Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENGAWASAN MUTU MAKANAN

DOSEN PENGAMPU :
TIAR LINCE BAKARA,SP, M.Si

DISUSUN OLEH :

Fransiska Azarie Sitanggang (P01031220014)


Hermina Anita Pasaribu (P01031220016)

DIV – VA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyelesaikan makalah ini Atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ya
ng berjudul “Pengawasan mutu makanan” dengan tepat waktu. Makalah “Pengawasan mutu makanan” dis
usun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Pengawasan mutu makanan di Poltekkes Kemenkes M
edan. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih Kepada Bu TIAR LINCE BAKARA,SP, M.Si selaku dosen pengampu
mata kuliahPengawasan mutu makanan. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memban
tu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima k
iritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 8 Agustus 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….II
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………III
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………...1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………….1
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….………2
2.1 Pengertian Good Manufacturing Practices (GMP) ………………………………2
2.2 Pelaksanaan Good Manufacturing Pratices (GMP)……………………………….2
2.3 Penilaian Good Manufacturing Practices (Gmp)…………………………….……5,

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………6


3.1 Kesimpulan …………..………………………………………..………………...6
3.2 Saran ……………………………………………………………...……….........6

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………7

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Istilah GMP di dunia industri pangan khususnya di Indonesia sesungguhnya telah diperkenalkan oleh
Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1978 melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB).
Di Indonesia GMP ini dikenal dengan istilah Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) yang
diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah.Penerapan GMP atau CPMB akan dapat membantu jajaran
manajemen untukmembangun suatu sistem jaminan mutu yang baik. Jaminan mutu sendiri tidakhanya
berkaitan dengan masalah pemeriksaan (inspection) dan pengendalian (control) namun juga menetapkan
standar mutu produk yang sudah harusdilaksanakan sejak tahap perancagan produk (product design) sampai
produktersebut didistribusikan kepada konsumen.
Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 maka penerapan standar mutu
untuk produk pangan dan mutu di dalam proses produksi telah menjadi suatu kewajiban (mandatory) yang
harus dijalankan oleh para produsen pangan. Dalam UU pangan No.7 Tahun 1996, Bab II tentang
Keamanan Pangan secara tegas telah diatur bahwa produsen produk pangan harus mampu untuk
memenuhi berbagai persyaratan produksi sehingga dapat memberikan jaminan dihasilkannya produk
pangan yang aman dan bermutu bagikonsumen. Hal ini menjadi penting karena akan berdampak pada
keselamatan konsumen pribadi dan keselamatan masyarakat umum dan juga penting bagi produsen,
terutama untuk melindungi pasarnya dan terpeliharanya kepercayaankonsumen dan target
penjualan/keuntungan yang ingin dicapai.
Jaminan mutu bukan hanya menyangkut masalah metode tetapi juga merupakan sikap tindakan
pencegahan terjadinya kesalahan dengan cara bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang baik yang
berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Penerapan jaminan mutu pangan harus di dukung oleh
penerapan GMP dan HACCP sebagai sistem pengganti prosedur inspeksi tradisional yang mendeteksi
adanya cacat dan bahaya dalam suatu produk pangan setelah produk selesai diproses. GMP menetapkan
KRITERIA (istilah umum,persyaratan bangunan dan fasilitas lain, peralatan serta control terhadap proses
produksi dan proses pengolah an), STANDAR (Spesifikasi bahan baku dan produk, komposisi produk)
dan kondisi (parameter proses pengolahan) untuk menghasilkan produk mutu yang baik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Good Manufacturing Practices (GMP)?
2. Bagaimana Pelaksanaan Good Manufacturing Pratices (GMP) ?
3. Bagaimana Penilaian Good Manufacturing Practices (Gmp)?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dan penulisan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami pengertian Good Manufacturing Practices
(GMP)
2. Agar dapat mengetahui dan memahami Bagaimana Pelaksanaan Good
Manufacturing Practices (GMP)
3. Mengetahui Penilaian Good Manufacturing Practices (Gmp)

1.4 MANFAAT

Agar dapat memberikan informasi dan sebagai sumber pengetahuan bagi mahasiswa
tentang Good Manufacturing Practices (GMP).
4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP)


Pengertian Good Manufacturing Practices (GMP) Good Manufacturing Practices (GMP) memiliki
beberapa pengertian yang cukup mendasar yaitu:
1. Suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar aman bermutu, dan layak
untuk dikonsumsi.
2. Berisi penjelasan tentang persyaratan minimum dan pengolahan umum yang harus dipenuhi dalam
penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai pengolahan dari mulai bahan baku sampai produk akhir.
3. Merupakan suatu konsep manajemen dalam bentuk prosedur dan mekanisme berproses yang tepat
untuk menghasilkan output yang memenuhi stándar dengan tingkat ke tidak sesuaian yang kecil.
Menurut Rahmi (2008) GMP merupakan pedoman cara memproduksi makanan yang baik pada seluruh
rantai makanan, mulai dari produksi primer sampai konsumen akhir dan menekan higine pada setiap tahap
pengolahan. Sedangkan menurut Thaheer (2005) dalam Rahmi (2008) menyebutkan bahwa GMP
merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu dan sesuai dengan
keamanan pangan dan tuntutan konsumen. Good Manufacturing Practices dalam bahasa Indonesia
dapat diartikan sebagai Cara Produksi yang Baik (CPB) yang diterapkan oleh industri untuk produk yang
dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen dengan tingkat resiko yang sedang sampai tinggi seperti:
produk obat-obatan, produk makanan, produk kosmetik, produk perlengkapan rumah tangga, dan semua
industri yang terkait dengan produksi produk tersebut. GMP secara luas berfokus dan berakibat pada
banyak aspek, baik aspek proses produksi maupun proses operasi dari personelnya sendiri. Istilah GMP di
dunia industri pangan khususnya di Indonesia sudah diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan RI sejak
tahun 1978 melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang
Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB). Penerapan GMP atau CPMB akan dapat membantu
manajemen pada industri pangan untuk membangun suatu sistem jaminan mutu yang baik. Fokus utama
GMP adalah agar tidak terjadi kontaminasi terhadap produk selama proses produksi hingga informasi
produk ke konsumen sehingga produk aman dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen.

2.2 PELAKSANAAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP)


Untuk mencapai tujuan dari penerapan GMP perlu diperhatikan mengenai filosofinya. Adapun filosofi
GMP adalah sebagai berikut : hanya dari bahan baku yang bermutu baik, diolah secara cermat, dan
dilakukan pada lingkungan terkontrol, maka akan dihasilkan produk yang memenuhi standar mutu dan
jaminan keamanan pangan. Pelaksanaan GMP berdasarkan filosofinya, ada tiga komponen GMP yang
harus diperhatikan agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu dan jaminan keamanan,
yaitu :
a) Bahan baku yang bermutu baik,
b) Lingkungan kerja yang terkontrol, dan
c) Cara pengolahan yang cermat.

A. Bahan Baku yang Bermutu Baik


Hanya dari bahan baku yang bermutu baik dapat diperoleh produk akhir yang baik. Penilaian terhadap
bahan baku dapat didasari dengan penilaian secara fisik, kimiawi, dan mikroKimia. Beberapa kriteria
penilaian bahan baku adalah : Darimana bahan baku berasal ?, bagaimana cara panennya ?, bagaimana
cara penanganan awalnya ?, dan bagaimana cara penanganan selama pengangkutan ? Informasi mengenai

5
sumber asal dari bahan baku sangat menentukan mutunya. Bahan baku yang berasal dari daerah tercemar
kemungkinan besar sudah mengalami pencemaran.
Ikan yang sengaja dipelihara atau ditangkap dari perairan yang tercemar juga diketahui mengandung
bahan pencemar yang sama. Contohnya, kerang atau keong yang bersifat filter Kimia akan memiliki
kecenderungan dagingnya mengandung bahan pencemar lebih tinggi dibandingkan konsentrasi bahan
tersebut di lingkungannya. Pilihlah bahan baku yang berasal dari daerah yang diketahui tidak tercemar. Hal
ini dilakukan untuk memperkecil resiko mendapatkan bahan baku berkualitas rendah.
Cara panen juga perlu diperhatikan karena sangat mempengaruhi mutu bahan baku. Panen sebaiknya
dilakukan pada pagi hari untuk mencegah penurunan mutu yang diakibatkan tingginya suhu lingkungan.
Ikan yang dipanen pagi hari memiliki kualitas lebih baik dibandingkan ikan yang dipanen siang hari. Ikan
yang dipanen pada siang hari lebih stres. Ikan stres akan banyak mengeluarkan energi, sehingga cadangan
energinya berkurang. Ikan mati yang memiliki cadangan energi kecil merupakan ikan dengan kualitas
lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang memiliki cadangan energi lebih besar. Ikan yang dipanen
pada siang hari akan mengalami penurunan mutu, meskipun secara morfologis masih terlihat segar.
Penggunaan suhu rendah dapat menghambat penurunan mutu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menurunkan suhu lingkungan adalah dengan menggunakan ruangan ber-AC atau es batu.

