Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH LEGISLASI PANGAN

SSOP
Oleh :

INDRI YANTI HIDAYAT


1904310001
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehidarat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, hidayah dan
nikmatnya saya dapat menyelesaikan makalah kesehatan keselamatan kerja ini. Penulisan
makalah ini bertujuan memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Legislasi pangan. Tak lupa kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada pengajar
mata kuliah atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Juga kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP). Harapan
kami semoga makalah ini dapat membantu, menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Memang makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini.

Medan, 1 Juni 2021

Penulis
i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3. Batasan Masalah ............................................................................................... 2
1.4. Tujuan Masalah ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

2.1. Definisi Sanitation Standard Operating Procedure ........................................... 3


2.2. Tujuan Sanitation Standard Operating Procedure ............................................. 3
2.3. Manfaat Sanitation Standard Operating Procedure ........................................... 4
2.4. Teknik Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure ........................... 4

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 14

3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 14


3.2. Saran ............................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ iii


ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu kegiatan untuk meningkatkan nilai
tambah, memperpanjang masa simpan dan edar, serta memperluas jangkauan pemasaran.
Saat ini pengolahan pangan banyak dilakukan oleh industri rumah tangga dengan skala
kecil dan menengah baik di perkotaan maupun di perdesaan. Untuk menghasilkan pangan
yang berkualitas dan meminimalkan pencemaran lingkungan, industri pangan perlu
menerapkan prinsip pengolahan pangan yang baik dan pengelolaan lingkungan.
Pengolahan pangan yang baik atau dikenal dengan good manufacturing practices/GMP
adalah implementasi untuk menghasilkan produk pangan yang berkualitas berdasarkan
aspek produksi. Sedangkan berdasarkan prinsip pengelolaan lingkungan penerapannya
dilakukan melalui kegiatan sanitasi dan higiene pada setiap aspek produksi, dari bahan
baku sampai menjadi produk. Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
merupakan salah satu sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan, yang menjadi
acuan bagi industri pangan di seluruh dunia. Sistem HACCP juga merupakan salah satu
bagian dari sistem yang menyeluruh dalam prosedur pengendalian mutu dan merupakan
sistem yang tidak berdiri sendiri. Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan prasyarat
(pre-requisite) dalam pengembangan sistem HACCP. Penerapan sistem HACCP tidak
akan efektif apabila persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan tidak terpenuhi. Selain
itu, juga diperlukan adanya komitmen dan dukungan manajemen serta sarana dan
sumberdaya manusia untuk menunjang penerapan sistem tersebut. Program kelayakan
dasar terdiri atas dua bagian pokok, yaitu GMP (Good Manufacturing Practices) dan
SSOP (Sanitation
Standard Operating Procedure) (Wiryanti dan Witjaksono 2001). GMP (Good
Manufacturing Practices) adalah cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar untuk
menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu (wholesomeness) dan
keamanan pangan (food safety). SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) adalah
prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan
ikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah (Mangunsong
2000).Program kelayakan dasar erat kaitannya dengan mutu suatu produk seperti daging
rajungan kaleng. Apabila program kelayakan dasar telah dilaksanakan dengan baik, maka
penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan HACCP dapat dilaksanakan dengan

1
efektif, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk perikanan yang berkualitas dan
mampu bersaing dalam pasar global. Pangan adalah kebutuhan kebutuhan pokok manusia
yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar
bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : “Food include
all substances, whether in a natural state or in a manufactured or prepared form, which are
part of human diet.” Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan
substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Sanitation Standard Operating Procedure?


2. Apa saja tujuan dari Sanitation Standard Operating Procedure?
3. Manfaat apa saja yang ada di Sanitation Standard Operating Procedure?
4. Apa saja teknik dari Sanitation Standard Operating Procedure?

1.3. Batasan Masalah


Dalam makalah ini penyusun hanya akan membahas tentang pengertian, tujuan,
manfaat, dan teknik dari Sanitation Standard Operating Procedure.

