BIOEKIVALENSI
Dosen pengampu:
Apt.Yen Yen Ari Indrawijaya, M.Farm
Disusun oleh:
Kelompok/Kelas : 1(B)
Fika Sayyidatun Nafisah (19930030)
Muhammad Fitrianor (19930038)
Hurriyatul Zulfa (19930040)
Dela (19930039)
Qistya Ulil Haqqi (19930041)
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat merupakan unsur penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Umumnya obat
yang beredar di pasaran terbagi menjadi dua yaitu obat inovator (paten) dan obat generik.
Obat generik terdiri atas yakni obat generik yang dijual memakai nama generik dan obat
dengan merek dagang yang dijual dengan nama sesuai keinginan produsennya. Beberapa obat
dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi. Dari studi biofarmasetik member
fakta yang kuat bahwa metode formulasi dengan nyata mempengaruhi bioavaibilitas obat
tersebut.
Salbutamol tersedia dalam bentuk tablet yang merupakan sediaan padat yang diformulasi
dengan bahan tambahan berupa pengisi, pengikat, penghancur, pelincir, pengawet, dan
pewarna. Bahan tambahan tersebut akan mempengaruhi sifat fisik tablet yang dihasilkan.
Sehingga perbedaan konsentrasi bahan tambahan yang digunakan oleh berbagai pabrikan
akan memberikan perbedaan bioavailabilitas tablet. Amoxicillin memiliki mekanisme yang
sama yaitu menghambat pembentukan mukopeptida pada bakteri yang diperlukan untuk
membentuk dinding sel mikroba. Amoxicillin digunakan untuk mengatasi infeksi yang
berkaitan dengan kulit, gigi, telinga, mata dan saluran pernapasan.
Alasan utama dilakukan suatu bioekivalensi oleh karena produk obat yang dianggap
ekuivalen farmasetik tidak memberikan efek terapetik yang sebanding pada penderita. Studi
bioekivalensi berguna daam membandingkan bioavaibilitas suatu obat dari berbagai obat.
Apabila produk-produk obat dinyatakan ekuivalensi, maka efek terapetik dari produk-produk
obat ini dianggap sama. Dengan ini efeksifitas pengobatan akan dicapai dengan baik. Selain
itu, ketersediaan hayati juga menekankan tentang pembatasan atau pengaturan dan pemakaian
obat agar keamanan pemakaian obat dapat dijamin dan terhindar dari pengaruh toksik atau
efek yang tidak diinginkan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana dan bagaimana obat telah
tersedia didalam darah untuk mampu memberikan respon klinik yang sesuai baik zat aktif
tunggal maupun kombinasi beberapa zat aktif dari suatu bentuk obat
Uji Bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan sifat dan
kerja obat didalam tubuh suatu obat “copy” dibandingkan dengan obat inovator sebagai
pembanding. Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai bioekivalensi
farmaseutik dan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis yang sama akan
menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efek dalam efikasi maupun keamanan
akan sama. Bioavailabilitas (BA) adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif, setelah
pemberian obat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya
dalam urin.
Tujuan Praktikum
Hasil
Hasil pengukuran kadar amoksisilin kumulatif dalam urin 24 jam pada 12 subyek dari produk
amoksisilin OGB dan amoksisilin ND menggunakan spektrofotometer UV
Tabel 3 : Analisis Ekskresi Uriner Amoksisiln OGB Dalam Rentang Waktu 24 Jam Setalah
Pemberian Dosis Oral Tunggal 500 mg
Tabel 2 : Analisis Ekskresi Uriner Amoksisilin ND Dalam Rentang Waktu 24 Jam Setalah
Pemberian Dosis Oral Tunggal 500 Mg
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa amoxicillin termasuk dalam kategori
ekivalensi farmaseutik yaitu dua produk obat mempunyai ekivalensi farmaseutik jika
keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang
sama. Berdasarkan tabel periode perlakuan I dan II dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan antara amoxicillin OGB dan amoxicillin ND, maka perlu dilakukan pengujian
selanjutnya yaitu menggunakan matriks urin untuk mengetahui laju reaksi nya. Hal ini
dilakukan dengan menggabungkan hasil pengukuran tiap subyek kemudian dikumulasikan
dikelompokkan kedalam waktu berkemih 0-2, 2-4, 4-8, 8-12 dan 12-24 jam setelah pemerian
obat, data ini terlihat pada tabel 2 dan 3. Dari hasil tabel diperoleh data amoxicillin OGB
memiliki laju absorbsi (Ka) = 0,308 jam-1 dan laju eliminasi (K) = 0,185 jam-1, sedangkan
amoxicillin ND memiliki laju absorbsi (Ka) = 0,396 jam -1 dan laju eliminasi (K) = 0,139 jam -
1
, dengan membandingkan kedua data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa amoxicillin ND
lebih cepat diabsorbsi namun lebih lambat dieksresi jika dibandingkan dengan amoxicillin
OGB, dan dapat disimpulkan bahwa amoxicillin ND mempunyai waktu yang lebih lama
berada di dalam sistem sistemik dibandingkan amoxicillin OGB.
