Anda di halaman 1dari 48

Kepatuhan Pasien

Pengetahuan Sikap Perilaku


Perilaku kesehatan
Notoatmodjo (2007):

perilaku kesehatan adalah suatu respons organism


(seseorang) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan
Faktor yang membentuk perilaku
a. Faktor−faktor predisposisi (predisposing factors), yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
nilai−nilai, dan sebagainya.

b. Faktor−faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud


dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas−fasilitas atau sarana–sarana kesehatan.

c. Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud


dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor antesenden terhadap
perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku.
1. Pengetahuan
2. Keyakinan
3. Sikap
4. Persepsi
5. Demografi
Faktor Pemungkin
Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap
perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau
aspirasi terlaksana.
1. Ketersediaan sumber daya kesehatan
2. Prioritas & komitmen masyarakat/ pemerintah
terhadap kesehatan
3. Keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan
Faktor Penguat
Faktor penguat
merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang
memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman perilaku dan
berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu.
1. Keluarga
2. Petugas kesehatan
3. Petugas lain
Kelompok refenensi dari perilaku masyarakat
Kepatuhan Pasien
Pengertian Kepatuhan
• Menurut Haynes (1979)
• compliance (kepatuhan) dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai perluasan
perilaku individu yang berhubungan dengan
minum obat, mengikuti diet dan mengubah
gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk
medis.
• kepatuhan (adherence atau compliance)
didenifisikan sebagai tindakan perilaku seseorang
yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet,
dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan
rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO
dalam Hardiyatmi, 2016).
Tugas :
• Apa yang dimakksudkan adherence?
• Apa yang dimaksud Complience?
• Jelaskan persamaan dan perbedaan adherence dan
compliance?
• Kepatuhan minum obat
merupakan keadaan ketika pasien minum
obat yang tepat, pada waktu yang tepat,
dosis yang tepat, jadwal yang benar, dan
kondisi yang tepat
• Kepatuhan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kesembuhan
disamping faktor individu, komunitas,
strategi pengobatan,
Faktor−Faktor yang Berhubungan
dengan Kepatuhan Berobat
• Tingkat Pendidikan
• Pengetahuan
• Efek Samping
• Sikap
• Jarak
• Sarana Transportasi
• Biaya Transportasi
• Peran PMO
• Peran Keluarga
Ketidak patuhan
Ketidakpatuhan berobat mengakibatkan :
• Tidak sembuh
• Dapat kambuh Kembali
• Terjadi resistensi  menjadi sumber penularan kuman
• gagal pengobatan.
• waktu pengobatan lebih lama
• Dana yang dikeluarkan lebih besar
• Length of stay lebih lama
Peran Apoteker Dalam
Menigkatkan Kepatuhan

Treatment →Adherence→Outcomes

• The WHO defines adherence to long-term therapy as“the extent to


which a person’s behavior—taking medication, following a diet, and/or
executing lifestyle changes-corresponds with agreed recommendations
from a health care provider.”1 Often, the terms adherence and
compliance are used interchangeably
Article Highlights

• Approximately 50% of patients do not take medications as prescribed


• Medication adherence is not exclusively the responsibility of the patient
• Increasing adherence may have a greater effect on health than improvements in
specific medical therapy
• Medication-taking behavior is complex and involves patient, physician, and
process components
• Identification of nonadherence is challenging and requires specific interviewing
skills
• Solutions include encouraging a “blame-free” environment, opting for less
frequent dosing, improving patient education, assessing health literacy, and
paying attention to rational nonadherence
• Many helpful Web-based resources are available
CAUSES OF POOR MEDICATION ADHERENCE
• Poor adherence to medical treatment severely compromises patient
outcomes and increases patient mortality
• According to the WHO, improving adherence to medical therapy for
conditions of hypertension, hyperlipidemia, and diabetes would yield
very substantial health and economic benefits.
• To improve medication adherence, the multifactorial causes of
decreased adherence must be understood. The
WHO classifies these factors into 5 categories:
1. socioeconomic factors,
2. factors associated with the health care team and system in place,
3. disease-related factors,
4. therapy-related factors, and
5. patient-related factors
Patient-Related Factors
Specific factors identified as barriers to medication adherence
among inner city patients with
1.low socioeconomic status were high medication costs,
2.lack of transportation,
3.poor understanding of medication instructions,
4.and long wait times at the pharmacy.
5.A lack of family or social support is also predictive of
nonadherence as is poor mental health
Physician-Related Factors
Not only do physicians often fail to recognize medication nonadherence
in their patients, they may also contribute to it by prescribing complex
drug regimens, failing to explain the benefits and adverse effects of a
medication effectively, and inadequately considering the financial
burden to the patient.

Ineffective communication between the primary care physician and the


patient with a chronic disease such as CVD further compromises
thepatient’s understanding of his or her disease

Inadequate communication between physicians, hospitalists, primary


care physicians, and consultants also contributes to medication errors
and potentially avoidable hospital readmissions
Health System/
Team Building–Related Factors
• Fragmented health care systems create barriers to medication adherence by
limiting the health care coordination and the patient’s access to care.
• Prohibitive drug costs or copayments also contribute to poor medication
adherence.
• Health information technology is not widely available, preventing physicians from
easily accessing information from different patient care–related venues,
• the amount of time a clinician spends with patients may be insufficient to properly
assess and understand their medication-taking behaviors.
TABLE 2. Questions a Clinician Can Ask to Assess a Patient’s
Medication Adherence

I know it must be difficult to take all your medications regularly. How


often do you miss taking them?
Of the medications prescribed to you, which ones are you taking?
Of the medications you listed, which ones are you taking?
Have you had to stop any of your medications for any reason?
How often do you not take medication X? (address each medication
individually)
When was the last time you took medication X? (address each
medication individually)
Have you noticed any adverse effects from your medications?
Penelitian kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia yang dilakukan Yilmaz & Okanli (2015)
terhadap 63 pasien skizofrenia dihasilkan :
1. 54% pasien skizofrenia memiliki kepatuhan
minum obat rendah,
2. 34,9% dengan kepatuhan sedang, dan
3. 11,1% dengan kepatuhan tinggi.
Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Diabetik dengan Regulasi Kadar
Gula Darah pada Pasien Perempuan Diabetes Mellitus
Relationship between Antidiabetic Drugs Consumption and Blood
Glucose Level Regulation for Diabetes Mellitus Female Patients
Oryza Dwi Nanda*1, R. Bambang Wiryanto2, Erwin Astha Triyono3
Latar Belakang:
Pengendalian kadar gula darah merupakan hal
yang penting dalam penanganan diabetes melitus.
Pasien diabetes perlu memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi pengendalian kadar gula
darah salah satunya adalah kepatuhan minum
obat anti diabetik.
Tujuan:

• Mengetahui hubungan dan besar risiko kepatuhan


minum obat oral anti diabetik dengan regulasi kadar
gula darah pada pasien perempuan diabetes mellitus
Metode:

• Desain penelitian kasus kontrol dengan teknik purposive


sampling, sehingga diperoleh 26 sampel penelitian yang
terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kasus (gula darah
tidak teregulasi) sebanyak 13 dan kelompok kontrol (gula
darah teregulasi) sebanyak 13 responden perempuan berusia
45-59 tahun yang menderita diabetes melitus. Hubungan dan
besar risiko kepatuhan minum obat anti diabetik dengan
regulasi gula darah pasien diabetes mellitus menggunakan uji
chi-square.
Hasil:
• Pasien dengan gula darah tidak teregulasi menunjukkan:
*46,2% patuh dan
*53,8% tidak patuh dalam minum obat anti diabetik.
Pasien dengan gula darah teregulasi menunjukkan sebanyak
• 92,3% patuh dan
• 7,7% tidak patuh dalam minum obat anti diabetik.
Uji chi square menunjukkan terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat anti diabetik
dengan regulasi kadar gula darah pada pasien diabetes melitus dengan nilai p=0,015 dan
nilai OR sebesar 14 dengan CI 95% (1,385-141,485) yang berarti responden yang tidak
patuh minum obat anti diabetik berisiko 14 kali mengalami regulasi gula darah yang buruk
dibandingkan dengan pasien yang patuh dalam minum obat anti diabetik.
Kesimpulan:

• Terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat anti


diabetik dengan regulasi gula darah pada pasien
perempuan rawat jalan usia 45-59 tahun di Puskesmas
Mojo, Pucang Sawu, dan Keputih Surabaya. Pasien
dengan kadar gula darah tidak terkontrol lebih banyak
tidak patuh dalam minum obat anti diabetik, sedangkan
pada pasien dengan gula darah terkontrol sebagian
besar cukup patuh dalam minum obat anti diabetik.
• Jika Kadar gula darah terkontrol komplikasi diabetes lebih kecil 
kualitas hidup lebih  lama sakit lebih kecil biaya terapi lebih
rendah  pasien puas terhadap pelayanan apoteker  pasien
Kembali ke apotek  merekomendamendasi ke
teman/tetangga/keluarga  apotek banyak dikunjung pasien
Pengaruh Edukasi Terstruktur dan Kepatuhan Minum Obat
Antihipertensi terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien
Hipertensi Usia Lanjut: Uji Klinis Acak Tersamar Ganda
Ayatullah Khomaini, Siti Setiati, Aida Lydia, Esthika
Dewiasty
• Pendahuluan.
• Hipertensi masih menjadi permasalahan penting pada usia lanjut.
Edukasi dan kepatuhan minum obat antihipertensi adalah salah satu
faktor yang menjadi bagian tata laksana hipertensi secara holistik dan
komprehensif. Penelitian ini dilakukan untuk menilai pengaruh
edukasi terstruktur dan kepatuhan minum obat antihipertensi
terhadap penurunan tekanan darah pada pasien usia lanjut.
• Metode.
• Uji klinis acak tersamar ganda pada Oktober 2012-Februari 2013 dilakukan pada
pasien usia lanjut dengan hipertensi di tiga poliklinik di Rumah Sakit dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Subjek dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
• kelompok I yang mendapat edukasi terstruktur dan checklist,
• kelompok II yang mendapat edukasi terstruktur dan
• kelompok III tanpa edukasi terstruktur dengan checklist.
• Edukasi terstruktur dan checklist diberikan sebanyak 3 kali per bulan selama 90
hari. Dilakukan analisis dengan uji anova untuk melihat perbedaan tekanan darah
pada ketiga kelompok setelah intervensi dengan prinsip analisis per protokol.
• Hasil.
• Didapatkan total 182 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dan
mengikuti penelitian sampai akhir, yang terdiri dari 60 subjek pada
kelompok I, 61 subjek kelompok II dan 61 subjek kelompok III.
• Pada akhir pengamatan, tekanan darah sistolik (TDS) kelompok I, II dan II
mengalami penurunan secara berturut-turut menjadi 130 (rentang 90-179)
mmHg, 135 (rentang 80-174) mmHg dan 133 (rentang 102-209) mmHg
(p=0,04).
• Sementara itu, tekanan darah diastolic (TDD) kelompok I, II dan III secara
berturut-turut turun menjadi 70 (rentang 48-100) mmHg, 74 (rentang 45-
103) mmHg dan 78 (rentang 60- 102) mmHg (p <0,001).
kelompok sistole diastole keterangan
Kel I 130 70 Edukasi terstrujtur dan ceklist
Kel 2 135 74 edukasi
Kel 3 133 78 ceklist
• Simpulan.
• Edukasi terstruktur memiliki pengaruh bermakna terhadap penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok hipertensi usia
lanjut, sedangkan kepatuhan minum obat antihipertensi dalam
bentuk checklist tidak memiliki pengaruh yang bermakna.
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI
TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HIPERTENSI

Vivi Nurmalita1, Eva Annisaa2, Dodik Pramono3, Endang Sri Sunarsih2

1Mahasiswa Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,


Universitas Diponegoro
2Staf Pengajar Ilmu Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro
3Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang-Semarang, Jawa Tengah,
Indonesia 50275, Telp. 02476928010
Latar Belakang :

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular paling lazim


yang tergolong dalam penyakit degeneratif, dan disebut
sebagai penyakit “Silent Killer”. Salah satu faktor risiko yang
dapat menyebabkan peningkatan angka kejadian morbiditas
dan mortalitas penderita hipertensi adalah ketidakpatuhan
pasien dalam meminum obat antihipertensi. Pengobatan
antihipertensi harus dilakukan secara rutin agar kualitas hidup
pasien menjadi lebih baik.
• Tujuan :
• Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi
terhadap kualitas hidup pada pasien hipertensi.
Metode

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian non-eksperimental yang bersifat


observasional dengan pendekatan penelitian dilakukan secara cross
sectional. Responden penelitian adalah semua pasien hipertensi yang datang
memeriksakan diri maupun berobat di Puskesmas Halmahera, Puskesmas
Kedungmundu, dan Puskesmas Pandanaran Kota Semarang pada bulan Mei-
Juni tahun 2018 yang memenuhi kriteria inklusi serta tidak memiliki kriteria
eksklusi. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer
berupa kuesioner MMAS-8 dan WHOQOL-BREF, serta data sekunder berupa
rekam medis pasien hipertensi. Uji statistik yang dilakukan adalah uji Chi-
square.
Hasil

Tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi dalam


kategori kepatuhan tinggi sebesar 64,4%,
kategori kepatuhan sedang sebesar 28,9%, dan
kategori kepatuhan rendah sebesar 6,7%.
Tingkat kualitas hidup pasien hipertensi dalam kategori kualitas hidup
baik sebesar 93,3%, dan
kategori kualitas hidup kurang sebesar 6,7%.
Hasil uji statistik antara kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap
kualitas hidup pasien hipertensi adalah p<0,001.
Kesimpulan

Terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan


minum obat antihipertensi terhadap kualitas hidup
pasien hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai