Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SANITASI DAN KEAMANAN PANGAN PADA UMKM ATAU PABRIK:


EVALUASI CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) DI UKM
MUSTIKA LANGGENG JAYA,KABUPATEN BANYUMAS

Guna memenuhi tugas terstruktur Metabolisme Zat Gizi

Dosen Pengampu :
Laksmi Putri Ayuningtyas. S. TP., M.Sc
Disusun oleh :
Nama : Andri Susanto 20190102023
Sulam 20190102008
Ummar assidiq 20190102001
Rina fitriana 20190102016

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA PURWOKERTO
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2020

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim..

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “sanitasi dan
keamanan pangan pada produk umkm atau pabrik” disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah sanitasi dan keamanan pangan.

Makalah ini berisikan mengenai penjelasan tentang apa ukm pengetahuan


mengenai personal hygiene,sanitasi produk dan gmp.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, penulis menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Penulis pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik
dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami bisa membuat makalah
yang lebih sempurna lagi.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.
Purwokerto,2 mei 2021

DAFTAR ISI

i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
A. Pengertian Dan Tujuan.......................................................................3
B. Transfer pengetahuan mengenai : personal hygiene...........................4
C. GMP....................................................................................................4
D. Sanitasi produk pangan.......................................................................5
BAB III PENUTUP........................................................................................8
A. Kesimpulan.........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................9

ii
BAB I.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan manusia akan pangan setiap hari terus meningkat, salah satunya
disebabkan oleh banyak produk olahan makanan yang bermunculan. Kebutuhan
terhadap makanan tidak hanya dilihat dari segi rasa namun yang terpenting
adalah kualitas dan keamanan makanan tersebut. Setiap produsen makanan
harus memiliki kualitas yang sesuai standar agar makanan yang diproduksi aman
dikonsumsi dan laku di pasaran. Seiring peningkatan keanekaragaman olahan
makanan yang semakin tinggi, apabila tidak diiringi dengan kualitas pangan yang
baik, maka dapat menyebabkan keracunan makanan dan menimbulkan berbagai
penyakit. Menurut Ningsih, 2014 penyebab keracunan pangan ini disebabkan
karena hygiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak
sehat dan perlengkapan pengolahan yang tidak bersih. Menurut Arisman (2012)
dalam Rudiyanto, 2016, sekitar 70% kasus diare yang terjadi di negara
berkembang disebabkan oleh makanan yang telah tercemar, pencemaran
sebagian besar berasal dari industri boga dan rumah makan. Selain itu
keracunan juga kerap terjadi di Indonesia, dalam bukunya Arisman menyebutkan
pada Tahun 2006 sebanyak 60 pejabat pemda se-Indonesia yang tengah
mengikuti lokakarya di Kalimantan Barat dilaporkan terserang keracunan, hal itu
menunjukkan bahwa pencemaran yang terjadi akibat dari tidak higienisnya pada
proses pengolahan makanan yang menyebabkan makanan menjadi
terkontaminasi sehingga menimbulkan keracunan makanan. Kejadian kasus
keracunan yang terjadi di dunia dan di Indonesia sendiri terjadi karena kurangnya
kesadaran produsen atau pengelola makanan dalam menjamin setiap produk
makanan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi, sehingga menimbulkan
permasalahan kesehatan. Pada tahun 2010 angka keracunan nasional yang
terjadi mencapai 592 kasus dan 17 kasus akibat pencemaran lingkungan.
Sedangkan untuk keracunan kasus baru yang terjadi pada Tahun 2010 adalah
94 kasus akibat makanan dan 2 makanan menjadi penyebab keracunan nasional
(Ardianti, 2014 dikutip oleh Rudiyanto, 2016) Keamanan dan sanitasi pangan
merupakan salah satu faktor terpenting dalam industri pangan. Seluruh skala
industri tidak terkecuali industri rumah tangga pangan (IRTP), perlu

