Anda di halaman 1dari 42

LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN I DAN III


“ PENENTUAN BEBERAPA PARAMETER FARMAKOKINETIK DAN PENGARUH
BENTUK KIMIAWI OBAT TERHADAP BIOAVABILITAS”

DISUSUN OLEH:

NAMA : ELMI NANDA OCTAVIA


NIM : G70117175
KELAS/KELOMPOK : D/V (LIMA)
TANGGAL : RABU, 31 MARET 2021
PASISTEN : FAHYA AULIA LOUTONG

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. LatarBelakang

Obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Definisi untuk obat hewan
menurut Peraturan Pemerintah, 2017 adalah sediaan yang dapat digunakan untuk
mengobati hewan, membebaskan gejala atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh
yang meliputi sediaan biologi, farmakoseutika, premix, dan sediaan obat hewan
alami. Pemberian obat dapat diberikan dengan berbagai cara seperti berefek sistemik
mulai dari injeksi, per-oral (PO), sublingual, implantasi subkutan dan rektal,
sedangkan berefek local intranasal, intra okuler, intra urokuler, intavaginal,kulit dan
intrapulmonal (Rinidar et al., 2020).

Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat
yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sitemik dalam bentuk utuh atau aktif
setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap
waktu akskresinya dalam urin. Jika terdapat fungsi yang menggambarkan
bioavailabilitas obat di dalam darah berdasarkan waktu, maka dengan konsep
turunan dapat diketahui kapan bioavailabilitas maksimum atau minimum didapat
setelah obat diminum atau disuntikkan (Fatmawaty et al., 2015).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu, dimana seorang farmasis dapat mengetahui
dan menentukan serta membandingkan parameter-parameter farmakokinetik suatu
obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan secara per oral. Hal inilah
yang melatar belakangi percobaan ini.
B. Tujuan Percobaan
1. Memahami cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan
tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan ,menggunakan data con toh
darah setelah pemberian dosistunggal.
2. Memahami distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara iv dan
menentukan volumedistribusinya.
3. Memahami cara menentukan luas daerah dibawah kurva(AreaUnderCurve =
AUC).
4. Memahami cara membandingkan AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan waktu
untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk kimia yang
berbeda yang diberikan peroral.

C. Maksud Percobaan
1. Mengetahui cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan
tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan,menggunakan data contoh
darah setelah pemberian dosistunggal.
2. Mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara iv dan
menentukan volumedistribusinya.
3. Mengetahui cara menentukan luas daerah dibawah kurva (AreaUnderCurve =
AUC).
4. Mengetahui cara membandingkan AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan waktu
untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk kimia yang
berbeda yang diberikan peroral.

D. Manfaatpercobaan
1. Mengetahui dan memahami cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu
paruh (t½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan, menggunakan
data contoh darah setelah pemberian dosistunggal.
2. Mengetahui dan memahami distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan
secara iv dan menentukan volumedistribusinya.
3. Mengetahui dan memahami cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area
Under Curve =AUC).
4. Mengetahui dan memahami cara membandingkan AUC, kadar puncak
(Cpmaks), dan waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam
bentuk kimia yang berbeda yang diberikan peroral.

E. Prinsippercobaan
F. TinjauanPustaka

Definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnose, pengobatan,
melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada
hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi toh banyak kejadian bahwa
seseorang telah menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat
itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu
penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah dalam
pengobatan atau dengan keliwat dosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya
lebih kecil kita tidak memperoleh penyembuhan (Anief, 2018).

Disolusi obat adalah proses molekul obat yang dibebaskan dari fase padat dan
memasuki fase larutan. Jika partikel tetap berada dalam bentuk fase padat walaupun
dimasukkan kedalam larutan, maka hasilnya adalah suatu suspensi. Obat dalam
larutan yang dapat diabsorpsi, didistribusikan, dimetabolismekan, diekskresikan,
ataupun menghasilkan aksi farmakologik (Sopyan et al., 2018).

Faktor yang dapat mempengaruhi reaksi pengobatan diantaranya absorbsi obat,


distribusi obat dalam tubuh, metabolisme (biotransformasi) obat, dan eksresi.
Absorbsi obat merupakan proses pergerakan obat dari sumber ke dalam tubuh
melalui aliran darah kecuali dari jenis tropikal. Hal ini dipengaruhi oleh cara dan
jalur obat, jenis obat, keaadaan tempat, makanan, dan keadaan pasien. Setelah obat
diabsorbsi, kemudian obat didistribusikan ke dalam darah melalalui vaskular dan
sistem limfatis menuju sel dan masuk ke dalam jaringan tertentu. Proses ini dapat
dipengaruhi oleh keseimbangan cairan, elektrolit, dan keadaan patologis. Setelah
melakukan sirkulasi, obat akan mengalami proses metabolisme. Obat akan ikut
sirkulasi ke dalam jaringan, kemudian berinteraksi dengan sel dan melakukan
sebuah perubahan zat kimia hingga menjadi lebih aktif. Obat yang tidak bereaksi
akan dieskresikan. Setelah obat mengalami metabolisme atau pemecahan, akan
terdapat sisa zat yang tidak dapat dipakai. Sisa zatini tidak bereaksi kemudian
keluar melalui ginjal dalam bentuk urine, dari intestinal dalam bentuk feses, dan
dari paru-paru dalam bentuk udara (Damayanti et al., 2015).

Bioavailability (BA) adalah persentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu dosis
yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutiknya. Di beberapa
negara (AS, Jerman), BA mencakup pula kecepatan munculnya obat di sirkulasi
darah. Biasanya, efek obat baru mulai tampak sesudah obat melalui sistem pembuluh
porta serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar yang
mendistribusikannya ke seluruh jaringan. BA dapat diukur in vivo (pada pasien)
dengan menentukan kadar obat dalam plasma darah sesudah tercapai keadaan
keseimbangan. Pada keadaan ini terjadi keseimbangan antara kadar obat di semua
jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang diserap
dan yang dieliminasi adalah sama. Pada umumnya antara kadar obatdalam plasma
dan efek terapeutik terdapat suatu korelasi yang baik. Pengecualian adalah pada
misalnya obat hipertensi yang masih berefek walaupun kadarnya dalam plasma
sudah tidak dapat diukur lagi (Tjay & Rahardja, 2015).

Berkaitan dengan bioavaibilitas, harus dibedakan dengan absorbsi, pada proses


absorpsi penyerapan dilakukan pada tempat pemberian obat. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi bioavaibilitas mulai dari obatnya sendiri, faktor penderita dan
interaksi di saluran gastrointestinal. Sifat fisikokimia dari suatu obat akan
menentukan jumlah obat yang tersedia untuk diabsorbsi, begitu juga dengan ukuran
molekul obat juga menentukan dalam hal kecepatan absorbsi obat. Bentuk sediaan
obat juga turut menentukan bioavaibilitas suatu obat (Rinidar et al., 2020).
G. UraianBahan
1. Aquadest (FI Edisi III, hal.96)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA


Nama lain : Air Suling, Aquadest
RM/BM : H2O/18,02
Rumus struktur :

(Pubchem. 2021)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, berbau, tidak
tidak mempunyai rasa
Kelarutan : -
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar : -
2. Alkohol ((FI III, 1979 :65)

Nama resmi : AETHANOLUM


Nama lain : Etanol / Alkohol
RM/BM : C2H6O / 46,07
Rumus struktur :

(Pubchem.
2021)
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak; bau khas;
rasa panah. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidakberasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam


kloroform P dan dalam eter P

Kegunaan : Sebagai pereaksi


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya; di tempat sejuk, jauh dari
nyala api.

Persyaratan kadar : Etanol adalah campuran etilalkohol dan


air. Mengandung tidak kurang dari 94,7 v/v
atau 92,0% dan tidak lebih dari95,2 v/v atau
92,7% C2H6O.

3. NaCl Fisiologis (FI III, 1979: 403)

Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM


Nama Lain : Natrium klorida
Rm/Bm : NaCl / 58,44
Rumus Struktur :

(Pubchem.2021)
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dala 2,7 bagian air
mendidih dan dalam kurang lebih 10 bagian
glserol P, sukar larut dalam etanol ( 95 % ) P.

Kegunaan : Sebagai pelarut isotonis


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan kadar :-
4. Natrium salisilat (FI Edisi III, 1979 :424)

Nama resmi : NATRII SALICYLAS


Nama lain : Natrium salisilat
RM/BM : C7H5NaO3/160,11
Rumus struktur :

(Pubchem.2021)
Pemerian : Hablur kecil atau bentuk sisik tidak berwarna atau
serbuk putih; tidak berbau atau berbau khas
lemah; rasa manis, asin, tidak enak.

Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air dan larut dalam 11


bagian etanol (95%) P.

Khasiat : Zat tambahan


Kegunaan : Antiperitikum, analgetikum
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya.

Persyaratan kadar : Natrium salisilat mengandung tidak kurang dari


99,5%C7H5NaO3, dihitung terhadap zat anhidrat.
5. Asam klorida (FI Edisi III, 1979 :649)

Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM


Nama lain : Asam klorida
RM/BM : HCL/36,46
Rumus struktur :
(Pubchem.2021)
Kelarutan :-
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Persyaratankadar
: Asam klorida mengandung tidak kurang dari
35,0% dan tidak lebih dari 38<0% HCL.
6. Raksa (II) Klorida (FI Edisi III, 1979 :287)

Nama resmi : HYDRARGYRI BICHLORIDUM


Nama lain : Raksa (II) Klorida
RM/BM : HgCL2/271,62
Rumus struktur :

(Pubchem.2021)
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; berat.
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dalam 2,1 bagian air
mendidih, dalam 3 bagian etanol (95%) P, dalam
2 bagian etanol (95%) P mendidih, dalam20
bagian eter P dan dalam 15 bagian gliserol P.

Khasiat : Zat tambahan


Kegunaan : Antiseptikum ekstern
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan kadar : Raksa (II) Klorida mengandung tidak kurang
dari 99,5% HgCL2, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
7. Besi (III) Nitrat (FI Edisi V, 1995 :254)

Nama resmi : Ferri nitrat


Nama lain : Besi (III) Nitrat
RM/BM : Fe(NO3)3/404,0
Rumus struktur :

(Pubchem.2021)
Pemerian : Serbuk putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, violet Kristal
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Anti anemia, sebagai katalisator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan kadar :-
8. Kalium oksalat (FI Edisi III, 1979 :169)

Nama resmi : KALLI OKSALAT


Nama lain : Kalium oksalat
RM/BM : C2K2O4/166.22
Rumus struktur :

(Pubchem.2021)
Pemerian :-
Kelarutan :-
Khasiat : Murni pereaksi
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan kadar :-
H. UraianSampel
1. Asetosal (Mims.2021)

Indikasi : Nyeri ringan sampai radang


Kontraindikasi : Hipersensitivitas, bradikardia sinus, blok sinoatrial,
blok A-V derajat kedua dan ketiga, sindrom Adams-
Stokes, penggunaan bersamaan dengan delavirdine,
dan riwayat hepatotoksisitas akut sebelumnya akibat
fenitoin.

Dosis : 325-650 mg PO tiap 4 jam PRN atau 975mg PO tiap 6


jam PRN atau 500-1000mg PO PRN tiap 4-6 jam
selama tidak lebih dari 10 hari; tidak melebihi 4 g/hari.

Efek Samping : Gangguan pencernaan, gangguan sistem saraf, dan


gangguan jaringan kulit bawah.

Farmakokinetik : - Absorbsi: Diserap dengan cepat dari saluran


pencernaan; kurang dapat diandalkan (rektal);
diserap melalui kulit. Dihidrolisis sebagian oleh
esterase menjadi salisilat selama absorpsi di
saluranGI
- Distribusi: Tersebar luas dan cepat ke sebagian besar
jaringan dan cairan tubuh. Melintasi plasenta dan
memasukiASI.
- Metabolisme: Dimetabolisme di hati menjadi asam
salisilat, glukuronida fenolik salisil,
asil glukuronida salisilat, asam gentisat, dan
asam gentisurat. Menjalani metabolisme pertama.
- Ekskresi: Melalui urin (75% sebagai asamsalisilat,
10% sebagai asam salisilat).

Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis prostaglandin oleh


siklooksigenase; menghambat agregasitrombosit; memiliki
aktivitas antipiretik dan analgesik
Golongan Obat : Obat Keras (Analgesik, antipiretik dan antiinflamasi)

I. Klasifikasi Hewan Uji


1. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Azis, dkk.2018)
Kingdom : Animal
Fillum : Chordata
Sub Fillum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagomorpha
Family : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Spesies : Oryctolagus cuniculus
J. ProsedurKerja Penentuan Parameter Farmakokinetik
1. Berilah sejumlah dosis natrium salisilat (250 mg/kgBB) secara oral pada
hewan uji yang telah dipuasakan. Sebelumnya, ambil contoh darah
sebanyak 0,5 ml untuk blanko(t=0).
2. Tentukan kadar natrium salisilat di dalam darah pada 15, 30, 45, 60, 90,
120, 150, 180, 240 menit setelah pemberian. (Lihat cara analisis kadar
natirumsalisilat).
3. Buat grafik kadar obat di dalam darah (Cp) vswaktu.
4. Tentukan ke (tetapan laju eliminasi) dari kurva fasedescending (menurun)
dan Ka (tetapan laju absorbsi) dari kurva ascending (menanjak),
dantentukian nilaiCdiff.
5. Dengan menngunakan nilai Cdiff buatlah persamaan garis
dan tentukannilaiKa.
6. Tentukan waktu paruh biologisnya(t½).
7. Hitung volume distribusi salisilat berdasarkandatatersebut.
8. Buat pada kertas grafik numerik hubungan antarakadar obat di dalam darah
(mcg/ml) denganwaktu.

Pengaruh Bentuk Kimiawi Obat Terhadap Bioavailabilitas


1. Praktikan dibagi dalam 3 kelompok, masing-masing dengan seekor hewan
uji yang dipuasaka sebelumnya. Kelompok 1 diberi Natrium salisilat,
Kelompok 2 diberi asam salisilat, Kelompok 3 diberi asetosal. Masing-
masing dengan dosis 250 mg/kg BB peroral.
2. Timbang berat badan masing-masing hewan dan tentukan jumlah dosis
yang diberikan. Sebelumnya, ambil contoh darah sebanyak 0,5 ml untuk
blanko(t=0).
3. Tentukan masing-masing kadar salisilat di dalam darah pada 15, 30, 45, 60,
75, 90, 120, 150, 180, 210, dan 240 menit setelah pemberian (Lihat analisis
kadarsalisilat pada percobaanI).
4. Buat grafik kadar obat di dalam plasma (Cp) vs waktu(t). Dengan
menggunakan nilai-nilai logaritma kadarobat pada fase naik maupun fase
turun dapat dibuat dua persamaangaris.
5. Dengan menggunakan kedua persamaan garis tersebut,tentukan Cdiff

untukmasing-masing waktu sampling.Buat persamaangarisnya.


6. Tetukan Cpmaks dantmaks.
7. Buat pada kertas grafik numerik hubungan antara kadarobat di dalam darah
(mcg/ml) dengan waktu. Tentukan AUC masing-masing bentuk kimia obat
(bandingkan satu samalain).

K. Alat Dan Bahan Alat


1. Timbangan
2. Stopwatch
3. Dispo 5ml
4. Kertas
5. Pulpen
6. Stopwatch
7. Kandang
8. Sonde
9. Lapkasar
10. Erlenmeyer
11. Pengaduk
12. Pipetvolume
13. Spektrofotometer
14. Sentrifus
15. Kateter dan mouthblock

Bahan
1. Koran
2. Kertasgrafik
3. Masker
4. Handscoon
5. Kaostangan
6. Aquadest
7. Kapas
8. Natriumsalisilat
9. Asamsalisilat

10. HgCl2 11.


Ferinitrat
12. HCl 1N
13. Kalium oksalat 2%

Sampel
1. Asetosal(Aspirine)

Hewan Uji
1. Kelinci jantan (Oryctolaguscuniculus)
L. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil dan ditimbang hewan uji
3. Diambil darah hewan uji sebanyak 2 – 3 ml
4. Dibagi menjadi 2 kelompok hewan uji yaitu pemberian asetosal dan asam
salisilat
5. Dihitung menggunakan stopwatch
6. Diambil darah hewan uji setiap pada menit ke 5 dan 15
7. Diukur absorbansinya
8. Dihitung Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC

M. Skema Kerja

Alat dan Bahan

Hewan Uji

Ambil darah

2-3 ml

Asetosal Asam salisilat

Diambil darah
menit ke- 5, 15

Diukur absorbansi

Hitunglah Cpmax, tmax,


Ke, Ka dan AUC
N. Analisis Data Tabel
Hasil Pengamatan N.1
Natrium Salisilat +
Asetosal
1. Kurva Bahan Asam Salisilat

No. Konsentrasi (t) Absorbsi (y)

1. 6 ppm 0,316

2. 8 ppm 0,421

3. 10 ppm 0,650

4. 12 ppm 0,812

2. Kurva Bahan Asetosal

No. Konsentrasi (t) Absorbsi (y)

1. 25 ppm 0,280

2. 50 ppm 0,4002

3. 75 ppm 0,663

4. 100 ppm 0,810

N.2 Pengambilan Darah Kurva 1 (Natrium Salisilat)

No. Konsentrasi (t) Absorbsi (y)

1. 25 ppm 0,280

2. 50 ppm 0,4002

No. Konsentrasi (t) Absorbsi (y)

1. 25 ppm 0,280

2. 50 ppm 0,4002

3. 75 ppm 0,663

4. 100 ppm 0,810


3. 75 ppm 0,663

4. 100 ppm 0,810

N.3 Pengambilan Darah Kurva 2 (Asetosal)

N.4 Perhitungan Natrium Salisilat


No. X Y X2 Y2 XY

36 0,0998 1,896
1. 6 ppm 0,316

64 0,1823 3,416
2. 8 ppm 0,427

3. 10 ppm 0,650 100 0,4225 6,5

4. 12 ppm 0,872 144 0,76 10,464

∑ rata-rata 36 2,265 344 1,464 22,276

y = bx + a

∑ 𝑦−𝑏.∑ 𝑥

(𝑛. ∑ 𝑥𝑦)−(∑ 𝑥.∑ 𝑦)


b = a =
(𝑛.∑ 𝑥²)−(∑ 𝑥)²

=
= (4.3+1)−(36)²
=
(89,101)−(81,54)
= (1376)−(1296)
=

= = -0,2847

= 0,09455
Kurva awal = Kc + D0
D
= 1,32 + D0
3,8995
= 3,8995
1,32 + D0
= 3,8995 – 1,32
D0 = 2,5795 mg/menit

= 1,32625
= 1,32 mg/menit

Tahapan Absorbsi Tahapan Eliminasi


D1 = Ka(t) + D0 D1 = Kc + D0
3,8995 = Ka (5) + 2,5795 17,162 = Kc (15) + 2,5795
Ka (5) + 2,5795 = 3,8995 Kc (15) + 2,5795 = 17,162

Ka (5) = 3,8995 – 2,5795 Kc (15) = 17,162 – 2,5795

Ka = = 0,264
Kc = = 0,972

y = bx – a
y = 0,09455 x – 0,2817

Menit ke 0
y = 0,09455 x – 0,2847

0,66 = 0,09455 x – 0,2847

Menit ke 5
y = 0,09455 x – 0,2847

0,084 = 0,09455 x – 0,2847


x
N.5 Perhitungan Asetosal (Aspirin)

X Y x2 y2 x,y

25 8,28 625 0,078 7

50 0,431 2500 0,0186 21,6

75 0,663 5025 0,439 49,7

100 0,810 10.00 0,0616 81

=250 =2,85 =18,750 =1,359 =159,3

y = bx + a

a ∑ 𝑦−𝑏.∑ 𝑥
=

=
2,185−(1,559)
=

= 0,936
y = bx + a Tetapan Eliminasi

= 0,006237(x) + 0,936 De = Ke(t) + D0

Menit ke 0 130 = Ke(15) + 134,5

0,100 = -0,006237(x) + 0,936 -4,5 = Ke(15)


−4,5
=
0,36 = -0,0062377(x) Ke
= 0,3 mg/menit
x = 134 ppm Ke

Menit ke 5 Tetapan Absorbsi (Ka)

0,106 = -0,006237(x) + 0,936 De = Ka(t) + D0


x
133 = Ka(5) + 34,5
= −0,006237
1,5 = Ka(5)
x = 133 ppm
Ka =

Menit ke 15 Ka = -0,3 mg/menit

0,124 = -0,006237(x) + 0,936

0,812 = -0,006237(x) AUC


1 − 1 ) 𝑥𝐷o
x = 130 ppm

Kurva 0 ) 𝑥134,5𝑚𝑔/𝑚𝑒𝑛i𝑡
−0,3 −0,3

K= 1−1
= −0,3 𝑥134,5 𝑚𝑔/𝑚𝑒𝑛i𝑡

K=
= 0,134
K = -0,3 mg/menit =0

Kurva awal
D = Kc + D₀
= 0,3mg/menit(5)
133
+ D0

133 = -15 + D0

- D0 = -134,5
D0 = 134,5 mg/menit
O. Pembahasan
Farmakokinetik adalah bidang farmakologi yang membahas mengenai perjalanan
kadar obat di dalam tubuh, atau singkatnya yaitu "studi mengenai nasib obat di
dalam tubuh". Terdapat beberapa bahasan utama dalam farmakokinetik, yaitu:
absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Data farmakokinetik berguna untuk
memperkirakan dosis obat yang tepat, frekuensi pemberian dan mengatur dosis
pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi. Sedangkan beberapa karakterisik
farmakokinetik penting yang menentukan seberapa cepat dan berapa lama obat
akan berada pada organ sasaran, di antaranya, Onset (mula kerja), yaitu waktu
yang dibutuhkan obat untuk mulai bekerja, Peak (puncak), yaitu konsentrasi obat
tertinggi yang terdapat dalam aliran darah., Durasi (lama kerja) dan Waktu paruh
(T ), yaitu waktu yang diperlukan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh
menjadi separuhnya sewaktu eliminasi (Rinidar, 2020).

Tujuan dari percobaan ini yaitu, mengetahui cara menentukan tetapan laju
eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat
dengan ,menggunakan data contoh darah setelah pemberian dosis tunggal.
Mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara oral dan
menentukan volume distribusinya. Mengetahui cara menentukan luas daerah di
bawah kurva (Area Under Curve = AUC). Mengetahui cara membandingkan
AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks)
suatu obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan per oral.

Prinsip pada percobaan ini yaitu menentukan parameter farmakokinetik yang


meliputi Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC dari obat Asetosal dan Natrium salisilat
serta membandingkan parameter farmakokinetik dari kedua obat tersebut dengan
menggunakan kepada hewan uji “Kelinci” (Oryctolagus cuniculus) yang diberikan
secara oral. Penentuan parameter farmakokinetik dilakukan dengan mengambil
darah hewan uji “Kelinci” (Oryctolagus cuniculus) yang telah diberikan obat
Asetosal dan Natrium salisilat dan diukur absorbansinya menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis.
Cara kerja dari percobaan ini yaitu, disiapkan alat dan bahan kemudian diambil
dan ditimbang hewan uji setelah ditimbang dihitung dosis pemberian obat kepada
hewan uji. Disiapkan dan buat suspense obat yang diberikan kepada hewan uji.
Sebelum pemberian obat diambil terlebih dahulu darah hewan uji sebanyak 2 – 3
ml. Dibagi menjadi 2 kelompok hewan uji yaitu pemberian asetosal dan asam
salisilat, diambil darah hewan uji setiap pada menit ke 5 dan 15 kemudian iukur
absorbansinya menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Kemudian dihitung
Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC.

Alasan perlakuan penimbang hewan uji sebelum dilakukan pengujian adalah agar
dapat diketahui bobot hewan uji sehingga dapat ditentukan volume pemberian obat
pada hewan uji dan tidak terjadi kesalahan dosis. Setelah ditimbang dosis hewan
uji dihitung terlebih dahulu agar diketahui dosis yang tepat sesuai bobot hewan uji
hal ini dapat menghindakan dari kesalahan dosis pemberian pada hewan uji. obat
dibuat suspense terlebih dahulu agar dapat memudahkan obat masuk kedalam
tubuh hewan uji. diambil terlebih dahulu darah melalui telinga hewan uji hal ini
dilakukan untuk membandingkan kadar obat setelah dan sebelum pemberian obat.
Pengambilan darah dilakukan ditelinga hewan uji hal ini dikarena kan area telinga
pada hewan uji terdapat pembuluh darah vena yang jelas terlihat sehingga
memudahkan praktikan dalam mengambil darah tanpa harus melukai hewan uji
lebih parah. Diberikan obat Asetosal pada kelinci 1 dan natrium salisilat pada
kelinci 2 hal dilakukan untuk melihat dan membandingkan parameter
farmakokinetik dari kedua obat tersebut. Darah diambil pada menit ke5 dan ke-15
hal dilakukan untuk melihat dan membandingkan kadar obat pada kedua waktu
tersebut. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-
Vis dimana metode analisis kuantitatif pada sediaan obat yang paling banyak
digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis karena metode ini memiliki tingkat
kesulitan yang rendah, cepat, selektif, serta sensitive.

Hasil pada percobaan ini yaitu absorbansi dari sampel Na. Salisilat adalah 0.66
pada menit ke-0, 0,084 pada menit ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15. Pada sampel
Asetosal adalah 0,100 pada menit ke-0, 0,106 pada menit ke-5 dan 0,124 pada
menit ke-15. Nilai absorbansi yang didapatkan tidak baik dimana pada pengukuran
kadar sampel prosedur tidak dikerjakan dengan baik, misalnya larutan stok
tilakukan pengenceran, dan darah yang didapatkan tidak banyak serta penentuan
panjang gelombang yang kurang tepat.

Untuk mendapatkan spektrum UV-Vis yang baik perlu diperhatikan pula


konsentrasi sampel. Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linier
(A≈C) apabila nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A < 0,8) atau sering
disebut sebagai daerah berlakunya hukum Lambert-Beer dengan lebar sel 1 cm,
dan besarnya absorbansi ini untuk senyawa yang memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi yang mengalami eksitasi elektron *, dengan ε 8.000 – 20.000;
konsentrasi larutan sekitar 4 x 10‫ ־‬5 mol/L; sedangkan untuk senyawa yang hanya
memiliki eksitasi elektron n *, ε 10 – 100, maka konsentrasinya sekitar 10 ‫ ־‬2
mol/L (Suhartati,2017). Pada sampel Natrium Salisilat didapat hasil parameter
farmakokinetik yang meliputi, Ka sebesar 0,264 mg/menit, Ke sebesar 0,972
mg/menit dan AUC sebesar -7,1.

Pada sampel Asetosal didapat hasil parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka


sebesar -0,3 mg/menit, Ke sebesar 0,3 mg/menit dan AUC sebesar 0,134.
Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa parameter farmakokinetik AUC pada
Asetosal lebih besar dibandingkan AUC dari sampel Natirum salisilat.

Menurut Sugihartini & Hakim L, (2000) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh
Pemberian Perasan Rimpang Jahe (Zingiber officinale, Rose) Terhadap
Farmakokinetika Salisilat Pada Kelinci” Menyatakan bahwa Harga parameter
Farmakokinetika salisilat setelah pemberian Natrium salisilat dosis 50 mg/KgBB
pada kelinci yaitu AUC 8422±1518 mcg.menit.mL-1 , Cpmax 86,29 ±8,20
mcg.mL-1 , tmax 36,67±6,54.

Menurut Lakhsita dkk (2015), dalam jurnalnya yang berjudul “Profil


Farmakokinetika Aspirin Pada Plasma Tikus Putih Jantan” menyatakan bahwa
Hasil Perhitungan Profil Farmakokinetika yaitu, Kabs 0,1024 menit-1 , t1/2 abs
6,7675 menit, Kel 0,0012 menit-1 , t1/2 el 548,693 menit, tmaks 43,37 menit dan Cmaks
1,0841 µg/mL.
Berdasarkan hasil percobaan yang didapatkan dan hasil dari literature sangat jauh
berbeda, hal kemungkinan disebabkan kekeliruan praktikan dalam melakukan
percobaan. Yakni kesalahan dalam memberikan obat pada hewan uji dengan dosis
yang tidak sesuai karena banyak yang tertumpah ketika pemberian, kesalahan
dalam penentuan konsentrasi dimana seharusnya darah yang diambil dibuat
bebeapa konsentrasi namun hal ini tidak dilakukan. Sehingga perlu diperbaiki lagi
untuk percobaan selanjutnya.

Sodium salicylate (SS) adalah obat antiradang nonsteroid (NSAID) dengan sifat
antipiretik, analgesik, dan antiradang. Ini telah digunakan sebagai pro-obat asam
salisilat (SA), yang merupakan agen anti-inflamasi aktif. Sodium salisilat
mengikuti kinetika orde pertama pada manusia pada dosis yang lebih rendah,
sedangkan pada dosis yang lebih tinggi kinetika yang bergantung pada dosis
diamati sehubungan dengan eliminasi. Ketika SS bermetabolisme menjadi asam
salisilat, ia berkonjugasi dengan glisin untuk membentuk asam salisilat, sementara
konjugasi dengan glukuronida menghasilkan glukuronida fenolik salisil dan
glukuronida asil salisil pada manusia. Itu juga terhidrolisis untuk membentuk asam
gentisic. Ketika dosis yang lebih rendah diberikan, asam salisilat membentuk
metabolit ini pada tingkat yang lebih cepat, sedangkan pada dosis yang lebih
tinggi, ia mencapai kejenuhan, terutama selama konjugasi dengan glukuronida.
Oleh karena itu, hasil metabolisme yang berkurang dalam akumulasi obat dalam
plasma, sehingga meningkatkan waktu paruh eliminasi dengan klirens yang
berkurang (Mathurkar et al, 2018).

Mekanisme kerja Asetosal yaitu, Menghambat sintesis prostaglandin oleh


siklooksigenase; menghambat agregasi trombosit; memiliki aktivitas antipiretik
dan analgesic (Mims,2021).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu, dimana seorang farmasis dapat mengetahui
dan menentukan serta membandingkan parameter-parameter farmakokinetik suatu
obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan secara per oral. Hal inilah
yang melatar belakangi percobaan ini.
P. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Farmakokinetik adalah bidang farmakologi yang membahas mengenai perjalanan kadar
obat di dalam tubuh, atau singkatnya yaitu "studi mengenai nasib obat di dalam tubuh".
Terdapat beberapa bahasan utama dalam farmakokinetik, yaitu: absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi. Data farmakokinetik berguna untuk memperkirakan dosis obat
yang tepat, frekuensi pemberian dan mengatur dosis pada pasien dengan gangguan fungsi
ekskresi. Sedangkan beberapa karakterisik farmakokinetik penting yang menentukan
seberapa cepat dan berapa lama obat akan berada pada organ sasaran, di antaranya, Onset
(mula kerja), yaitu waktu yang dibutuhkan obat untuk mulai bekerja, Peak (puncak), yaitu
konsentrasi obat tertinggi yang terdapat dalam aliran darah., Durasi (lama kerja) dan
Waktu paruh (T ), yaitu waktu yang diperlukan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh
menjadi separuhnya sewaktu eliminasi.

2. Hasil absorbansi dari sampel Na. Salisilat adalah 0.66 pada menit ke-0, 0,084pada menit
ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15. Pada sampel Asetosal adalah 0,100 pada menit ke-0,
0,106 pada menit ke-5 dan 0,124 pada menit ke-15.
3. Pada sampel Natrium Salisilat didapat hasil parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka
sebesar 0,264 mg/menit, Ke sebesar 0,972 mg/menit dan AUC sebesar -7,1. Pada sampel
Asetosal didapat hasil parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka sebesar -0,3 mg/menit,
Ke sebesar 0,3 mg/menit dan AUC sebesar 0,134. Berdasarkan hasil yang didapatkan
bahwa parameter farmakokinetik AUC pada Asetosal lebih besar dibandingkan AUC dari
sampel Natirum salisilat.

Q. Saran
Adapun saran pada percobaan ini yaitu diharapkan kepada praktikan agar lebih teliti lagi
dalam melakukan percobaan agar data yang didapat valid dan sesuai dengan apa yang
diharapkan ataupun sesuai dengan literature yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2018). Prinsip Umum Dan Dasar Farmakologi. Gadjah Mada


University Press.

Damayanti, I. P., Pitriani, R., & Yulrina, A. (2015). Panduan Lengkap Keterampilan
Dasar Kebidanan II. Deepublish.

Fatmawaty, A., Nisa, M., & Riski, R. (2015). Teknologi Sediaan Farmasi. CV
Budi Utama.

Mathurkar., Preet Singh., Kavitha Kongara., Paul Chambers. (2018). Pharmacokinetics


of Salicylic Acid Following Intravenous and Oral Administration of Sodium Salicylate in
Sheep. School of Veterinary Sciences, College of Sciences, Massey University, Palmerston
North 4474, New Zealand.
MIMS Applications. Diakses pada tanggal 2 April 2021 pukul 13:24 WITA.

Rinidar, Isa, M., & Armansyah, T. (2020). Pengantar Farmakologi


Analgesik - Antipiretik - Anti Inflamasi. Syiah Kuala University
Press.

Sopyan, I., Wathoni, N., Rusdiana, T., & Gozali, D. (2018).


Karakterisasi Sediaan Padat Farmasi. CV Budi Utama.

Sugihartini., Hakim L. (2000). Pengaruh Pemberian Perasan Rimpang Jahe (Zingiber


officinale, Rose) Terhadap Farmakokinetika Salisilat Pada Kelinci. Majalah
Farmasi Indonesia 11(3).

Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2015). Obat - Obat Penting (VII).


Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai