PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
DISUSUN OLEH:
Obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Definisi untuk obat hewan
menurut Peraturan Pemerintah, 2017 adalah sediaan yang dapat digunakan untuk
mengobati hewan, membebaskan gejala atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh
yang meliputi sediaan biologi, farmakoseutika, premix, dan sediaan obat hewan
alami. Pemberian obat dapat diberikan dengan berbagai cara seperti berefek sistemik
mulai dari injeksi, per-oral (PO), sublingual, implantasi subkutan dan rektal,
sedangkan berefek local intranasal, intra okuler, intra urokuler, intavaginal,kulit dan
intrapulmonal (Rinidar et al., 2020).
Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat
yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sitemik dalam bentuk utuh atau aktif
setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap
waktu akskresinya dalam urin. Jika terdapat fungsi yang menggambarkan
bioavailabilitas obat di dalam darah berdasarkan waktu, maka dengan konsep
turunan dapat diketahui kapan bioavailabilitas maksimum atau minimum didapat
setelah obat diminum atau disuntikkan (Fatmawaty et al., 2015).
Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu, dimana seorang farmasis dapat mengetahui
dan menentukan serta membandingkan parameter-parameter farmakokinetik suatu
obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan secara per oral. Hal inilah
yang melatar belakangi percobaan ini.
B. Tujuan Percobaan
1. Memahami cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan
tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan ,menggunakan data con toh
darah setelah pemberian dosistunggal.
2. Memahami distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara iv dan
menentukan volumedistribusinya.
3. Memahami cara menentukan luas daerah dibawah kurva(AreaUnderCurve =
AUC).
4. Memahami cara membandingkan AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan waktu
untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk kimia yang
berbeda yang diberikan peroral.
C. Maksud Percobaan
1. Mengetahui cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan
tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan,menggunakan data contoh
darah setelah pemberian dosistunggal.
2. Mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara iv dan
menentukan volumedistribusinya.
3. Mengetahui cara menentukan luas daerah dibawah kurva (AreaUnderCurve =
AUC).
4. Mengetahui cara membandingkan AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan waktu
untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk kimia yang
berbeda yang diberikan peroral.
D. Manfaatpercobaan
1. Mengetahui dan memahami cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu
paruh (t½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan, menggunakan
data contoh darah setelah pemberian dosistunggal.
2. Mengetahui dan memahami distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan
secara iv dan menentukan volumedistribusinya.
3. Mengetahui dan memahami cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area
Under Curve =AUC).
4. Mengetahui dan memahami cara membandingkan AUC, kadar puncak
(Cpmaks), dan waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam
bentuk kimia yang berbeda yang diberikan peroral.
E. Prinsippercobaan
F. TinjauanPustaka
Definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnose, pengobatan,
melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada
hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi toh banyak kejadian bahwa
seseorang telah menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat
itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu
penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah dalam
pengobatan atau dengan keliwat dosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya
lebih kecil kita tidak memperoleh penyembuhan (Anief, 2018).
Disolusi obat adalah proses molekul obat yang dibebaskan dari fase padat dan
memasuki fase larutan. Jika partikel tetap berada dalam bentuk fase padat walaupun
dimasukkan kedalam larutan, maka hasilnya adalah suatu suspensi. Obat dalam
larutan yang dapat diabsorpsi, didistribusikan, dimetabolismekan, diekskresikan,
ataupun menghasilkan aksi farmakologik (Sopyan et al., 2018).
Bioavailability (BA) adalah persentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu dosis
yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutiknya. Di beberapa
negara (AS, Jerman), BA mencakup pula kecepatan munculnya obat di sirkulasi
darah. Biasanya, efek obat baru mulai tampak sesudah obat melalui sistem pembuluh
porta serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar yang
mendistribusikannya ke seluruh jaringan. BA dapat diukur in vivo (pada pasien)
dengan menentukan kadar obat dalam plasma darah sesudah tercapai keadaan
keseimbangan. Pada keadaan ini terjadi keseimbangan antara kadar obat di semua
jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang diserap
dan yang dieliminasi adalah sama. Pada umumnya antara kadar obatdalam plasma
dan efek terapeutik terdapat suatu korelasi yang baik. Pengecualian adalah pada
misalnya obat hipertensi yang masih berefek walaupun kadarnya dalam plasma
sudah tidak dapat diukur lagi (Tjay & Rahardja, 2015).
(Pubchem. 2021)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, berbau, tidak
tidak mempunyai rasa
Kelarutan : -
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar : -
2. Alkohol ((FI III, 1979 :65)
(Pubchem.
2021)
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak; bau khas;
rasa panah. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidakberasap.
(Pubchem.2021)
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dala 2,7 bagian air
mendidih dan dalam kurang lebih 10 bagian
glserol P, sukar larut dalam etanol ( 95 % ) P.
(Pubchem.2021)
Pemerian : Hablur kecil atau bentuk sisik tidak berwarna atau
serbuk putih; tidak berbau atau berbau khas
lemah; rasa manis, asin, tidak enak.
(Pubchem.2021)
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; berat.
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dalam 2,1 bagian air
mendidih, dalam 3 bagian etanol (95%) P, dalam
2 bagian etanol (95%) P mendidih, dalam20
bagian eter P dan dalam 15 bagian gliserol P.
(Pubchem.2021)
Pemerian : Serbuk putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, violet Kristal
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Anti anemia, sebagai katalisator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan kadar :-
8. Kalium oksalat (FI Edisi III, 1979 :169)
(Pubchem.2021)
Pemerian :-
Kelarutan :-
Khasiat : Murni pereaksi
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan kadar :-
H. UraianSampel
1. Asetosal (Mims.2021)
Bahan
1. Koran
2. Kertasgrafik
3. Masker
4. Handscoon
5. Kaostangan
6. Aquadest
7. Kapas
8. Natriumsalisilat
9. Asamsalisilat
Sampel
1. Asetosal(Aspirine)
Hewan Uji
1. Kelinci jantan (Oryctolaguscuniculus)
L. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil dan ditimbang hewan uji
3. Diambil darah hewan uji sebanyak 2 – 3 ml
4. Dibagi menjadi 2 kelompok hewan uji yaitu pemberian asetosal dan asam
salisilat
5. Dihitung menggunakan stopwatch
6. Diambil darah hewan uji setiap pada menit ke 5 dan 15
7. Diukur absorbansinya
8. Dihitung Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC
M. Skema Kerja
Hewan Uji
Ambil darah
2-3 ml
Diambil darah
menit ke- 5, 15
Diukur absorbansi
1. 6 ppm 0,316
2. 8 ppm 0,421
3. 10 ppm 0,650
4. 12 ppm 0,812
1. 25 ppm 0,280
2. 50 ppm 0,4002
3. 75 ppm 0,663
1. 25 ppm 0,280
2. 50 ppm 0,4002
1. 25 ppm 0,280
2. 50 ppm 0,4002
3. 75 ppm 0,663
36 0,0998 1,896
1. 6 ppm 0,316
64 0,1823 3,416
2. 8 ppm 0,427
y = bx + a
∑ 𝑦−𝑏.∑ 𝑥
=
= (4.3+1)−(36)²
=
(89,101)−(81,54)
= (1376)−(1296)
=
= = -0,2847
= 0,09455
Kurva awal = Kc + D0
D
= 1,32 + D0
3,8995
= 3,8995
1,32 + D0
= 3,8995 – 1,32
D0 = 2,5795 mg/menit
= 1,32625
= 1,32 mg/menit
Ka = = 0,264
Kc = = 0,972
y = bx – a
y = 0,09455 x – 0,2817
Menit ke 0
y = 0,09455 x – 0,2847
Menit ke 5
y = 0,09455 x – 0,2847
X Y x2 y2 x,y
y = bx + a
a ∑ 𝑦−𝑏.∑ 𝑥
=
=
2,185−(1,559)
=
= 0,936
y = bx + a Tetapan Eliminasi
Kurva 0 ) 𝑥134,5𝑚𝑔/𝑚𝑒𝑛i𝑡
−0,3 −0,3
K= 1−1
= −0,3 𝑥134,5 𝑚𝑔/𝑚𝑒𝑛i𝑡
K=
= 0,134
K = -0,3 mg/menit =0
Kurva awal
D = Kc + D₀
= 0,3mg/menit(5)
133
+ D0
133 = -15 + D0
- D0 = -134,5
D0 = 134,5 mg/menit
O. Pembahasan
Farmakokinetik adalah bidang farmakologi yang membahas mengenai perjalanan
kadar obat di dalam tubuh, atau singkatnya yaitu "studi mengenai nasib obat di
dalam tubuh". Terdapat beberapa bahasan utama dalam farmakokinetik, yaitu:
absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Data farmakokinetik berguna untuk
memperkirakan dosis obat yang tepat, frekuensi pemberian dan mengatur dosis
pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi. Sedangkan beberapa karakterisik
farmakokinetik penting yang menentukan seberapa cepat dan berapa lama obat
akan berada pada organ sasaran, di antaranya, Onset (mula kerja), yaitu waktu
yang dibutuhkan obat untuk mulai bekerja, Peak (puncak), yaitu konsentrasi obat
tertinggi yang terdapat dalam aliran darah., Durasi (lama kerja) dan Waktu paruh
(T ), yaitu waktu yang diperlukan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh
menjadi separuhnya sewaktu eliminasi (Rinidar, 2020).
Tujuan dari percobaan ini yaitu, mengetahui cara menentukan tetapan laju
eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat
dengan ,menggunakan data contoh darah setelah pemberian dosis tunggal.
Mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara oral dan
menentukan volume distribusinya. Mengetahui cara menentukan luas daerah di
bawah kurva (Area Under Curve = AUC). Mengetahui cara membandingkan
AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks)
suatu obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan per oral.
Alasan perlakuan penimbang hewan uji sebelum dilakukan pengujian adalah agar
dapat diketahui bobot hewan uji sehingga dapat ditentukan volume pemberian obat
pada hewan uji dan tidak terjadi kesalahan dosis. Setelah ditimbang dosis hewan
uji dihitung terlebih dahulu agar diketahui dosis yang tepat sesuai bobot hewan uji
hal ini dapat menghindakan dari kesalahan dosis pemberian pada hewan uji. obat
dibuat suspense terlebih dahulu agar dapat memudahkan obat masuk kedalam
tubuh hewan uji. diambil terlebih dahulu darah melalui telinga hewan uji hal ini
dilakukan untuk membandingkan kadar obat setelah dan sebelum pemberian obat.
Pengambilan darah dilakukan ditelinga hewan uji hal ini dikarena kan area telinga
pada hewan uji terdapat pembuluh darah vena yang jelas terlihat sehingga
memudahkan praktikan dalam mengambil darah tanpa harus melukai hewan uji
lebih parah. Diberikan obat Asetosal pada kelinci 1 dan natrium salisilat pada
kelinci 2 hal dilakukan untuk melihat dan membandingkan parameter
farmakokinetik dari kedua obat tersebut. Darah diambil pada menit ke5 dan ke-15
hal dilakukan untuk melihat dan membandingkan kadar obat pada kedua waktu
tersebut. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-
Vis dimana metode analisis kuantitatif pada sediaan obat yang paling banyak
digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis karena metode ini memiliki tingkat
kesulitan yang rendah, cepat, selektif, serta sensitive.
Hasil pada percobaan ini yaitu absorbansi dari sampel Na. Salisilat adalah 0.66
pada menit ke-0, 0,084 pada menit ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15. Pada sampel
Asetosal adalah 0,100 pada menit ke-0, 0,106 pada menit ke-5 dan 0,124 pada
menit ke-15. Nilai absorbansi yang didapatkan tidak baik dimana pada pengukuran
kadar sampel prosedur tidak dikerjakan dengan baik, misalnya larutan stok
tilakukan pengenceran, dan darah yang didapatkan tidak banyak serta penentuan
panjang gelombang yang kurang tepat.
Menurut Sugihartini & Hakim L, (2000) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh
Pemberian Perasan Rimpang Jahe (Zingiber officinale, Rose) Terhadap
Farmakokinetika Salisilat Pada Kelinci” Menyatakan bahwa Harga parameter
Farmakokinetika salisilat setelah pemberian Natrium salisilat dosis 50 mg/KgBB
pada kelinci yaitu AUC 8422±1518 mcg.menit.mL-1 , Cpmax 86,29 ±8,20
mcg.mL-1 , tmax 36,67±6,54.
Sodium salicylate (SS) adalah obat antiradang nonsteroid (NSAID) dengan sifat
antipiretik, analgesik, dan antiradang. Ini telah digunakan sebagai pro-obat asam
salisilat (SA), yang merupakan agen anti-inflamasi aktif. Sodium salisilat
mengikuti kinetika orde pertama pada manusia pada dosis yang lebih rendah,
sedangkan pada dosis yang lebih tinggi kinetika yang bergantung pada dosis
diamati sehubungan dengan eliminasi. Ketika SS bermetabolisme menjadi asam
salisilat, ia berkonjugasi dengan glisin untuk membentuk asam salisilat, sementara
konjugasi dengan glukuronida menghasilkan glukuronida fenolik salisil dan
glukuronida asil salisil pada manusia. Itu juga terhidrolisis untuk membentuk asam
gentisic. Ketika dosis yang lebih rendah diberikan, asam salisilat membentuk
metabolit ini pada tingkat yang lebih cepat, sedangkan pada dosis yang lebih
tinggi, ia mencapai kejenuhan, terutama selama konjugasi dengan glukuronida.
Oleh karena itu, hasil metabolisme yang berkurang dalam akumulasi obat dalam
plasma, sehingga meningkatkan waktu paruh eliminasi dengan klirens yang
berkurang (Mathurkar et al, 2018).
Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu, dimana seorang farmasis dapat mengetahui
dan menentukan serta membandingkan parameter-parameter farmakokinetik suatu
obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan secara per oral. Hal inilah
yang melatar belakangi percobaan ini.
P. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Farmakokinetik adalah bidang farmakologi yang membahas mengenai perjalanan kadar
obat di dalam tubuh, atau singkatnya yaitu "studi mengenai nasib obat di dalam tubuh".
Terdapat beberapa bahasan utama dalam farmakokinetik, yaitu: absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi. Data farmakokinetik berguna untuk memperkirakan dosis obat
yang tepat, frekuensi pemberian dan mengatur dosis pada pasien dengan gangguan fungsi
ekskresi. Sedangkan beberapa karakterisik farmakokinetik penting yang menentukan
seberapa cepat dan berapa lama obat akan berada pada organ sasaran, di antaranya, Onset
(mula kerja), yaitu waktu yang dibutuhkan obat untuk mulai bekerja, Peak (puncak), yaitu
konsentrasi obat tertinggi yang terdapat dalam aliran darah., Durasi (lama kerja) dan
Waktu paruh (T ), yaitu waktu yang diperlukan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh
menjadi separuhnya sewaktu eliminasi.
2. Hasil absorbansi dari sampel Na. Salisilat adalah 0.66 pada menit ke-0, 0,084pada menit
ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15. Pada sampel Asetosal adalah 0,100 pada menit ke-0,
0,106 pada menit ke-5 dan 0,124 pada menit ke-15.
3. Pada sampel Natrium Salisilat didapat hasil parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka
sebesar 0,264 mg/menit, Ke sebesar 0,972 mg/menit dan AUC sebesar -7,1. Pada sampel
Asetosal didapat hasil parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka sebesar -0,3 mg/menit,
Ke sebesar 0,3 mg/menit dan AUC sebesar 0,134. Berdasarkan hasil yang didapatkan
bahwa parameter farmakokinetik AUC pada Asetosal lebih besar dibandingkan AUC dari
sampel Natirum salisilat.
Q. Saran
Adapun saran pada percobaan ini yaitu diharapkan kepada praktikan agar lebih teliti lagi
dalam melakukan percobaan agar data yang didapat valid dan sesuai dengan apa yang
diharapkan ataupun sesuai dengan literature yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, I. P., Pitriani, R., & Yulrina, A. (2015). Panduan Lengkap Keterampilan
Dasar Kebidanan II. Deepublish.
Fatmawaty, A., Nisa, M., & Riski, R. (2015). Teknologi Sediaan Farmasi. CV
Budi Utama.