industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya (Badan POM RI, 2012).
Berikut merupakan aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2012 :
a. Manajemen mutu
Unsur dasar manajemen mutu adalah sistem mutu dan pemastian mutu. Sistem
mutu mancakup struktur organisasi prosedur, proses, dan sumber daya. Pemastian mutu
(QA) adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan
bahwa obat yang dihasilkan dengan mutu sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Sedangkan pengawasan mutu (QC) adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel. Spesifikasi, pengujian serta organisasi, dokumentasi, prosedur
pelulusan (Badan POM RI, 2012).
Pemastian mutu mencakup Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ditambah
dengan faktor lain diluar pedoman seperti desain dan pengembangan produk. Sistem
pemastian mutu yang benar dan tepat bagi industri farmasi gendaklah memastikan
bahwa :
1) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan memperhatikan persyaratan
CPOB dan semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas.
2) Tanggungjawab menegerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
3) Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan awal dan
pengemasan uang benar.
4) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasam selama proses (In
Process Control/ IPC) lain memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
5) Pengkajian terhadap semua dokumen yang terikat dengan proses pengemasan dan
pengujian batch produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam izin edar dan pengaturan lain ang berkaitan dengan aspek produksi,
pengawasan mutu dan pelulusan produk.
6) Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat mungkin
produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar
mutu tetap dijaga selama masa edar atau masa simpan obat.
7) Tersedia prosedur inspeksi diri dan audit mutu yang secara berkala mengevaluasi
efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
8) Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi
spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
9) Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat.
10) Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk.
11) Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
12) Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan
memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan (Badan POM RI, 2012).
Managemen resiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian,
pengendalian dan pengkajian resiko terhadap mutu suatu produk. Managemen resiko
mutu hendaklah memastikan bahwa :
1) Evaluasi resiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secarailmiah,
pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terikat pada perlindungan pasien.
2) Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses managemen resiko mutu
sepadan dengan tingkat resiko (Badan POM RI,2012).
b. Personalia
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat,
terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan dengan
baik. semua personil harus pagam prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu.
Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat
dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan
perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat
managerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga akan berdampak pada
mutu produk yang dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program
pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis penyakit yang dapat
berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan
handaklah ada catatan kesehatan mental dan fisiknya.
Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi
hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, juga dapat
ditampilkan pada uraian tugas masing-masing.
Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan
jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat karena jumlah karyawan yang
sedikit biassanya mengakhibatkan kerja lembur sehingga dapat menimbulkan kelelahan
fisik dan mental baik bagi operator ataupun supervisor yang melakukan evaluasi atau
mengambil keputusan (Badan POM RI, 2012).
Berdasarkan Peraturam Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 pasal 9, Industri
Farmasi minimal harus memiliki tiga orang apoteker sebagai penanggungjawab masing-
masing pada bidang pemastian mutu, produksi da pengawasan mutu setiap produksi
sediaan farmasi.
c. Bangunan dan fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, kontruksi,
letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan bauk
ubtuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus
dibuat sedemukian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran
silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang
efektif untuk menhindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak
lain yang dapat menurunkan mutu obat (Badan POM RI, 2012).
Tingkat kebersihan ruangan untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai
dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan
sesuai tablet dibawah ini :
Tabel 1. Klasifikasi tigkat kebersihan area industri farmasi
Kelas A,B,C dan D adalah kelas kebersihan ruang pembuatan produk steril. Kelas E
adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk non steril. Ruang produksi
hendaknya dilengkapi dengan sistem ventilasi dengan pengontrol udara yang sesuai bagi
produk dan aktifitas yang dilakukan, baik terhadap ruang lain maupun terhadap udara luar.
Rancangan bangunan hendaklah dibuat sehingga untuk kegiatan yang berhubungan
dengan daerah luar sarananya dikelompokan. Kegiatan yang berhubungan langsung dengan
daerah luat antara lain adalah penerimaan bahan awal, keluar masuk karyawan, pemakaian
seragam kerja, toilet, tempat cuci tangan dan penyerahan produk jadi untuk distribusi.
Rancangan perlu ditekankan agar tidak berdampak negatif terhadap kegiatan produksi yang
dilakukan di area dengan kelas kebersihan lebih tinggi.
Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan kontruksi bangunan demi
keefektifan semua kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi, dan pengawasan serta
untuk menghindari ketidakteraturan. Tata letak ruang dalam area produksi yang harus
dipenuhi antara lain untuk memperkecil resiko bahaya medis yang serius akhibat terjadi
pencemaran silang, suatu darana khusus harus disediakan untuk produksi obat tertentu, luas
area kerja produksi minimal 2 kali luas yang dierlukan untuk penempatan peralatan
ditambah luas area untuk keperluan pembersihan dan perawatan mesin oleh operator
prodksi atau teknisi. Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu hendaklah kedap
air, tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel,
mudah dibersihkan serta tahan terhadap proses pembersihan dan desinfektan yang
digunakan berulang kali dengan memperhatikan faktor kepadatan, prioritas, tekstur dan
sifat elektrostatis.
d. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancangan
bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, dan ditempatkan dengan tepat
sehingga mutu dari setiap produk obat terjamin secara seragam daru batch ke batch, serta
untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.
Rancangan bangunan dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara,
produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat
mengubah identitas, mutu atau kemurniannya diluar batas yang ditentukan.
2) Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk.
3) Bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus, seperti pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan lagsung dengan bahan yang diolah.
4) Perlatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun
bagian luar.
5) Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menuji, dan mencatat
hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta di kalibrasi menurut suatu
program dan prosedur yang tepat.
6) Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat.
7) Alat-alat harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja.
8) Daerah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan yang mudah terbakar
hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta
dibumikan dengan sempurna (Badan POM RI, 2012).
e. Santiasi dan higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan dan kelengkapan,
bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran
produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene
yang menyeluruh serta terpadu. Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah
divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu
memenuhi persyaratan.
Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian
pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua oersonil yang memasuki area produksi, baik
karyawan purna waktu, paruh waktu atau bukan karyawan yang berada diarea pabrik,
misalnya karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan instruktur.
Program higiene hendalklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas dalam
sesi pelatihan.
Sanitasi bangunan dan fasilitas hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup.
Memiliki sarana yang memadai untuk prnyimpanan pakaian persinil dan milik pribadinya
ditempat yang tepat. Tidak boleh ada sampah yang dibiarkan menumpuk. Sampah
hendaklah dikumpulkan didalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke temoat
penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkala dengan
mengindahkan persyaratan saniter (Badan POM RI, 2012).
f. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yag telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yag kompeten, mutu
suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisis terhadap produk akhir, melainkan juga
oleh mutu yang dibangun selama tahap proses produksi sejak pemilihan bahan awal,
penimbangann, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, kebersihan dan higiene
sampai pengemasan. Prinsip utama produksi adalah :
1) Adanya keseragaman atau homogenitas dari batch ke batch.
2) Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik
mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi batch yang sudah diproduksi maupun
yang akan diproduksi.
Sedangkan hakikat produksi adalah :
1) Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisis saja, tetapi ditentukan oleh
keseluruhan proses produksi (built in process).
2) Adanya prosedur baku untuk setiap langkah proses produksi dengan persyaratan yang
harus diikuti dengan konsisten.
Hal-hal yang perlu diperhaikan dalam produksi antara lain :
1) Pembelian bahan awal
Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluran dan jumlah bahan
yang tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keteragam mengenai pasokan,
nomor batch / lot, tanggal penerimaan, tanggak pelulusan dan tanggal daluwarsa.
2) Pencegahan pencemaran silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak
terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang
diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko
pencemaran ini tergantung dari jenis pencemaran dan produk yang tercemar.
Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang
tepat, antara lain :
a) Produksi didalam gedung yang terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin,
hormon, sitostatik, dan produk bilogi).
b) Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara.
c) Memakai pakaian pelindung sesuai di area dimana produk yang beresiko tinggi
terhadap pecemaran silang diproses.
d) Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif
(Badan POM RI, 2012).
3) Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengisi, produk antara dan produk
ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi
yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum daluarsa yang boleh
diserahkan.
4) Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan
hendaklah didokumentasikan dengan benar.
5) Pengolahan produk antara dan produk ruahan
Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai.
Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis.
Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara dan ruahan diberi
label.
6) Kegiatan pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Pengemasan hendaklah dilaksanakan dibawah pengendalian yang ketat untuk menjaga
identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan
hendklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan
hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan batch.
7) Pengawasa selama proses
Pengemasan selama proses hendaklah mencakup :
a) Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal
dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
b) Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang
teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua
komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.
8) Karantina produk jadi
Krantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke
gudang dan diap untuk didistribsikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang,
pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan
pengolahan batch memenuhi spesifikasi yang ditentukan,
g. Pengawasan mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsiten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Keterlibata dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada
semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait
dengan mutu produk.
Bahan pengawasan mutu secara keseluruhan mempunyai tanggung jawab antara lain :
1) Membuat, memvalidasi, dan menerakan semua prosedur pengawasan mutu.
2) Menyiapkan sampek pembanding dari bahan dan produk.
3) Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk.
4) Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk.
5) Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk.