Anda di halaman 1dari 61

KONSEP K3 DALAM MELAKUKAN PRAKTEK

BAKTERIOLOGI DAN KONSEP GOOD LABORATORY


PRACTICES DALAM PRAKTEK DI LABORATORIUM

OLEH
KELOMPOK 4 :

1. WAHYU TRI SUSANTI P27834117042


2. LIA CAHYA SARI P27834117044
3. INTAN DWI ADHISTY P27834117045
4. LUH MADE WIDHYASARI P27834117046
5. MUTIARA MAHARDHIKA R. B. P27834117055
6. AYU NUR ENDAH WIJAYANTI P27834117063
7. NURUL AULIANAWATI P27834117065
8. DIAH ENI FATONAH P27834117077
9. I GST. A. A. SATWIKHA DEWI P27834117081
10. A. A. LIDYA NIRMALA DEWI P27834117083

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nyalah dapat menyelesaikan makalah “Konsep K3 dalam
Melakukan Praktek Bakteriologi dan Konsep Good Laboratory Practices dalam
Praktek di Laboratorium” tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Bakteriologi prodi
D4 jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Surabaya yang harus dipenuhi untuk
memperoleh nilai mata kuliah Bakteriologi. Berbagai kendala yang dialami
penulis dalam penyusunan makalah ini, namun semua itu dapat teratasi berkat
bimbingan dan tuntunan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata
penulis mengucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Surabaya, Juni 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ............................................................................................ i


Daftar Isi...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Tujuan Makalah ................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3


2.1 Pengertian dan Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja .................. 6
2.2 Fasilitas yang Harus Ada di Laboratorium Bakteriologi ..................... 9
2.3 Peralatan Kerja Keamanan Laboratorium ............................................ 9
2.4 Cara Mencuci Tangan yang Baik dan Benar ........................................ 10
2.5 Cara Mengunakan Alat-Alat di Laboratorium Bakteriologi ................ 12
2.6 Pengolahan Spesimen Bakteriologis .................................................... 14
2.7 Penanganan Limbah Bakteriologis ...................................................... 17
2.8 Kecelakan di Laboratorium Bakteriologi ............................................. 21
2.9 Prosedur Bekerja yang Aman di Laboratorium Bakteriologi .............. 23
2.10 Pengertian Good Laboratory Practise (GLP) ..................................... 26
2.11 Good Laboratory Practise di laboratorium bakteriologi .................... 36
2.12 SOP Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Laboratorium Pramita Cabang Ngagel Surabaya .............................. 49
2.13 Pedoman Umum Upaya K3 Laboratorium Pramita Cabang
Ngagel Surabaya ............................................................................... 53

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 55


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 55
3.2 Saran ..................................................................................................... 56

ii
Daftar Pustaka ............................................................................................. 57

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa atau praktikan,

dosen, peneliti, hingga petugas kesehatan melakukan percobaan dan atau

pemeriksaan. Bekerja di laboratorium tidak akan lepas dari berbagai kemungkinan

terjadinya bahaya dari berbagai jenis bahan kimia. Selain itu, peralatan yang ada

di dalam Laboratorium juga dapat mengakibatkan bahaya yang tak jarang berisiko

tinggi bagi praktikan yang sedang melakukan praktikum jika tidak mengetahui

cara dan prosedur penggunaan alat yang akan digunakan. Selain bersumber dari

bahan kimia dan peralatan praktikum, bahaya bekerja di Laboratorium khususnya

Laboratorium Mikrobiologi datang dari mikroorganisme-mikroorganisme tak

kasat mata yang terdapat dalam sampel pasien maupun yang terdapat di ruangan

laboratorium. Jika praktikan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

secara lengkap dan tidak mengerjakan pemeriksaan dengan benar maka besar

kemungkinan akan terkena atau terinfeksi mikroorganisme yang tidak sengaja

terhirup atau masuk ke dalam tubuh praktikan.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman dan kesadaran terhadap

keselamatan dan bahaya kerja dilaboratorium serta pemahaman tentang tata cara

melakukan praktikum di laboratorium yang baik dan benar. Telah banyak terjadi

kecelakaan ataupun menderita luka baik yang bersifat luka permanen, luka ringan,

maupun gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan penyakit kronis maupun

akut, serta kerusakan terhadap fasilitas – fasilitas dan peralatan penunjang

1
praktikum yang sangat mahal harganya. Semua kejadian ataupun kecelakaan kerja

di laboratorium sebenarnya dapat dihindari dan diantisipasi jika para praktikan

mengetahui dan selalu mengikuti prosedur kerja yang aman di laboratorium.

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran

dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun

rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya. Sedangkan

pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya

dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat

kerja.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu

bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari

pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat

meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Pelayanan laboratorium merupakan bagian integral dari pelayanan

kesehatan yang diperlukan untuk menunjang peningkatan kesehatan, pencegahan

dan pengobatan penyakit, serta pemulihan kesehatan. Pelayanan laboratorium

kesehatan di Indonesia pada saat ini diselenggarakan oleh berbagai jenis

laboratorium pada berbagai jenjang pelayanan, mencakup antara lain

Laboratorium Puskesmas, Laboratorium Kesehatan Dati II, Laboratorium Rumah

Sakit Pemerintah dan Swasta, Balai Laboratorium Kesehatan, dan Laboratorium

Kesehatan Swasta.

Sebagai komponen penting dalam pelayanan kesehatan, hasil pemeriksaan

laboratorium digunakan untuk penetapan diagnosis,pemberian pengobatan dan

2
pemantauan hasil pengobatan. Oleh karena itu hasil pemeriksaan laboratorium

harus selalu terjamin mutunya. Untuk meningkatkan mutu hasil pemeriksaan

laboratorium, mutlak perlu dilaksanakan kegiatan pemantapan mutu (quality

assurance), yang mencakup berbagai komponen kegiatan. Salah satu komponen

kegiatan adalah praktek laboratorium kesehatan yang benar (Good Laboratory

Practice).

Good Laboratory Practice (GLP) atau praktek laboratorium yang

baik/benar pertama kali dikemukakan dalam New Zealand Testing Laboratory

Registraction Act of 1972. Undang-undang tersebut bertujuan untuk menetapkan

kebijakan nasional di bidang pengujian serta digunakan sebagai dasar untuk

mendirikan sebuah Testing Laboratory Registration Council.

Kemudian diadopsi oleh pemerintah Denmark dalam Danish National

Testing Board No.144, 21st March 1973. Selanjutnya Amerika Serikat melalui

Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1976 juga menetapkan

peraturan tentang GLP tersebut tertuang dalam Food and Drug Administration

Non-Clinical Laboratory Studies-Proposed Regulation for Good Laboratory

Practice 19th November 1976 kemudian diterbitkan sebagai Food and Drug

Administration Non-Clinical Laboratory Studies-Proposed Regulation for Good

Laboratory Practice Regulation final Rule 22 November tahun 1978. FDA

merupakan badan pemerintah yang menetapkan kesesuaian peraturan GLP secara

tegas.

Good Laboratory Practice (GLP) adalah keterpaduan suatu proses

organisasi, fasilitas, personel dan kondisi lingkungan laboratorium yang benar

sehingga menjamin pengujian di laboratorium selalu direncanakan, dilaksanakan,

3
dimonitor, direkam, dan dilaporkan sesuai dengan persyaratan kesehatan dan

keselamatan serta perdagangan. Penerapan GLP dapat menghindari kekeliruan

atau kesalahan yang mungkin timbul sehingga dapat menghasilkan data yang

tepat, akurat dan tak terbantahkan yang pada akhirnya dapat dipertahankan secara

ilmiah maupun secara hukum. Dari definisi tersebut GLP adalah suatu alat

manajemen laboratorium yang memberlakukan bagaimana mengorganisasikan

laboratorium pengujian dengan tujuan mencegah kesalahan serta meningkatkan

dan menjaga mutu data hasil uji. Sebagai alat manajemen GLP bukan merupakan

bagian pengetahuan ilmiah namun merupakan praktek laboratorium untuk

mencapai mutu data pengujian yang konsisten. Sebagai alat manajemen, GLP

bukan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah namun hanya merupakan

pelengkap dalam praktek berlaboratorium untuk mencapai mutu data hasil uji

yang konsisten.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja ?

2. Apa saja fasilitas yang harus ada di laboratorium bakteriologi ?

3. Apa saja peralatan kerja keamanan laboratorium ?

4. Bagaimana cara mencuci tangan yang baik dan benar ?

5. Bagaimana cara menggunakan alat-alat di laboratorium bakteriologi ?

6. Bagaimana cara pengolahan spesimen bakteriologis ?

7. Bagaimana cara penanganan limbah bakteriologis ?

8. Apa saja contoh kecelakan di laboratorium bakteriologis ?

9. Bagaimana prosedur bekerja yang aman di laboratorium bakteriologis ?

10. Apa pengertian dari Good Laboratory Practice (GLP) ?

4
11. Bagaimana Good Laboratory Practice di laboratorium bakteriologi ?

12. Bagaimana SOP Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium

Pramita Cabang Ngagel Surabaya ?

13. Bagaimana Pedoman Umum Upaya K3 Laboratorium Pramita Cabang Ngagel

Surabaya ?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja

2. Untuk mengetahui fasilitas yang harus ada di laboratorium bakteriologi

3. Untuk mengetahui peralatan kerja keamanan laboratorium

4. Untuk mengetahui cara mencuci tangan yang baik dan benar

5. Untuk mengetahui cara menggunakan alat-alat di laboratorium bakteriologi

6. Untuk mengetahui cara pengolahan spesimen bakteriologis

7. Untuk mengetahui cara penanganan limbah bakteriologis

8. Untuk mengetahui contoh kecelakan di laboratorium bakteriologis

9. Untuk mengetahui prosedur bekerja yang aman di laboratorium bakteriologis

10. Untuk mengetahui pengertian dari Good Laboratory Practice (GLP)

11. Untuk mengetahui Good Laboratory Practice di laboratorium bakteriologi

12. Untuk mengetahui SOP Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Laboratorium Pramita Cabang Ngagel Surabaya

13. Untuk mengetahui Pedoman Umum Upaya K3 Laboratorium Pramita Cabang

Ngagel Surabaya

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian dan Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.Kep.463/MEN/1993

Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah “upaya perlindungan untuk tenaga kerja

dan orang lain di tempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta

agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.”

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan perlindungan tenaga

kerja dari segala aspek yang berpotensi membahayakan dan sumber yang

berpotensi menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan tersebut, pencegahan

kecelakaan dan penserasian peralatan kerja, dan karakteristik pekerja serta orang

yang berada di sekelilingnya.Tujuannya agar tenaga kerja mencapai ketahanan

fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi sehingga menciptakan

kesenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi.Tidak ada sesuatu di

tempat kerja yang terjadi secara kebetulan tetapi karena ada alasan-alasan yang

jelas dan dapat diperkirakan sebelumnya.Pengawasan terhadap alat maupun

terhadap pekerja harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

Tujuan K3 menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.Kep.

463/MEN/1993 : “mewujudkan masyarakat dan lingkungan kerja yang aman,

sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai suasana lingkungan kerja yang aman,

sehat, dan nyaman dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik, mental, sosial,

dan bebas kecelakaan.”

6
Tujuan kesehatan kerja adalah:

a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua

lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental

maupun kesehatan sosial.

b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang

diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.

c. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan

bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

d. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya

Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan dari keselamatan dan

kesehatan kerja antara lain :

”Menurut Gary J. Dessler (1993), untuk sedapat mungkin memberikan

jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap pekerja dan untuk

melindungi sumber daya manusia.”

Tindakan Pencegahan Infeksi di Laboratorium sesuai prosedur

pemeriksaan laboratorium mikrobiologi DEPKES DIRJEN PELAYANAN

MEDIK LABORATORIUM KESEHATAN 2003 adalah :

1. Melindungi pekerja,pasien,dan biakan

- Hindarkan penyebaran percikan bahan infeksi dari specimen pada saat

pelaksanaan pemeriksaan ( misalnya penanaman spsimen dengan

sengkelit dan pada saat pembakaran sengkelit /ose diatas api )

- Tempatkan specimen dalam tempat yang tahan bocor dan steril

7
- Dekontaminasi permukaan meja kerja dengan ddesinfektan yang sesuai

tiap kali seesai kerja

- Cuci tangan sesering mungkin dengan sabun/desinfektan, janga

menyentuh mulut dan mata selama bekerja

- Dilarang makan, minum , merokok selama bekerja di laboratorium

- Menggunakan APD selama bekerja di laboratorium

- Hindarkan dari tertusuk jarum atau pencegahan tabung/pipet selama

bekerja yang dapat menyebabkan luka tusuk

2. Melakukan sterilisasi yang cukup sebelum mencuci alat atau membuang

sisa specimen

3. Menyediakan tempat untuk peralatan yang digunakan dan telah

terkontaminasi dengan bakteri

4. Meenyediakan tempat pembuangan jarum suntik dan tissue atau kapas

bekas pengambilan specimen pasien

5. Semua karyawan atau pengnjung di laboratorium mikrobiologi harus

memakai jas laboratorium dan sepatu laboratorium

6. Harus menggunakan sarung tangan saat bekerja, saat inokulasi pakai

sarung tangan steril untuk meminimalis kontaminasi

7. Memakai jas laboratorium dan sepatu kerja laboratorium mikrobiologi

sebaiknya tidak dipakai di luar daerah kerjanya

”Menurut pendapat Suma’mur (1992), menyebutkan bahwa dalam aneka

pendekatan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain akan diuraikan

pentingnya perencanaan yang tepat, pakaian kerja yang tepat, penggunaan alat-

8
alat perlindungan diri, pengaturan warna, tanda-tanda petunjuk, label-label,

pengaturan pertukaran udara dan suhu serta usaha-usaha terhadap kebisingan.”

”Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.Kep. 463/MEN/1993,

tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah mewujudkan masyarakat dan

lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai ; suasana

lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman dengan keadaan tenaga kerja

yang sehat fisik, mental, sosial, dan bebas kecelakaan.”

2.2.Fasilitas yang Harus Ada di Laboratorium Bakteriologi

1. Ventilasi

2. Wastafel

3. Meja kerja

4. Emergency Alarm

5. Alat pemadam kebakaran

6. 2 pintu ( masuk/keluar dan darurat )

7. Terdapat toilet yang memadai

8. Dinding dan lantai mudah dibersihkan

9. Tersedia Biosafety Cabinet

2.3.Peralatan Kerja Keamanan Laboratorium

1. Jas laboratorium

Ketentuan Jas di Laboratorium Bakteriologi :

a. Nyaman dipakai

b. Bahan kain yang cukup tebal

c. Berwarna Terang/putih

9
d. Berkancing(Non Resleting)

e. Panjang jas sampai lutut dan dengan lengan sampai pergelangan tangan

f. Ukurannya tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar

2. Masker

3. Autoclave

4. Sarung tangan (safety glove disposible)

5. Inkubator

6. Sepatu laboratorium

Jenis sepatu di Laboratorium Bakteriologi :

 Sepatu Latex/Karet

Tahan bahan kimia dan memberikan daya tarik extra pada permukaan

licin.

 Sepatu Buthyl

Melindungi kaki terhadap ketone, aldehyde, alcohol, asam, garam, dan

basa.

 Sepatu Vinyl

Tahan terhadap pelarut, asam, basa, garam, air, pelumas dan darah.

 Sepatu Nitrile

Tahan terhadap lemak hewan, oli, dan bahan kimia.

2.4.Cara Mencuci Tangan yang Baik dan Benar

Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan

tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan lainnya oleh

manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari ritual

keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya.

10
Ribuan bahkan jutaan kuman yang tidak kasat mata ada disekitar kita.

Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, kita akan melakukan kontak atau

bahkan impossible untuk terhindar sama sekali (steril).Karena itulah, kapan saja di

saat kondisi badan lemah terutama anak-anak, sistem pertahan tubuh (immunitas)

tidak mampu melawan keganasan (patogenitas) kuman-kuman yang masuk ke

dalam tubuh tanpa kita sadari, baik melalui makanan dan minuman, setelah

bekerja, bermain ataupun keluar dari kamar kecil. Yang pada akhirnya kita akan

jatuh sakit.

Berikut adalah standar cuci tangan :

1. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir.

2. Gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah.

Digosok telapak tangan kiri dengan telapak tangan kanan, sehingga menghasikan

busa secukupnya selama 30-60 detik. Lakukan gerakan 6 langkah cuci tangan

yang baik dan benar. Pertama-tama gosokkan sabun di kedua telapak tangan,

kemudian gosok kedua punggung tangan secara beegantian. Setelah itu bersihkan

sela jari, kemudian tangan saling mengait. Lalu bersihkan ibu jari kedua tangan.

Terakhir kuncupkan ujung jari lalu bersihkan dengan menggosokkan ujung jari

tangan kanan pada telapak tangan kiri dan sebaliknya ujung jari tangan kiri pada

telapak tangan kanan.

3. Bilas kembali dengan air bersih.

4. Tutup kran dengan siku atau tissue

5. Keringkan tangan dengan tissue / handuk kertas

6. Hindarkan menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan

11
2.5.Cara Menggunakan Alat-Alat di Laboratorium Bakteriologi

Cara menggunakan pipet dan alat bantu pipet

1. Hindari memipet dengan mulut, sebaiknya selalu menggunakan alat bantu

pipet

2. Masukkan sumbat kapas ke dalam mulut pipet untuk mengurangi

kontaminasi

3. Jangan meniup udara atau mencampur bahan infeksi dengan cara

menghisap dan meniup cairan lewat pipet

4. Jangan keluarkan cairan dari dalam pipet secara paksa

5. Gunakan pipet ukur karena cairan tidak perlu dikeluarkan sampai tetes

terakhir

6. Gunakan kapas yang telah diberi desinfektan bila ada tetesan cairan yang

jatuh dimeja kerja dan kapas dibuang di tempat penampungan

pembuangan khusus untuk di autoclave

7. Rendap pipet habis pakai dalam wadah berisi desinfektan. Biarkan 18-24

jam sebelum steril

Cara pembukaan Wadah/Tempat specimen

Pembukaan wadah botol atau cawan petri dan tabung biakan dari bahan

yang memiliki potensi terinfeksi tapi dengan risiko yang tidak terlihat yang

menimbulkan aerosol atau kontaminasi pada kulit atau daerah kerja. Yang

paling sering terjadi dalam pembukaan wadah adalah ditempat kerja dengan

membuka tutup wadah karena bila tidak hati-hati, bahan terinfeksi yang ada

dalam wadah dapat menularkan secara langsung atau jatuh ke tempat kerja.

12
Berbagai pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari risiko

terinfeksi adalah sebagai berikut :

1. Buka tutup wadah di tempat kerja dengan hati-hati agar isi dalam wadah

tidak terpencar ke luar

2. Gunakan jas laboratorium dan sarung tangan

3. Hindari aerosol

4. Spesimen yang bocor atau pecah hanya boleh dibuka di dalam safety

cabinet

Cara Pemeliharaan /pemakaian lemari pendingin dan lemari pembeku

1. Lemari pendingin, lemari pembeku ( freezer) dan tabung es kering ( dry

ice) harus dibersihkan dan esnya dicairkan ( defrost) secara teratur

2. Buang ampul, tabung, botol dan wadah lainnya yang pecah selama

disimpan . Gunakan alat pelindung muka dan sarung tangan karet tebal

saat bekerja. Setelah dibersihkan , permukaan dalam lemari pendingin dan

lemari pembeku harus didesinfektan dengan desinfektan yang tidak korosif

3. Semua wadah yang disimpan harus diberi label yang jelas berisi nama

bahan, tanggal disimpan dan nama petugas yang menyimpan. Wadah yang

tidak berlabel dan bahan yang sudah kadaluarsa harus diotoclave

4. Cairan yang mudah terbakar tidak boleh disimpan dalam lemari pendingin

Cara membuka ampul berisi bahan infeksi yang diliofilisasi

Ampul yang berisi bahan infeksi yang disimpan dalam bentuk liofilisat

harus dibuka dengan hati-hati. Bahan didalam ampul berada dalam tekanan

13
yang rendah dan jika dibuka dengan tiba-tiba sebagian dapat menyebarkan

udara. Ampul harus selalu dibuka dalam cabinet kemasan biologis. Dianjurkan

untuk mengikuti petunjuk sebagai berikut :

1. Dekontaminasi permukaan luar ampul

2. Beri tanda pada bagian ampul dekat sumbat kapas atau selulose

3. Tempelkan batang yang membara pada dinding ampul yang telah dibri

tanda agar ampul mudah dipatahkan

4. Lepaskan bagian atas ampul dengan perlahan dan perlakukan sebagai

bahan yang terkontaminasi

5. Jika masih ada sumbat diatas bahan , lepaskan dengan forsep steril

6. Tambahkan cairan perlahan-lahan untuk melarutkan kembali bahan dalam

ampul dan mencegah timbulnya busa/gelembung cairan

2.6.Pengolahan Spesimen Bakteriologis

1. Penerimaan Spesimen di laboratorium

a. Laboratorium mempunyai loket khusus penerimaan specimen. Jika

jumlah specimen tidak banyak, maka tempat pemeriksaan

specimen dapat dilakukan pada meja khusus dalam area

laboratorium

b. Spesimen harus ditempatkan dalam wadah yang bertutup rapat

untuk mencegah tumpah / bocornya specimen

c. Wadah harus dapat didesinfeksi atau diautoclave

d. Wadah terbuat dari bahan yang tidak mudah pecah/ bocor

14
e. Wadah tempat pengambilan sampel harus steril untuk pemeriksaan

kultur

f. Wadah diberi label identitas specimen

g. Wadah diletakkan pada baki khusus yang terbuat dari logam atau

plastic yang dapat didesinfeksi atau diauticlave ulang

h. Baki harus bisa didesinfeksi/diautoclave secara teratur setiap hari

2. Petugas Penerima Spesimen

a. Semua petugas penerima specimen harus menggunakan jas

laboratorium

b. Semua specimen dianggap infeksius dan ditangani dengan hati-hati

c. Meja penerima specimen harus dibersihkan dengan desinfektan

setiap hari

d. Gunakan lem untuk merekatkan label / stiker label

e. Dilarang makan, minum,dan merokok saat bekerja

f. Cuci tangan sengan sabun/desinfektan setiap sebelum dan sesudah

bekerja dengan specimen

g. Pasien tidak diperbolehkan menyentuhapapun pada meja dimana

ada specimen tersimpan

3. Petugas pembawa specimen ke laboratoium

a. Mengenakan jas laboratorium yang tertutup rapat pada bagian

depan saat membawa specimen

b. Membawa specimen diatas baki

c. Segera mencuci tangan dengan desinfektan jika terkena tumpahan /

percikan dari specimen

15
d. Juka specimen bocor/tumpah diatas baki, dekontamnasi baki dan

sisa specimen di autoclave

e. Lapor pada petugas K3 laboratorium jika terluka saat bekerja

4. Tindakan khusus terhadap darah dan cairan tubuh

Tindakan dibawah ini dibuat untuk melindungi petugas laboratorium

terhadap infeksi penyakit menular ( hepatitis, HIV , dll )

a. Mengambil, melabel dan membawa specimen

- Gunakan sarung tangan

- Hanya petugas yang boleh mengambil darah

- Setelah pengambilan darah , masukkan specimen ke dalam tabung

specimen atau media secara steril dan buang jarum suntik pada

tempat jarum dan spuit dalam kantong infeksius

- Tabung specimen dan formulir permintaan harus diberi label

BAHAYA INFEKSI

- Masukkan tabung kedalam kantong plastic untuk dibawa ke

laboratorium. Formulir laboratorium dibawa secara terpisah atau

dikemas secara terpisah

b. Membuka tabung specimen dan mengambil sampel

- Buka tabung dalam biosafety cabinet kelas I dan kelas II

- Gunakan sarung tangan

- Untuk mencegah percikan, buka sumbat tabung setelah dibungkus

kain kasa

16
c. Kaca dan benda tajam

- Jika mungkin, gunakan alat terbuat dari plastic sebagai

pengganti kaca/gelas. Bahan kaca/gelas dapat dipakai jika

terbuat dari borosilikat

- Sedaat mungkin hindari penggunaan alat suntik selain untuk

mengambil darah

d. Sediaan darah pada kaca obyek

Pegang kaca obyek dengan forcep

e. Peralatan Otomatis

- Sebaiknya gunakan alat yang tertutup (enclosed type)

- Cairan yang keluar dari alat/effluent harus dikumpulkan dalam

wadah tabung tertutup atau dibuang ke dalam system

pembuangan limbah

- Jika memungkinkan , alirkan hypoklorit atau glutaraldehid

kedalam alat setiap habis pakai.

2.7. Penanganan Limbah Bakteriologis

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik

industri maupun domestik, yang lebih dikenal dengan sampah, yang kehadirannya

pada suatu saatdan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak

memiliki nilai ekonomis.Ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan

kimia senyawa organik dananorganik.dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,

kehadirannya berdampak negative terhadap lingkungan.

17
Limbah laboratorium adalah limbah yang berasal dari kegiatan

laboratorium.Limbah ini memiliki sifat khas yang berbeda dengan limbah yang

berasal dari kegiatan industri karenabiasanya memiliki keragaman jenis limbah

yang sangat tinggi walaupun dari setiap macambahan yang dibuang tersebut

jumlahnya tidak banyak.Artinya limbah laboratorium meskipun volumenya masih

relatif kecil dibandingkan dengan limbah industri, namunjustru mengandung jenis

B3 yang sangat bervariasi dengan konsentrasi yang relatif tinggi.Oleh karena itu,

limbah ini harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkanpencemaran

lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat. Limbah laboratorium dapat

berasal dari berbagai sumber, yaitu:

1. Bahan baku yang sudah kadaluwarsa,

2. Bahan habis pakai, misalnya medium perbenihan yang tidak terpakai,

3. Produk proses di dalam laboratorium, misalnya sisa spesimen,

4. Produk upaya penanganan limbah, misalnya jarum suntik sekali pakai setelah

diautoklaf

Penggolongan limbah:

1. Berdasarkan fasanya, limbah laboratorium digolongkan menjadi:

a. Limbah padat

b. Limbah cair

c. Limbah gas

2. Berdasarkan Klasifikasinya

a. Pelarut organik bebas halogen dan senyawa organik dalam larutan

b. Pelarut organik mengandung halogen dan senyawa organik dalam larutan

c. Residu padatan bahan kimia laboratorium organik

18
d. Garam dalam larutan: lakukan penyesuaian kandungan kemasan pada pH 6

–8

e. Residu bahan anorganik beracun dan garam logam berat danlarutannya

f. Senyawa beracun mudah terbakar

g. Residu air raksa dan garam anorganik raksa

h. Residu garam logam; tiap logam harus dikumpulkan secara terpisah

i. Padatan anorganik

j. Kumpulan terpisah limbah kaca, logam dan plastik

3. Berdasarkan Sifatnya, Limbah Laboratorium Digolongkan Menjadi:

 Limbah B3(Berbahaya dan Beracun)

 Limbah bakteriologis/infeksius

 Limbah radioaktif

 Limbah umum

Penanggulangan Limbah Laboratorium :

Tujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko pemaparan

limbah terhadap kuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin

berada dalam limbah tersebut. Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat

limbah, yaitu:

a. Limbah B3 (Berbahaya dan Beracun), dengan cara:

1) Netralisasi

Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor,

CaO atau Ca(OH)2.Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan

dengan asam seperti H2SO4 atau HCI.Parameter netralisasi adalah pH dan

sebagai indikator dapat digunakan Phenol Phtalein (PP). Zat ini akan

19
berubah pada pH 6-8 sehingga cukup aman digunakan jika pH

limbahberkisar antara 6,5-8,5.

2) Pengendapan/Sedimentasi, Koagulasi, dan Flokulasi

Kontaminan logam berat dalam cairan diendapkan dengan tawas/FeCl3,

Ca(OH)2/CaOkarena dapat mengikat As, Zn, Ni, Mn, dan Hg.

3) Reduksi-Oksidasi

Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi

oksidasi(redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.

4) Penukaran Ion

Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion

beracun dapat diserapoleh resin anion.

b. Limbah Bakteriologis/Infeksius, dengan cara:

1) Metode Desinfeksi: penanganan limbah (terutama cair) dengan cara

penambahan bahan-bahan kimia yang dapat mematikan atau membuat

kuman-kuman penyakit menjadi tidakaktif.

2) Metode Pengenceran (Dilution): mengencerkan air limbah sampai

mencapai konsentrasiyang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke

badan-badan air. Kerugiannya ialah bahankontaminasi terhadap badan-

badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapatmenimbulkan

pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan

sebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir.

3) Metode Ditanam (Landfill): menimbun limbah dalam tanah.

20
4) Metode Insinerasi (Pembakaran): memusnahkan limbah dengan cara

memasukkan kedalam insinerator. Dalam insinerator senyawa kimia

karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O.

c. Limbah Radioaktif

Masalah penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai

radioaktif sekecil mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan

menggunakan alat yang mudah didekontaminasi. Penanganan limbah

radioaktif dibedakan berdasarkan:

1) Bentuk : cair, padat dan gas, tinggi-rendahnya tingkat radiasi sinar gamma

(γ), tinggi-rendahnya aktifitas, panjang-pendeknya waktu paruh.

2) Sifat : dapat dibakar atau tidak.

Ada 2 sistem penanganan limbah radioaktif :

1) Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai proses

peluruhan,penguburan dan pembuangan.

2) Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah radioaktif,

seperti BadanTanaga Atom Nasional (BATAN).

d. Limbah umum

Limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong

plastik diikat kuatdan dibakar di insinerator.

2.8. Kecelakaan di Laboratorium Bakteriologi

Di laboratorium bakteriologi/mikrobiologi, infeksi bakteri merupakan

resiko yang sering terjadi sebagai penyebab penularan utama petugas pemeriksa

laboratorium. Oleh sebab itu harus diupayakan tindakan pencegahan dengan

urutan prioritas sebagai berikut :

21
1. Perlindungan petugas pemeriksa

- Batasi kontaminasi

- Dekontaminasi karyawan

- Dekontaminasi area yang berhubungan atau kontak

2. Dekontaminasi kulit

Detergen tidak boleh digunakan , perawatan harus dilakukan dengan tidak

merusak kulit

3. Dekontaminasi mata

Bekerja dengan google atau dilakukan dengan perawatan air untuk

mencegah penyebaran kontaminasi dari satu area ke area lain . tersedia eye

washer

4. Dekontaminasi pakaian

Pakaian yang terkontaminasi harus dipindahkan secepatnya dan diletakkan

pada wadah tertentu dengan label infeksius. Harus dipindahkan dari lokasi

tumpahan sampai kontaminasi dapat termonitor.

5. Dekontaminasi daerah kerja

Bebaskan area tumpahan dan beri tanda. Basahi semua daerah kerja yang

terkena tumpahan termasuk wadah yang rusak dengan disinfektan.

Diamkan 10 menit. Bersihkan dengan tissue atau lap dengan menggunakan

sarung tangan . Harus ada Spill kit yang isinya lengkap dan termonitor

masa kadaluarsa cairan desinfektannya

Bila terjadi kecelakaan kerja di laboratorium, batasi orang yang masuk di

daerah tersebut sampai dilakukan monitor terhadap kontaminasi oleh petugas.

Terdapat kotak P3K yang lengkap harus tersedia di laboratorium dan diletakkan di

22
tempat yang diketahui oleh semua karyawan laboratorium yang disertai panduan

pertolongan K3. Tersedia tabung pemadam api yang termonitor, eye washer, dan

shower. Semua karyawan harus diberikan dan mendapatkan pelatihan K3.

2.9. Prosedur Bekerja yang Aman di Laboratorium Bakteriologi

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu melakukan praktikum

di laboratorium bakteriologi, yaitu:

1) Hindari penyebaran percikan bahan infeksi dari spesimen (misal : saat

penanaman /pembakaran dengan sengkelit

2) Tempatkan spesimen pada wadah yang tahan bocor

3) Dekontaminasi permukaan meja dengan dekontaminan yang sesuai sebelum

dan sesudah digunakan. Dapat dengan etanol 70% atau klorin 10%

4) Cuci tangan pada saat yang tepat dengan sabun/desinfektan, jangan

menyentuh mulut, hidung dan mata saat bekerja

5) Jangan makan/minum/merokok saat bekerja

6) Gunakan jas praktikum saat bekerja. Menggunakan jas lab atau kemeja lengan

panjang yang kancingnya tertutup. Pakainan tersebut (jas Lab) harus menutupi

lengan dan dapat dilepas tanpa menariknya keatas kepala

7) Hindari luka/tertusuk pada saat bekerja (lakukan segala sesuatu dengan hati-

hati)

8) Gunakan sarung tangan dengan tepat

9) Kenakan sepatu khusus (sandal jepit tidak diperbolehkan) di laboratorium,

sepatu tersebut tidak boleh digunakan untuk keluar laboratorium

23
10) Cuci tangan dengan sabun disinfektan ketika masuk ke laboratorium dan

lakukan lagi sebelum meninggalkan laboratorium.

11) Jangan menaruh apapun di mulut anda seperti pensil, pena, label, atau jari.

12) Tidak menyimpan makanan di daerah mana mikroorganisme disimpan.

13) Melakukan sterilisasi yang cukup sebelum mencuci alat/membuang sisa

specimen. Peralatan laboratorium dan permukaan kerja harus didekontaminasi

dengan desinfektan yang tepat secara rutin, dan terutama setelah tumpahan,

cipratan, maupun kontaminasi lainnya.

14) Menyediakan tempat tersendiri untuk peralatan yang digunakan dan telah

terkontaminasi dengan bakteri

15) Menyediakan tempat untuk sampah terkontaminasi dan tidak terkontaminasi

16) Jaga ruang kerja bebas dari semua bahan yang tidak perlu. Ransel, dompet,

dan mantel harus ditempatkan dalam rak-rak kecil atau loker diluar

laboratorium

17) Berilabel segalanya dengan jelas.

18) Kencangkan tutup pada reagen, botol larutan, dan kultur bakteri. Jangan

membuka cawan petri (yang berisi kultur) di dalam laboratorium kecuali

benar-benar diperlukan.

19) Inokulasi loop dan jarum (ose) harus disterilkan dalam api (pembakar) bunsen

sebelum disimpan.

20) Jika menggunakan bunsen dengan bahan bakar spiritus atau alkohol, pastikan

tidak ada kertas dibawah atau didekatnya.Matikan Bunsen apabila sudah

selesai digunakan.

24
21) Perlakukan semua mikroorganisme sebagai patogen potensial. Gunakan

peralatan dan alat pelindung diri yang tepat dan tidak membawa kultur keluar

dari laboratorium.

Pada prosedur keamanan laboratorium mikrobiologi dan biomedis perlu

diketahui upaya keamanan kerja berdasarkan mikroorganisme yang ditangani

dan diperiksa. Mikroorganisme dari laboratorium dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

1) Kelompok ini merupakan kelompok yang tidak menimbulkan risiko risiko

atau risiko sangat rendah baik individu maupun pada masyarakat.

Mikroorganisme pada kelompok ini pada umumnya tidak menyebabkan

penyakit pada manusia atau ternak.

2) Kelompok ini merupakan kelompok yang mempunyai risiko sedang pada

individu dan risiko rendah pada masyarakat. Kelompok mikroorganisme

ini dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan ternak, namun pada

umumnya tidak menimbulkan bahaya yang serius pada petugas

laboratorium, masyrakat, ternak atau lingkungan. Infeksi yang terjadi

dilaboratorium umumnya dapat dicegah dan diobati serta risiko

penyebaranya terbatas. Dalam keadaan tertentu, mikroorganisme

kelompok ini dimasukkan dalam risiko tiga

3) Kelompok ini merupakan kelompok yang mempunyai risiko tinggi pada

individu dan risiko rendah pada masyarakat. Kelompok mikroorganisme

patogen ini biasanya menyebabkan penyakit serius, tetapi umumnya tidak

menyebar dari satu orang ke orang lainnya. Umunya tersedia tindakan

pencegahan dan pengobatan yang efektif.

25
4) Kelompok ini merupakan kelompok yang mempunyai risiko tinggi baik

pada individu maupun pada masyrakat. Kelompok mikroorganisme

patogen ini dapat menimbulkan penyakit genus dan sangat menular baik

secara langsung atau tidak langsung. Umumnya belum tersedia tindakan

dan pengobatan yang efektif.

2.10. Pengertian Good Laboratory Practice (GLP)

“Good Laboratory Practice” atau GLP adalah suatu cara pengorganisasian

laboratorium dalam proses pelaksanaan pengujian, fasilitas, tenaga kerja dan

kondisi yang dapat menjamin agar pengujian dapat dilaksanakan, dimonitor,

dicatat dan dilaporkan sesuai standar nasional/internasional serta memenuhi

persyaratan keselamatan dan kesehatan. Penerapan GLP bertujuan untuk

meyakinkan bahwa data hasil uji yang dihasilkan telah mempertimbangkan :

1.) Perencanaan dan pelaksanaan yang benar (Good Planning and execution)

2.) Praktek pengambilan sampel yang baik (Good Sampling Practice) 

Pengambilan sampel didefinisikan sebagai prosedur pengambilan suatu bagian

dari substansi, bahan, atau produk untuk keperluan pengujian dari sampel yang

mewakili kumpulannya. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan

sampel adalah :

 Perencanaan pengambilan sampel

 Petugas pengambil sampel

 Prosedur pengambilan sampel

 Peralatan yang digunakan

 Lokasi dan titik pengambilan sampel

26
 Frekuensi pengambilan sampel

 Keselamatan kerja

 Dokumentasi yang terkait

Laboratorium harus mempunyai rencana pengambilan sampel dan

prosedurnya, serta harus tersedia pada lokasi di mana pengambilan sampel

dilakukan. Perencanaan pengambilan sampel didasarkan pada metode statistik

yang tepat dan ditujukan kepada faktor-faktor yang dikendalikan untuk

memastikan validitas hasil pengujian. Prosedur pengambilan sampel harus

menguraikan pemilihan, rencana pengambilan sampel, preparasi sampel untuk

menghasilkan informasi yang diperlukan.

Petugas pengambil sampel harus dilakukan oleh personel yang qualified,

dibuktikan dengan pendidikan, pelatihan dan dapat menunjukan keterampilannya

dalam pengambilan sampel serta telah ditunjuk atau mewakili laboratorium yang

bersangkutan.

3.) Praktek melakukan analisa yang baik (Good Analytical Practice)

4.) Praktek melakukan pengukuran yang baik (Good Measurement Practice) 

Laboratorium harus dilengkapi dengan peralatan dan instrumentasi yang

diperlukan agar pengujian dapat dilaksanakan. Peralatan pengujian, termasuk

perangkat keras dan perangkat lunak, harus dilindungi dari penyetelan atau

pengoperasian yang dapat menyebabkan tidak validnya hasil pengujian. Peralatan

dan perangkat lunak yang digunakan untuk pengujian harus sesuai dengan tugas

dan ruang lingkup pengujian, mampu mencapai akurasi yang disyaratkan, serta

memenuhi spesifikasi yang relevan dengan pengujian.

27
Peralatan dan instrument yang tersedia harus diinspeksi secara periodik,

dijaga kebersihan, distel dan dikalibrasi sesuai dengan standar. Peralatan dan

instrumentasi harus dioperasikan oleh personel yang ahli, terlatih dan ditunjuk.

Semua instruksi cara operasi setiap peralatan harus tersedia di tempat. Catatan

setiap peralatan harus ada dan disimpan yang meliputi :

 Nama peralatan, deskripsi dan nomor seri.

 Tanggal perolehan peralatan (delivery)

 Data maintenance, kalibrasi dan perbaikan,

 Keselamatan yang diperlukan bagi setiap peralataan utama.

Bukti bahwa suatu peralatan tertentu menghasilkan data analisa atau test

yang sesuai standar dan memadai untuk kontrak atau peraturan. Semua peralatan

ukur dan instrumentasi harus terlebih dahulu dikalibrasi sebelum digunakan dan

dikalibrasi ulang secara reguler. Sistem kalibrasi harus memenuhi persyaratan

standar. Jika laboratorium menggunakan pelayanan kalibrasi oleh pihak luar ada

beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

 Mampu telusur pengukuran harus dijamin oleh laboratorium yang melakukan

kalibrasi

 Laboratorium yang melakukan kalibrasi dapat mendemonstrasikan

kompetensinya

 Dilakukan oleh personel yang qualified

 Menggunakan prosedur yang tepat.

Sertifikat kalibrasi yang diterbitkan oleh laboratorium yang melakukan

kalibrasi harus berisi hasil pengukuran, termasuk ketidakpastian pengukuran

dan/atau pernyataan kesesuaian spesifikasi metrologi yang ditetapkan.

28
Standar banding (Certified Reference Materials/SRMs) yang dipakai dalam

kalibrasi harus bersertifikasi yang dapat ditelusuri menuju standar pengukuran

nasional. Apabila penelusuran tidak memungkinkan (contoh : kalibrasi

spektroskopi serapan atom), maka kalibrasi harus divalidasi dengan referensi

analisa SRM.