1.4. Tujuan Masalah


1. Memahami apa itu Sanitation Standard Operating Procedure.
2. Memahami tujuan dari Sanitation Standard Operating Procedure.
3. Mengetahui manfaat dari Sanitation Standard Operating Procedure.
4. Mengetahui teknik dari Sanitation Standard Operating Procedure.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Sanitation Standard Operating Procedure

SSOP (Sanitation Standard Operating Prosedured) adalah Prosedur Pelaksanaan Sanitasi


Standar yang harus dipenuhi oleh suatu UPI (Unit Pengolahan Ikan) untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Tujuannya adalah untuk memastikan
mutu produk dan menjamin tingkat dasar pengendalian keamanan pangan, serta
meminimalisir kontaminasi.
Menurut Thaheer (2005), sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit dari konsumsi
pangan yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktorfaktor
didalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya sejak penerimaan
bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk sampai produk akhir
didistribusikan. Menurut Arief (2008), penerapan SSOP di suatu perusahaan memiliki fungsi
yang sangat penting diantaranya adalah :
1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim di unit kerja.
2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
3. Mengetahui dengan jelas hambatan – hambatannya dan mudah dilacak.
4. Mengarahkan petugas atau pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

2.2. Tujuan Sanitation Standard Operating Procedure


Tujuan SSOP adalah agar setiap karyawan teknis maupun administrasi memahami :
1. Bahwa program higiene dan sanitasi akan meningkatkan kualitas sehingga tingkat
keamanan produk meningkat, seirama dengan menurunnya kontaminasi mikroba.
2. Menjelaskan prosedur sanitasi untuk digunakan di tempat kerja.
3. Memberikan jadwal prosedur sanitasi.
4. Memberikan landasan untuk memonitoring di tempat kerja.
5. Mendorong perencanaan untuk menjamin tidakan koreksi
6. Mengidentifikasi tren dan mencegah terjadinya kembali.

3
7. Membawa perbaikan berkelanjutan di tempat kerja.
8. Peraturan GMP mengharuskan digunakan zat tertentu yg aman & efektif.
9. Tahapan dalam higiene dan sanitasi.
10. Persyaratan minimum penggunaan klorine pd air pendingin (khusus industri pengolahan
pangan).
11. Pengaruh faktor pH, suhu, konsentrasi disinfektan pd hasil akhir sanitasi.
12. Masalah potensial yang timbul jika sanitasi dan higiene tidak dijalankan.

2.3. Manfaat Sanitation Standard Operating Procedure

Manfaat SPO Sanitasi dalam Menjamin Sistem Keamanan Produksi Pangan:


1. Memberikan jadwal pada prosedur sanitasi.
2. Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan.
3. Mendorong perencanaan yg menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan.
4. Mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah.
5. Menjamin setiap personil mengerti sanitasi.
6. Memberi sarana pelatihan yg konsisten bagi personil.
7. Meningkatkan praktek sanitasi dan kondisi di unit usaha.

2.4. Teknik Penerapan SSOP


Dalam prosedur pelaksanaan sanitasi standar (SSOP) terdapat 8 (delapan) kunci pokok
persyaratan sanitasi, diantaranya:
1. Keamanan Air dan Es
Menurut Susiwi (2009) air merupakan komponen penting dlm industri pangan yaitu
sebagai bagian dari komposisi, untuk mencuci produk, membuat es/glazing, mencuci
peralatan, untuk minum dan sebagainya. Karena itu dijaga agar tidak ada hubungan silang
antara air bersih dan air tidak bersih (pipa saluran air harus teridentifikasi dengan jelas).
Menurut Purnawijayanti (2001), air yang digunakan pada unit pengolahan ikan yaitu air
yang memenuhi standart air minum. Syarat-syarat air yang dapat diminum antara lain :
1) Bebas dari bakteri berbahaya serta bebas dari ketidakmurnian kimiawi.
2) Bersih dan jernih
3) Tidak berwarna dan tidak berbau.
4) Tidak mengandung bahan penyebab keruh.
5) Konstruksi dan desain pipa air dapat mencegah kontaminasi.

4
6) Bak penampung air agar terbuat dari bahan yang tidak korosi dan tidak mengandung
bahan kimia beracun.

