ini
adalah penurunan titik beku yang diakibatkan oleh 0,9% NaCl atau 5,5%
dekstrosa dalam air. Dengan ini kita pun dapat menarik hubungan antara metode
ekivalensi NaCl dan metode penurunan titik beku sehingga dapat menghitung tonisitas
sediaan apabila data zat aktif dan eksipien yang terlarut ada yang berupa data E dan
ΔTf. Ada dua cara dalam menghitung tonisitas dengan metode ini yaitu:
Cara 1
0,52−α
Dengan menggunakan persamaan: W =
b
W = Jumlah (g) bahan pengisotonis dalam 100 ml larutan
a = Turunnya. beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk
larutan 1%
b = Turunnya. beku air yang dihasilkan oleh 1% B bahan pembantu isotonis. jika
konsentrasi tidak dinyatakan, a= 0.
Cara 2
K . m .n .1000
Dengan menggunakan persamaan: Tb =
M.L
Tb = turunnya. beku larutan terhadap pelarut murninya 
K = turunnya. titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta kryoskopik air = 1,86 yang
menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 gr cairan) 
m = zat yang ditimbang (g)
n = jumlah ion
M= berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)

3. Metode Liso
Metode ini dipakai jika data E dan ΔTf tidak diketahui. dengan menggunakan
Liso dapat dicari harga E atau ΔTf zat lalu perhitungan tonisitas dapat dilanjutkan
seperti cara di atas
Hubungan antara ekivalensi NaCL dalam kurung besar dengan liso:
Liso
s = 17
M
Keterangan:
E = Ekivalensi NaCl
Liso = Nilai tetapan disosiasi (dilihat tabel)
M = Massa molekul zat
Hubungan antara ΔTf dengan Liso:
Liso m 1000
Tf = m 1000 m p
Mv
Keterangan :
ΔTf = Penurunan titik beku
Liso= Nilai tetapan disosiasi (dilihat tabel)
m = Bobot zat terlarut gram
M = Massa molekul zat
V = Volume larutan (ml) 

8. Menurut Formulasi Steril (Lukas, hal: 1) pembagian ruangan meliputi :


a. Ruang penyimpanan, digunakan untuk menyimpan bahan baku dan produk jadi atau
sebagai gudang.
b. Ruang pencucian, digunakan untuk preparasi dalam persiapan produksi atau
kemasan produk.
c. Ruang preparasi, digunakan untuk preparasi peralatan yang digunakan. Selain itu,
ruangan preparasi juga dipakai untuk melakukan penimbangan, pencampuran serta
penyaringan komponen bahan aktif obat.
d. Ruang steril, adalah tempat yang disiapkan secara khusus, terbuat dari bahan-bahan
dan tata bentuk yang sesuai dengan CPOB. Ruangan ini dipersiapkan untuk produksi
obat steril. Obat atau bahan obat yang diproduksi harus dipastikan dalam kondisi
tidak terkontaminasi.
e. Ruang pengemasan, ruangan ini digunakan untuk pengepakan produk obat yang
akan diedarkan.

Menurut CPOB (BPOM, 2006: 13-19) pembagian ruangan produksi steril meliputi :
a. Area penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara
penimbangan hendaklah dilakukan di area terpisah yang didesain khusus untuk
kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area
produksi.
b. Area produksi
Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk :
 Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan
antara satu ruangan dan ruangan lainnya mengikuti urutan tahap produksi dan
menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan
 Mencegah kerusakan dan ketidakteraturan
 Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang terlaksana
Tingkat kebersihan ruang area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan
sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap
kelas kebersihan sesuai dengan tabel berikut

c. Area penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan
dengan rapid an teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan
bahan pengemas produk antara produk ruahan dan produk dalam satatus karantina,
produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau
produk yang ditarik dari peredaran.
d. Area pengawasan mutu
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah sesuai kegiatan yang dilakukan. Luas
ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampuran dan pencemaran silang.
Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk
sampel, baku pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan.
e. Sarana pendukung
Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan
toilet harus disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak
boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang
ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun
letaknya terpisah.

Anda mungkin juga menyukai