Selang waktu antar kalibrasi harus sesuai dengan standar nasional atau

internasional. Apabila standar tidak ada, peralatan dikalibrasi pada interval sesuai

tujuan standar. Untuk peralatan yang didasarkan pada perbandingan dan bahan

pengukuran mutlak, kalibrasi awal harus dilakukan untuk menjamin ketelitian

(accuracy) hasil analisa. Catatan tentang kalibrasi peralatan harus ada dan

disimpan. Catatan berisi detail prosedur kalibrasi, sertifikat kalibrasi, tanggal

kalibrasi dan frekuensi kalibrasi yang diperlukan.

5.) Praktek mendokumentasikan hasil pengujian/data yang baik (Good

Dokumentation Practice)  Laboratorium harus mempunyai dan

mengembangkan sistem dokumentasi dan rekaman yang sesuai dengan

kebutuhannya dalam menerapkan Praktik berlaboratorium yang baik (GLP).

Rekaman data hasil uji, pemrosesan, serta penerbitan laporan hasil uji merupakan

unsur yang sangat penting dalam keseluruhan proses pengujian. Rekaman dapat

berupa hard copy atau media elektronik. Seluruh rekaman data yang berhubungan

dengan pengujian harus mudah dibaca, didokumentasikan, dan dipelihara

sedemikian rupa sehingga rekaman tersebut dapat mudah diperoleh kembali

dengan cepat sampai batas waktu yang ditentukan. Selain itu, rekaman tersebut

harus disimpan pada lokasi yang memadai untuk mencegah kerusakan, kehilangan

29
dan harus dijamin aman serta rahasia. Biasanya rekaman disimpan selama 5 tahun,

dan kemudian dimusnahkan sesuai prosedur yang ditetapkan oleh laboratorium.

Laboratorium harus mempunyai prosedur untuk melindungi dan

mempunyai rekaman pendukung atau back-up yang disimpan secara elektronik

atau komputerisasi serta mencegah adanya akses untuk mengubah rekaman

tersebut oleh personel yang tidak berwenang.

Pencatatan atau rekaman berfungsi untuk mendokumentasikan apa yang

diperoleh dari perhitungan atau pengamatan orisinil tanpa direkayasa.

Pengamatan, pencatatan data dan perhitungan harus direkam pada saat pengujian

dilakukan serta dapat diidentifikasi untuk pekerjaan tertentu. Untuk

meminimalkan kesalahan rekaman, laboratorium harus melaksanakan usaha-

usaha, antar lain :

 Meningkatkan kesadaran personel penanggung jawab melalui pelatihan atau

pengarahan dari atasannya

 Pemeriksaan oleh operator yang berbeda

 Pemeriksaan perhitungan oleh orang lain

 Perhitungan kembali dengan metode yang berbeda

 Verifikasi data atau hasil perhitungan.

Namun, apabila kesalahan tetap terjadi dalam suatu rekaman, setiap

kesalahan harus dicoret. Tidak diperkenankan untuk menghapus atau

meghilangkan data aslinya, sehingga membuat tidak dapat terbaca. Cara yang

benar adalah : nilai yang salah dicoret, dan nilai yang benar ditulis disampingnya.

Karena itu, perlu dihindari penggunaan pensil yang mudah dihapus untuk

perhitungan atau pencatatan data di laboratorium. Semua perubahan dalam

30
rekaman harus ditandatangani atau diparaf oleh orang yang melakukan koreksi.

Tindakan serupa harus dilakukan pada rekaman yang disimpan secara elektronik

untuk mencegah hilang atau berubahnya data orisinil.

6.) Praktek menjaga akomodasi dan lingkungan kerja yang baik (Good

Housekeeping Practice)  Laboratorium harus mempunyai ukuran, konstruksi,

lokasi dan sistem pengendalian yang memadai agar dapat memenuhi tugas dan

fungsi laboratorium. Desain yang tidak tepat dan fasilitas laboratorium yang

kurang terawat dapat mengurangi mutu data hasil uji dan atau kalibrasi,

operasional kegiatan laboratorium, kesehatan dan keselamatan, serta moralitas

personel laboratorium. Pemeliharaan kondisi akomodasi dan lingkungan

laboratorium yang baik, selain untuk mencapai keabsahan mutu data juga dapat

melindungi personel laboratorium dari bahaya bahan kimia, kebakaran, serta

bahaya lain yang timbul.

Dengan demikian, laboratorium pengujian yang menerapkan GLP dapat

menghindari kekeliruan atau kesalahan yang mungkin timbul, sehingga

menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang pada akhirnya

dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. Adapun faktor-faktor

yang menentukan kebenaran dan kehandalan pengujian yang dilakukan oleh

laboratorium adalah :

 Personel

 Kondisi akomodasi dan lingkungan

 Metode pengujian dan kalibrasi serta validasi metode

 Peralatan

 Ketertelusuran pengukuran

31
 Pengambilan sampel uji

 Penanganan sampel yang akan diuji dan barang yang akan dikalibrasi

 Jaminan mutu hasil pengujian dan kalibrasi

 Laporan hasil uji atau sertifikat kalibrasi

A. Organisasi Laboratorium

Untuk mendapatkan suatu laboratorium pengujian yang efisien dan efektif

sesuai dengan GLP diperlukan suatu organisasi dan manajemen dengan uraian

yang jelas mengenai susunan, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta wewenang

bagi para pelaksananya. Struktur organisasi laboratorium harus menunjukan garis

kewenangan, ruang lingkup tanggung jawab, uraian kerja serta hubungan timbal

balik semua personel yang mengelola, melaksanakan atau memverifikasi

pekerjaan yang dapat mempengaruhi mutu pengujian.

Bentuk struktur organisasi harus disesuaikan dengan tujuan utama

laboratorium dengan mempertimbangkan ruang lingkup, jenis atau komoditi, serta

beban kegiatan pengujian. Hal ini menyebabkan organisasi pada setiap

laboratorium pengujian tidak akan sama. Pimpinan laboratorium berfungsi sebagai

pengambil keputusan tentang kebijakan ataupun sumber daya yang ada di

laboratorium. Pimpinan laboratorium menunjuk manajer mutu yang diberi

tanggung jawab dan wewenang untuk meyakinkan bahwa sistem manajemen mutu

diterapkan dan diikuti sepanjang waktu. Manajer mutu tersebut harus dapat

berhubungan langsung dengan manajer tertinggi laboratorium. Di samping itu,

laboratorium harus mempunyai manajer teknis yang mempunyai tanggung jawab

atas seluruh operasional teknis serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan

32
untuk meyakinkan bahwa operasional laboratorium telah memenuhi persyaratan

mutu.

B. Personel

Penempatan personel dalam organisasi laboratorium harus disesuaikan

dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat. Laboratorium harus memiliki

ketentuan untuk menjamin agar seluruh personelnya bebas dari pengaruh

komersial baik secara internal maupun eksternal, pengaruh keuangan serta

tekanan lainnya yang dapat mempengaruhi mutu kerjanya.

Untuk mendapatkan personel yang qualified, manajemen laboratorium

harus merumuskan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan personel

laboratorium. Program pelatihan harus relevan dengan tugas sekarang dan tugas

masa depan yang diantisipasi oleh laboratorium. Harus ada catatan atau data

tentang kualifikasi, pengalaman dan latihan yang dipunyai oleh setiap personel.

Secara umum jenis pelatihan meliputi :

1) Internal Training, yang terdiri dari :

 on the job training untuk personel baru,merupakan pembekalan yang dilakukan

dalam bentuk pengarahan oleh personel senior yang berwenang terhadap personel

baru sebelum mendapat tugas dan tanggung jawab.

 in house training untuk seluruh atau sebagian personel lama, didasarkan atas

kebutuhan dan antisipasi terhadap lingkup pekerjaan laboratorium yang dirasakan

perlu bagi mayoritas personel.

2) External training, dilaksanakan di luar laboratorium atas undangan dari pihak

luar dalam suatu program pelatihan. Training tersebut biasanya diikuti oleh

33
personel yang kompeten sehingga dapat memberikan pengetahuan yang didapat

kepada personel lain. Pelatihan jenis ini dikenal dengan istilah training of trainer.

Metode pengujian adalah prosedur teknis tertentu untuk melaksanakan

pengujian. Tanpa metode laboratorium tidak mungkin melaksanakan kegiatan

pengujian, pengukuran atau kalibrasi. Karena itu, laboratorium harus

menggunakan metode dan prosedur yang tepat untuk semua jenis pengujian yang

sesuai dengan ruang lingkupnya, termasuk :

 pengambilan sampel uji

 penanganan sampel uji

 transportasi

 penyimpanan

 preparasi sampel /barang yang akan diuji dan/atau dikalibrasi

 perkiraan ketidakpastian pengukuran

 teknik statistik untuk analisis data pengujian dan/atau kalibrasi

Untuk memastikan agar pengujian dilakukan dengan benar serta

memberikan hasil yang memuaskan dan dapat dipercaya, laboratorium harus

menggunakan metode standar internasional maupun nasional. Selain itu,

laboratorium dapat juga menggunakan metode non-standar yang mempunyai

spesifikasi yang telah diakui serta berisi informasi yang cukup dan ringkas tentang

bagaimana melaksanakan pengujian tersebut. Dalam hal ini, tambahan

dokumentasi untuk tahapan metode atau detail informasi perlu dilakukan. Hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode, antara lain :

 semua metode pengujian harus didokumentasikan dan divalidasi;

34
 semua metode tersebut harus dipelihara kemutakhirannya dan tersedia untuk

personel yang tepat;

 metode harus diikuti secara benar sepanjang waktu;

 personel yang bersangkutan harus dilatih dan/atau dievaluasi kompetensinya

 metode tersebut harus dilakukan secara berkala oleh personel yang

bersangkutan untuk memelihara kemahirannya.

C. Validasi Metode

Laboratorium harus memvalidasi metode pengujian, termasuk metode

pengambilan contoh, sebelum metode tersebut digunakan. Validasi metode adalah

konfirmasi dengan cara menguji suatu metode dan melengkapi bukti-bukti yang

objektif apakah metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan

sesuai tujuan tertentu. Dengan kata lain, validasi metode merupakan proses

mendapatkan informasi penting untuk menilai kemampuan sekaligus keterbatasan

dari suatu metode untuk :

 memperoleh hasil yang dapat dipercaya

 menentukan kondisi di mana hasil data uji diperoleh

 menentukan batasan suatu metode, misalnya akurasi, presisi, batas deteksi,

pengaruh matrik, dan lain-lain.

Validasi metode sangat penting karena menyangkut elemen-elemen yang

dapat mempengaruhi, seperti personel, peralatan atau instrumentasi, bahan kimia,

kondisi akomodasi dan lingkungan, sampel /barang, dan waktu yang semuanya

merupakan faktor yang dapat menimbulkan variasi pada suatu pengujian.

Tujuan Validasi metode adalah untuk mengetahui sejauh mana

penyimpangan yang tidak dapat dihindari dari suatu metode pada kondisi normal

35
dimana seluruh elemen terkait telah dilaksanakan dengan baik dan benar. Dalam

pelaksanaannya, laboratorium harus memvalidasi :

 metode non-standar

 metode yang didesain/dikembangkan oleh laboratorium

 metode standar yang digunakan di luar ruang lingkup (rentang) yang ditentukan

 penegasan serta modifikasi metode standar untuk konfirmasi bahwa metode

tersebut sesuai penggunaan yang dimaksud.

Hal-hal yang biasanya menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan

validasi metode adalah :

 keterbatasan biaya, waktu, dan personel

 kepentingan laboratorium

 kepentingan pelanggan

 diutamakan untuk pekerjaan yang bersifat rutin.

Sebagai bukti bahwa laboratorium telah melakukan validasi metode,

laboratorium harus mencatat hasil yang diperoleh, prosedur yang digunakan untuk

validasi, dan suatu pernyataan bahwa metode sesuai dengan penggunaan yang

dimaksud.

2.11.Good Laboratory Practice Di Laboratorium Bakteriologi

Dalam mengerjakan pemeriksaan mikrobiologi semua perlakuan

diharuskan dalam kondisi steril baik media maupun semua peralatan yang

digunakan serta lingkungan dan meja kerja harus bersih untuk mengurangi

kontaminasi. Untuk membersihkan peralatan dan lingkungan laboratorium

mikrobiologi dengan cara sterilisasi, desinfeksi dan dekontaminasi.

36
A. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan suatu usaha untuk mebebaskan alat atau bahan -

bahan dari segala macam kehidupan, terutama mikroorganisme. Pemeriksaan

untuk menentukan mikroorganisme penyebab infeksi adalah proses

mengidentifikasi mikroorganisme tersebut sampai tingkat spesies yang didasarkan

atas dasar sifat-sifat biakan murni dari spesies tersebut. Untuk mendapatkan

biakan murni serta mengetahui sifat-sifat biokimia masing-masing spesies

diperlukan alat, bahan dan media yang steril.

Dalam praktek sterilisasi alat-alat, bahan serta media, dilakukan dengan

banyak cara yaitu secara fisika (misalnya dengan pemanasan, penyinaran) secara

kimia (misalnya dengan desinfektan) dan secara mekanik (misalnya secara

penyaringan). Cara sterilisasi yang dipakai tergantung pada macam dan sifat alat

atau bahan yang akan disterilisasi (misalnya ketahanan terhadap panas, bentuk

media: padat, cair dan lainnya).

1. Persiapan Sterilisasi

A. Pencucian Alat-alat Gelas

1. Alat-alat gelas yang masih baru

a. Bersihkan debu yang melekat dengan sepotong kain bersih

b. Rendam dalam larutan HCl 1% - 2 % selama satu malam untuk

menetralisasi sisa alkali pada gelas

c. Cuci hingga bersih dengan air hangat kemudian bilas dengan

aquabides

d. Keringkan, disumbat/dibungkus, kemudian siap untuk

sterilisasi kering (oven)

37
2. Alat-alat gelas bekas pakai

a. Rendam dalam air sabun selama satu malam

b. Kemudian cuci dengan air, direndam dalam larutan HCl 1% -

2% semalam

c. Cuci hingga bersih dengan air hangat kemudian dibilas dengan

aquabides

d. Dikeringkan, disumbat/dibungkus dan siap untuk disterilisasi

kering ( oven)

3. Alat-alat gelas bebas pakai, infeksius

a. Rebus dengan air sampai mendidih (cawan petri) atau dengan

menggunakan autoklaf (tabung, botol darah dll)

b. Setelah dingin , cuci dengan air, kemudian rendam dengan air

sabun semalam

c. Setelah dicuci air, direndam dalam larutan HCl 1% - 2%

semalam

d. Dicuci hingga bersih dengan air, kemudian dibilas dengan

aquabides

e. Dikeringkan , disumbat/dibungkus dan siap untuk disterilisasi

4. Peralatan Lain

Alat-alat plastik :

a. Rendam dalam larutan hypochlorite 3% secukupnya

b. Cuci dengan air hangat , bilas dengan air kemudian dengan

aquadest

38
c. Dikeringkan dan siap disteriisasi dengan autoclave atau sinar

ultraviolet

B. Cara-cara Sterilisasi

1. Secara Fisika

a. Sterilisasi dengan pemijaran

Cara ini dipakai untuk sterilisasi alat-alat yang tidak rusak oleh

api seperti ose, pinset, pisau, gunting, vaccinostil dll. Alat-alat

tersebut dibakar di atas api sampai memijar.

b. Sterilisasi dengan udara panas dan kering

Cara in digunakan untuk mensterikan alat-alat gelas seperti

erlenmeyer cawan petri, tabung reaksi, labu takar, gelas takar

dll. Sterilisasi ini dilakukan dengan sampai 180 °C. Lama

sterilisasi 1-2 jam pada suhu 160° - 180 °C atau 12 – 24 jam

pada suhu 110°-120°C. Alat-alat dimasukkan dalam oven

dalam waktu kondisi masih dingin. Setelah pemanasan selesai

sumber panar dimatikan, oven bisa dibuka setelah panasnya

kira-kira sudah suhu kamar.

c. Sterilisasi dengan uap air panas

Bahan-bahan yang mengandung cairan atau pembenihan yang

tidak tahan panas sampai 100°C. Sterilisasi ini dapat dilakukan

dengan mengukus menggunakan dandang, alat Koch, autoclave

yang kran membuka uap airnya terbuka.

Sterilisasi bertingkat

1. Tyndalisasi:

39
Cara ini untuk membebaskan media/bahan dari bakteri

berspora. Pada umumnya sel-sel vegetative mikroba mati

pada 100°C dalam keadaan lembab.

Caranya : Bahan disterilkan 100°C selama 30 menit untuk

membunuh sel-sel vegetatifnya kemudian bahan disterilkan

24 jam pada suhu kamar untuk memberi kesempatan

tumbuh spora, kemudian lanjut ke tahap yang kedua

sterillisasi 100°C selama 30 menit, untuk memastikan bisa

dilanjut ke tahap yang ketiga yaitu sterilisasi 100°C 30

menit dan inkubasi lagi 24 jam

2. Pasteurisasi

Prinsipnya sama dengan tyndalisasi hanya saja pemanasan

dilakukan sampai 600° - 700°C selama 1 jam diulangi 3

kali kemudian inkubasi 24 jam.

d. Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan

Sterilisasi iini merupakan sterilisasi yang paling baik jika

dibandingkan dengan yang lainnya karena adanya tekanan akan

memudahkan penetrasi panas kedalam badan sel bakteri. Alat

yang diigunakan autoclave yang didapat suhu mencapai 120°C

dengan tekanan 2 atm atau lebih. Alat ini dilengkapi dengan

thermometer, monometer dan katup pengaman. Yang dapat

disteril dengan cara ini :

Tabung, saringan, kultur biiakan, gelas obyek, jas lab, alat-alat,

sarung tangan , rak

40
e. Sterilisasi dengan air mendidih

Yang dapat disteril dengan cara ini adalah alat-alat yang tidak

rusak dengan panasnya air, misalnya: gunting, pinset, spuit

kaca dll.

f. Sterilisasi dengan penyinaran

g. Cahaya dengan panjang gelombang pendek mempunyai daya

bunuh terhadap mikroba secara ionisasi-radiasi seperti

ultraviolet, UV, sinar kosmos. Sterilisasi ini biasanya

digunakan untuk sterilisasi ruangan isolasi yaitu dengan

general cleaning dilanjutkan dengan lampu ultraviolet.

2. Secara Kimia

Dalam usaha membebaskan alat-alat atau bahan dari kehidupan

mikroorganisme, manusia membuat zat-zat yang dapat meracuni

mikroorganisme. Ada zat-zat yang hanya menghambat pembiakan

bakteri tanpa membunuhnya yang disebut zat antiseptic atau

bakteriostastik. Sedangkan zat-zat yang dapat membuunuh bakteri

disebut desinfekta, germisida atau bakteriosid. Beberapa zat yang

dapat bersifat sebagai desinfektan atau antiseptik antara lain garam-

garam logam berat, fenol, alkohol, yodium, clor, detergen, antibiotik

dan senyawa sejenis.

3. Secara Mekanik

Sterilisasi cairan yang sangat peka terhadap pemanasan

(misalnya serum darah, toksin dll) atau yang relative tidak tahan panas

41
tinggi (misalnya media yang mengandung gula), larutan buffer,

natrium bikarbonat.

4. Sterilisasi dengan tekanan

Bakteri dapat pula dimatikan dengan menggunakan tekanan

udara atau air. Untuk menghentikan pembiakan diperlukan tekanan

600 atm. Untuk mematikan bakteri perlu 6000 atm, sedangkan untuk

membunuh spora perlu tekanan 12.000 atm.

C. Alat-alat Sterilisasi

1. Oven ( Hot Air Sterilizer)

2. Arnold Steam Sterilizr

3. Autoclaf

B. Desinfeksi

Desinfeksi dapat dilakukan dengan cara merebus hingga mendidih dan

dengan bahan kimia. Desinfeksi dengan bahan kimia biasanya digunakan pada

alat-alat yang sensitif/tidak tahan panas. Bahan kimia yang umum digunakan

adalah Chlorine, ethil isoproopyll alkohol.

A. Jenis-jenis desinfeksi

- Kullit : Ethanol 700 % langsung 2 menit

Iodinne 1 % langsung 2 menit

Providone iodine 1 % langsung 2 menit

- Darah : Cresol ( pH 9) 5 % 2:1 6 jam

Ca hypochlorite 1 % 2:1 6 jam

- Urine : Cresol ( pH 9) 5% 1:1 4 jam

42
- Sputum : Cresol ( pH) 5% 1:1 4 jam

- Tinja : Cresol ( pH) 5% 2:1 6 jam

Hypichlorite ( Na/Ca) 1 % 3:1 6 jam

Ca hydroxide 20 % 2:2 6 jam

- Peralatan kerja : Lysol langsung 4jam

Cresol 5% langsung 4 jam

Hypochlirite 1% langsung 4 jam

Chloromine T.5% langsung 4 jam

- Alat gelas : Hypochloritee 1% langsung 4 jam

- Alat-alat Lab : Hypochlotite 0,1 langsung 4 jam

Isopropanol 70 %langsung 4 jam

B. Sifat-sifat desinfektan

1. Natrium hypochlorite

Bersifat oksidatif kuat, korosif, dan aktif terhadap semua

mikroorganisme

2. Formaldehid

Dapat dipakai untuk semua mikroorganisme. Tidak efektif pada suhu

rendah (diibawah 20 °C). Efektif pada kelembapan relative tinggi

(70%).

3. Fenol (Asam Karbol)

Efektif untuk semua mikroorganisme kecuali spora, digunakan sebagai

pengganti natrium hipoklorit

43
4. Yodium

Cara kerjanya seperti natrium hypochlorite, yodium yang dilarutkan

dalam etil alcohol dapat membunuh spora dan dapat digunakan untuk

mencuci tangan.

5. Alkohol

Merusak struktur lipid dengan cara penetrasi ke dalam daerah

hidrokarbon dan denaturasi protein sel. Aktif terhadap bakter (kecuali

bentuk spora), jamur dan virus berselubung.

6. Glutaraldehid

Untuk membunuh bakteri dan spora, glutaraldehid 10 x lebih kuat dari

formaldehid, mampu menembus lapisan protein.

C. Dekontaminasi

Dekontaminasi ruang laboratorium memerlukan gabungan antara

desinfeksi cair dan fummigasi. Permukaan tempat kerja didekontaminasi dengan

desinfektan cair sedangkan untk ruangan dan alat di dalamnya digunakan

fumigasi. Fumigasi dapat dilakukan dengan gas formaldehid.

D. Teknik Pewarnaan

Dalam penentuan identifikasi bakteri untuk melihat morfologi atau bentuk

bakteri diperlukan suatu pewarnaan dengan menggunakan zat-zat warna yang

telah ditentukan sesuai dengan metode masing-masing perwarnaan. Zat warna

yang paling banyak digunakan adalah karbol fuchsin, metilen biru, gentian violet

dan sapranin.

44
Pada pewarnaan tertentu misalnya pewarnaan Gram dapat digunakan

sebagai petunjuk awal dari identifikasi bakteri dalam penentuan genus sampai

spesiaes bakteri dengan melihat bentuk dan warna, flagella, spora dan kapsul

bakteri. Untuk menyiapkan bakteri agar dapat diwarnai, dibuat sediaan di atas

kaca obyek dan biasanya dinamakan pulasan. Pulasan ini dikeringkan pada suhu

kamar dan bakteri dapat difiksasi dengan jalan pemanasan di atas nyala api.

Setelah dingin pulasan dapat diwarnai dengan zat warna tertentu sesuai dengan

pemeriksaan apa yang diinginkan.

A. Macam-macam pewarnaan

Ada beberapa macam pewarnaan yang sering digunakan yaitu :

1. Pewarnaan Methilen Blue

2. Pewarnaan Gram

Pewarnaan ini terdiri dari : Crystal violet, lugol, alkohol, safranin

3. Pewarnaan Alberts

4. Pewarnaan Neisser

Pewarnaan ini terdiri dari Neisser A : Methilen blue, etanol, as.asetat

glasial dan Neisser B : Cristal violet, etanol

5. Pewarnaan ZN

Pewarnaan ini terdiri dari: larutan carbol fuchin, lar. As.alkohol,

lar.metylen blue

6. Pewarnaan Tinta India

7. Pewarnaan Spora

45
E. Media dan Reagen

Penyediaan kebutuhan media dan reagensia untuk biakan sangat

ditentukan oleh tindakan persiapan sebelumnya dan beberapa tindakan setelah

siap jadi dan saat digunakan. Mutu dari media dan reagen ditentukan sejak stok

bahan baku dipesan, penyimpanan bahan baku dan pembuatan sampai

penyimpanan setelah jadi. Berbagai kesalahan dapat terjadi saat proses

pembuatan, untuk itu diperlukan uji kualitas dari masing-masing bahan seelah jadi

dengan bakteri standart, misalnya standart ATCC. Untuk penyimpanan stok media

diperhatikan suhu ruangan atau lemari pedingin yang sesuai dengan petunjuk suhu

penyimpanan. Media dan reagen sangat higroskopis sehingga penutupan setelah

penggunaan bahan baku tersebut harus diperhatikan.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat proses pembuatan media :

1. Kualitas aquades yang jelek

2. Wadah yang tercemar

3. Terlalu ppanas pada prosesembuatan

4. Terlalu lama disimpan

5. PH tidak sesuai

6. Cara melarutkan tidak sempurna

7. Kesalahan penyimpann media/bahan baku

Akibat dari kesalahan pemuatan media :

1. Terjadi kekeruhan/pengendapan

2. Warna terlalu gelap ( kadang-kadang media menjadi gosong)

3. Agar-agar terlalu lunak

4. Pertumbuhan kuman yang jelek/tidak tumbuh

46
A. Jenis-jenis Media

Media dalam Bakteriologi dibagi menjadi 5 kategori yaitu :

1. Media Dasar/Media Umum

Media ini selalu tersedia di laboratorium, contohnya : Nutrient broth, agar

nutrient, infusion broth, air pepton, Cooked meat broth, Fusion broth,

thyoglicoolate, Salin agar, water agar dll.

2. Media Enriched

Organisme tertentu tidak dapat tumbuh dalam nutrient media umum.

Mereka membutuhkan penambahan darah, serum, glucose, telur dll.

Media yang mengandung bahan penambahan pertumbuhan guna

meningkatkan kualitas media disebuut media enriched, misalnya : agar

darah, agar coklat, lofler medium, Agar serum, Glukose broth, glycerol

agar, tomato juice agar.

3. Media Enrichment

Merupakan media cair yang berisi bahan kimia yang dapat menghambat

beberapa flora normal dan memungkinkan pertumbuhan bakteri pathogen

yang mungkin terdapat dalam jumlah kecil dalam specimen sehingga

bakteri mudah tumbuh dengan baik dan diperbanyak. Koloni dari

organisme yang tumbuh dalam media enrichment ini mungkin dapat

diperoleh melalui sub kultur pada media padat. Contoh media enrichment

adalah selenite yang digunakan untuk isolasi prime dari bakteri enterik.

4. Differential media

Merupakan media yang mempunyai beberapa kandungan kimia yang

memberikan ciri khusus pada bakteri yang berbeda melalui

47
penampilan/gambaran koloni yang special dalam kultur, Misalnya : agar

Mac Conkey, yang mengandung laktosa sebagai substrat dan merah netral

sebagai indicator. Bakteri yang memfermentasi lactose, memproduksi

asam dan akan merubah warna indicator dan koloni akan berubah menjadi

merah. Sedangkan bakteri yang non laktosa akan terlihat pucat.

5. Media Selektif

Media ini secara selektif menumbuhkan bakteri pathogen dan

menghambat bakteri komensal, dapat membedakan bakteri patogen dari

bakteri komensal melalui warna dan kekeruhan koloni. Contoh : Media

agar darah terulit untuk C.difhteriae, Bile agar, garmac conkey, mannitol

yeast extract agar, air pepton, gula-gula.

6. Media Transport

Transport media adalah media yang digunakan untuk mengirimkan

specimen dari suuatu tempat ke laboratorium pemeriksa, Misalnya Carry

and Blair, amies transport medium.

48
2.12. SOP Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium
Pramita Cabang Ngagel Surabaya

Kepala Cabang Tim K3 Unit Kerja

Mulai
Identifikasi Risiko

Dokumen Program Kerja K3

Kebijakan K3

Perencanaan K3
Sosialisasi Program
K3

Kebijakan K3

Program Kerja
K3
Pelaksanaan Program
Bentuk TIM K3

Incident?

Tidak
Dokumen Program Kerja K3 Ya

Program Kerja
K3 Identifikasi
Masalah

Investigasi & Penanganan

Berat Ringan/Berat ?
Verifikasi

Tidak
Ringan
Membuat Laporan kejadian
Sudah Sesuai?

Penanganan
Incident
YA
Rekap Kejadian

Persetujuan

Evaluasi & Analisis


Membuat Laporan Kejadian

Laporan Program K3
Laporan Program K3

Selesai
Tindakan Koreksi
Usulan Program Selanjutnya & Pencegahan

49
1. Tujuan & Ruang Prosedur tetap ini ditujukan untuk menjelaskan pedoman baku
Lingkup pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) agar didapatkan
kenyamanan dan keselamatan dalam bekerja.

Prosedur ini mulai dari penetapan kebijakan K3 oleh Kepala Cabang,


sampai dengan usulan program kerja selanjutnya sebagai langkah
perbaikan berkelanjutan.

2. Tanggung Jawab Prosedur ini berada dibawah tanggung jawab Tim K3

3. Kebijakan a. Untuk menghasilkan layanan dan hasil diagnosis yang berkualitas


tinggi harus didukung pula oleh kualitas Sumber Daya, termasuk
Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
b. Kesehatan, kenyamanan dan keselamatan pegawai, pasien dan
semua orang yang masuk ke Laboratorium harus terlindungi.
c. Usaha untuk meminimalisasi kecelakaan kerja atau tertular
penyakit harus dilakuan dengan penerapan managemen K3
d. Program K3 di Laboratorium Klinik Pramita bertujuan untuk
melindungi pekerja, pasien, pengunjung, dan lingkungan sekitar
terhadap risiko yang mungkin terjadi dari kegiatan pelayanan
laboratorium.
e. Pengelolaan program K3 dikelola oleh Manajer SDM dan Umum
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
f. Analisi risiko dibuat dan dikaji ulang secara periodic setahun
sekali oleh Tim K3
g. Program K3 harus diimplementasikan pada setiap unit kerja di
Laboratorium Klinik Pramita.
h. Tinjuan awal kondisi K3 dilakukan untuk mrngetahui
kelebihan, kekurangan, peluang, dan ancaman (SWOT) yang
berkaitan dengan aspek K3

50
4. Pengertian a. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi pada saat
atau akibat melakukan aktivitas pekerjaan
b. TIM 3 adalah Tim yang terdiri dari beberapa unit kerja yang
bertugas sebagai koordinator/leader pelaksanaan K3 dan
penanganan kecelakaan kerja.
c. Identifikasi adalah pengenalan risiko bahaya dan risiko
kesehatan di tempat kerja dengan cara melihat dan mengenal
risiko lingkungan kerja (walk through survey)
d. Perencanaan adalah analisa situasi kesehatan dan
keselamatan kerja, identifikasi masalah dan alternative upaya
penanggulanggannya.
e. Incident adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan,
bilamana pada saat itu sedikit saja ada perubahan maka dapat
mengakibatkan terjadinya accident/ celaka
f. Accident adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan
berakibat cedera pada manusia, kerusakan barang, gangguan
terhadap pekerjaan dan pencemaran lingkungan
g. Incident ringan adalah incident/kejadian yang dapat langsung
ditangani oleh pekerja (contoh: reagen tumpah, sampel
tumpah)
h. Incident berat adalah incident/kejadian yang tidak dapat
langsung ditangani oleh pekerja dan memerlukan investigasi
dan evaluasi lebih lanjut (contoh : tertusuk jarum, tersengat
arus listrik, terpapar bahan kimia berbahaya, kecelakaan lalu
lintas, terpeleset)

5. Rujukan a. Internasional Standard ISO 15189:2012 (5.2.2)


b. Permenkes 411 tahun 2012 Standar 5 Parameter 10
c. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium
Kesehatan Depkes RI tahun 2003

6. Pengukuran Hasil Kinerja Proses Pengelolaan SDM :


Kerja a. Index produktifitas pegawai
b. Rata-rata waktu pelatihan K3 per-orang
c. Rata-rata scor KPI
d. Tingkat kehadiran dan kedisiplinan pegawai
e. Jumlah Kecelakaan kerja
(Lihat Tabel Sasaran Mutu)

7. Dokumen Terkait 1.4 Intruksi Kerja Penggunaan Alat Pelindung Kerja (SDM.14-IKA-PP-
03.2/01)
1.5 Intruksi Kerja Pedoman Umum Upaya Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Laboratorium (SDM.14-IKA-PP-03.2/02)
1.6 Instruksi Kerja Keselamatan Radiologi (SDM.14-IKA-PP-03.2/03)
1.7 Instruksi Kerja Pengenalan Terhadap Tanda-Tanda
Bahaya/Keselamatan Kerja (SDM.14-IKA-PP-03.2/04)
1.8 Instruksi Kerja Identifikasi Potensi Bahaya dan Risiko Kesehatan
dan Kecelakaan Kerja (SDM.14-IKA-PP-03.2/05)

51
1.9 Instruksi Kerja Penggunaan Desinfektan (SDM.14-IKA-PP-03.2/06)
1.10 Instruksi Kerja Perencanan dan Pelaksanaan Rencana K3
(SDM.14-IKA-PP-03.2/07)
1.11 Instruksi Kerja Penanganan Kebakaran (SDM.14-IKA-PP-03.2/08)
1.12 Instruksi Kerja Penanganan Kecelakaan Kerja (SDM.14-IKA-PP-
03.2/09)
1.13 Intruksi Kerja Evaluasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SDM.14-IKA-PP-03.2/10)
1.14 IKA Pengelolaan limbah (SDM.01-IK-PP-03.2/11)
1.15 Formulir Program Kerja Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SDM.14-FRM-PP-03.2/1)
1.16 Formulir Laporan Pelaksanaan K3 (SDM.14-FRM-PP-03.2/2)
1.17 Formulir Identifikasi Bahaya dan Risiko Kesehatan dan
Kecelakaan Kerja (SDM.14-FRM-PP-03.2/3)

8. Prosedur
8.1 Kepala Cabang 8.1.1 Kepala Cabang menetapkan kebijakan K3 berdasarkan dari hasil
tinjuan awal kondisi K3 berdasarkan adanya kelebihan,
kekurangan, peluang, dan ancaman.
8.1.2 Kepala Cabang menetapkan Tim K3

8.2 Tim K3 8.2.1 Melakukan identifikasi risiko bahaya yang ada di tempat kerja
mulai dari alur proses, bahan kimia yang dipergunakan, limbah
yang dihasilkan, efek kesehatan dan perkiraan petugas yang
potensial terpapar
8.2.2 Melalukan penilaian bahaya dan risiko yang didapatkan pada
saat melakukan identifikasi bahaya dan risiko
8.2.3 Membuat perencanaan program K3 dan meminta persetujuan
kepada Kepala Cabang, jika perencanaan disetujui dilanjutkan
dengan pembuatan program kerja K3, jika tidak melakukan
revisi perencanaan,
8.2.4 Program kerja yang telah disetujui disosialisasikan ke semua unit
terkait.

8.3 Unit Kerja 8.3.1 Setelah mendapatkan sosialisasi program kerja K3 dari Tim K3,
unit kerja melaksanakan semua program kerja yang telah
ditetapkan
8.3.2 Apabila terjadi incident, melakukan identifikasi masalah.
Apabila masalah ringan penanganan dalat dilakukan oleh unit
kerja terkait,
8.3.3 Unit kerja membuat laporan kejadian, dan disampaikan kepada
Tim K3
8.3.4 Apabila incident berat, maka penangangan dilakukan langsung
oleh Tim K3

8.4 Tim K3 8.4.1 Setelah menerima laporan incident, Tim K3 melakukan


investigasi dan penanganan,
8.4.2 Membuat laporan kejadian incident,
8.4.3 Membuat rekap kejadian incident ringan dan berat
8.4.4 Melakukan evaluasi dan analisis kejadian
8.4.5 Membuat laporan program pelaksanaan K3 untuk disajikan

52
kepada Kepala Cabang, sekaligus membuat ususlan untuk
program kerja tahun berikutnya, apabila ada masalah atau
potensi masalah diperlukan tindakan korekstif dan pencegahan.
8.4.6 Selesai
9. Catatan -

2.13. Pedoman Umum Upaya K3 Laboratorium Pramita Cabang Ngagel


Surabaya

53
 Gunakan alat pelindung muka/mata jika terdapat risiko
percikan bahan infeksi saat bekerja
3.4 Cara mecegah tertusuk bahan infeksius
 Bekerja dengan hati hati
 Mempergunakan jarum suntik sejarang mungkin
 Pilih pipet pasteur yang terbuat dari plastik
3.5 Cara menggunakan Pipet dan Alat bantu pipet
 Hindarkan memipet dengan mulut, selalu gunakan alat bantu
pipet
 Masukkan sumbat kapas ke dalam mulut pipet untuk
mengurangi kontaminasi terhadap pipet
 Jangan meniupkan udara maupun mencampur bahan
infeksius dengan cara menghisap atau meniup cairan lewat
pipet
 Gunakan pipet ukur karena cairan tidak perlu dikeluarkan
sampai tetes terakhir
 Rendam pipet habis pakai dalam wadah berisi disinfektan,
biarkan 18 – 24 jam sebelum disterilkan
 Gunakan alat khusus untuk membuka botol dengan penutup
karet
3.6 Cara menggunakan sentrifuge
 Lakukan sentrifugasi sesuai dengan instruksi pabrik
 Sentrifus diletakkan pada ketinggian tertentu sehingga
petugas laboatorium yang pendekpun dapat melihat ke
dalamnya dan menempatkan tabung sentrifuge dengan
mudah
 Periksa rotor sentrifuge dan selongsong secara berkala untuk
melihat tanda korosi atau keretakan
 Gunakan air untuk penyeimbang, jangan NaCl atau
hipoklorit karena bersifat korosif
 Setelah dipakai simpan selongsong dalam posisi terbalik agar
cairan penyeimbang dapat mengalir ke luar
 Cara sentrifugasi yang benar adalah menggunakan tabung
yang tertutup rapat

54
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Bekerja di instansi apapun tidak akan lepas dari berbagai kemungkinan

terjadinya bahaya. Di sebuah laboratorium mikrobiologi juga demikian, banyak

resiko yang terdapat disana yang bisa terlihat dampaknya sekaligus dan juga bisa

dalam waktu yang panjang karena pekerjaan yang dilakukan dalam sebuah

laboratorium mikrobiologi berhubungan dengan mikrooganisme yang tiak bisa

terlihat mata secara langsung. Selain agen, peralatan, media dan reagen yang ada

di dalam laboratorium juga dapat mengakibatkan bahaya yang tak jarang berisiko

tinggi bagi petugas dan orang-orang di sekitarnya jika tidak mengetahui prosedur,

APD dan penggunaan alat, media serta reagen yang akan digunakan. Selain

bersumber dari bahan kimia bahaya bekerja di laboratorium mikrobiologi juga

datang dari mikroorganisme-mikroorganisme tak kasat mata yang terdapat dalam

sampel pasien maupun yang terdapat di ruangan laboratorium. Jika petugas tidak

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan tidak mengerjakan

pemeriksaan dengan benar maka besar kemungkinan akan terkena atau terinfeksi

mikroorganisme sangatkah tinggi bisa terhirup, terpercik, terkena tumpahan,

menyentuh, dan yang lainnya. Maka dari itu petugas harus bekerja sesuai Standart

Prosedur yang ada dan sesuai petunjuk buku pedoman laboratorium mikrobiologi

(Good Laboratori Practice Mikrobiologi) yang didalamnya juga sudah terdapat

tentang K3 dalam lingkungan laboratorium mikrobiologi.

55
3.2 Saran

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dalam bekerja dan menghindari

resiko secara langsung maupun tidak langsung maka sebaiknya dalam bekerja

harus :

1. Bekerja sesuai SPO

2. Gunakan APD lengkap

3. Tidak makan, minum atau merokok di area tempatt kerja

4. Selalu lakukan enam langkah cuuci tangan dalam 5 moment

5. Selalu bersihkan dan rapikan area kerja

6. Jaga kesehatan dan minum yang cukup

56
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman.2013. Bekerja Aman di Laboratorium Mikrobiologi.http://sulaiman-

analis.blogspot.com/2013/09/bekerja-aman-di-laboratorium.html

Kristianingrum, Denanda., Dongky Parwanto, Isnaini Putri S., Karina Dwi S.,

Kezia Lilian F., dan Khuntari Prayetno P. 2015. Makalah Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Laboratorium

Bakteriologi.http://coklatline.blogspot.com/2015/06/makalah-kesehatan-dan-

keselamatan-kerja.html

Chernecky CC & Berger BJ. 2008. Laboratory Tests and Diagnostic Procedures

5 tahun edition. Saunders-Elsevier.

Hadi, A. 2000. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Sesuai ISO/IEC 17025:

2000. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Depkes RI. 2004. Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar (Good Laboratory

Practice) .Cetakan 3. Direktorat Laboratorium Kesehatan. Direktorat

Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Depkes RI 2003.Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi Direktorat

Laboratorium Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan RI. Jakarta

57

Anda mungkin juga menyukai