7) Pipa saluran air bersih jangan diletakkan berdampingan dengan pipa pembuangan limbah
cair atau saluran pembuangan limbah cair.
Es yang digunakan di UPI sebaiknya dibuat dari air yang telah memenuhi persyaratan air
minum dan disimpan pada ruang penyimpanan yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari
cemaran bakteri phatogen, jamur, potongan-potongan kayu, dll. Air dan es di uji mutunya di
Laboratorium minimal 3 bulan sekali.
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), berdasarkan bentuknya es dibagi menjadi 5 bentuk
yaitu:
1) Es balok (Block ice), berupa balok berukuran 12-60 kg perbalok. sebelum dipakai, es
balok terlebih dahulu harus dipecah.
2) Es Tabung (tube ice), berupa tabung kecil-kecil yang siap untuk dipakai.
3) Es keping tebal (plate ice), berupa lempengan besar dan tebal (8-15 mm), kemudian
dipecahkan menjadi potongan kecil (diameter kurang dari 5 cm).
4) Es keping tipis (flake ice), berupa lempengan-lempengan tipis, (tebal 5 mm, diameter ±3
cm).
5) Es halus (slush ice), berupa butiran halus (diameter ±2 mm) dan lembek, dan umumnya
sedikut berair. Mesin yang digunakan untuk membuat es ini pada umumnya kecil dan
dipakai oleh pabrik pengolahan ikan untuk memproduksi es dalam jumlah kecil untuk
mengawetkan ikan dilingkungan pabrik. Dalam penggunaan es harus ditangani dan
disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari penularan dan kontaminasi dari luar.
Monitoring keamanan air :

a. Air PAM : bukti pembayaran dari PAM, fotokopi hasil analisa air dari PAM. Bila
ragu disarankan untuk dianalisa tambahan dari lab penguji terakreditasi.
b. Air sumur : dilakukan sebelum usaha bisnis dimulai. Pengujian kualitas air dari lab.
penguji pangan yang terakreditasi
c. Air laut: harus dilakukan lebih sering dari air PAM/sumur; dengan inspeksi secara
visual/organoleptik.
Tindakan Koreksi :
a. Harus segera lakukan tindakan koreksi bila terjadi atau ditemukan adanya penyimpangan.
Misal : dengan penyetopan saluran, stop proses produksi untuk sementara; tarik produk yang
terkena Rekaman :

5
a. Dilakukan pada setiap monitoring, serta bila terjadi tindakan koreksi
b. Bentuk rekaman : rekaman monitoring periodik, rekaman periodik inspeksi plumbing,
rekaman monitoring sanitasi harian

2. Kondisi dan kebersihan permukaan yg kontak dengan bahan pangan


Menurut Thaheer (2005), semua peralatan dan pakaian kerja yang berkontak langsung
dengan produk terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, dari bahan tidak beracun serta
dirancang sesuai dengan penggunaannya. Selain itu semua permukaan kerja, peralatan, dan
perkakas yang digunakan di tempat penanganan dan yang kontak dengan produk harus
terbuat dari bahan yang tidak mengandung zat beracun, bau, atau rasa, tidak menyerap, tahan
karat, mampu menekan efek pencucian berulang – ulang.
Monitoring :
a. Kondisi permukaan yang kontak dengan pangan : dilakukan dengan inspeksi visual
terhadap permukaan
b. Kebersihan dan sanitasi permukaan yang kontak dengan pangan : apakah terpelihara
c. Tipe dan konsentrasi bahan sanitasi : dengan test strips/kits. Verifikasi dilakukan dengan
pengujian mikrobial permukaan secara berkala
d. Kebersihan sarung tangan dan pakaian pekerja. : apakah dalam kondisi baik Tindakan
koreksi :
a. Bila terjadi konsentrasi sanitiser bervariasi setiap hari maka harus memperbaiki / ganti
peralatan dan melatih operator
b. Observasi pertemuan dua meja, bila terisi rontokan produk maka pisahkan agar mudah
dibersihkan
c. Bila meja kerja menunjukkan tanda korosi maka perbaiki / ganti meja yang tidak korosi
Rekaman :
a. Dilakukan pada setiap monitoring dan bila terjadi koreksi
b. Bentuk rekaman : monitoring periodik, rekaman monitoring sanitasi harian / bulanan

3. Pencegahan Kontaminasi Silang


Kontaminasi silang adalah transfer kontaminan biologi atau kimia terhadap produk pangan
dari bahan baku, personil, atau lingkungan penanganan produk. Kontaminasi silang sering
menyebabkan terjadinya keracunan terutama pada saat bakteri pathogen atau virus
mencemari produk siap konsumsi (read-to-eat). Patogen yang dapat mengkontaminasi

6
produk akhir dapat bersumber dari personil unit usaha, bahan baku, peraltan dan
perlengkapan, dan lingkungan unit pengolahan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan dan pelaksanaan penerapan
SSOP untuk melakukan pencegahan kontaminasi silang. menurut Susianawati (2006) adalah
sebagai berikut :
1. Pada saat kegiatan karyawan tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan
minum diruang kerja dan di tempat penyimpanan produk.
2. Supervisor produksi mengawasi kegiatan karyawan dengan frekuensi sebelum
kegiatan dan setiap 4 jam selama proses berlangsung.
3. Sampah dipindahkan dari area proses selama kegiatan produksi berlangsung dengan
frekuensi monitor setiap 4 jam.
4. Lay out dan desain bangunan pabrik di bangun pada kondisi yang baik Monitoring :
a. Pemisahan yg cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan
produk jadi
b. Pemisahan yang cukup produk-produk dlm penyimpanan
c. Pembersihan dan sanitasi area, alat penangan dan pengolahan pangan
d. Praktek higiene pekerja, pakaian dan pencucian tangan
e. Praktek pekerja dan peralatan dalam menangani produk
f. Arus pergerakan pekerja dalam pabrik dan unit usaha perlu diatur alirannya baik

Tindakan koreksi :
Bila pada monitoring terjadi ketidak sesuaian yang mengakibatkan kontaminasi silang
maka stop aktivitas sampai situasi kembali sesuai; ambil tindakan pencegahan terjadinya
pengulangan; evaluasi keamanan produk, jika perlu disposisi ke produk lain, reproses atau
dibuang bila produk terkontaminasi Rekaman :
a. Dokumentasikan koreksi yg dilakukan
b. Rekaman periodik saat dilakukan monitoring

4. Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi Dan Toilet


Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan tidak
berdekatan dengan area pengolahan. Menurut Thaheer (2005), unit pengolahan harus
dilengkapi toilet yang cukup untuk seluruh karyawan dan dipisahkan antara toilet pria dan
wanita. Toilet harus dilengkapi dengan ventilasi dan dalam kondisi higienis, toilet dan cuci
tangan harus dilengkapi dengan air yang cukup.
7
Sedangkan menurut Susianawati (2006), toilet dan fasilitasnya harus dilengkapi
dengan pintu yang dapat tertutup secara otomatis, selalu terpelihara dengan baik dan tetap
bersih, disanitasi setiap hari pada akhir operasional. Bak cuci tangan dan fasilitasnya harus
ada air mengalir, sabun pembersih berbentuk cair, desinfektan dan penyediaan pengering/lap.
Toilet harus dilengkapi dengan ventilasi dan dalam kondisi higienis, toilet dan cuci tangan
harus dilengkapi dengan air yang cukup. Perbandingan jumlah toilet dengan jumlah karyawan
adalah sebagai berikut :
1 – 9 karyawan = 1 toilet
10 – 24 karyawan = 2 toilet
25 – 49 karyawan = 3 toilet
50 – 100 karyawan = 5 toilet
Diatas 100 pekerja, setiap penambahan 30 karyawan membutuhkan 1 toilet.
Monitoring :
Mendorong program pencucian tangan untuk mencegah penyebaran kotoran dan
mikroorganisme patogen pada area penanganan, pengolahan dan produk pangan Koreksi :
a. Perbaiki atau isi bahan perlengkapan toilet dan tempat cuci tangan
b. Buang dan buat larutan baru jika konsentrasi bahan sanitasi salah
c. Observasi catatan tindakan koreksi ketika kondisi sanitasi tidak sesuai
d. Perbaiki toilet yang rusak Rekaman :
Rekaman yang dapat dilakukan untuk menjaga kunci sanitasi : kondisi dan lokasi fasilitas
cuci tangan, toilet; kondisi dan ketersediaan tempat sanitasi tangan, konsentrasi bahan sanitasi
tangan, tindakan koreksi pada kondisi yang tidak sesuai

5. Proteksi Dari Bahan-Bahan Kontaminan


Pemilihan bahan pembersih tergantung dari beberapa faktor yaitu : jenis dan jumlah cemaran
yang akan dibersihkan, sifat bahan permukaan yang akan dibersihkan, misalnya aluminium,
baja tahan karat, karet, plastik atau kayu, sifat fisik senyawa bahan pembersih (cair atau
padat), metode pembersihan, mutu air yang tersedia dan biaya. Bahan yang baik memiliki
syarat – syarat yaitu ekonomis, tidak beracun, tidak korosif, tidak menggumpal dan tidak
berdebu, stabil selama penyimpanan dan mudah larut dengan sempurna (Thaheer, 2005).
Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa, bahan pembersih yang baik memenuhi
persyaratan yaitu ekonomis, tidak beracun, tidak korosif, tidak menggumpal, tidak berdebu,
mudah diukur, bersifat destruktif mikroba yang efektif, sifat membersihkan yang baik, tidak
menimbulkan iritasi, stabil selama penyimpanan dan mudah larut dengan sempurna. Untuk

8
bahan pembersih yang sering digunakan yaitu pembersih alkali, sabun, asam, dan deterjen.
Terdapat 2 jenis sanitiser yaitu:
a. Sanitiser non kimia dapat mematikan mikroorganisme melalui aktivitas fisik dari
energi yang dimiliki. Contoh sanitizer non kimia yaitu uap, air panas, radiasi.
b. Sanitiser kimia (desinfektan) adalah senyawa kimia yang memiliki kemampuan untuk
membunuh mikroorganisme. Contohnya desinfektan berbahan dasar klorin, desinfektan
berbahan dasar iodin, senyawa amonium kuartener, dan surfaktan anionik asam. Desinfektan
tidak memiliki daya penetrasi sehingga tidak mampu mematikan mikroorganisme yang
terdapat dalam celah-celah, lubang, atau dalam cemaran mineral.
Senyawa yang banyak digunakan pada industri pengolahan hasil perikanan yaitu
klorin, hipoklorit, gas klorin, trisodium posphat terklorinasi, kloramin, klorin dioksida,
turunan asam isosianurat, diklorosodium metilidantion, quats, iodhopor. Namun yang selama
ini dipakai secara luas yaitu klorin karena keunggulanya yaitu aktivitas spektrumnya luas,
efektif terhadap bakteri gram negatif dan positif serta spora bakteri, harga murah, mudah
didapat dan tidak terpengaruh air sadah. Namun memiliki kekurangan yaitu menyebabkan
korosi (pada pH tinggi). Jumlah klorin yang digunakan tidak boleh terlalu sedikit (tidak
bermanfaat), tidak boleh terlalu banyak (menimbulkan bau tidak sedap).
Penggunaan bahan pembersih dan sanitizer harus mentaati aturan pakai yang
dikeluarkan oleh produsen, serta menghindari usaha melakukan pencampuran berbagai bahan
kimia yang tidak dipahami benar reaksinya. Bahan kimia seharusnya disimpan dalam ruang
terpisah dari ruang penyimpanan produk olahan dan bahan pengemas. Bahan kimia
desinfektan harus dipisah penyimpanannya dengan bahan kimia yang ditambahkan dalam
bahan makanan.
Setiap kemasan bahan harus diberi label yang mempunyai identitas jelas.

Monitoring :
a. Yang perlu dimonitor : bahan-bahan berpotensi toksin dan air yang tidak saniter.
b. Dilakukan dlm frekuensi cukup, saat dimulai produksi dan setiap 4jam
c. Observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari. Tindakan koreksi :
a. Hilangkan bahan kontaminasi dari permukaan;
b. Perbaiki aliran udara suhu ruang untuk mengurangi kondensasi;
c. Gunakan air pencuci kaki dan roda truk sebelum masuk ruang prosesing;
d. Pelatihan
e. Buang bahan kimia tanpa label dll

