Anda di halaman 1dari 34

PENDAHULUAN

BIOFARMASETIKA

DR. APT. SOFI NURMAY, M.SC.,


APT
Kontrak Belajar
 Pustaka:

Bobot Penilaian :  Departemen kesehatan RI, Farmakope


Indonesia edisi III, 1979, Jakarta.
Absensi : 10%  Departemen kesehatan RI, Farmakope
Indonesia edisi IV, 1995, Jakarta.
Tugas : 20%  Departemen kesehatan RI, Farmakope
Indonesia edisi V, 2004, Jakarta.
UTS : 30%  Abdou, H.M., 1989., Dissolution, Bioavailability
& Bioequivalence, Mack Publ. Co.,
UAS : 40% Pennsylvania.
 Aiache, J.M., Devissaguet, J.Ph., Guyot-
Herman, A.M., 1993, Galenica 2-
   Biopharmacie, Terjemahan Widji Soeratri dan
Nanizar Zaman-Joenoes, Airlangga University
Press, Surabaya.
 Shargel, L. and Yu, A., 1999, Applied
Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 4th ed.,
Appleton & Lange, New York.
 Binarjo, anas, dkk. 2015. Biofarmasetika. EGC
penerbit Buku kedokteran.
 Jurnal-jurnal terbaru terkait biofarmasetika
Drug Studies PHARMACODY
NAMIC

PHARMACOKINETIC

BIOPHARMACEUTIC

THERAPY
FORMULATION OBJECTIVES

 PREFORMULATION

DRUG DISCOVERY
Tujuan Biofarmasetika
 Memilih produk-produk obat
 Pendosisan pada pasien sesuai farmakokinetika obat,
hal ini mempertimbangkan pengaruh tubuh terhadap
profil farmakokinetika obat yang digunakan.
 Menilai produk obat yang baik yang memenuhi
persyaratan-persyaratan resmi.
 Menginformasikan bahwa farmasi dapat melakukan
substitusi generik dan substitusi terapetik. Substitusi
generik = dapat mengganti obat yang diproduksi industri
satu dengan yang lain. Misalnya : Ampisiliin dari pabrik A
bisa diganti dengan ampisillin dari pabrik B.
BIOFARMASETIKA
 Ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap bioavaibilitas (ketersediaan
hayati) pada hewan dan manusia serta pemanfaatannya
untuk menghasilkan respon terapi yang optimal.

BIOAVAIBILITAS
Parameter-parameter yang menunjukkan jumlah dan
kecepatan obat aktif sampai ke sirkulasi sistemik.
-Parameter yang menunjukkan jumlah adalah luas area
di bawah kurva kadar obat dalam plasma Vs waktu
(AUC) dan kadar plasma tertinggi (Cpmax).
-Parameter yang menunjukkan kecepatan adalah waktu
yang diperlukan untuk mencapai kadar puncak (tmax)
dan CP makx.
Kurva kadar obat dalam plasma
Bagaimana jika ada pertanyaan??
 Apakah ada perbedaan klinis yang signifikan antara
produk-produk obat di pasaran yang mengandung
komposisi terapetik yg sama (jenis dan jumlah bahan aktif
sama)? Kadang dijumpai 2 obat dengan komposisi sama
ternyata BA nya beda, mungkin karena formulasi
(eksipien, dll) beda.

Perbedaan klinis yang signifikan dinyatakaoleh BE, BE diperoleh


dengan membandingkan jumlah obat yang diabsorpsi yang masuk
ke sirkulasi sistemik. BE diarahkan pada perbandingan BA.
2 obat dengan formulasi beda (produsen beda), namun jumlah dan
jenis zat aktif serta bentuk sediaan yang sama dapat dikatakan
bioekivalen jika perbedaan BAnya tidak lebih dari 20% (menurut
FDA).
Alasan bisa berbeda:
1. Sifat fisika-kimia-biologi obat
2. Sifat produk obat (formulasi, bentuk
sediaan, dll)
3. Penyakit yang diderita pasien bisa
berpengaruh pada efek klinis
 Bioavaibilitas obat:
1. Mempengaruhi daya terapetik
2. Aktivitas klinik, dan
3. Aktivitas toksik
Pentingnya biofarmasetika adalah
Untuk mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar
diperoleh pengobatan yang optimal pada
kondisi klinis tertentu.
Skema perjalanan obat dalam tubuh