Perbedaan antara amoxicillin ND dan OGB terjadi karena beberapa faktor yaitu dikarenakan
kadar amoxicillin yang berbeda, bahan eksipien yang digunakan dalam formulasi pembuatan
juga berbeda, adanya pengaruh kompresibilitas pada saat pembuatan tablet, dan penggunaan
bahan baku yang berbeda.
Pembahasan
Telah kita ketahui bahwasanya, Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang
penting sebagai parameter dalam pengembangan mutu sediaan obat yang didasarkan pada
pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaanya. Uji disolusi dapat
kita gunakan untuk menentukan kesesuaian persyaratan disolusi suatu obat dalam setiap
monografi serta dalam penentuan bioekivalen suatu obat (disolusi terbanding). Adapun
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi sifat fisikokimia obat yaitu kelarutan obat.
Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan
yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. Dan Efek ukuran partikel berkurang ,dapat
memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi
meningkat. Selanjutnya Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi efek
formulasi yaitu laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan
tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan
sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan
bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi, efek faktor pembuatan
sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut.
Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah
hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi. Dan yang terakhir Faktor-faktor yang
berhubungan dengan uji disolusi, meliputi Tegangan permukaan medium disolusi yaitu
Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat.
Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses
penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga
menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan
surfaktan ke dalam medium disolusi. Viskositas medium juga mempengaruhinya Semakin
tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat, pH medium disolusi dimana
Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh
karena itu mempercepat laju disolusi (Gennaro, 2000). Obat-obat asam lemah disolusinya
kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada medium
basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin,dkk., 1993).
Pada Penelitian ini menggunakan alat tipe 2 atau metode dayung (paddle), karena
produk uji yang digunakan adalah tablet konvensioal, bukan tablet salut. Medium yang dapat
digunakan adalah HCl 0,1 N dengan sampel berupa tablet salbutamol 4 mg ,nama generik dan
merek dagang. Uji disolusi dilakukan dengan pengaturan temperatur 37°C±0,5°C dan
kecepatan putar pengaduk 50 rpm yang dipertahankan selalu pada kondisi konstan. Hal ini
agar, bila terjadi kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi (Cs) juga
meningkatkan energi kinetika molekul obat yang besar kaitannya dengan tetapan difusi (D),
sehingga berpengaruh pada peningkatan kecepatan pelarutan obat. Selain itu, intensitasnya
pada pengadukan harus dijaga supaya tetap, karena perubahan kecepatan pengadukan akan
mempengaruhi pada nilai h yaitu tebalnya lapisan difusi atau stagnant layer juga akan
mempengaruhi penyebaran partikel. semakin cepat pengadukan akan mempertipis stagnant
layers yang terbentuk serta akan memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut
sehingga berdampak pada peningkatan kecepatan pelarutan obat. Dalam pengambilan sampel
cairan medium diganti dengan medium yang baru pada suhu dan volume yang sama. Hal ini
agar pengujian disolusi berada di bawah kondisi sink atau kondisi pengujian tanpa adanya
pengaruh gradien konsentrasi. Adapun Waktu yang diperlukan untuk menentukan keceoatan
larutan yaitu selama 30 menit, karena diperkirakan zat aktif dalam tablet sudah larut tidak
kurang dari 80% .
Sesuai dengan persyaratan disolusi tablet salbutamol pada USP XXXII menyatakan untuk
Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke-0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 untuk melihat profil
dilakukan disolusi setiap sampel.Hal yang dihasilkan pada Profil uji disolusi tablet
salbutamol 4 mg nama generik dan merek dagang disajikan dalam Kadar zat aktif terlarut
dalam tablet merek A pada menit ke-5 sebesar 44,44% kemudian meningkat pada menit ke-
10, hingga mencapai 90,76% pada menit ke30. Kadar zat aktif terlarut pada tablet merek B
pada menit ke-5 sebesar 40,97% kemudian meningkat pada menit ke-10, hingga mencapai
91.50% pada menit ke30. Zat aktif terlarut dalam tablet generik pada menit ke-5 48,90% dan
57,32% pada menit ke-10, lebih besar dibandingkan dengan dua obat sebelumnya, Setelahnya
kadar zat aktif terlarut dalam tablet nama generik mulai setara dengan tablet merek A dan B
di menit ke-20.
Profil uji disolusi ini menyatakan bahwa pelepasan zat berkhasiat obat pada tablet nama
generik pada awal pelarutan terjadi ke menit 5 sampai dengan 10 lebih cepat sehingga
bekerja dengan baik dan cepat, Namun profil ketiga tablet salbutamol telah memenuhi syarat
USP XXXII karena pada waktu 30 menit telah larut > 80%. Adapun faktor erbedaan dari
ketiga disolusi yaitu ,
1. seperti perbedaan bahan tambahan dalam formulasi, metode pembuatan, prosedur
kontrol kualitas dalam proses pembuatan, dan bahkan metode penanganan,
pengemasan, dan penyimpanan
2. Bentuk, zat khasiat, dan formula obat tidak dapat diinformasikan oleh produsen,
namun pada umumnya kandungan zat aktif obat generik sama dengan obat dengan
merek dagang. Perbedaan antara keduanya bukan pada zat aktifnya, tetapi biasanya
pada formula yang mencakup jenis dan konsentrasi bahan tambahan dan eksipien
yang digunakan.
3. Salah satu eksipien yang dapat mempengaruhi laju disolusi secara nyata adalah bahan
pengikat. Perbedaan jenis zat pengikat yang digunakan oleh ketiga produk uji
menghasilkan profil disolusi yang berbeda pula.
Marlowe dan Sangraw (1967) telah membuktikan bahwa penggunaan zat pengikat PGA
dan amilum pada tablet Na salisilat menghasilkan kinetika disolusi lebih baik bila
dibanding dengan etil selulosa. Hal tersebut juga dilakukan oleh oleh Sugiyono (2011)
yang menyatakan peningkatan konsentrasi zat pengikat yang digunakan pada tablet akan
menghasilkan peningkatan kekerasan dan waktu hancur serta menurunkan kerapuhan
tablet yang kemudian mempengaruhi laju disolusi (Gunawi, dkk., 2015)Selain bahan
pengikat, penambahan surfaktan juga dapat menghasilkan perbedaan laju disolusi.
A. granulasi basah
Granulasi Basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi
partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat
sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan
apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas.Umumnya untuk zat aktif yang sulit
dicetak langsung karena sifat aliran dankompresibilitasnya tidak baik.
2. Meningkatkan kompresibilitas
4. Mengontrol pelepasan
3. Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakandengan caraini.
Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air
B. granulasi kering
Granulasi Kering disebut juga slugging, yaitu memproses partikel zat aktif dan eksipien
dengan mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat yangselanjutnya dipecah
lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula (granul).
1. Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk
berat dan pengeringan yang memakan waktu
2. Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab
1. Alirannya baik,
2. Kompresibilitasnya baik,
3. Bentuknya kristal,
3. Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab
4. Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul,tetapi
langsung menjadi partikel. tablet kempa langsung berisi partikel halus,sehingga tidak
melalui proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.
1. Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan pengisidapat
menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya dapatmenyebabkan kurang
seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet.
2. Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung karena itu
biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga
pengisi yang dibutuhkanpun makin banyak dan mahal.Dalam beberapa kondisi pengisi
dapat berinteraksi dengan obat seperti senyawaamin dan laktosa spray dried dan
menghasilkan warna kuning. Pada kempalangsung mungkin terjadi aliran statik yang
terjadi selama pencampuran dan pemeriksaan rutin sehingga keseragaman zat aktif dalam
granul terganggu.Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus
bersifat; mudahmengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas yang
baik.
Pada penelitian yang dilakukan oeh Marlowe dan Sangraw, keduanya telah
menyatakan bahwa penerapan metode kempa langsung dengan menggunakan laktosa
dapat menunjukkan kecepatan disolusi yang lebih besar bila dibandingkan dengan metode
granulasi basah meskipun menggunakan bahan yang sama. Lamanya waktu pengadukan
pada granulasi basah dapat menghasilkan perubahan granul besar, keras, dan padat
sehingga pada proses pencetakan dihasilkan tablet dengan waktu hancur dan disolusi
yang lama. Daya kompresi juga turut mengambil peran, daya kompresi optimum adalah
daya kompresi yang dapat memecahkan kristal yang menambah besar luas permukaan zat
aktif terdisolusi, jika daya kompresi bertambah maka pecahan kristal membentuk ikatan
partikel yang kuat, menyebabkan waktu hancur makin lambat dan kecepatan disolusi
semakin kecil.
Efisiensi Disolusi (Dissolution Effisiency/DE)
Parameter alternatif yang dapat gunakan untuk menyatakan uji disolusi adalah DE
yang menggambarkan seluruh proses disolusi sampai pada waktu tertentu, sehingga
menggambarkan semua titik pada kurva disolusi. Pada metode DE dilakukan
pengungkapan data percobaan secara in vivo. Perhitungan DE30 tiap-tiap produk
dilakukan dengan menghitung AUC (luas area di bawah kurva) pada setiap produk
selama 30 menit lalu dilakukan perbandingan dengan luas daerah persegi panjang selama
30 menit, yang mana,konsentrasi kadar zat terlarut seluruhnya pada keadaan tunak dikali
dengan menit pengamatan. AUC menggambarkan konsentrasi zat aktif terlarut pada
waktu tertentu. Dan ditunjukkan kadar zat aktif terlarut total pada 30 menit terbesar erjadi
pada tablet generik dengan nilai AUC sebesar 1.844,24 μg.Jam/L. Nilai AUC ini
berfungsi untuk menghitung efisiensi disolusi 30 menit (DE30) masing-masing tablet.
Telah kita lihat Nilai DE30 masing-masing tablet dapat dilihat pada Gambar 3 pada jurnal
tersebut yang menunjukkan bahwa DE30 terbesar pada tablet generik sebesar 61,47%
dengan standar deviasi yang relatif kecil dan DE30 terkecil pada sediaan tablet merek B
sebesar 58,39% namun memiliki standar deviasi yang lebih besar dibandingkan dua
produk lainnya. DE30 adalah obat dapat terdisolusi dalam waktu 30 menit. Maka kita
kehui,bahwa tablet generik memiliki nilai DE30 yang lebih besar dibandingkan tablet
merek A dan B, sehingga kualitas mutu tablet nama generik tidak lebih rendah dari obat
dengan merek dagang.
Tes komparatif dilakukan dengan kriteria khusus untuk menilai adanya perbedaan
bermakna atau tidak. Bila tenyata tidak ada perbedaan bermakna, maka produk generik
tersebut dinyatakan ekivalen dengan produk bermerek dagang. Bioavailabilitas relatif
merupakan ketersediaan dalam sistemik produk obat dibandingkan terhadap suatu obat
lainnya dengan dosis yang sama. .Nilai bioavailabilitas relatif pada Tabel 3 ini
menunjukkan nilai bioavailabilitas relatif tablet generik terhadap dua obat dengan merek
dagang, jika nilai availabilitas relatif ±100 maka, terdapat perbedaan secara statistik pada
bioavailabilitasnya yang tidak bermakna (Shargel, 1988). Bioavailabilitas menunjukkan
prediksi efikasi klinik suatu obat. Estimasi bioavailabilitas berfungsi untuk memberikan
gambaran ketepatan suatu obat dalam mencapai fungsi terapetiknya. Studi bioavailabilitas
berguna dalam kaitan pengaruhnya terhadap farmakokinetika obat.
Pada umumnya liniear antara fraksi obat terlarut dan fraksi obar terabsorbsi, Profil uji
ekivalensi secara in vitro untuk obat-obat BCS kelas 1 seperti salbutamol sulfat dapat
diwakilkan dengan metode profil disolusi dan metode factor kemiripan (f2). Kolerasi
level A menghasilkan kolerasi yang bagus antara pelepasan obat in vitro dan absorbsi
obat in vivo, sehingga profil disolusi yang dihasilkan dapat dengan tepat menggambarkan
proses absorbsi obat dalam tubuh, dan nilai faktor kemiripan memperlihatkan bahwa
kedua obat yang diuji memiliki ekivalensi yang sama. Nilai faktor kemiripan tablet
generik terhadap tablet merek dagang disajikan.
Dalam hal ini, dinyatakan Ketiga produk yang diuji memiliki nilai f2 lebih besar dari
50 sehingga ketiga produk tersebut memiliki profil disolusi yang sama. Profil disolusi ini
berkolerasi dengan profil absorbsi obat dalam tubuh sehingga dengan nilai faktor sama
yang diperoleh diperkirakan tablet salbutamol sulfat generik memiliki profil absorbsi obat
(bioavailabilitas) yang mirip dengan tablet bermerek dagang. Keseluruhan analisis data
yang dilakukan baik profil uji disolusi, availabilitas relatif, dan faktor kemiripan yaitu
tidak adanya perbedaan bermakna antara tablet salbutamol sulfat generik dengan
salbutamol sulfat bermerek dagang. Maka dapat disimpulkan tablet ekivalen dapat
dipertukarkan secara terapeutik. Dengan adanya ekivalensi dari tablet salbutamol sulfat 4
mg generik dengan bermerek dagang diharapkan para dokter dan masyarakat tidak
merasa ragu akan mutu dari tablet salbutamol sulfat generik.
Uji bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan sifat dan
kerja obat dalam tubuh suatu obat (copy) dibandingkan dengan obat inovator sebagai
pembanding (Leboe, dkk., 2015). Dua produk obat disebut bioekivalen apabila keduanya
mempunyai ekivelansi farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada
pemberian dosis molar yang sama, menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga
efeknya sama baik dalam hal efikasi maupun keamanan. Dua obat dikatakan mempunyai
ekivalensi farmaseutik apabila keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang
sama dan bentuk sediaan yang sama. Sementara itu, dua obat dikatakan mempunyai alternatif
farmaseutik apabila keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk
kimia (garam, ester, dsb) atau bentuk sediaan atau kekuatan (BPOM, 2004)
Dari kedua hasil perhitungan tersebut diatas dapat diketahui dan disimpulkan bahwa,
baik kadar amoksisilin kumulatif dalam urin 24 jam, maupun berdasarkan laju ekskresi
amoksisilin dalam urin, menunjukkan bahwa amoksisilin generik (OGB) bioekivalen dengan
amoksisilin nama dagang (ND) (Laboe, dkk., 2015).
KESIMPULAN
1. Keseluruhan analisis data yang dilakukan baik profil uji disolusi, availabilitas
relatif, dan faktor kemiripan menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna
antara tablet salbutamol sulfat generik dengan salbutamol sulfat bermerek dagang.
Maka dapat katakan tablet tersebut ekivalen sehingga dapat dipertukarkan secara
terapeutik.
2. Perbedaan antara amoxicillin ND dan OGB terjadi karena beberapa faktor yaitu
dikarenakan kadar amoxicillin yang berbeda, bahan eksipien yang digunakan dalam
formulasi pembuatan juga berbeda, adanya pengaruh kompresibilitas pada saat
pembuatan tablet, dan penggunaan bahan baku yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2005. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta.
Leboe, Dwi Wahyuni., Elly Wahyudin.,Tadjuddin Nai. 2015. Studi Bioekivalensi Amoksisilin
Generik Dan Dagang Menggunakan Matriks Urin. JF FIK UINAM Vol.2 No.3 2015. Jurusan
Farmasi FIK Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin Makassar.