9
6. Pelabelan, Penyimpanan, Dan Penggunaan Bahan Toksin Yang Benar
Label pada produk pangan sangat penting keberadaannya bagi produsen maupun konsumen,
bagi produsen label dapat menjadi media informasi dan daya tarik sehingga konsumen
berminat untuk membeli. Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus diberi label
dengan betul dan mudah dibaca yang memberikan keterangan untuk memudahkan konsumen
mengerti produk tersebut.
Bahan – bahan pembungkus untuk produk beku harus cukup kuat, tahan perlakuan fisik,
mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air, gas dan bau, tidak mudah ditembus
lemak atau minyak, tidak boleh meningkatkan waktu pembekuan, tidak boleh melekat pada
produk dan tidak boleh menulari produk. Karton untuk produk beku harus cukup kuat, kedap
air dan tahan kotor, karton sebaiknya dilapisi lilin, plastik atau vernis baik pada salah satu
atau kedua permukaannya. Master karton untuk pewadahan dalam perdagangan besar harus
ringan dan kuat, harus memberi perlindungan yang baik untuk produk akhir (Thaheer, 2005)
Tujuan pelabelan dan penyimpanan menurut Susiwi (2009) adalah untuk menjamin bahwa
pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah untuk proteksi produk dari
kontaminasi. Hal yang harus diperhatikan dalam pelabelan wadah untuk kerja harus
menunjukkan :
1) Nama bahan/larutan dalam wadah
2) Petunjuk penggunaannya
3) Penyimpanan seharusnya tempat dan akses terbatas
4) Memisahkan bahan food grade dengan non food grade
5) Jauhkan dari peralatan dan barang-barang kontak dengan produk
6) Penggunaan bahan toksin harus menurut instruksi perusahaan produsen
7) Prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk
Waktu monitoring : frekuensi yang cukup; direkomendasikan paling tidak sekali sehari;
observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari.
Tindakan Koreksi :
Bila terjadi ketidak sesuaian pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin,
maka koreksinya antara lain :
a. pindahkan bahan toksin yg tidak benar penyimpanannya;
b. kembalikan ke pemasok bahan yg tidak diberi label dengan benar;
c. perbaiki label;
d. buang wadah rusak;
e. periksa keamanan produk,

10
f. diadakan pelatihan Rekaman :
Rekaman kontrol sanitasi periodik; rekaman kontrol sanitasi harian; log informasi harian

7. Pengawasan Kondisi Kesehatan Personil


Karyawan sebagai pelaksana yang melakukan kontak langsung selama proses produksi
sangat menentukan kualitas hygiene hasil produk. Dengan demikian sanitasi dan hygiene
pekerja sangat menentukan sanitasi dan hygiene produk akhir. Semua karyawan harus
mengenakan pakaian kerja, penutup kepala dan penutup mulut saat bekerja, termasuk sepatu
boot khusus. Sedangkan pekerja yang berhubungan dengan kegiatan basah harus dilengkapi
dengan apron yang tahan air (water proof). Pakaian pekerja tidak boleh dikenakan di luar
ruang produksi dan tidak boleh dikenakan dari rumah untuk itu harus disediakan ruangan
ganti bagi para pekerja. Selama bekerja, pekerja tidak boleh menggunakan parfum, minyak
rambut dan perhiasan. Para pekerja harus mengurangi kegiatan memegang anggota tubuh
yang tidak perlu (menggaruk - garuk) dan tidak boleh membawa makanan dan minuman di
ruang produksi. Sebelum memasuki ruang produksi pekerja dengan sepatu bootnya harus
mencelupkan kakinya ke dalam bak pencuci kaki yang diisi desinfektan (klorin 200 ppm)
yang dibuat didepan pintu masuk ruang produksi, (Thaher, 2005).
Susiwi (2009) menambahkan bahwa pada saat bekerja kondisi karyawan harus bersih dan
sehat, karena kondisi kesehatannya dapat mengkontaminasi bahan makanan. Kondisi
karyawan yang sakit, luka, dan kondisi tidak sehat lain, dapat menjadi sumber kontaminasi
mikrobiologi. Beberapa tanda kesehatan yang perlu diperhatian antara lain diare, demam,
muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine.