B. Lingkungan Terkontrol
Lingkungan tempat penanganan dan pengolahan harus terkontrol agar dapat menghambat penurunan
kualitas, sehingga dihasilkan produk perikanan dengan mutu terjamin. Pengontrolan lingkungan harus
dilakukan secara cermat dan terus menerus terhadap sanitasi lingkungan, bahan dan peralatan yang
digunakan, suhu lingkungan, dan pekerja yang terlibat. Sanitasi lingkungan dapat menjadi sumber mikroba
yang dapat mencemari produk perikanan. Pengontrolan sanitasi lingkungan harus dilaksanakan sesuai
prosedur operasional sanitas standar (SSOP) yang telah ditentukan. Bahan dan peralatan yang digunakan
dalam proses produksi sebaiknya steril sehingga tidak menimbulkan rekontaminasi pada produk perikanan
yang dihasilkan. Proses sterilisasi peralatan sebaiknya dilakukan setelah peralatan tersebut digunakan
sehingga dapat langsung digunakan pada saat pengolahan berikutnya.
Bagi produk perikanan, suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap mutu. Suhu di Indonesia sangat
sesuai bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroba maupun enzim pembusuk. Dengan demikian, selama
proses pengolahan produk perikanan suhu lingkungan sebaiknya diturunkan. Pekerja yang terlibat dalam
proses pengolahan sangat berpengaruh terhadap mutu
produk perikanan yang dihasilkan. Kesehatan, kebersihan dan perilaku pekerja perlu diperhatikan. Pekerja
yang sedang sakit tidak diperkenankan bekerja di bagian pengolahan karena dikhawatirkan mikroba
penyebab penyakit akan mengkontaminasi produk yang sedang diolah. Kebersihan badan dan pakaian para
pekerja perlu diperhatikan. Sebaiknya pekerja sudah membersihkan badan dan menggunakan pakaian
bersih yang telah disiapkan oleh perusahaan sebelum memasuki ruang pengolahan Kewajiban mencuci
tangan dan kaki sebaiknya diterapkan bagi pekerja yang akan memasuki ruang pengolahan atau pindah ke
ruang lain.

C. Pengolahan yang Cermat


Pengolahan bahan baku yang dilakukan secara cermat akan menghasilkan produk bermutu baik. Cara
penanganan dan proses pengolahan bahan baku, penanganan, distribusi, dan pemasaran produk perikanan
berpengaruh terhadap mutu produk perikanan yang dipasarkan. Cara penanganan bahan baku yang baik
akan menghasilkan produk perikanan bermutu. Bahan baku harus dicuci untuk meng-hilangkan mikroba
dan kotoran yang mungkin meningkat selama pengangkutan.
Pencucian bahan baku sebaiknya menggunakan air yang mengalir, sehingga kotoran langsung terbuang
dari wadah pencucian. Penggunaan air yang tidak mengalir akan menyebabkan konsentrasi mikroba di air
tersebut terus meningkat. Pisahkan bahan baku berdasarkan jenis, ukuran dan kesegarannya. Pemisahan ini
akan menjaga mutu bahan baku tetap baik. Dengan bahan baku bermutu baik akan dapat dihasilkan produk
6
perikanan dengan mutu yang relatif sama. Proses pengolahan bahan baku juga akan mempengaruhi mutu
produk perikanan yang dihasilkan. Cara pemotongan, penyusunan, pendinginan, pemanasan, pengasapan
dan lainnya akan mempengaruhi mutu produk . Proses pengolahan bahan baku sebaiknya disesuaikan
dengan standar yang berlaku.
Produk yang sudah dihasilkan perlu ditangani secara baik agar tidak mengalami rekontaminasi,
sehingga mutu produk perikanan tetap terjaga sampai ke konsumen. Pengemasan merupakan salah satu
cara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi. Pemilihan waktu untuk mengemas, jenis bahan pengemas,
dan kebersihan bahan pengemas sangat berpengaruh terhadap upaya pencegahan rekontaminasi.
Distribusi produk ke konsumen harus diperhatikan karena berpengaruh terhadap penurunan mutu.
Produk perikanan yang cepat mengalami penurunan mutu sebaiknya areal distribusinya tidak terlalu jauh
atau menggunakan fasilitas transportasi yang lebih cepat. Distribusi produk dengan menggunakan fasilitas
penurunan suhu dapat mempertahankan mutu produk perikanan.
Dan Pemasaran produk sebaiknya mem-perhatikan siapa yang akan memakainya, waktu memasarkan,
kegunaannya dan lain sebagainya. Produk perikanan yang diperuntukan bagi anak anak sebaiknya
dipasarkan dengan cara yang menarik dan dimengerti oleh mereka. Produk perikanan yang diperuntukkan
bagi konsumen kalangan atas perlu difikirkan ukurannya. Kalangan tersebut kecenderungan akan lebih
mengutamakan mutu dari pada ukuran produk perikanan yang dibelinya. Bila konsumen yang dibidiknya
adalah pengusaha catering atau rumah makan, ukuran produk perikanan yang ditawarkan kepadanya dapat
lebih besar namun harganya harus lebih murah. Waktu pemasaran dari produk perikanan juga perlu
diperhatikan. Sebagai contoh, ukuran produk perikanan yang ditawarkan pada musim pernikahan
cenderung lebih besar. Untuk daerah yang memiliki kekhasan tertentu perlu dicermati. Misalnya untuk
daerah Jawa Barat, untuk kebutuhan pernikahan atau perayaan hari istimewa masyarakat cenderung
membeli ikan gurame berukuran besar dibandingkan untuk kebutuhan sehari-hari.

2.3 Penilaian Good Manufacturing Practices (Gmp) Pada Proses Produksi Tahu
Proses pengolahan tahu dilakukan cukup panjang dan menggunakan teknik tertentu
agar tahu tidak mudah rusak. Proses pengolahan tahu dapat dilihat pada gambar berikut.

7
Penerapan GMP yang dilakukan pada kegiatan kali ini secara umum melakukan pengadaan dan atau
penambahan alat juga kegiatan sesuai standar. Pengadaan dan atau penambahan ini diterapkan pada delapan
parameter yaitu 1) Lokasi, Lingkungan dan Bangunan; 2) Fasilitas Sanitasi; 3) Peralatan Produksi; 4) Bahan Baku
dan Pengolahan; 5) Sumberdaya Manusia; 6) Penyimpanan; 7) Pengemasan; dan 8) Keselamatan, Kesehatan dan
Keamanan Kerja. Parameter lokasi, lingkungan, dan bangunan ditemukan indikasi berupa pencahayaan yang redup
dan kurangnya ventilasi untuk sirkulasi udara. Perbaikan yang dilakukan terhadap permasalahan ini adalah
penambahan glass block dan material lembaran plastik transparan untuk atap ruang produksi agar ruangan lebih
terang. Selain itu dilakukan pengadaan jendela untuk ventilasi. Kemudian tata letak peralatan dan alur produksi
diatur berdasarkan layout yang sudah dirancang. Temuan pada parameter fasilitas sanitasi antara lain tidak memiliki
wastafel, kamar mandi kurang bersih, ruang produksi tidak beralas keramik, dan pembuangan secara langung ke
luar. Perbaikan yang dilakukan adalah pengadaan wastafel dan tempat sabun juga renovasi kamar mandi. Alas ruang
produksi yang semula hanya plur semen dan sudah kotor, dilakukan penambahan dengan keramik (tidak licin) agar

8
menjadi bersih dan lebih mudah untuk dibersihkan. Selain itu, dibuat saluran pembuangan ke arah luar agar limbah
tidak berceceran seperti sebelumnya.

Pembaharuan dilakukan dengan pengadaan ruang penyimpanan bahan baku. Pada tata letak semula, kedelai
disimpan di mana saja pada ruangan yang sama di tempat produksi. Hal ini menjadikan bahan baku tidak higienis.
Keberadaan ruang penyimpanan dinilai penting untuk memisahkan produk jadi dengan bahan baku. Di sudut lain,
dilakukan juga pengadaan rak penyimpanan yang bertujuan untuk menyimpan produk jadi. Rak ini didisain terbuka
karena berfungsi juga sebagai tempat pendingin tahu sebelum dipasarkan. Salah satu penerapan GMP yang
dilakukan adalah dengan memberikan pemahaman dan pelatihan kerja, sehingga pekerja dapat mengikuti alur kerja
yang sesuai dengan standar produksi dalam GMP. Kini, pekerja juga dilengkapi dengan sarung tangan, masker,
penutup kepala, celemek, dan sepatu boot saat melakukan proses produksi. Kelengkapan ini diberikan demi
mendukung keamanan dan kualitas produk menjadi lebih baik. Pada sisi produk jadi, tidak dilakukan pembaharuan
kemasan. Saat ini dirasa cukup menggunakan material yang ada. Demi mendukung keselamatan, kesehatan, dan
keamanan kerja, ruang produksi kini dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran (APAR) dengan berat 3 kg dan
kotak juga isi P3K. Hal ini sebelumnya tidak pernah dilakukan. Sisi Keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja
mendapatkan porsi perhatian yang sangat minim. Maka dari itu, hal ini dinilai penting dilakukan mengingat produksi
tahu merupakan proses padat karya.
Langkah pertama menerapkan GMP adalah memetakan ruang atau tata letak serta alur produksi. Dari pemetaan
tersebut, kemudian dilakukan identifikasi dan analisis permasalahan. Setelah tahap identifikasi masalah, langkah
selanjutnya adalah memperbaiki tata letak alat dan bahan menjadi penting dilakukan. Pengaturan tata letak dengan
memanfaatkan luas area pabrik untuk menempatkan alat-alat produksi, penyimpanan bahan baku, dan bahan jadi
dengan mempertimbangkan alur proses pengolahan tahu. Perancangan tata letak ini bertujuan untuk
mengoptimalkan pengaturan fasilitas-fasilitas operasi sehingga sistem produksi akan maksimal. Selain itu,
perancangan tata letak dapat memberikan keuntungan dalam sistem produksi, seperti meningkatkan output produksi
dan mengurangi waktu tunggu pada proses pengolahan (Arif, 2017). Sebelum dilakukan perbaikan, tidak ada alur
proses produksi yang jelas. Sehingga proses produksi tersebut tidak memenuhi syarat higienis. Karena itu penting
dilakukan renovasi. Renovasi yang dilakukan tidak mengubah kerangka bangunan dasar, hanya dilakukan pada
bagian tertentu pada area produksi. Renovasi dilakukan dengan pengadaan fasilitas, seperti wastafel, rak
penyimpanan tahu, dan gudang bahan baku. Tujuan dilakukan renovasi adalah untuk mempermudah alur kerja,
proses produksi lebih higienis, dan melengkapi alat keamanan kerja. Secara umum renovasi yang dilakukan adalah
penambahan lapisan keramik, renovasi pada toilet, pemindahan letak penampung air kuning dan perendaman.
Tujuan pelapisan keramik agar pada tahap selanjutnya mudah untuk dilakukan pembersihan sehingga lingkungan
kerja terjaga higienis. Renovasi total dilakukan di area toilet, yaitu penambahan keramik, perbaikan bak air,
penambahan lampu, dan dicat ulang. Cara tersebut merupakan langkah singkat untuk menciptakan suasana toilet
yang jauh lebih higienis. Sedangkan pemindahan letak penampung air kuning dan perendaman dilakukan untuk
mempermudah alur proses produksi

BAB III
9
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN
Good Manufacturing Practices (GMP) ialah Suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi
makanan agar aman bermutu, dan layak untuk dikonsumsi.
Istilah GMP di dunia industri pangan khususnya di Indonesia sudah diperkenalkan oleh Departemen
Kesehatan RI sejak tahun 1978 melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB).
Pelaksanaan GMP berdasarkan filosofinya, ada tiga komponen GMP yang harus diperhatikan agar dapat
menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu dan jaminan keamanan, yaitu:
a) Bahan baku yang bermutu baik,
b) Lingkungan kerja yang terkontrol; dan
c) Cara pengolahan yang cermat.

3.2 SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat diberikan beberapa saran antara lain :

 Diperlukan sosialisasi lebih lanjut tentang pentingnya menjaga higienis terutama

Pakaian agar tidak memakainya dari rumah.

 Diperlukan sosialisasi lebih lanjut tentang pentingnya penggunaan sarung tangan

Dan masker pada saat berproduksi.

 Jika ada penelitian yang serupa tentang Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP) ini, sebaiknya pada penggunaan checklist terutama pada Good

Manufacturing Practices (GMP) harus menggunakan checklist yang ideal.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://finata.id/gmp-pengertian-jenis-dan-manfaatnya/

https://accurate.id/bisnis-ukm/good-manufacturing-practice/

http://fpik.bunghatta.ac.id/request.php?231

11

Anda mungkin juga menyukai