Tablet pecah (liberasi/pelepasan)


Bentuk obat (mis, tablet) Ketersediaan farmasi
menjadi granul, zat aktif terlepas
Dengan zat aktif Obat utk diabsorpsi
dan larut /disolusi

Fase biofarmasetik

Terjadi interaksi obat Zat aktif mengalami


Ketersediaan hayati
Dengan reseptor di Absorpsi, distribusi,
Efek
Tempat kerja. Obat untuk memberi efek Metabolisme dan
ekresi

Fase farmakodinamik Fase farmakokinetik


Fase biofarmasi
menunjukan proses disolusi tablet
sebelum absorbsi. Suatu obat
tidak bisa diserap menembus
dinding usus sebagai bahan
padat, tetapi harus dalam
keadaan larut di dalam cairan
pencernakan. Tablet secara hati-
hati dirancang dan difomulasikan
agar stabil selama pengangkutan
tetapi akan cepat terdisolusi
dalam lingkungan yang
mengandung air. Ini bisa
merupakan pekerjaan yang sulit
atau gampang tergantung pada
obat dan dosis yang
diperlukan.Test disolusi
diperlukan untuk menetapkan
mutu sediaan tablet dan juga
diperlukan percobaan terhadap
sukarelawan manusia untuk
memastikan pelepasan obat.
FASE BIOFARMASETIKA
 Dipengaruhi oleh:
1. Rute pemberian obat
2. Dosis dan frekuensi pemberian obat
3. Sifat fisikokimia zat aktif
4. Bentuk sediaan
Rute pemberian obat
 Tiap rute pemberian obat harus
memperhatikan pertimbangan
biofarmasetik dalam rancangan produk
sediaan.
 • Mis: formulasi sediaan mata harus
mempertimbangkan pH, isotonisitas,
sterilitas dan iritasi lokal.
 • Rute pemberian obat terdiri atas:
✓Ekstravaskular ✓Intravaskular
Sifat fisikokimia zat aktif

 Kelarutan, ukuran partikel, bentuk kristal,


sifat asam/basa, dll
FAKTOR FORMULASI
 Jenis dan jumlah eksipien yang digunakan
(bahan penghancur tablet, pengikat tablet,
pengisi tablet, basis supositoria, dll.)
FAKTOR TEKNOLOGI
 Kekuatan pencetakan (untuk sediaan tablet),
cara dan lama waktu pencampuran bahan,
dll.
 Faktor formulasi yang mempengaruhi
kecepatan melarutnya zat aktif salah
satunya adalah penambahan eksipien. •
Penambahan eksipien bertujuan untuk:
❖ menghasilkan sifat dan bentuk tertentu
obat dan bentuk sediaannya.
❖ untuk meningkatkan kompresibilitas bahan
aktif, meningkatkan kestabilan bahan aktif,
mengontrol laju absorpsi, serta meningkatkan
bioavailabilitas obat.
Pengaruh eksipien
 Bahan tambahan atau eksipien pada dasarnya inert atau tidak
menyebabkan interaksi, namun eksipien dapat menginisiasi,
mempropagasi dan berpartisipasi dalam terjadinya interaksi baik
secara kimia maupun fisika (Patel et al., 2015).
 Interaksi tersebut dapat terjadi karena ada gugus fungsional yang
berinteraksi secara langsung dengan zat aktif. Selain itu, bahan
pengotor atau residu, dan bahkan eksipien tersebut menghasilkan
produk degradan yang dapat menyebabkan terjadinya interaksi.
 Oleh karenanya penting bagi suatu formulator memahami tiga
aspek penting dalam formulasi yaitu :
• Sifat fisikokimia zat aktif
• Sifat fisikokimia eksipien
• Kelebihan dan kekurangan metode pembuatan bentuk sediaan
(Fathima et al., 2011).
Interaksi eksipien dan zat aktif akan
memberikan implikasi terhadap :

 Stabilitas produk terutama jika terdapat air


 Produk jadi
 Proses pelepasan obat
 Mempengaruhi aktivitas terapeutik zat aktif
 Mempengaruhi profil efek samping zat aktif
Pengaruh Eksipien pada Efek obat
 Zat tambahan seperti pada tablet yaitu zat pengisi, zat
pengikat, zat pelicin, dll ternyata bisa berpengaruh
terhadap efek obat.
 Pada tahun 1960 Tablet prednison, dengan pengisi
Kalsium Sulfat tidak memberikan efek, sedangkan
menggunakan pengisi Laktosa memberikan efek.
 Pada tahun sekitar 1970, keracunan tablet Difantoin
(fenitoin) dengan pengisi Laktosa, sedangkan pengisi
Kalsium Sulfat tdk menunjukkan ES apa-apa. Ternyata
Laktosa dapat mengakibatkan ketersediaan farmasi
Difantoin dipertinggi , akibatnya absorpsi meningkat,
hingga melebihi dosis/efek toksik.
zat hidrofil (Carbowax, Polyvinilpyrolidone)
Mempercepat terlarutnya ZA dari tablet

Zat Hidrofob ( Mg-Stearat, As.Stearat)


 Menghambat terlarutnya Zat aktif, penggunaan zat ini
supaya diatur sedikit mungkin. Sekarang digunakan
Aerosil (Asam silikat koloidal) sbg pelicin  tdk
menghambat terlarutnya ZA.

 GOM, Gelatin, Mucilago amili sebagai zat pengikat dlm


tablet atau zat pengental dalam suspensi adl
memperlambat terlarutnya ZA; sedangkan amilum kering
sbg zat penghancur akan mempercepat terlarutnya ZA.
Dekomposisi Obat
 Suatu bahan obat memiliki gugus
fungsional yang berinteraksi dengan
reseptor untuk menghasilkan efek
terapi. Namun disisi lain gugus
fungsional ini juga dapat berinteraksi
dengan komponen senyawa lain dalam
gabungan suatu formula seperti
hidrolisis, isomerasi, oksidasi, dan
fotolisis (Kumar et al., 2011).
PELAJARI DARI JURNAL
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/article/view/25755/12612
Contoh obat-obatan yang rentan
mengalami degradasi
Mekanisme interaksi ZA dengan eksipien

1. Interaksi Fisika
Interaksi fisika merupakan interaksi yang
cukup umum terjadi pada sediaan farmasi,
interaksi fisika dapat mempengeruhi interaksi
kimia. Interaksi yang umum terjadi biasanya
melibatkan perubahan laju disolusi atau
perubahan wanra (Fathima et al., 2011).
Contoh interaksi fisika adalah pembentukan
kompleks, adsorpsi dan dispersi solida
(Patel et al., 2015).
2. Interaksi Kimia
Interaksi yang melibatkan serangkaian
reaksi kimia antara zat aktif dengan
eksipien atau zat aktif dengan residu yang
ditimbulkan dari ekspien tersebut. Reaksi
kimia umumnya bersifat merugikan karena
dapat menghasilkan produk degradan
yang tidak diinginkan (Hotha et al., 2016).
Sediaan parenteral
 Pada rute ini, hambatan obat untuk masuk darah relatif kecil.
Contoh rute I.V dimana obat dapat masuk ke pembuluh darah.
 Untuk sediaan parenteral tidak boleh mengandung endapan
karena menyebabkan dotting (penyumbatan pembuluh darah),
bahaya karena bisa menyebabkan kematian. Contoh : sedian TPN
(total parenteral Nutrition), berbentuk emulsi yang mengandung Ca
dan ion fosfat. Interaksi antara Ca dan fosfat membentuk endapan
Ca fosfat. Endapan ini sulit diamati, dan berbahaya jika digunakan
I.V karena menimbulkan penyumbatan.
 Contoh : injeksi diazepanm rute I.M, karena diazepam kelarutan
dalam air kecil, jadi tidak bisa dibuat dalam bentuk larutan.
Digunakan cosolven dengan pembawa air dan campuran pelarut
organik lain. Namun saat diinjeksikan secara I.M, pelarut organik
dapat terencerkan oleh cairan tubuh sehingga sistem cosolven
tidak lagi mampu menyangga kelarutan diazepam. Sehingga
terjadi presipitasi di otot yg menyebabkan nyeri saat disuntikan
dan mengurangi BA.
Perjalanan obat didalam tubuh parenteral

 Tujuan pemberian secara parenteral :


1. Pemberian obat pada keadaan mendesak
2. Zat aktif tidak dapat diserap oleh saluran
cerna
3. Obat yang diberikan dapat menyebabkan
muntah serta rusak dan tidak aktif oleh
cairan saluran cerna
4. Untuk menghindari perlintasan hepatik zat
aktif
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Bioavailabilitas Sediaan Parenteral
 1. Faktor fisikokimia
a. Laju disolusi
1. bentuk sediaan Sediaan larutan atau suspensi
parenteral lebih cepat mengalami disolusi sebab
rute pemberiannya yang langsung dapat di
absorpsi daripada bentuk sediaan padat (tablet
susuk)
2. kekentalan larutan parenteral atau suspensi.
3. Interaksi obat (zat aktif) dan bahan tambahan lain
dalam sediaan
b. Koefisien partisi dan kelarutan dalam lemak
 2. Faktor Fisiologi Laju absorbsi zat aktif tergantung pada :
a. Permeabilitas kapiler darah, aliran darah, kepadatan
jaringan di tempat penyuntikan dan laju pelepasan zat
aktif dari sediaan.
b. Pengaruh suatu obat yang dapat mempengaruhi obat lain
(interaksi obat) contoh: obat vasodilator (metakolin)dapat
meningkatkan penyerapan obat lain yang diberikan
bersamanya.
c. Gerakan,disebabkan oleh peningkatan pengaliran darah
d. Tempat injeksi, kadar lidokain dlm plasma stlh pemberian
IM di otot lengan lebih tinggi dibandingkan bila diberikan
di otot kaki.
 3. Faktor Formulasi
A. Larutan dalam Air
 Penambahan bahan makromolekul yang larut air ke dalam
larutan dengan pelarut air dapat memperlama waktu aksi zat
aktif yang terkandung.
 cth : Polivinilpirolidon memperlama aksi insulin, dan
gonadotropin korionat. Efek yang sama juga terdapat pada
gelatin dan karboksimetilsellulosa.
 Makromolekul tersebut dapat meningkatkan kekentalan cairan
difusi yang selanjutnya akan menghambat laju perpindahan
zat aktif ke cairan interstisiel, baik dengan membentuk
kompleks yang sukar larut hingga sukar di serap maupun
dengan menghambat metabolisme senyawa oleh enzim
proteolitik.
 B.Suspensi dalam Air
 Ukuran partikel pd sediaan suspensi dalam air dapat
mempengaruhi aksi obat yt terhadap lama aksi obat.
 Perpanjangan waktu aksi dapat ditingkatnya dengan
bertambahnya diameter partikel sampai 100 µm.
 pemakaian partikel berukuran yang lebih besar akan
menyulitkan penyuntikan dan menimbulkan rasa sakit.
 Penambahan makromolekul yang larut air ke dalam
suspensi tersebut akan menambah waktu aksi; hal ini
terutama di dasarkan atas sifat reologinya yaitu untuk
meningkatkan stabilitas sediaan (koloida protector)cth
metilselulosa,natrium alginat,gelatin dan dextran.
C. Larutan dan Suspensi Dalam Minyak
 Pelepasan zat aktif dari larutan atau suspensi
dalam pembawa minyak jauh lebih sulit
dibandingkan dengan pembawa air.
 Efek ini lebih dipertegas bila kekentalan larutan
sediaan bertambah, misalnya oleh adanya
sabun alkali tanah (Aluminium stearat), dan hal
ini telah dibuktikan pada penisilin. Aluminium
oleat, Aluminium monopalmitat, kalsium dan
magnesium stearat mempunyai efek yang
sama.
D.Pengendapan Zat Aktif pada Tempat
Penyuntikan
 Molekul-molekul tertentu yang diberikan dalam
larutan air atau larutan campuran air-pelarut
organik akan mengendap pada tempat
penyuntikan karena pengaruh perbedaan pH
antara pembawa dan cairan biologik, atau
karena pengaruh pengenceran sediaan oleh
cairan interstisiel.
 Pengendapan juga dapat memperpanjang aksi
zat aktif.
E. Tablet susuk
Tablet susuk diletakkan di bawak kulit setelah
dilakukan pembedahan. Karena luas
permukaannya terbatas, tablet tersebut dapat
melepaskan zat aktif yang dikandungnya
dengan sangat lama.
Laju penyerapan zat aktif yang di berikan
tergantung pada sifat fisiko kimia zat aktif dan
karakteristik cairan interstisiel di tempat
penanaman tablet tersebut.

Anda mungkin juga menyukai