1
memperhatikan keamanan dan sanitasi saat produksi untuk mencegah pangan
dari kemungkinan adanya kontaminasi atau bahaya, baik karena cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia (konsumen). Pada kenyataannya, masalah keamanan
pangan dan sanitasi masih banyak ditemukan di Indonesia. Mulai dari
beredarnya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, baik
dari sisi cemaran biologis maupun kimia seperti logam berat, bahkan masih
dilakukan penggunaan bahan kimia berbahaya yang melebihi batas maksimum
yang ditetapkan (Damayanthi et al., 2008). Masalah sanitasi yang terus
meningkat ini dapat menyebabkan kematian sebagai dampak keracunan dimana
pada tahun 2011-2012 mengalami peningkatan sebesar 176,27% dan dari tahun
2013-2014 mengalami peningkatan 131,33% (Kemenkes, 2015). Sanitasi sendiri
mencakup cara kerja yang bersih dan aseptik dalam bidang produksi meliputi
persiapan, pengolahan, penyiapan, transpor makanan, kebersihan dan sanitasi
ruangan dan alat-alat pengolahan pangan serta kebersihan dan kesehatan
pekerja di bidang pengolahan dan penyajiannya.
Salah satu cara untuk menarik perhatian konsumen adalah dengan
memastikan bahwa makanan yang diproduksi aman bagi kesehatan dengan
jaminan kebersihannya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan suatu makanan
tidak aman untuk dikonsumsi, salah satunya akibat terkontaminasi. Pada
penerapan Good Manufacturing Practices terdapat hal penting yang harus
dimiliki oleh industri pangan yaitu sanitasi. Sanitasi adalah serangkaian proses
yang dilakukan untuk menjaga kebersihan. Sanitasi dilakukan sebagai usaha
mencegah penyakit/kecelakaan dari konsumsi pangan yang diproduksi dengan
cara menghilangkan atau 3 mengendalikan faktor-faktor di dalam pengolahan
pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya (hazard) sejak penerimaan
bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk sampai
produk akhir didistribusikan (Thaheer, 2005)
.

2
B. Rumus Masalah :
1. Apa itu ukm dan tujuannya untuk apa?
2. Apa itu personal hygiene ?
3. Bagaimana peran GMP?
4. Apa saja sanitasi produk pangan?

C. Tujuan :
a. Mengetahui pengertian ukm
b. Kriteria personal hygiene
c. Peran GMP
d. Apa saja sanitasi produk pangan

3
BAB II.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Tujuan


Usaha kecil dan menengah (UKM) memberi andil yang besar sebagai sektor
ekonomi yang strategis dalam menunjang ketahanan ekonomi di tingkat rumah
tangga. Hal ini terkait dengan peran sertanya dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, mudah beradaptasi dengan
perubahan permintaan pasar, serta berkontribusi terhadap penyediaan produk
dan kemudahan akses perolehan bahan pangan untuk konsumsi
masyarakat.Terkait dengan harmonisasi ASEAN tahun 2015, UKM pangan
menghadapi tantangan dan peluang yang lebih besar, sehingga UKM pangan
perlu pemberdayaan yang lebih lebih intensif lagi. UKM pangan tidakhanya
dituntut untuk mampu menyediakan pangan yang aman dan bermutu bagi
masyarakat, tetapi juga sekaligus siap menghadapi persaingan di pasar global,
utamanya di negara-negara ASEAN. Pemberdayaan UKM bidang pangan
dimulai dengan menguatkan konstruksi keamanan pangan produk yang
dihasilkan. Oleh karena itu, pemberdayaan UKM di bidang pangan melalui sistem
keamanan pangan menjadi upaya strategis untuk meningkatkan daya saing dan
pendapatan masyarakat (Rahayu et al., 2012). Upaya yang dapat ditempuh
untuk penguatan konstruksi keamanan pangan yaitu dengan menerapkanprinsip-
prinsip higiene dan sanitasi produksi pangan serta praktik-praktik baik dalam
pengelolaan penjaminanmutu dan keamanan pangan seperti yang tertuang
dalam Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) atau Good Manufacturing
Practices (GMP). CPPB merupakan bagian dari penjaminan mutu yang
menjamin bahwa produk yang dihasilkan konsisten mutunya dan dikendalikan
dengan standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan kebutuhan
pasar (Kumar dan Jha, 2015). Selain itu, implementasi CPPB juga dapat
meningkatkan kepercayaan konsumen serta meningkatkan nilai jual produk
(Rodmanee dan Huang, 2013). Mustika Langgeng Jaya merupakan UKM yang
menjadi sentra bagi pengelola emping melinjo dan makanan olahan lainya
berbahan dasar hasil bumi lokal di Desa Binangun, Kabupaten Banyumas,
sebagai tindak lanjut dari realisasi Kampoeng Mandiri “OGOP” (One “Grumbul”
One Product). Evaluasi kondisi CPPB di UKM ini bertujuan untuk: (1) mengetahui
kondisi sarana dan praktik produksi pangan di Mustika Langgeng Jaya, dan (2)
mengetahui pengaruh transfer pengetahuan tentang CPPB dan implementasinya
terhadap perubahan kondisi CPPB di UKM Mustika Langgeng Jaya.
UKM Mustika Langgeng Jaya sudah memiliki dokumen produksi, namun
pencatatannya belum tertib. Hal ini menyebabkan adanya ketidaksesuaian minor,
yaitu persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai
potensi memengaruhi mutu (wholesomeness) produk. Pencatatan dan
dokumentasi merupakan persyaratan penting untuk pelaksanaan program
pengendalian proses yang baik (Vasconcellos, 2005). Pencatatan dan

4
dokumentasi yang baik penting dikerjakan dalam kaitannya dengan kemudahan
untuk penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan
distribusi,dan kemudahan dalam mengevaluasi kegiatan operasional secara
keseluruhan serta mutu produk akhir. Hal tersebut akan menyebabkan sistem
pengawasan pangan menjadi lebih efektif (Patel dan Chotai, 2011).
Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan konseptual, teoritis, teknis, dan moral individu sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.
mengemukakan bahwa pengembangan UKM lebih diarahkan untuk menjadi
pelaku ekonomi yang berdaya saing melalui perkuatan kewirausahaan dan
peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya peningkatan adaptasi
terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan teknologi.
(Afifuddin, 2010:180). Pengaruh dari pengembangan UMKM di Indonesia dan
melihat peran serta pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan UMKM di
Indonesia memiliki hasil positif, baik secara langsung maupun tidak langsung.
(Tambunan, 2009:04) Pengembangan UMKM pada hakikatnya merupakan
tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan
mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, diperlukan upaya hal-hal
seperti: (a) Penciptaan iklim usaha yang kondusif, (b) Bantuan Permodalan, (c)
Perlindungan Usaha, (d) Pengembangan Kemitraan, (e) Pelatihan, (f)
Mengembangkan Promosi, dan (g) Mengembangkan Kerjasama yang setara.
(Hafsah 2004:43-44)

B. Apa itu personal hygiene


Aspek lokasi dan lingkungan produksi umumnya tergolong dalam ketidaksesuaian
serius. Berdasarkan SNI CAC/RCP 1:2011 (Badan 5Prosiding Seminar Nasional dan Call
for Papers”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan
VI” 24-25 November 2016 Purwokerto Standardisasi Nasional, 2011), pemilihan lokasi
industri harus memperhatikan sumber kontaminasi potensial, untuk mengurangi risiko
ancaman terhadap aspek keamanan pangan. Debu merupakan sumber kontaminan yang
berpeluang besar masuk ke ruang produksi, sehingga perlu mendapat perhatian yang
serius karena pada debu dapat terbawa mikroorganisme (Mortimore dan Wallace,2001).
Sarana cuci tangan yang belum tersedia dan pengabaian penggunaan pakaian kerja juga
berpotensi memengaruhi keamanan produk. Hal ini meningkatkan risiko kontaminasi
kuman dari pekerja ke produk. Tindakan koreksi yang perlu dilakukan untuk menurunkan
tingkat potensi bahaya di aspek lingkungan produksi, yaitu memperbaiki lingkungan
produksi, agar dapat menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis
dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Selain
itu, perlu penerapan program higiene secara berkala dan melakukan pengawasan internal
agar dapat segera diambil tindakan koreksi yang diperlukan. Ketidaksesuaian kritis
merupakan aspek yang harus segera diperbaiki, karena mengindikasikan apabila tidak
dipenuhi akan memengaruhi keamanan produk secara langsung dan/atau merupakan
persyaratan yang wajib dipenuhi. Hasil temuan terhadap aspek ini pada UKM Mustika

5
Langgeng Jaya terdapat pada 4 elemen, yang meliputi ketidaksesuaian pelabelan, adanya
hewan peliharaan yang berkeliaran di ruang produksi, yaitu kucing. Selain itu, pihak
UKM belum menyediakan tempat sampah tertutup dan belum memiliki program
pelatihan keamanan bagi karyawannya.
Kebersihan penjamah makanan dapat dilihat dari pakaian kerja yang
digunakan, pakaian kerja para penjamah makanan menurut observasi yang telah
dilakukan adalah menggunakan pakaian kerja berupa celemek namun tidak
semua penjamah makanan menggunakannya ada yang hanya kadang-kadang
menggunakannya ada juga yang tidak menggunakan celemek dengan alasan
tidak memiliki dan repot. Menteri Kesehatan No. 1098 tahun 2003 tentang
Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah makan dan Restoran. Meskipun peraturan
hukum tersebut sudah terdapat sanksi pencabutan sertifikat Layak Sehat/Layak
Higiene Sanitasi, tetapi nampak jelas peraturan ini tidak "bergigi". Sebagai
contoh, ketika "layak sehatnya" dicabut, pengelola tempat makan semisal warteg,
rumah makan ataupun restoran tetap memiliki izin operasional. Padahal kondisi
hygiene sanitasinya buruk. Selain itu, inspeksi ke Tempat Pengelolaan Makanan
(TPM) baru dilakukan Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, hanya jika ada permintaan dari pemilik/pengelola tempat
pengelolaan makanan untuk memenuhi tuntutan konsumen. Alasannya, karena
kurangnya tenaga dan anggaran, apabila dibandingkan dengan negara lain,
seperti New York atau Singapura, hygiene sanitasi tempat-tempat makan tak lagi
menjadi masalah. Pemerintah Negara tersebut juga sudah menerapkan sistem
"reward dan punishment" bagi pengelola tempat makan yang membuat mereka
menjaga hygiene sanitasi pangan, keamanan dan kesehatan pangan
.Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Penyehatan Lingkungan sebenarnya
sudah berupaya melakukan evaluasi dengan melakukan pertemuan di tingkat
Provinsi dan melibatkan Dinas Kesehatan setempat terkait dengan kinerja
mereka terhadap pengawasan Hygiene Sanitasi Pangan di TPM. Di samping itu
juga melengkapi peralatan untuk pemeriksaan cepat terhadap pangan siap saji
dan diberikan kepada Dinas Kesehatan/Kabupaten atau Kota yang mengusulkan
ke Pusat.
Hygiene adalah berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu untuk
membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate, H.A, 1986).
Dalam sejarah Yunani, Hygiene berasal dari nama seorang Dewi yaitu Hygine

6
(Dewi pencegah penyakit). Menurut Shadily [1989:289]” Hygiene adalah suatu
ilmu pengetahuan yang mempelajari kesehatan. Hygiene erat hubungannya
dengan perorangan, makanan, dan minuman karena merupakan syarat untuk
mencapai derajat yan lebih tingi. Menurut Brownell hygiene adalah bagaimana
caranya orang memelihara dan melindungi kesehatan. Arti lain dari Hygiene
adalah Ilmu yang mengajarkan cara-cara untuk menjaga kesehatan jasmani,
rohani dan social untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Jadi
hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang menitik beratkan kegiatannya
kepada usaha kesehatan individu, maupun usaha kesehatan pribadi hidup
manusia.
Menurut Purwiyatno (2009: 72), untuk dapat melakukan pekerjaan dengan
baik tanpa harus khawatir mencemari produk pangan yang ditanganinya, maka
pekerja di dapur perlu memperhatikan beberapa hal mengenai perlengkapan
sebagai berikut :
a. Pekerja harus mengenakan pakaian yang bersih dan sopan. Umumnya
pakaian yang berwarna putih sangat dianjurkan, terutama pekerja yang berada
dibagaian dapur.
b. Pekerja yang berada di Kitchen sebaiknya tidak mengenakan jam tangan,
kalung, anting, cincin, dan benda kecil lainya yang mudah putus atau hilang.
c. Pekerja sebaiknya memakai baju dengan ukuran yang pas. Kancing
bajunya terpasang dengan baik sehingga tidak mudah putus, terjatuh, dan
tercampur dalam bahan pangan yang sedang diolah.
d. Jumlah baju seragam yang disediakan sebaiknya cukup. Baju seragam
hanya dipakai pada saat bekerja.
e. Pekerja harus selalu menggunakan penutup rambut. Hal ini bertujuan
untuk melindungi kemungkinan jatuhnya rambut atau ketombe ke alat
pengolahan makanan ataupun ke adonan makanan. Selain itu, pemakaian topi
dan penutup rambut juga dapat membantu menyerap keringat yang ada di dahi
sehingga jatuhnya keringat ke makanan dapat dihindari.
f. Pekerja harus memelihara kebersihan kukukuku tangan dan kaki, dengan
cara dipotong pendek, rapi dan bersih.
C. Bagaimana peran GMP
Debu merupakan sumber kontaminan yang berpeluang besar masuk ke ruang
produksi, sehingga perlu mendapat

7
perhatian yang serius karena pada debu dapat terbawa mikroorganisme
(Mortimore dan Wallace,2001). Sarana cuci tangan yang belum tersedia dan
pengabaian penggunaan pakaian kerja juga berpotensi memengaruhi keamanan
produk. Hal ini meningkatkan risiko kontaminasi kuman dari pekerja ke
produk.Tindakan koreksi yang perlu dilakukan untuk menurunkan tingkat potensi
bahaya di aspeklingkungan produksi, yaitu memperbaiki lingkungan produksi,
agar dapat menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis
dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi.
Selain itu, perlu penerapan program higiene secara berkala dan melakukan
pengawasan internal agar dapat segera diambil tindakan koreksi yang
diperlukan.Ketidaksesuaian kritis merupakan aspek yang harus segera
diperbaiki, karena mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan memengaruhi
keamanan produk secara langsung dan/atau merupakan persyaratan yang wajib
dipenuhi. Hasil temuan terhadap aspek ini pada UKM Mustika Langgeng Jaya
terdapat pada 4 elemen, yang meliputi ketidaksesuaian pelabelan, adanya
hewan peliharaan yang berkeliaran di ruang produksi, yaitu kucing. Selain itu,
pihak UKM belum menyediakan tempat sampah tertutup dan belum memiliki
program pelatihan keamanan bagi karyawannya. Kemasan pangan harus diberi
label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih,
menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan. Ketidaksesuaian
dalam menangani dan ketidakjelasan informasi masa kedaluwarsa pangan dapat
berbahaya bagi konsumen. Tindakan koreksi yang perlu dilakukan adalah
pembuatan label pangan yang memenuhi ketentuan yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Berdasarkan peraturan tersebut, label produk pangan sekurang-kurangnya
memuat nama produk,daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih,
nama dan alamat produsen, serta tanggal,bulan, dan tahun kedaluwarsa.Hewan
peliharaan yang berkeliaran di ruang produksi dan tempat sampah yang tidak
tertutup dapat meningkatkan risiko kontaminasi produk pangan yang ditularkan
atau terbawa oleh hewan peliharaan, maupun lalat dan hewan lain yang tertarik
dengan adanya tumpukan sampah. Sehubungan dengan hal tersebut, pihak
UKM perlu membatasi akses hewan peliharaan ke dalam ruang produksi,serta
menggunakan tempat sampah yang tertutup dan segera membungkus atau
membuang sampah ke lokasi di luar lingkungan produksi.
Penerapan GMP pada industri pangan bisa meningkatkan kualitas dan daya
saing dari produk pangan (Wardanu & Anhar, 2016; Hanidah, Mulyono, Andoyo,
Mardawati & Huda, 2018). Beberapa penelitian terdahulu telah menggunakan
GMP dan WISE dengan tujuan untuk mengidentifikasi kondisi keamanan pangan
pada industri rumah tangga serta keamanan pada pekerja (Suhardi, Kadita, &
Laksono, 2018; Suhardi, Putri, & Astuti, 2019; Suhardi, Wardani, & Jauhari,
2019). Untuk mendapatkan keputusan terbaik dari sejumlah kriteria yang ada
dalam GMP dan WISE, maka diperkuat menggunakan metode AHP. Seperti
penelitian (Damarasri, Partiwi, & Gunawan, 2013), yang menggunakan metode
AHP untuk pemilihan prioritas kriteria dalam perbaikan sistem kerja di UKM
tempe tenggilis Mejoyo Surabaya. Selain itu (Suhardi, Kadita & Laksono, 2018)
juga menggunakan AHP untuk melakukan pembobotan kriteria dan subkriteria

8
daftar periksa GMP-WISE. Keseluruhan perbaikan proses produksi tersebut
bertujuan untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi dan mengurangi
kecelakaan kerja.
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) secara luas akan berakibat
pada banyak aspek yang berhubungan dengan hygienis karyawan perusahaan
maupun sanitasi pada proses produksi. Sebab yang diutamakan dari penerapan
Good Manufacturing Practices (GMP) di lapangan adalah agar tidak terjadi
kontaminasi terhadap produk selama proses produksi terjadi, sehingga produk
yang sampai ke konsumen merupakan produk yang aman untuk dikonsumsi. Hal
ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 75/M-
IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik /
CPPOB (Good Manufacturing Practise/GMP). ASEAN kini menjalani proses
pembangunan suatu Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic
Community (AEC) pada Tahun 2015 yang akan menjadi pasar tunggal dan basis
produksi. Dalam proses mewujudkan ASEAN Economic Community (AEC) ini,
peningkatan daya saing pangan, pertanian dan produk kehutanan di pasar
internasional, dan pemberdayaan petani melalui promosi koperasi pertanian telah
menjadi prioritas regional. Isu-isu baru dan lintas sektoral seperti masalah
ketahanan pangan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk sektor pertanian
dan kehutanan, dan Sanitary and Phytosanitary (SPS) juga merupakan bagian
dari prioritas. Melalui harmonisasi kualitas dan standar, jaminan keamanan
pangan, dan standarisasi sertifikasi perdagangan, produk pertanian ASEAN
diharapkan siap bersaing di pasar global dengan menawarkan makanan yang
aman, sehat dan berkualitas. ASEAN telah mengembangkan Good Agricultural
Practices (GAP), standar untuk produksi, penanganan panen dan pasca-panen
produk pertanian, batasan residu maksimum pestisida, kriteria untuk akreditasi
usaha ternak dan produk ternak, pedoman Good Manufacturing Practices (GMP)
dan ”code of conduct” untuk usaha perikanan yang bertanggungjawab, untuk
digunakan sebagai referensi dalam mengembangkan prioritas nasional dan
sarana untuk mendukung pembangunan industri agro. GMP merupakan suatu
pedoman bagi industri terutama industri yang terkait dengan pangan, kosmetik,
farmasi dan peralatan medis untuk meningkatkan mutu hasil produksinya
terutama terkait dengan keamanan dan keselamatan konsumen yang
mengkonsumsi atau menggunakan produk-produknya. Dalam penerapannya,
GMP sangat erat hubungannya dengan Hazard Analysis & Critical Control
Control Points (HACCP). Dimana GMP merupakan persyaratan awal (pre-
requisite) dari HACCP. GMP secara luas berfokus dan berakibat pada banyak
aspek, baik aspek proses produksi maupun proses operasi dari personelnya
sendiri. Yang diutamakan dari GMP adalah agar tidak terjadi kontaminasi
terhadap produk selama proses produksi hingga informasi produk ke konsumen
sehingga produk aman dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen. Termasuk
dalam pengendalian GMP adalah faktor fisik (bangunan, mesin, peralatan,
transportasi, konstruksi pabrik, dll), faktor higienitas dari personel yang bekerja
dan faktor kontrol operasi termasuk pelatihan dan evaluasi GMP Dalam industri
pangan, masalah keamanan pangan dapat dipastikan menjadi perioritas utama
dan tidak dapat ditawar-tawar walaupun kadang-kadang hal itu diutarakan secara

9
tertulis. Sehingga usaha untuk mencegah terjadinya bahaya keamanan pangan
pada umumnya menjadi prioritas, sehingga pada umunya industri mencari suatu
sistem yang mampu diterapkan dengan sistem pencegahan, sehingga HACCP
menjadi pilihan banyak industri pangan karena HACCP merupakan sistem
pengendalian keamanan pangan berdasarkan tindakan pencegahan. Istilah GMP
di dunia industri pangan khususnya di Indonesia sesungguhnya telah
diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1978 melalui Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman
Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB). Persyaratan GMP sendiri
sebenarnya merupakan regulasi atau peraturan sistem mutu (Quality System
Regulation) yang diumumkan secara resmi 39 dalam Peraturan Pemerintah
Federal Amerika Serikat No. 520 (Section 520 of Food, Drug and Cosmetics
(FD&C) Act). Peraturan sistem mutu ini termuat dalam Title 21 Part 820 of the
Code of Federal Regulation), (21CFR820), tahun 1970 dan telah direvisi tahun
1980. Di Indonesia GMP ini dikenal dengan istilah Cara Produksi Makanan yang
Baik (CPMB) yang diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah.

D. Sanitasi produk pangan :


Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan fisik yang
dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Salah satu cara pencegahan adalah dengan program Sanitasi. Sanitasi
adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan
berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam
makanan, minuman, peralatan,dan bangunan yang dapat merusak pangan
dan membahayakan manusia. Segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Istilah
kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan dengan istilah sanitasi yang oleh
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), menyebutkan pengertian
sanitasi lingkungan/kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk
mengawasi beberapa factor lingkungan fisik dan kimia yang berpengaruh
kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak
perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia
(Kusnoputranto, 1986). Tujuan sanitasi yang wajib memberlakukan sanitasi
pada system program pabrik adalah menyelenggarakan operasi
pengolahan yang bersih dan mampu menghasilkan produk yang
tidak cacat serta menyelenggarakan operasi yang tidak menimbulkan
pencemaran baik untuk karyawan ataupun lingkungan. Berikut adalah
program sanitasi yang biasa diberlakukan antara lain :

A. Sanitasi Bahan Baku

Sanitasi bahan baku ini akan diperoleh bahan pangan yang sehat dan
aman. Sanitasi yang higienis mulai dari pemilihan bahan baku. Bahan
makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan
sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang

10
menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna
ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuhan mikroorganisme dalam
bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia
yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak
layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan
pangan dan apabilaterkomsumsi oleh manusia dapat menyebabkan
penyakit. Contoh salah satunya :
Metode Bilas
Metode ini biasanya dilakukan terhadap bahan pangan segar yang
memiliki ukuran Cukup kecil. Metode sangat mudah dilakukan dan tidak
merusak sturktur contoh yang dianalisis.Caranya adalah dengan
memasukkan contoh yang akan dianalisis ke dalam larutan pengencer
(bufer fosfat atau garam fisiologis) steril dengan volume tertentu lalu
dikocok kuat-kuat.Untuk bahan metah seperti ikan, udang, dan daging
dilakukan penimbangan berat tertentu,sedangkan untuk sayuran daun
dilakukan pemotongan dengan ukuran tertentu misalnya 2 cm
x 2,5 cm.

B. Sanitasi Air

Air memegang peranan penting bagi kehidupan manusia, hewan,


tumbuhan dan jasad-jasad lain. Kebutuhan manusia akan air sangat
kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci ( bermacam
– macam cucian ) dan sebagainya. Sanitasi diberlakukan untuk
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan
buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Air yang tidak tercemar,
didefinisikan sebagai air yang tidak mengandung bahan-bahan
asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang ditetapkan
sehingga air tersebut dapat dipergunakan secara normal. Air yang
memenuhi syarat,diharapkan dampak negatif penularan penyakit melalui
air bisa diturunkan.

C. Sanitasi kebersihan alat

Peralatan dalam industri pangan merupakan alat yang bersentuhan


langsung dengan bahan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka
peralatan harus benar-benar bersih agar diperoleh kontak yang baik
antara sanitaiser dengan permukaan alat. Permukaan peralatan
secara langsung kontak dengan makanan, seperti pemanggang
atau oven dibersihkan paling sedikit satu kali sehari.

D. Sanitasi ruang pengolahan

Pada tahap manapun bahan makanan berada, selalu ditemukan


tempat bahan makanan tersebut diletakkan. baik pada waktu masih
disumber,pada waktu pengangkutan , pada waktu pengolahan. Karena itu

11
untuk menjaga agar makanan tidak tercemar perlu juga diperhatikan
sanitasi tempat pengolahan makanan. Ruangan pengolahan makanan
harus luas dan cukup untuk tempat pengolahan makanan untuk
bekerja dengan mudah dan efisien agar menghindari kontaminasi
makanan dan memudahkan pembersihan .Luas lantai dapur yang bebas
dari peralatan sedikitnya 2 meter persegi untuk tiap Pekerja Ruang
pengolahan makanan tidak berhubungan langsung dengan jamban dan
kamar mandi.Untuk kegiatan pemasakan dilengkapi meja
kerja,tempat penyimpanan bahan makanan sementara.Sanitasi
terhadap para karyawan Pengelola harus dapat menanamkan pengertian
pada seluruh pekerja bahwa sanitasi merupakan tanggung jawab setiap
orang dan memerlukan kerjasama pada setiap tahap program
jaminan mutu serta kerjasama pada setiap tahapan tersebut merupakan
bagian integral dari pekerjaannya. Kontaminasi yang disebabkan oleh
pekerja dapat berlangsung selama jam kerja dikarenakan macam
aktivitas kontak bahan pangan pangan, maka mikroorganisme
dapat berpindah ke makanan dan akan mencemari makanan. Oleh
karena itu harus dilakukan sistem sanitasi seperti : mencuci tangan
dengan air dan sabun bersih sebelummemulai pekerjaan, memakai
penutup rambut , masker serta jas lab untuk mengurangi resiko
tercemarnya makanan akibat kegiatan pekerja yang dilakukan
dari luar.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

a. UMKM pada hakikatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah


dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh
UMKM, diperlukan upaya hal-hal seperti: (a) Penciptaan iklim usaha yang
kondusif, (b) Bantuan Permodalan, (c) Perlindungan Usaha, (d) Pengembangan
Kemitraan, (e) Pelatihan, (f) Mengembangkan Promosi, dan (g)
Mengembangkan Kerjasama yang setara.
b. hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang menitik beratkan kegiatannya
kepada usaha kesehatan individu, maupun usaha kesehatan pribadi hidup
manusia.
c. Salah satu cara untuk menarik perhatian konsumen adalah dengan memastikan
bahwa makanan yang diproduksi aman bagi kesehatan dengan jaminan
kebersihannya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan suatu makanan tidak
aman untuk dikonsumsi, salah satunya akibat terkontaminasi. Pada penerapan
Good Manufacturing

13
DAFTAR PUSTAKA

Gagan, Ananda. 2010. Good Manufacturing Practies (GMP) of Food Industry


Cara Produksi Makanan Yang Baik (Cpmb). Malang.

Wahyunanto Penerapan hygiene sanitasi dalam kualitas peningkatan mutu food


and beverage(studi pada pantai konang desa ngelebeng kecamatan panggul
kabupaten trenggalek) Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 58 No. 2 Mei 2018|

Bambang suhardi, perbaikan proses produksi pada ikm tahu sari murni mojongso
menggunakan metode good manufacturing practise dan work improvement in
small enterprise. Jurnal INTECH Teknik Industri Universitas Serang Raya Vol 6
No 1 Juni 2020, 88-98 p-ISSN 2407-781X, e-ISSN 2655-2655

Atun yulianto Penerapan Standard Hygienes Dan Sanitasi Dalam Meningkatkan


Kualitas Makanan Di Food & Beverage Departement @Hom Platinum Hotel
Yogyakarta. Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 –
lppm3.bsi.ac.id/jurnal

Ayu Chandra wilis kondisi hygiene sanitasi dan karakteristik hidangan di


paguyuban pkl wiyung Surabaya.E-Journal Boga. Volume 02. Nomor 03.
Yudisium Oktober. Tahun 2013. Hal 11-17.

Rahayu, W. P., H. Nababan, P. Hariyadi, & Novinar. 2012. Keamanan Pangan


dalam Rangka
Peningkatan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk Penguatan
Ekonomi
Nasional. Makalah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X. Jakarta, 20-21
November 2012.

14

Anda mungkin juga menyukai