Anda di halaman 1dari 19

LABORATORIUM FARMASI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI


PERCOBAAN II
ABSORBSI OBAT

OLEH :

NAMA : NINGSIH RISMAWATI


NIM : O1A122145
KELAS :D
KELOMPOK : IV (TEMPAT)
ASISTEN : NUR FADILLAH, S. FARM

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mengetahui bagaimana cara kerja obat dalam tubuh, kita harus tahu
kajian dari farmakodinamika obat. Ilmu farmakodinami atau farmakologi adalah
ilmu yang mempelajari apa yang terjadi saat obat masuk dalam tubuh. Sebelum
proses farmakologi terjadi, sediaan obat harus mengalami proses farmasetika
dahulu yakni pecah dari sediaannya menjadi partikel yang lebih kecil
(disintegrasi), lalu melarut dalam cairan tubuh misal cairan lambung, cairan usus,
dan lingkungan dalam anus. Setelah larut barulah obat memasuki fase
farmakologi yakni absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME)
(Anwar dkk., 2019).
Ragam efek dari pengaplikasian suatu zat atau obat baru pada manusia dapat
diketahui dengan mempelajari efek kumulatif dari dosis yang dapat menimbulkan
efek toksik, efek karsinogenik, teratogenik, maupun efek mutageniknya pada
tahap praklinik. Informasi tersebut dapat diperoleh dari melakukan eksperimen
laboratorium secara in vivo yakni dengan menggunakan hewan uji sebagai model
yang dirancang pada serangkaian uji praklinik. Salah satunya ialah menggunakan
hewan uji yaitu tikus (Rattus norvegicus). Sejauh ini pengembangan mengenai
pemanfaatan tikus sebagai hewan model memar masih sangat potensial untuk
dipelajari lebih lanjut, mengingat penggunaan hewan model dalam penelitian
praklinik sangatlah penting agar memperoleh gambaran yang komperhensif
mengenai potensi treatment yang diberikan untuk tahap penelitian lanjutan
(klinik) (Wuri dkk ., 2021).
Pengiriman oral adalah rute pemberian yang paling disukai untuk sebagian
besar molekul obat karena untuk keuntungan yang terkait dengannya, termasuk
kemudahan pengiriman, administrasi mandiri, non-invasif, keamanan, kelayakan
ekonomi, dll. Namun, pengiriman oral juga memiliki tantangan yang signifikan, di
antaranya pengurangan bioavailabilitas adalah yang paling signifikan. Karena ada
banyak penghalang penyerapan yang ada di saluran gastrointestinal (GI) untuk
mencegah masuknya bahan asing ke dalam tubuh kita, hanya beberapa jenis
molekul tertentu yang dapat melewatinya. Berat molekul rendah, molekul non-
polar dapat lewat dengan relatif mudah, namun, untuk berat molekul tinggi atau
molekul polar, ini memberikan penghalang yang signifikan (Padhye dkk., 2021).
Sehubungan dengan interaksi obat-makanan, asupan makanan secara
bersamaan dapat mempengaruhi proses farmakokinetik. Makanan memberikan
banyak efek pada penyerapan banyak obat yang diberikan secara oral. Perlu
dicatat bahwa makanan dapat mengubah bioavailabilitas obat yang diberikan
secara oral dengan berbagai cara, termasuk penundaan pengosongan lambung,
merangsang aliran empedu, mengubah nilai pH dalam saluran pencernaan,
meningkatkan aliran darah splanknik, mengubah metabolisme luminal obat. zat,
dan interaksi fisik atau kimia dengan bentuk sediaan atau zat obat. 10 Efek
makanan pada bioavailabilitas dapat memiliki konsekuensi yang signifikan secara
klinis, menyebabkan variasi efikasi dan toksisitas (Cheng dkk., 2019).

1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui absorpsi obat melalui
beberapa rute pemberian yang dengan penentuan onset dan durasi.

1.3 Manfaat
Manfaat dalam percobaan ini adalah agar praktikkan dapat mengathui
absorbsi obat melalui beberapa rute pemberian obat dengan penentuan onset dan
durasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi proses hidup dan suatu
senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis
penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu. Konsumsi obat
dapat melalui inhalasi, injeksi, ingesti, absorpsi melalui kulit, atau disolusi di
bawah lidah. Obat dapat untuk mengobati penyakit, mengurangi gejala atau
memodifikasi proses kimia dalam tubuh (Prabowo, 2021).
Absorpsi merupakan proses transportasi senyawa obat yang tidak
termetabolisme dari rute penggunaan menuju sistem sirkulasi tubuh. Terdapat
beberapa mekanisme absorpsi obat yaitu dengan difusi pasif, difusi aktif, serta
dengan molekul transporter non spesifik seperti P-glikoprotein (Praceka dkk.,
2022). Proses absorpsi yang terjadi sangat ditentukan oleh sifat fisiko kimia, Salah
satu sifat fisiko kimia senyawa obat adalah kelarutan, yang penting dalam
meramalkan derajat absorbsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang
mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs), laju disolusi sering
kali merupakan tahap penentu pada proses absorbsi obat terhadap ketersediaan
hayati obat (Rosaini dkk., 2020).
Rute pemberian merupakan penentu penting dari farmakokinetik akhir,
farmakodinamik serta toksisitas agen farmakologis (1). Intravena (IV), subkutan
(SC), intraperitoneal (IP) dan rute oral adalah jalur utama pemberian obat pada
hewan laboratorium, dengan masing-masing menawarkan kelebihan dan
kekurangan tergantung pada tujuan spesifik penelitian. Salah satu rute yang lebih
umum digunakan dalam studi hewan pengerat adalah rute IP dimana agen
farmakologis disuntikkan ke dalam rongga peritoneal (Al Shoyaib dkk., 2020).
Absorpsi obat dari lumen saluran cerna membutuhkan perjalanannya
melalui berbagai lapisan termasuk getah lambung, matriks periseluler, dan lapisan
kaya mukus, untuk mencapai epitel, mukosa, dan dinding kapiler darah atau limfe.
Oleh karena itu, sistem penghantaran obat bioadhesif sering menunjukkan
peningkatan kinerja dibandingkan tablet matriks. untuk Bioadhesive mikrosfer
dapat berdifusi ke dalam lapisan gel mukosa karena ukuran nanocarrier yang kecil
dan menunjukkan waktu tinggal lambung yang lama. Pemeliharaan sistem
bioadhesif di perut untuk waktu yang lama memfasilitasi pengobatan baik
penyakit lokal maupun penyerapan obat yang berkepanjangan untuk pengiriman
sistemik (Alqahtani dkk., 2021).
Zat obat diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan kelarutan dan
permeabilitas usus. Interaksi obat-makanan umumnya bisa terjadi diprediksi
berdasarkan kelas BCS. Obat golongan 1 dengan kelarutan/permeabilitas tinggi;
makanan tinggi lemak AS tidak akan berpengaruh signifikan terhadap
bioavailabilitas obat, obat kelas 2 usia dengan kelarutan rendah/permeabilitas
tinggi; analitik bungkil tinggi lemak akan meningkatkan bioavailabilitas obat,
kelas 3 dan obat dengan kelarutan tinggi/permeabilitas rendah; tinggi lemak
(tepung AUC akan menurunkan bioavailabilitas obat, obat kelas 4 (SAS dengan
kelarutan rendah-permeabilitas rendah; sulit untuk memprediksi apa yang akan
terjadi) efek makanan dengan mengklasifikasikan obat berdasarkan kelarutan,
permeabilitas dan dosis senyawa (Omachi dkk., 2019).
BAB III
METODE

3.1 Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
a. Batang pengaduk
b. Gelas kimia
c. Gelas ukur
d. Spoit injeksi 1 ml
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
a. Alkohol 70%
b. Aqua pro injeksi
c. Fenobarbital injeksi
d. Handscoon
e. Hewan coba (Mus musculus)
3.2 Uraian Bahan
1. Alkohol (Ditjen POM, 2020 : 537)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus molekul : C2 H6 O
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,


dan ..mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
..terbakar, dan memberikan nyala biru yang tidak
..berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
..dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai zat tambahan

2. Aquadest pro injeksi (Ditjen POM, 1979: 96)


Nama resmi : AQUA STERILE PRO INJECTIONEA
Nama lain : Aqua Pro Injeksi
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur : H-O-H
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak Berasa
Kelarutan : Larut dalam pelarut polar
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pembawa dan pelarut
3.3 Uraian Obat
1. Phenobarbital (Ditjen POM, 2020: 583)
Nama Dagang : Phental, Ditalin, Sibital,
Nama Generik : Fenobarbital
Golongan obat : Psikotropika Golongan 3
Rumus struktur :

Bentuk sediaan : Tablet dan parenteral


Dosis : Dewasa: 60-180 mg sekali sehari pada malam hari
atau, dosis hingga 350 mg setiap hari dalam dosis
terbagi dapat diberikan.
Anak : 5-8 mg/kg sehari. Sebagai alternatif, 3-6
mg/kg sehari.

Lansia : Pengurangan dosis mungkin diperlukan


Aturan pakai : sebelum atau sesudah makanan. Pemberian bisa
juga dilakukan sebelum tidur untuk mengontrol
kejang atau seperti yang diarahkan oleh dokter.
Farmakokinetik :-Penyerapan: Mudah dan sepenuhnya diserap dari
saluran pencernaan. Bioavailabilitas: 90% (oral).
Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak:
2-4 jam (oral)
-Distribusi: Melewati plasenta dan memasuki ASI.
Volume distribusi: 0,61 L/kg. Pengikatan protein
plasma: Kira-kira 45-60%.
-Metabolisme: Dimetabolisme sebagian di hati
melalui oksidasi oleh CYP2C9 dan pada tingkat
lebih rendah oleh CYP2C19 dan CYP2E1, dan
melalui N -glukosidasi.
-Ekskresi: Melalui urin (25-50% sebagai obat yang
tidak berubah); feses (kurang umum). Waktu paruh
eliminasi: Kira-kira 75-120 jam.

Farmakodinamik : Fenobarbital adalah barbiturat kerja panjang yang


memiliki aktivitas hipnotis, sedatif, dan
antikonvulsan. Mekanisme aksi yang tepat tidak
diketahui, tetapi mungkin terkait dengan
kemampuannya untuk meningkatkan dan/atau
meniru aksi sinaptik GABA. Ini menekan korteks
sensorik, mengurangi aktivitas motorik, mengubah
fungsi serebelar, dan menghasilkan rasa kantuk,
sedasi, dan hypnosis.
Efek samping : Efek samping yang umum terjadi karena
penggunaan phenobarbital, antara lain drowsiness,
ataxia, sakit kepala, iritabilitas, dan fatigue
Interaksi obat :Interaksi obat dapat terjadi antara phenobarbital
dengan obat-obatan yang dimetabolisme oleh
sitokrom P450, seperti teofilin
Kontraindikasi :-Depresi pernafasan yang parah.
-Riwayat gangguan penggunaan zat sedatif-hipnotik
-Gangguan ginjal dan hati yang parah.
Penyimpanan :Simpan antara 20-25°C. dan lindungi dari cahaya.
tidak larut dalam air,larut dalam etanol,mudah larut
dalam kloroform.
3.4 Uraian Hewan Coba
a. Klasifikasi Mencit
Kingdom : Animalia
Filum : Cordate
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus

b. Morfologi Mencit
Mencit mempunyai ukuran dan berat badan yang lebih kecil dari pada
tikus. Mus musculus mempunyai ciri dengan struktur rambut lembut dan
halus, bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan putih,
habitat di rumah, gudang dan sawah, bobot tubuh 8-30 gram dan jumlah
puting susu 5 (3+2). Mencit mempunyai banyak keunggulan sebagai hewan.
coba, di antaranya siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran
banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, dan mudah dalam penanganannya.
Morfologi: Tubuh mencit terdiri dari kepala, badan, leher, dan ekor.
Rambutnya berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih
pucat. Binatang ini sangat aktif pada malam hari sehingga termasuk golongan
hewan nokturnal (Widianingsih dkk., 2018).

c. Karakteristik Mencit
Karakteristik mencit yaitu dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun, dan
dapat juga mencapai umur 3 tahun. Pada umur 8 minggu, tikus siap
dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami
estrus. Siklus estrus yaitu 4-5 hari, sedangkan lama bunting 19-21 hari. Berat
badan mencit bervariasi (Latief dkk., 2021).
3.5 .Prosedur Kerja
1. Pengenceran

Sampel

- Disiapkan alat dan bahan


- Dimasukkan injeksi phenobarbital 50% ml kedalam gelas ukur
10 ml
- Ditambahkan air pro injeksi sampai tanda tera dan diaduk
hingga merata menggunakan batang pengaduk
- Diambil 3,5 ml campuran larutan obat dari gelass ukur 10 ml
menggunakan pipet tetes dan dimasukkan kedalam gelas ukur
25 ml
- Ditambahkan air pro injeksi sampai tanda tera dan diaduk
hingga homogen
- Dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml dan disiapkan untuk
hewan mencit sesuai volume maksimum masing-masing rute
pemberian

Hasil Pengamatan ?
2. Pemberian Obat
a. Inta Vena (IV)

Sampel

- Disiapkan hewan coba mencit


- Diletakkan hewan pada wadah tertutup sedemikian rupa
sehingga mencit tidak leluasa untuk bergerak-gerak dengan ekor
menjulur keluar
- Diberikan alkohol pada bagian ekor mencit yang akan diinjeksi
- Dicari vena katalis dan disuntikkan larutan obat kedalamnya bila
terasa ada tekanan artinya serum tidak memasuki vena dan bila
piston ditarik tidak ada darah keluar
- Dicatat waktu mulai dari pemberian obat hingga munculnya efek
obat farmakologi sampai beraktifitas normal kembali.
Dimasukkan data kedalam tabel.

Hasil Pengamatan ?
b. Intra Peritonial (IP)

Sampel

- Disiapkan hewan coba mencit


- Dipegang mencit dengan benar
- Diposisikan mencit secara terlentang dan posisi kepala lebih
muda diabdomen
- Disuntikkan larutan obat pada rongga perut di atas paha kiri
maksimal 1 ml
- Dicatat waktu mulai pemberian obat hingga beraktivitas/hingga
munculnya efek obat dan munculnya efek farmakologi obat
hingga beraktivitas normal kembali. Dimasukkan data dalam
tabel pengamatan.

Hasil Pengamatan ?
c. Subcutan (SC)

Sampel

- Disiapkan hewan coba mencit


- Dipegang kulit pada bagian kepala mencit
- Dicari bagian kulit yang berongga (ruang dibawah kulit)
- Disuntikkan obat kedalam rongga tersebut maksimal 1 ml
- Dicatat waktu mulai dari pemberian obat hingga munculnya efek
farmakologi obat dan hingga beraktivitas normal kembali
- Dimasukkan data kedalam tabel pengamatan

Hasil Pengamatan ?

d. Intra Muscular (IM)


Sampel

- Disiapkan hewan coba mencit


- Dipegang mencit dengan benar
- Diposisikan mencit secara terlentang
- Diletakkan mencit agak kelaur agar paha bagian dalam terlihat
- Disuntikkan larutan obat pada paha mencit sebanyak 0,05 ml dan
posisi jarum suntik sejajar dengan tubuh
- Dicatat waktu mulai dari pemberian obat hingga muncul efek
farmakologi obat sampai beraktivitas kembali. Dimasukkan data
dalam tabel pengamatan

Hasil Pengamatan ?
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

Obat Rute Pemberian Onset Durasi


IP 1 : 11 : 24 0 : 38: 47
IV 1 : 05 : 36 0 : 08 : 17
Fenobarbital SC 1 : 10 : 55 0 : 07 : 49
IM 0 : 49 : 53 0 : 10 :51

2. Perhitungan
o Pengenceran obat
Sediaan injeksi fenobarbital 100 mg/2 ml
 100 mg/2 ml

2 ml ad 10 ml aq. Pro injeksi 100 mg/10ml

 100 mg/10 ml

5 ml ad 10 ml aq. Pro injeksi  50 mg /10 ml

 50 mg/10ml

3,5 ml ad 25 ml aq. Pro injeksi 17,5 mg/ml


4.2 Pembahasan
Absorpsi merupakan proses transportasi senyawa obat yang tidak
termetabolisme dari rute penggunaan menuju sistem sirkulasi tubuh. Terdapat
beberapa mekanisme absorpsi obat yaitu dengan difusi pasif, difusi aktif, serta
dengan molekul transporter non spesifik seperti P-glikoprotein. Proses absorpsi
yang terjadi sangat ditentukan oleh sifat fisiko kimia, Salah satu sifat fisiko kimia
senyawa obat adalah kelarutan, yang penting dalam meramalkan derajat absorbsi
obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air
(poorly soluble drugs), laju disolusi sering kali merupakan tahap penentu pada
proses absorbsi obat terhadap ketersediaan hayati obat.
Absorbsi obat dilakukan dengan cara hewan uji disiapkan terlebih dahulu
yaitu mencit dan diaamati perilaku normalnya selama 10 menit. Hewan uji
ditimbang terlebih dahulu untuk memperhitungkan volume yang akan diberikan
(dosis: 100 mg/ 70 kg BB. Kemudian berikan larutan fenobarbital 100 mg/70
KgBB secara oral , intravena, intra peritonial, intra muskular, subkutan dan dicatat
waktu pemberiannya. Masukkan hewan uji ke dalam benjana untuk pengamatan.
Kemudian dicatat hasilnya dan dibandingan dengan masing-masing kelompok.
Hewan uji yang digunakan adalah mencit. Alasan pemilihan mencit sebagai
hewan uji adalah karena mencit putih mempunyai kemampuan dalam memberikan
reaksi imunitas yang baik, sensitivitas hewan terhadap sesuatu penyakit, dan
performa atau anatomi tubuh hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat
genetiknya. Sekitar 40-80% penggunaan mencit. Sebagai hewan model
laboratorium karena siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran
banyak, mudah ditangani, dan sifat anatomi dan fisiologinya terkarakterisasi
dengan baik. Ttingkat kesuburan mencit sangat tinggi karena dapat menghasilkan
kurang lebih satu juta keturunan dalam kurun waktu kurang lebih 1 tahun. Dimana
produktivitas seksualnya berlangsung selama 7-8 bulan dengan rata-rata anak
yang 3 lahir sebanyak 6-10 anak/kelahiran.
Sediaan obat yang digunakan pada percobaan ini adalah Fenobarbital.
Fenobarbital adalah turunan barbiturat yang merupakan antikonvusan yang efektif
dalam mengatasi epilepsi pada dosis sub hipnotis. Adapun mekanisme kerjanya
menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps
melalui suatu kerja reseptor GABA.
Percobaan absorbsi obat diperoleh onset yang tercepat terjadi pada hewan
coba yang diberikan sediaan obat fenobarbital melalui injeksi intra muskular (IM)
berkisar 0:49:43 menit dan yang terlama terjadi pada hewan coba yang diberikan
sediaan obat fenobarbital melalui injeksi intra peritoneal (IP) sekitar 1:11:24 menit
. Hal ini tidak sesuai dengan penjelasan dalam literatur yang menyatakan bahwa
injeksi intra vena lah yang memberikan reaksi tercepat. Hal ini dapat disebabkan
karena perbedaan dosis yang diberikan pada masing-masing rute pemberian.
Selain onset, diperoleh durasi dari masing-masing rute pemberian. Adapun durasi
tercepat terjadi pada hewan coba yang diberikan sediaan obat melalui rute
subkutan yaitu 00:07:49 menit . Sedangkan durasi terlama terjadi pada hewan
coba yang diberikan sediaan obat fenobarbital melalui rute intra peritoneal yaitu
00:38:47 menit.
Manfaat praktikum ini dalam bidang farmasi yaitu mengetahui tentang
absorbsi obat dalam tubuh dan juga efek-efek farmakologi ditimbulkan obat, serta
dapat mempermudah apotoker menentukan dosis yang akan diberikan kepada
pasien tergantung berdasarkan kondisi pasien.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan ini adalah obat dapat mempengaruhi kinerja


sistem saraf pusat, seperti mempercepat atau memperlambat. Sistem saraf pusat
utama yang memiliki fungsi, seperti tekanan darah, pernafasan, detak jantung, dan
suhu tubuh. Rute pemberian intraperitonial, intravena, subcutan, dan
intramuskular memiliki hasil onset secara berturut-turut ialah 1:11:24, 1:05:36,
1:10:55, dan 0:49:53. Rute-rute pemberisn tersebut juga memiliki durasi secara
berturut-turut ialah 0:38:47, 0:08:17, 0:07:49, dan 0:10:51.
DAFTAR PUSTAKA

Al Shoyaib A, Archie SR, Karamyan VT, 2020, Intraperitoneal Route of Drug


Administration: Should it Be Used in Experimental Animal Studies?,
Pharmaceutical Research., 37(1).
Alqahtani MS, Kazi M, Alsenaidy MA, Ahmad MZ, 2021, Advances in Oral
Drug Delivery, Frontiers in Pharmacology., 12(1).
Anwar Y, Putra S, Marpaung D, Qoonitah S, 2019, Penyuluhan Kesehatan
Tentang Cara Kerja Obat Di Sekolah Dasar ( SD ) Muhammadiyah 17 –
Jakarta Utara, Jurnal Berdikari., 2(1), 19–22.
Cheng Y, Lin BJ, Guo JH, Huang BL, Fang LP, Que WC, Liu MB, Chen XF, Qiu
HQ, 2019, The effect of food on the pharmacokinetic properties and
bioequivalence of two formulations of levocetirizine dihydrochloride in
healthy chinese volunteers, Drug Design, Development and Therapy., 13,
3625–3634.
Lestari W, Suwendar, Lestari, F, 2020, Uji Aktivitas Hipnotik-Sedatif Ekstrak
Etanol Biji Seledri (Apium graveolens. L.) pada Mencit Swiss Webster
Jantan Dalam Mengatasi Gejala Gangguan Tidur (Insomnia), Prosiding
Farmasi., 6(2), 228–233.
Omachi F, Kaneko M, Iijima R, Watanabe M, Itagaki F, 2019, Relationship
between the effects of food on the pharmacokinetics of oral antineoplastic
drugs and their physicochemical properties, Journal of Pharmaceutical
Health Care and Sciences., 5(1), 1–8.
Padhye T, Maravajjala KS, Swetha KL, Sharma S, Roy A, 2021, A
comprehensive review of the strategies to improve oral drug absorption with
special emphasis on the cellular and molecular mechanisms, Journal of Drug
Delivery Science and Technology., 61, 102–178.
Prabowo WL, 2021, Teori Tentang Pengetahuan Peresepan Obat, Jurnal Medika
Hutama., 02(04), 402–406.
Praceka MSN, Yunita ED, Semesta CN, Putri RN, Mikdar NN, Sitinjak EU,
Setyawati L, Muchtaridi M, 2022, Molecular Docking and Toxicity from
Temulawak Rhizome (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) against COX-2,
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology., 1(1), 106.
Rosaini H, Sari YEN, Makmur I, Halim A, Sidoretno WM, 2020, Karakterisasi
Sifat Fisikokimia Sistem Dispersi Padat Nimodipin Dengan Poloxamer 188
Menggunakan Metode Penggilingan Bersama, JOPS (Journal Of Pharmacy
and Science)., 4(2), 18–26.
Widianingsih, Apriyanto DR, Gustine R, 2018, Efektivitas Pemberian Ekstrak
Almond terhadap Jumlah Morfologi Sperma Mencit Jantan Putih (Mus
musculus) Galur Swiss Webster yang dipapar Asap Rokok, Tunas Medika
Jurnal Kedokteran & Kesehatan., 4(1), 18–23.
Wuri R, Rosdianto AM, Goenawan H, 2021, Utilization of Rats As Blunt Trauma
Animals Model: a Literature Review. Indonesia Medicus Veterinus., 10(2),
338–354.

Anda mungkin juga menyukai