SSOP
Oleh :
Puji syukur kehidarat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, hidayah dan
nikmatnya saya dapat menyelesaikan makalah kesehatan keselamatan kerja ini. Penulisan
makalah ini bertujuan memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Legislasi pangan. Tak lupa kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada pengajar
mata kuliah atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Juga kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP). Harapan
kami semoga makalah ini dapat membantu, menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Memang makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1
efektif, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk perikanan yang berkualitas dan
mampu bersaing dalam pasar global. Pangan adalah kebutuhan kebutuhan pokok manusia
yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar
bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : “Food include
all substances, whether in a natural state or in a manufactured or prepared form, which are
part of human diet.” Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan
substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
7. Membawa perbaikan berkelanjutan di tempat kerja.
8. Peraturan GMP mengharuskan digunakan zat tertentu yg aman & efektif.
9. Tahapan dalam higiene dan sanitasi.
10. Persyaratan minimum penggunaan klorine pd air pendingin (khusus industri pengolahan
pangan).
11. Pengaruh faktor pH, suhu, konsentrasi disinfektan pd hasil akhir sanitasi.
12. Masalah potensial yang timbul jika sanitasi dan higiene tidak dijalankan.
4
6) Bak penampung air agar terbuat dari bahan yang tidak korosi dan tidak mengandung
bahan kimia beracun.
7) Pipa saluran air bersih jangan diletakkan berdampingan dengan pipa pembuangan limbah
cair atau saluran pembuangan limbah cair.
Es yang digunakan di UPI sebaiknya dibuat dari air yang telah memenuhi persyaratan air
minum dan disimpan pada ruang penyimpanan yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari
cemaran bakteri phatogen, jamur, potongan-potongan kayu, dll. Air dan es di uji mutunya di
Laboratorium minimal 3 bulan sekali.
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), berdasarkan bentuknya es dibagi menjadi 5 bentuk
yaitu:
1) Es balok (Block ice), berupa balok berukuran 12-60 kg perbalok. sebelum dipakai, es
balok terlebih dahulu harus dipecah.
2) Es Tabung (tube ice), berupa tabung kecil-kecil yang siap untuk dipakai.
3) Es keping tebal (plate ice), berupa lempengan besar dan tebal (8-15 mm), kemudian
dipecahkan menjadi potongan kecil (diameter kurang dari 5 cm).
4) Es keping tipis (flake ice), berupa lempengan-lempengan tipis, (tebal 5 mm, diameter ±3
cm).
5) Es halus (slush ice), berupa butiran halus (diameter ±2 mm) dan lembek, dan umumnya
sedikut berair. Mesin yang digunakan untuk membuat es ini pada umumnya kecil dan
dipakai oleh pabrik pengolahan ikan untuk memproduksi es dalam jumlah kecil untuk
mengawetkan ikan dilingkungan pabrik. Dalam penggunaan es harus ditangani dan
disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari penularan dan kontaminasi dari luar.
Monitoring keamanan air :
a. Air PAM : bukti pembayaran dari PAM, fotokopi hasil analisa air dari PAM. Bila
ragu disarankan untuk dianalisa tambahan dari lab penguji terakreditasi.
b. Air sumur : dilakukan sebelum usaha bisnis dimulai. Pengujian kualitas air dari lab.
penguji pangan yang terakreditasi
c. Air laut: harus dilakukan lebih sering dari air PAM/sumur; dengan inspeksi secara
visual/organoleptik.
Tindakan Koreksi :
a. Harus segera lakukan tindakan koreksi bila terjadi atau ditemukan adanya penyimpangan.
Misal : dengan penyetopan saluran, stop proses produksi untuk sementara; tarik produk yang
terkena Rekaman :
5
a. Dilakukan pada setiap monitoring, serta bila terjadi tindakan koreksi
b. Bentuk rekaman : rekaman monitoring periodik, rekaman periodik inspeksi plumbing,
rekaman monitoring sanitasi harian
6
produk akhir dapat bersumber dari personil unit usaha, bahan baku, peraltan dan
perlengkapan, dan lingkungan unit pengolahan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan dan pelaksanaan penerapan
SSOP untuk melakukan pencegahan kontaminasi silang. menurut Susianawati (2006) adalah
sebagai berikut :
1. Pada saat kegiatan karyawan tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan
minum diruang kerja dan di tempat penyimpanan produk.
2. Supervisor produksi mengawasi kegiatan karyawan dengan frekuensi sebelum
kegiatan dan setiap 4 jam selama proses berlangsung.
3. Sampah dipindahkan dari area proses selama kegiatan produksi berlangsung dengan
frekuensi monitor setiap 4 jam.
4. Lay out dan desain bangunan pabrik di bangun pada kondisi yang baik Monitoring :
a. Pemisahan yg cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan
produk jadi
b. Pemisahan yang cukup produk-produk dlm penyimpanan
c. Pembersihan dan sanitasi area, alat penangan dan pengolahan pangan
d. Praktek higiene pekerja, pakaian dan pencucian tangan
e. Praktek pekerja dan peralatan dalam menangani produk
f. Arus pergerakan pekerja dalam pabrik dan unit usaha perlu diatur alirannya baik
Tindakan koreksi :
Bila pada monitoring terjadi ketidak sesuaian yang mengakibatkan kontaminasi silang
maka stop aktivitas sampai situasi kembali sesuai; ambil tindakan pencegahan terjadinya
pengulangan; evaluasi keamanan produk, jika perlu disposisi ke produk lain, reproses atau
dibuang bila produk terkontaminasi Rekaman :
a. Dokumentasikan koreksi yg dilakukan
b. Rekaman periodik saat dilakukan monitoring
8
bahan pembersih yang sering digunakan yaitu pembersih alkali, sabun, asam, dan deterjen.
Terdapat 2 jenis sanitiser yaitu:
a. Sanitiser non kimia dapat mematikan mikroorganisme melalui aktivitas fisik dari
energi yang dimiliki. Contoh sanitizer non kimia yaitu uap, air panas, radiasi.
b. Sanitiser kimia (desinfektan) adalah senyawa kimia yang memiliki kemampuan untuk
membunuh mikroorganisme. Contohnya desinfektan berbahan dasar klorin, desinfektan
berbahan dasar iodin, senyawa amonium kuartener, dan surfaktan anionik asam. Desinfektan
tidak memiliki daya penetrasi sehingga tidak mampu mematikan mikroorganisme yang
terdapat dalam celah-celah, lubang, atau dalam cemaran mineral.
Senyawa yang banyak digunakan pada industri pengolahan hasil perikanan yaitu
klorin, hipoklorit, gas klorin, trisodium posphat terklorinasi, kloramin, klorin dioksida,
turunan asam isosianurat, diklorosodium metilidantion, quats, iodhopor. Namun yang selama
ini dipakai secara luas yaitu klorin karena keunggulanya yaitu aktivitas spektrumnya luas,
efektif terhadap bakteri gram negatif dan positif serta spora bakteri, harga murah, mudah
didapat dan tidak terpengaruh air sadah. Namun memiliki kekurangan yaitu menyebabkan
korosi (pada pH tinggi). Jumlah klorin yang digunakan tidak boleh terlalu sedikit (tidak
bermanfaat), tidak boleh terlalu banyak (menimbulkan bau tidak sedap).
Penggunaan bahan pembersih dan sanitizer harus mentaati aturan pakai yang
dikeluarkan oleh produsen, serta menghindari usaha melakukan pencampuran berbagai bahan
kimia yang tidak dipahami benar reaksinya. Bahan kimia seharusnya disimpan dalam ruang
terpisah dari ruang penyimpanan produk olahan dan bahan pengemas. Bahan kimia
desinfektan harus dipisah penyimpanannya dengan bahan kimia yang ditambahkan dalam
bahan makanan.
Setiap kemasan bahan harus diberi label yang mempunyai identitas jelas.
Monitoring :
a. Yang perlu dimonitor : bahan-bahan berpotensi toksin dan air yang tidak saniter.
b. Dilakukan dlm frekuensi cukup, saat dimulai produksi dan setiap 4jam
c. Observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari. Tindakan koreksi :
a. Hilangkan bahan kontaminasi dari permukaan;
b. Perbaiki aliran udara suhu ruang untuk mengurangi kondensasi;
c. Gunakan air pencuci kaki dan roda truk sebelum masuk ruang prosesing;
d. Pelatihan
e. Buang bahan kimia tanpa label dll
9
6. Pelabelan, Penyimpanan, Dan Penggunaan Bahan Toksin Yang Benar
Label pada produk pangan sangat penting keberadaannya bagi produsen maupun konsumen,
bagi produsen label dapat menjadi media informasi dan daya tarik sehingga konsumen
berminat untuk membeli. Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus diberi label
dengan betul dan mudah dibaca yang memberikan keterangan untuk memudahkan konsumen
mengerti produk tersebut.
Bahan – bahan pembungkus untuk produk beku harus cukup kuat, tahan perlakuan fisik,
mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air, gas dan bau, tidak mudah ditembus
lemak atau minyak, tidak boleh meningkatkan waktu pembekuan, tidak boleh melekat pada
produk dan tidak boleh menulari produk. Karton untuk produk beku harus cukup kuat, kedap
air dan tahan kotor, karton sebaiknya dilapisi lilin, plastik atau vernis baik pada salah satu
atau kedua permukaannya. Master karton untuk pewadahan dalam perdagangan besar harus
ringan dan kuat, harus memberi perlindungan yang baik untuk produk akhir (Thaheer, 2005)
Tujuan pelabelan dan penyimpanan menurut Susiwi (2009) adalah untuk menjamin bahwa
pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah untuk proteksi produk dari
kontaminasi. Hal yang harus diperhatikan dalam pelabelan wadah untuk kerja harus
menunjukkan :
1) Nama bahan/larutan dalam wadah
2) Petunjuk penggunaannya
3) Penyimpanan seharusnya tempat dan akses terbatas
4) Memisahkan bahan food grade dengan non food grade
5) Jauhkan dari peralatan dan barang-barang kontak dengan produk
6) Penggunaan bahan toksin harus menurut instruksi perusahaan produsen
7) Prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk
Waktu monitoring : frekuensi yang cukup; direkomendasikan paling tidak sekali sehari;
observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari.
Tindakan Koreksi :
Bila terjadi ketidak sesuaian pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin,
maka koreksinya antara lain :
a. pindahkan bahan toksin yg tidak benar penyimpanannya;
b. kembalikan ke pemasok bahan yg tidak diberi label dengan benar;
c. perbaiki label;
d. buang wadah rusak;
e. periksa keamanan produk,
10
f. diadakan pelatihan Rekaman :
Rekaman kontrol sanitasi periodik; rekaman kontrol sanitasi harian; log informasi harian
Monitoring :
a. Untuk mengontrol kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan kontaminasi mikrobiologi
pada pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak dengan pangan.
b. Beberapa tanda kesehatan yang perlu perhatian pada monitoring : diare, demam, muntah,
penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine Tindakan Koreksi :
11
8. Pengendalian Pestisida
Disekitar pabrik dan ruang proses tidak boleh ada pest, serangga serta burung dan binatang
peliharaan lainnya. Maka prosedurnya harus dipasang alat perangkap pada tempat – tempat
yang menjadi tempat kemungkinan masuknya tikus, semua celah dan pintu diberi tirai plastik
untuk menghindari masuknya lalat, dipasang insect killer di depan pintu masuk ruang proses.
Untuk mengantisipasi binatang pengganggu maka tutup semua pintu masuk ruang produksi
dengan tirai plastik, tutup semua lubang yang terdapat dalam ruang produksi dengan kawat
nyamuk (Thaheer 2005).
Purwaningsih (1995) menambahkan, bagian pengolahan dan penanganan yang berhubungan
dengan lingkungan luar harus dilengkapi alat untuk mencegah burung, serangga, tikus dan
binatang lainnya. Jalan atau lubang tikus dan serangga harus ditutup dengan screen (saringan)
logam tahan karat. Pembasmian serangga dengan pestisida harus mendapat persetujuan
pemerintah dan penggunaannya harus dalam pengawasan.
Menurut Susiwi (2009), pemberantasan hama pengerat dilakukan dengan menggunakan
jebakan tikus, agar lebih efisien dan aman. Ada beberapa pest yang mungkin membawa
penyakit pada produk atau makanan antara lain :
- Lalat dan kecoa : mentransfer Salmonella, Streptococcus, C.botulinum, Staphyllococcus,
C.perfringens, Shigella.
- Binatang pengerat : sumber Salmonella dan parasit
- Burung : pembawa variasi bakteri patogen Salmonella dan Listeria Monitoring :
a. Tujuan monitoring untuk mengkonfirmasikan bahwa hama (pest) telah dikeluarkan dari
area pengolahan seluas-luasnya dan prosedur diikuti untuk menjegah investasi.
b. Monitoring dilakukan dengan inspeksi visual, tempat persembunyian tikus, alat perangkap
tikus, alat menjaga kebersihan dan memfasilitasi pengawasan.
Koreksi :
Misal, setelah gunakan pestisida dan perangkap, lalat kembali masuki ruang pengolahan,
maka tambahkan “air curtain” di atas pintu luar dan pindahkan wadah buangan Rekaman :
Rekaman kontrol sanitasi periodik dan rekaman kontrol sanitasi harian.
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
SSOP (Sanitation Standard Operating Prosedured) adalah Prosedur Pelaksanaan
Sanitasi Standar yang harus dipenuhi oleh suatu UPI (Unit Pengolahan Ikan) untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Tujuannya adalah untuk memastikan
mutu produk dan menjamin tingkat dasar pengendalian keamanan pangan, serta
meminimalisir kontaminasi. SSOP memiliki tujuan agar setiap karyawan teknis maupun
administrasi memahami. SSOP juga memiliki manfaat dalam Menjamin Sistem Keamanan
Produksi Pangan, salah satunya adalah memberikan landasan program monitoring
berkesinambungan. Bagian yang terpenting adalah Teknik Penerapan SSOP, dalam prosedur
pelaksanaan SSOP terdapat 8 (delapan) kunci pokok persyaratan sanitasi, yaitu Keamanan air,
Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak degan bahan pangan, Pencegahan
kontaminasi silang, Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet, Proteksi dari bahan-
bahan kontaminan, Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar,
Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi,
Menghilangkan hama dr unit pengolahan.
13
3.2. Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai
saran untuk peningkatan serta kelancaran Sanitation Standard Operating Produce yaitu
penerapan SSOP sangatlah penting hal ini dapat meningkatkan kualitas di dalam sebuah (Unit
Pengolahan Ikan) untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah.
14
DAFTAR PUSTAKA
Murniyati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.
Kanisius. Yogyakarta.
Purwaningsih, S. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta
Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan GMP dan SSOP Pada produk Ikan Asin Kering
Purnawijayanti, Hiasinta, A. 2001.Sanitasi, Hygiene dan Keselamatan Kerjadalam
Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta