PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, penggunaan obat tradisional dan obat yang berasal dari bahan
alami semakin marak di masyarakat. Obat tradisional dan obat bahan alam
menjadi pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat
tradisional dan obat yang berbahan alami mempunyai harga yang relatif lebih
murah, maka obat jenis ini sering menjadi pilihan pertama solusi kesehatan
masyarakat kelas menengah dan bawah. Obat tradisional telah diterima secara luas
banyak negara maju penggunaan obat tradisional makin populer (Depkes, 2007).
Tren gaya hidup back to nature yang marak di negara maju dan mulai masuk ke
tradisional dan bahan alam hingga ke masyarakat kelas menengah dan atas.
a
tradisional. Jamu merupakan obat tradisional Indonesia (BPOM, 2005 ) dan telah
digunakan turun temurun oleh masyarakat nusantara sejak lama. Melihat tren
perusahaan farmasi yang ikut memproduksi produk bahan alam dengan membuat
1
2
unit herbal.
Sejalan dengan maraknya produk obat tradisional dan obat bahan alam di pasaran,
muncul masalah mengenai jaminan keamanan dan khasiat produk yang beredar
tersebut. Untuk dapat memberikan jaminan mutu baik keamanan maupun khasiat di
standar dan metode sebagai instrumen untuk evaluasi mutu. Sementara penelitian
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat dan mutu obat tradisional sangat
terbatas yang pada gilirannya menyebabkan terbatasnya data, standar, dan metodologi
(Depkes, 2007). Jaminan mutu dan keamanan obat tradisional juga diperlukan dalam
AFTA. Langkah utama dan merupakan persyaratan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu dan keamanan ini adalah dengan diterapkannya Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) pada seluruh aspek kegiatan dan produksi obat
c
tradisional (BPOM, 2005 ). Proses produksi merupakan salah satu tahapan kunci
dimana kontrol kualitas disyaratkan untuk menjamin kualitas obat bahan alam yang
diproduksi. Good Manufacturing Practice (GMP) merupakan satu dari alat paling
agar melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan obat
mutu dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional
c
Indonesia dalam era pasar bebas (BPOM RI, 2005 ). Setiap produsen obat
tradisional, wajib berpedoman pada CPOTB. Bagi Industri Obat Tradisional (IOT)
bagi Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dilakukan secara bertahap sesuai
b
dengan kemampuan industri (BPOM, 2005 ). Oleh karena itu, perlu dilakukan
diwajibkannya CPOTB tersebut. Sampai saat ini, telah diberlakukan dua CPOTB,
yaitu CPOTB tahun 2005 dan CPOTB tahun 2010. CPOTB tahun 2010
sebelumnya. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penerapan CPOTB tahun 2010,
(Permenkes) No. 6 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional yang
tidak lagi menyebut IKOT tetapi Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) dan
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) sebagai bentuk produksi obat tradisional
skala kecil (Depkes RI, 2012). Sehingga evaluasi CPOTB yang dilaksanakan pada
Titik tekan penilaian menurut dra. Lucky S. Slamet, M.Sc., Kepala BPOM RI
penelusuran produk unit usaha tersebut (Slamet, 2012). Menurut Ketua KOJAI,
pemenuhan aspek sanitasi dan higiene oleh UKOT dan UMOT di Kabupaten
B. Rumusan Masalah
3. Aspek CPOTB manakah yang paling sulit dipenuhi oleh UKOT dan UMOT?
4. Apa kendala yang paling sering ditemui pada pelaksanaan CPOTB oleh
C. Keaslian Penelitian
(UKOT) dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) di Kabupaten Sukoharjo ini
pembinaan oleh instansi yang berwenang. Penelitian lain dengan tema evaluasi
CPOTB yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Farmasi UGM dapat dilihat di
tabel I.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian pada tabel I adalah mengambil tema
evaluasi penerapan CPOTB. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian setingkat tesis
pada tabel I adalah penelitian ini dilakukan pada Industri Kecil Obat Tradisional
(IKOT) sedangkan kedua penelitian tesis dilakukan pada Industri Obat Tradisional
Jawa Tengah.
Tengah
Jakarta
pemerintah, dan pihak yang peduli dengan obat tradisional Indonesia mengenai
kondisi yang dihadapi pelaku usaha kecil dan mikro obat tradisional di Kabupaten
ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pelaku UKOT dan UMOT di
E. Tujuan Penelitian
CPOTB.
3. Mengetahui aspek CPOTB yang paling sulit dipenuhi oleh UKOT dan UMOT.
F. Tinjauan Pustaka
1. CPOTB
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
produk yang dihasilkan agar dapat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
dari bahan awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan
menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu
kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan
demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional
Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar
b
dalam negeri maupun internasional (BPOM, 2005 ).
Ada sepuluh aspek yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan CPOTB, yaitu
a. Personalia
b. Bangunan
c. Peralatan
g. Pengawasan Mutu
h. Inspeksi Diri
i. Dokumentasi
a. Personalia
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta tersedia dalam jumlah
yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas
c
yang dibebankan kepadanya (BPOM, 2005 ). Jumlah dan kualitas personil yang
yang terbatas mengakibatkan tugas dilakukan secara tidak cermat dengan segala
lembur yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator
sesuai dengan persyaratan kualifikasi yang tertera pada uraian tugas masing-masing
c
personil (BPOM, 2005 ).
memadai untuk menjamin agar para personil terbiasa denga persyaratan CPOTB
9
tertulis yang telah disetujui oleh Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian
c
memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya (BPOM, 2005 ).
b. Bangunan
Aspek bangunan mempunyai dua sub aspek, yaitu bangunan dan ruangan.
Pada sub aspek bangunan, secara ideal industri obat tradisional yang baik dan
sehat hendaknya berada di lokasi yang bebas dari pencemaran. Bangunan pabrik
memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku. Bangunan industri obat tradisional
luasnya sesuai dengan bentuk, sifat, dan jumlah produk yang dibuat, jenis, dan
jumlah peralatan yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi
c
ruangan (BPOM, 2005 ).
produksi, barang, dan fasilitas lain yang akan ditempatkan serta lalu lintas barang
dan orang hendaklah digambarkan dengan benar pada tata ruang sesuai dengan
ukuran yang direncanakan. Tata letak ruangan hendaklah mengikuti urutan proses
silang antar bahan serta mencegah resiko terlewatnya salah satu langkah dalam
proses produksi. Ruang laboratorium harus terpisah dari area produksi dan tidak
sedemikian rupa hingga mudah dibersihkan, kedap air, tidak ada sambungan, rata,
c
dan tidak merupakan media pertumbuhan mikroba (BPOM, 2005 ).
c. Peralatan
rancang bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan
dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk terjamin secara
penetesan zat pelumas dan hal lain yang sejenis, atau karena perbaikan,
c
pemeliharaan, modifikasi, atau adaptasi yang salah (BPOM, 2005 ).
Idealnya dalam satu ruangan hanya boleh ada satu peralatan. Apabila dalam
satu ruangan terdapat lebih dari satu peralatan, hanya boleh mengolah satu produk
c
pada satu waktu untuk menghindari pencemaran silang (BPOM, 2005 ). Peralatan
c
dibersihkan (BPOM, 2005 ). Semua jenis pipa yang terpasang kecuali yang ditanam
c
di bawah tanah dan pipa listrik hendaklah diberi tanda yang jelas (BPOM, 2005 ).
dengan proses dan bentuk sediaan yang akan dibuat. Sedangkan peralatan serta
alat gelas sesuai keperluan, serta lampu spiritus. Bahan uji yang perlu dilengkapi
adalah zat atau bahan kimia dan larutan pereaksi sesuai kebutuhan serta buku-
dan Ekstra Farmakope Indonesia serta buku-buku resmi lainnya. Bila memiliki
oven, lemari pendingin, Laminar Air Flow (LAF), inkubator, peralatan gelas, dan
media yang diperlukan. Prosedur kerja standar untuk setiap instrumen atau
peralatan harus tersedia, dan diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang
c
hendaknya tertera pada instrumen yang bersangkutan (BPOM, 2005 ).
12
yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia, bahan dan wadah
serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk. Karyawan hendaklah menjalani
menjadi karyawan yang dilakukan secara berkala serta hendaklah karyawan dilatih
menerapkan higiene perorangan dengan baik. Hendaklah tersedia jamban atau tempat
cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan pengering yang berfungsi dengan baik
c
dan jumlah serta kapasitasnya memadai (BPOM, 2005 ).
dicegah pencemaran peralatan oleh bahan pembersih atau bahan untuk sanitasi.
luar maupun bagian dalam sesuai prosedur, serta dijaga dan disimpan dalam
c
terpisah dari ruangan pengolahan (BPOM, 2005 ).
persyaratan yang berlaku. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku
baku yang diterima hendaklah diberi label yang memberi informasi mengenai nama
daerah dan nama latin bahan, tanggal penerimaan, dan pemasok. Semua
13
pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam kartu atau
buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau pengeluaran, serta
nama dan alamat pemasok. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan
sortasi untuk membebaskan dari bahan asing dan pengotor lain. Simplisia yang dicuci
hendaklah dikeringkan terlebih dahulu dengan cara yang tepat sehingga tidak terjadi
perubahan mutu dan mencapai kadar air yang dipersyaratkan. Pengeluaran simplisia
yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dengan cara mendahulukan
simplisia yang disimpan lebih awal (First In First Out), atau yang mempunyai batas
kadaluwarsa lebih awal (First Expired First Out). Semua bahan baku yang tidak
c
menunggu tindak lanjut (BPOM, 2005 ).
yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang
c
dihasilkan senantiasa memenuhi persayaratan yang berlaku (BPOM, 2005 ).
c
secara tertulis dan catatan hasilnya hendaklah disimpan (BPOM, 2005 ).
g. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat
tradisional yang baik. Rasa ketertarikan dan tanggung jawab semua unsur dalam
c
bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi (BPOM, 2005 ).
yang terencana dan terpadu. Semua unsur yang terlibat dalam pembuatan obat
yang berdiri sendiri dan tidak merupakan bagian dari departemen produksi.
Memiliki otoritas tunggal untuk meluluskan atau menolak bahan awal untuk
produksi, kelanjutan proses produksi sesudah melewati tahap proses yang kritis,
c
dan produk jadi untuk didistribusikan (BPOM, 2005 ). Sistem pengawasan mutu
mengandung bahan dengan mutu yang benar dan dibuat pada kondisi yang tepat
terhadap bahan baku, bahan pengemas, proses pembuatan, produk antara, produk
c
ruahan, dan produk jadi (BPOM, 2005 ).
h. Inspeksi Diri
Inspeksi diri pada dasarnya adalah cara untuk mengkaji kembali secara objektif
seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap aspek yang mungkin dapat berpengaruh pada
jaminan mutu. Tujuan inspeksi diri adalah melakukan penilaian apakah seluruh aspek
c
2005 ). Tujuan inspeksi diri juga untuk mengetahui cacat, baik yang berdampak
besar, sedang, maupun kecil. Inspeksi diri hendaklah dilakukan oleh orang yang
c
dari luar (BPOM, 2005 ). Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk tim
inspeksi yang mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB. Hendaklah
c
dibuat prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri (BPOM, 2005 ).
i. Dokumentasi
catatan dan laporan, serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang
c
(BPOM, 2005 ).
Prosedur Operasional Baku (POB), Instruksi Kerja (IK), dan Catatan Mutu (BPOM,
c
2005 ). Sistem dokumentasi hendaklah bisa menggambarkan riwayat lengkap dari
terhadap bets produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam
c
personalia (BPOM, 2005 ). Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan
c
aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2005 ).
16
medis lainnya hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang
c
sesuai (BPOM, 2005 ).
a) Keluhan mengenai kualitas menyangkut keadaan fisik, kimia, dan biologi dari
b) Keluhan dan laporan tentang efek yang merugikan seperti reaksi alergi, reaksi
c
(BPOM, 2005 )
Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan yang
diterima. Keluhan dan laporan tersebut hendaklah ditangani oleh bagian yang
bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima. Tiap keluhan
dan laporan hendaklah dilakukan penelitian dan evaluasi secara seksama dan
kemudian dilakukan tindak lanjut sesuai evaluasi dan penelitian. Hasil pelaksanaan
penanganan keluhan dan laporan termasuk hasil evaluasi penelitian dan tindak
c
bersangkutan dan kepada pejabat pemerintah yang berwenang (BPOM, 2005 ).
Penarikan kembali produk yang berupa penarikan kembali satu atau beberapa
bets atau seluruh produk tertentu dari semua mata rantai produksi. Penarikan kembali
dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan atau
atas dasar pertimbangan adanya efek yang tidak diperhitungkan yang merugikan
c
2005 ).
2. Obat tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat (Sekretariat Negara, 2009). Obat Tradisonal merupakan
salah satu produk dari budaya bangsa Indonesia (Depkes, 2007). Obat tradisional di Indonesia
dibagi menjadi 3 kriteria yaitu : Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka. Jamu adalah
obat tradisional Indonesia. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya
telah distandarisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku, dan
Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha
yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan
Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha
yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis,
Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah industry yang
6. Keterangan empiris
CPOTB tahun 2005 yang telah ditetapkan oleh BPOM RI khususnya pada UKOT
masukan awal dalam pelaksanaan CPOTB 2011 bagi pelaku usaha obat tradisional