Monitoring :
a. Untuk mengontrol kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan kontaminasi mikrobiologi
pada pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak dengan pangan.
b. Beberapa tanda kesehatan yang perlu perhatian pada monitoring : diare, demam, muntah,
penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine Tindakan Koreksi :

Tindakan yang harus dilakukan oleh manajemen: memulangkan/mengistirahatkan personil,


mencover bagian luka dengan impermeable bandage.
Rekaman :
Data kesehatan hasil pemeriksaan kesehatan reguler dan rekaman tindakan koreksi bila terjadi
penyimpangan

11
8. Pengendalian Pestisida
Disekitar pabrik dan ruang proses tidak boleh ada pest, serangga serta burung dan binatang
peliharaan lainnya. Maka prosedurnya harus dipasang alat perangkap pada tempat – tempat
yang menjadi tempat kemungkinan masuknya tikus, semua celah dan pintu diberi tirai plastik
untuk menghindari masuknya lalat, dipasang insect killer di depan pintu masuk ruang proses.
Untuk mengantisipasi binatang pengganggu maka tutup semua pintu masuk ruang produksi
dengan tirai plastik, tutup semua lubang yang terdapat dalam ruang produksi dengan kawat
nyamuk (Thaheer 2005).
Purwaningsih (1995) menambahkan, bagian pengolahan dan penanganan yang berhubungan
dengan lingkungan luar harus dilengkapi alat untuk mencegah burung, serangga, tikus dan
binatang lainnya. Jalan atau lubang tikus dan serangga harus ditutup dengan screen (saringan)
logam tahan karat. Pembasmian serangga dengan pestisida harus mendapat persetujuan
pemerintah dan penggunaannya harus dalam pengawasan.
Menurut Susiwi (2009), pemberantasan hama pengerat dilakukan dengan menggunakan
jebakan tikus, agar lebih efisien dan aman. Ada beberapa pest yang mungkin membawa
penyakit pada produk atau makanan antara lain :
- Lalat dan kecoa : mentransfer Salmonella, Streptococcus, C.botulinum, Staphyllococcus,
C.perfringens, Shigella.
- Binatang pengerat : sumber Salmonella dan parasit
- Burung : pembawa variasi bakteri patogen Salmonella dan Listeria Monitoring :
a. Tujuan monitoring untuk mengkonfirmasikan bahwa hama (pest) telah dikeluarkan dari
area pengolahan seluas-luasnya dan prosedur diikuti untuk menjegah investasi.
b. Monitoring dilakukan dengan inspeksi visual, tempat persembunyian tikus, alat perangkap
tikus, alat menjaga kebersihan dan memfasilitasi pengawasan.

Koreksi :
Misal, setelah gunakan pestisida dan perangkap, lalat kembali masuki ruang pengolahan,
maka tambahkan “air curtain” di atas pintu luar dan pindahkan wadah buangan Rekaman :
Rekaman kontrol sanitasi periodik dan rekaman kontrol sanitasi harian.

12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
SSOP (Sanitation Standard Operating Prosedured) adalah Prosedur Pelaksanaan
Sanitasi Standar yang harus dipenuhi oleh suatu UPI (Unit Pengolahan Ikan) untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Tujuannya adalah untuk memastikan
mutu produk dan menjamin tingkat dasar pengendalian keamanan pangan, serta
meminimalisir kontaminasi. SSOP memiliki tujuan agar setiap karyawan teknis maupun
administrasi memahami. SSOP juga memiliki manfaat dalam Menjamin Sistem Keamanan
Produksi Pangan, salah satunya adalah memberikan landasan program monitoring
berkesinambungan. Bagian yang terpenting adalah Teknik Penerapan SSOP, dalam prosedur
pelaksanaan SSOP terdapat 8 (delapan) kunci pokok persyaratan sanitasi, yaitu Keamanan air,
Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak degan bahan pangan, Pencegahan
kontaminasi silang, Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet, Proteksi dari bahan-
bahan kontaminan, Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar,
Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi,
Menghilangkan hama dr unit pengolahan.

13
3.2. Saran

Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai
saran untuk peningkatan serta kelancaran Sanitation Standard Operating Produce yaitu
penerapan SSOP sangatlah penting hal ini dapat meningkatkan kualitas di dalam sebuah (Unit
Pengolahan Ikan) untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah.

14
DAFTAR PUSTAKA
Murniyati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.
Kanisius. Yogyakarta.
Purwaningsih, S. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta
Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan GMP dan SSOP Pada produk Ikan Asin Kering
Purnawijayanti, Hiasinta, A. 2001.Sanitasi, Hygiene dan Keselamatan Kerjadalam
Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta

Susiwi, 2009. Handout Penilaian Organoleptik, FPMIPA Universita Pendidikan Indonesia.

Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta


http://aninkarina.blogspot.com/2012/12/ssop-sanitasi-standar-operasional.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai