Anda di halaman 1dari 12

UJI DISOLUSI

I. Tujuan
1.1 Mengetahui laju disolusi tablet yang merupakan salah satu tahap
evaluasi obat, dalam hubunganya kecepatan absorpsi pada saluran
cerna dan bioavabilitas dalam tubuh.
1.2 Mengetahui ketepatan terlarutnya tablet CTM di dalam tubuh pada
media yang telah ditetapkan (larutan HCL, larutan dapar posfat).
1.3 Untuk mengetahui apakah tablet sampai ke lambung atau usus halus
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh parmakope indonesia
edisi ke V.

II. Prinsip
Berdasarkan pada penentuan konstanta kecepatan diaolusi tablet tablet CTM
berdasarkan kadar CTM yang terdisolusi dalam media hcl ph 1,2 dengan
menggunakan alat disolusi dan menentukan kadarnya dengan spektrofotometer
UV-Vis.

III. Teori
3.1 Monografi

Rumus molekul : C16H19ClN2.C4H4O4


Berat molekul : 390,87
Nama kimia : 2-[p-Kloro-α-[2-(dimetilamino)etil]benzil]
Sinonim : Chlorpheniramini maleas, Klorfeniramin maleat,
Chlortrimeton (CTM), Klorfenon
Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau
Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan
dalam kloroform, sukar larut dalam eter dan dalam
benzene
Titik Lebur : Antara 130°C dan 135°C
Klorfeniramin maleat merupakan antihistamin generasi pertama; derivat
propilamina (alkylamine) yang biasa digunakan sebagai anti alergi. Dosis biasa
adalah 4 mg setiap 4-6 jam. Obat ini banyak digunakan dalam pencegahan gejala
kondisi alergi seperti rhinitis dan urtikaria, mengurangi merah, gatal, mata berair,
bersin, hidung atau tenggorokan gatal dan pilek yang disebabkan oleh alergi,
demam dan batuk. Umumnya klorfeniramin maleat berikatan dengan reseptor
histamin H1 dan memblok aksi histamin endogen, yang kemudian mengarah ke
gejala negatif yang dibawa oleh histamin. Efek sedatif relatif lemah dibandingkan
dengan antihistamin generasi pertama lainnya. Obat ini diserap dengan baik
setelah pemberian oral, tetapi karena tingkat metabolisme pada mukosa GI dan
hati yang relatif tinggi, hanya sekitar 25-60% dari obat ini tersedia untuk sirkulasi
sistemik. Efek samping yang paling sering terlihat adalah depresi SSP (letargi,
mengantuk) dan efek GI (diare dan muntah). Efek sedatif antihistamin dapat
berkurang dengan berjalannya waktu. Efek antikolinergik yang mungkin terjadi
adalah mulut kering dan retensi urin (Ali, dkk., 2004).

3.2 Definisi Tablet


Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara mengempaan dan
merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat
dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan
baja. Tablet dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan
tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM Depkes RI, 1995).
Menurut Siregar dan Wikarsa (2010), tablet yang dinyatakan baik harus
memenuhi syarat, yaitu:
a. Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama
proses produksi, pengemasan, distribusi dan penggunaan.
b. Keseragaman zat aktif dalam bobot dan dalam kandungan tiap tablet.
c. Mempertahankan semua atribut fungsinya, termasuk stabilitas fisik, kimia,
dan daya kerja sediaan tablet.
d. Zat aktif yang dikandungnya tersedia hayati.
e. Penampilannya elok dan harus memiliki bentuk, warna karakteristik dan
penandaan lain yang diperlukan untuk identifikasi semua tablet.

3.3 Uji Disolusi


Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan
menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan
obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat yaitu
bentuk tablet, kapsul dan salep (Martin,1993)
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri.
Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan
sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar
permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang dibakukan. Kecepatan
pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan waktu.
Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun
1897 dan diformulasikan secara matematik.
Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan
tipis larutan jenuh, darinya berlangsung suatu difusi ke dalam bagian sisa dari
larutan di sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan
kelambatan difusi dapat menjadi persamaan dengan menggunakan hukum difusi.
Dengan mensubtitusikan hukum difusi pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi
Brunner dan Bogoski, dapat memberikan kemungkinan perbaikan kecepatan
pelarutan secara konkret.
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu
pecah menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut
menjadi lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan
tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan
tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini tidak memberikan
jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan
dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji
dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat
bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering
ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet.
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat
dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat
berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas
dari berbagai formula. Karena itu, dilakukan evaluasi mengenai apakah suatu
tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila berada di saluran cerna,
menjadi minat utama dari para ahli farmasi.
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet
diperoleh dengan mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa
penggunaan in vivo menjadi sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan
untuk merencanakan, melakukan, dan mengitepretasi; tingginya keterampilan
yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia. ketepatan yang rendah serta
besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya biaya yang diperlukan;
pemakaian manusia sebagai obyek bagi penelitian yang “nonesensial” dan
keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia yang
sehat dan tidak sehat yang digunakan dalam uji.
Dengan demikian, uji disolusi secara in vitro dipakai dan dikembangkan
secara luas, dan secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat,
terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai
metoda pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti
pada setiap uji in vitro, sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan
tes bioavaibilitas in vitro.
Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk
menunjukkan :
a. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%
b. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan
laju penglepasan dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara
klinis.
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat
aktif dari satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui
sebagai indikator kualitas dan dapat memberikan informasi sangat berharga
tentang konsistensi dari batch satu ke batch lainnya. Tes disolusi ini didesain
untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang ada di dalam suatu
sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi.
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari
kelayakan sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada
zat aktif yang dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap
kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin
cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul,
serbuk, suppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan emulsi), atau
sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam
media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi
sistemik.
Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap
pembatasan kecepatan zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada
dalam saluran cerna, mama terdapat dua kemungkinan tahap pembatasan
kecepatan zat aktif tersebut, yaitu :
1. Zat aktif mula-mula harus larut
2. Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis
yang penting dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi
telah masuk persyaratan wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak
tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan
disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu peramal koefisien terapi,
tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat memberikan informasi
berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk.
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan
menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan :
1. Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada
dalam model disolusi dapat berarti atau berpengaruh dalam proses invivo
apabila dikembangkan suatu model yang berhasil meniru situasi invivo
2. Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya dengan
sifat disolusi dan absorbsinya sesuai.
3. Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur pengendalian
mutu untuk produk akhir.
4. Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari
bentuk sediaan solid apabila korelasi antara sifat disolusi dan ketersdiaan
hayati telah ditetapkan.
5. Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi dan
manufaktur.
6. Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat
disolusi zat aktif yang baru.
7. Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara dekat
sistem invivo sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten tercapai. Oleh
karena itu keuntungan dalam biaya, tenaga kerja, kemudahan dapat
diberikan dengan penggunaan sistem.
Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul
bilamana tablet telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-
granul telah pecah. Pada tablet yang tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya
ditentukan oleh proses disolusi dan difusi. Namun demikian, bagi tablet yang
berdesintegrasi, profil disolusinya dapat menjadi sangat berbeda tergantung dari
apakah desintegrasi atau disolusinya yang menjadi penentu kecepatan.
Faktor yang mempengaruhi disolusi
1. Suhu
Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan
sejauh lima persen dapat disebabkan oleh adanya perbedaan suhu satu
derajat.
2. Medium
Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa
hal zat tidak larut dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah
sifat ini atau surfaktan digunakan untuk menambah kelarutan. Gunanya
adalah untuk membantu kondisi sink sehingga kelarutan obat di dalam
medium bukan merupakan faktor penentu dalam proses disolusi. Untuk
mencapai keadaan sink maka perbandingan zat aktif dengan volume
medium harus dijaga tetap pada kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah
yang diperlukan bagi suatu larutan jenuh.
3. Kecepatan Perputaran
Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya
kecepatan pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm
tidak menghasilkan data yang dapat dipakai untuk membeda-bedakan hasil
kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan pengadukan perlu
lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium daripada
menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan,
sebaiknya dihindarkan.
4. Ketepatan Letak Vertikal Poros
Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi
dan ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang
kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini akan
mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam bejana.
5. Goyangnya poros
Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat
menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya
digunakan poros dan bejana yang sama dalam posisi sama bagi setiap
percobaan karena masalah yang timbul karena adanya poros yang goyang
akan dapat lebih mudah dideteksi.
6. Vibrasi
Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir
semua masalah vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau
adanya penyebab dari luar. Alas dari busa mungkin dapat membantu, tetapi
kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan kelurusan harus dicek.
7. Gangguan pola aliran
Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat
mengakibatkan hasil disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta
adanya filter pada ujung pipet selama percobaan berlangsung dapat
merupakan penyebabnya.
8. Posisi pengambil cuplikan
Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian
puncak dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium (code of
GMP). Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari dinding bejana disolusi,
karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian yang paling baik
pengadukannya.
9. Formulasi bentuk sediaan
Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah
selalu disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga
disebabkan oleh kualitas atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor
yang misalnya berperan adalah ukuran partikel dari zat berkhasiat, Mg
stearat yang berlebih sebagai lubrikan, penyalutan terutama dengan shellak
dan tidak memadainya zat penghancur. Ada juga yang menambahkan faktor
kekerasan tablet.
10. Kalibrasi alat disolusi
Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini
merupakan salah satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya
tidak dapat kita melihat adanya kelainan pada alat. Untuk mencek alat
disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu tablet prednisolon 50
mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan dayung
atau keranjang 50 dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur
minimal setiap enam bulan sekali.

3.4 Tipe alat uji disolusi


Uji disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu
(Depkes RI, 1995):
1. Alat 1 (Metode Basket)
Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain
yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Wadah tercelup
sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah 37°
± 0,5° C selama pengujian berlangsung. Bagian dari alat termasuk lingkungan
tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran
signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah
disolusi dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175
mm, diameter dalam 98-106 mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam
berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm, berputar
dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur
mempertahankan kecepatan alat.
2. Alat 2 (Metode Dayung)
Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas daun
dan batang sebagai pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya tidak lebih
dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Jarak antara
daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung.
Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu
penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum
dayung mulai berputar.
IV. Alat dan Bahan
4.1 Alat :
Alat disolusi, Alat suntik, Vial, Spektrofotometer Uv-Vis. Kuvet, Beker
Glass, Labu Ukur
4.2 Bahan :
CTM Tablet, Larutan HCl Ph 1,2

V. Prosedur
Pertama, dilakukan pengecekan alat dan diatur kualifikasi alat disolusion
tester persyaratan, dimasukan pelarut yaitu HCl 0,1 N sebanyak 500 ml ke dalam
vesel. Lalu disolusi tipe dayung dipasang, dan 4 tablet CTM dimasukkan kedalam
tabung disolusi. Pada menit ke-1, larutan dari tabung yang berisi zat aktif tersebut
diambil cuplikan sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam vial. Dari tabung yang
berisi HCl 0,1 N diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam vesel disolusi
yang berisi tablet CTM . Perlakuan dilakukan terus menerus sampai menit ke-45
dengan interval waktu 5 menit. Vial-vial yang sudah berisi larutan dari disolusi
zat aktif tersebut dicek absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri.
Absorbansi yang diperoleh dirubah kedalam konsentrasi dalam ppm. Lalu
dihitung persentase disolusinya.

VI. Data Pengamatan


1. Kurva Baku
Tabel 6.1 Kurva baku

Ppm A
25 0,409
30 0,487
35 0,573
40 0,58
45 0,74
y = 0.0167x - 0.0097
Kurva Baku CTM R² = 0.9998
0.8

0.6

Absorbansi
0.4

0.2

0
0 10 20 30 40 50
Axis Title

Gambar 6.1 Grafik kurva baku CTM

2. Sampel CTM
Tabel 6.2 Disolusi sampel CTM

Waktu Ppm Mg faktor Mg %


(menit) terdisolusi koreksi Terkoreksi terdisolusi
0' -44,54 -22,270 0,000 -22,270 -139,188
1' -17,215 -8,608 -0,086 -8,694 -54,335
2' 9,0588 4,529 0,045 4,489 28,054
3' 15,9215 7,961 0,080 8,000 49,997
4' 19,647 9,824 0,098 9,961 62,254
5' 19,8431 9,922 0,099 10,158 63,486
10' 20,0392 10,020 0,100 10,356 64,725
15' 21,0196 10,510 0,105 10,951 68,446
20' 27,2941 13,647 0,136 14,225 88,907
25' 28,0784 14,039 0,140 14,758 92,235
30' 28,4705 14,235 0,142 15,096 94,350
35' 32,3921 16,196 0,162 17,219 107,617
40' 34,549 17,275 0,173 18,470 115,437
45' 38,4705 19,235 0,192 20,623 128,894
% terdisolusi
150.000

100.000

50.000

0.000
0 2 4 6 8 10 12 14
-50.000

-100.000

Gambar 6.2 Grafik terdisolusi CTM

Anda mungkin juga menyukai