Anda di halaman 1dari 33

LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN II
“PENGARUH FAKTOR FORMULASI TERHADAP BIOAVAILABILITAS
SEDIAAN ORAL”

DISUSUN OLEH:
NAMA : YULI INDASARI
NIM : G70118127
KELAS/KELOMPOK : E/ V (LIMA)
TANGGAL : RABU, 10 MARET 2021
ASISTEN : ARIF RAHMAN

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Bioavailabilitas didefinisikan sebagai fraksi obat yang diberikan untuk
mencapai sirkulasi dalam bentuk yang tidak berubah. Bioavailabilitas selain
ditentukan oleh jumlah absobsi obat,juga dipengaruhi oleh besar metabolisme
dan atom elektron yang mungkin terjadi sebelum obat tersebut mencapai
sirkulasi sistemik. Karena pemberian obat secara intravena secara langsung
menyimpan obat kedalam sirkulasi sistemik,bioavailabilitas yang diberikan
intravena yang didefinisikan sebagai 1 ml % akibat dari penyerapan yang tidak
lengkap atau metabolisme sebelum obat mencapai sirkulasi sistemik (Leon et
al. 2012).

Pemberian obat secara oral merupakan metode penghantaran obat yang paling
banyak digunakan. Tetapi, pemberian obat melalui rute ini memiliki beberapa
permasalahan seperti laju pengosongan lambung yang tidak dapat diramalkan,
waktu tinggal di saluran cerna yang singkat (8-12 jam), t. Pokok
permasalahan dalam mengembangkan system penghantaran obat secara oral
adalaha untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan dilambung dan saluran
cerna bagian atas hingga obat lepas dan terabsorbsi seluruhnya. Beberapa
pendekatan telah digunakan untuk menahan bentuk sediaan di lambung,
diantaranya adalah system mukoadhesif, system mengembang (swealling dan
expanding), system mengapung (floating), dan system penundaan
pengosongan lambung lainya. Obat yang diberikan secara oral dapat
menunjukkan efek farmakologi setelah melalui beberapa tahapan. Sediaan
padat mengalami proses disintegrasi untuk melepaskan obat dan berada pada
saluran pencernaan, selanjutnya mengalami proses disolusi dan absorbsi
sehingga obat mencapai sirkulasi sistemik (Chowdary & Hussaini, 2012)

Aplikasi dalam bidang farmasi ialah farmasis dapat mengetahui dan


menggunakan serta menunjukan efek sifat fisika kimia komponen obat dan
bentuk sediaan terhadap bioavabilitas obat dengan pemberian secara oral serta
dapat membandingkan efek yang ditimbulkan akibat fakor formulasi
biovailabilitas.
B. Maksud Percobaan
Memahami cara mengamati pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap
ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja) dan durasi
(lama kerja) obat yang diberikan per oral.

C. Tujuan Percobaan
Mengetahui cara mengamati pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap
ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja) dan durasi
(lama kerja) obat yang diberikan per oral.

D. Manfaat Percobaan
Memahami cara mengamati pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap
ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja) dan durasi
(lama kerja) obat yang diberikan per oral.

E. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu mengamati pengaruh faktor
formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of
action (mula kerja) dan durasi (lama kerja) obat Fenitoin 30mg/kg BB
dengan kosentrasi 1% yang disuspensikan pada larutan Na cmc 1% untuk
tikus 1,2,3,4,5 dan carbopol 1% diberikan untuk tikus 6,7,8,9,10 terhadap
hewan uji Tikus Putih (Rattus norvegicus) secara oral.
F. Dasar Teori
Bioavailabilitas merupakan suatu ukuran kecepatan dan jumlah zat aktif yang
berada dalam sirkulasi sistemik dan mampu mencapai tempat aksi.
Ketersediaan hayati suatu obat dapat dinyatakan dalam ketersediaan hayati
absolut atau ketersediaan hayati relatif. Parameter bioavailabilitas merupakan
indikator penting dalam kontrolkualitas suatu produk obat serta bermanfaat
untuk memperkirakan efektifitas terapi. Uji bioavailabilitas dilakukan dengan
metode cross over design untuk meminimalkan pengaruh variabilitas fisiologis
hewan uji terhadap profil farmakokinetik dan bioavailabilitas sediaan. Satu
hewan coba mendapatkan perlakuan sediaan yang berbeda secara bergantian
setelah masa istirahat yangcukup selama 2 minggu (Siswanto, dkk, 2017)

Menurut (Fatmawaty, 2019). Bioavailabilitas adalah presentase dan


kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai /tersedia dalam
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh /aktif setelah pemberian produk obat
untuk diukur kadarnya dalam darah terhadap waktu ekskresinya dalam urin.
Bioavalabilitas absolute bila dibandingkan dengan sediaan intravena yang
bioavailabilitasnya 100 %. Beberapa istilah dalam uji bioavailabilitas
/bioekivalen adalah :
1. Bioavailabilitas adalah uji biovailabilitas/bioekivalensi adalah akitif dalam
suatu produk obat yang mencapai tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh /aktif setelah pemberian produk obat untuk diukur kadarnya
dalam darah terhadap waktu ekskresinya dalamurin.
2. Ekivalenfarmasetik, Dua produk obat yang dibandingkan mengandung :
Zat aktif, jumlah, bentuk sediaan
3. Alternatif Farmasetika
Dua obat yang dibandingkan mengandung zat aktif yang sama tetapi
dalam bentuk kimia (garam,ester,dll) atau bentuk sediaan atau kekuatan.
4. Bioekivalen. Dua Produk yang dibandingkan mempunyai ekivalen
farmasetik atau alternativ farmasetik untuk pemberian oral
Fenobarbital merupakan obat anti epilepsi generasi lama yang mana dinilai
efektif untuk epilepsi fokal. Dampak obat antiepileptik terjadi dengan cara
meningkatkan inhibisi. Fenobarbital berikatan dengan reseptor GABA
memperpanjang waktu membukanya Cl- channel sehingga terjadi
hiperpolarisasi. Pemakaian fenobarbital menimbulkan efek samping sedasi
dan hipnosis yang mengakibatkan gangguan perhatian dan konsentrasi.
Fenitoin juga termasuk obat anti epilepsi generasi lama yang efektif untuk
epilepsi fokal. Efek antiepileptik terjadi dengan cara mereduksi eksitasi, yaitu
menghalangi Na+ channel sehingga mencegah aktivitas elektrik paroksismal,
menghalangi potensiasi pasca kejang, dan mencegah menjalarnya kejang.
(Nur, dkk, 2016).

Administrasi obat secara oral adalah rute pemberian yang paling sering
digunakan untuk sistem penghantaran obat karena kemudahan, kepraktisan
dan penerimaan pasien, terutama pada kasus dosis berulang untuk terapi
kronis. Akan tetapi, perlu dilakukan penyesuaian untuk memformulasikan
agen terapeutik untuk administrasi oral. Bioavailabilitas obat oral sangat
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kelarutan dan permeabilitas (Hasanah and
Rusdiana, 2018)

Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses absorbsi,antara


lain, kelarutan obat. obat-obatan yang mempunyai kelarutan kecil dalam air,
laju pelarutan sering kali merupakan tahap yang paling lambat,oleh karena
itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap
bioavailabilitas obat. tahap yang paling lambat didalam suatu rangkaian
proses kinetika disebut tahap penentu kecepatan (rute-limiting step).
Absorbsi suatu obat dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan obat dari
tempat pemberiannya,melewati sawar biologis ke dalam aliran darah maupun
kedalam sistem limfatik (Zulkarnain and Kusumawida, 2018).
G. Uraian Bahan
1. NaCMC (FI V, 2014:620)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSE
Nama Lain : Karboksimetilselulosa Natrium
RM/BM : C12H11N2NaO3/254,22 g/mol
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)
Pemerian : Serbuk atau granul; putih sampai krem;
higroskopik.
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
koloidal; tidak larut dalam etanol, eter dan pelarut
organic lain.
Kegunaan : Pendispersi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar : Karboksimetilselulosa natrium mengandung tidak
kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 9,5%
natrium dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
2. Aquadest (FI III, 1979:96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
RM/BM : H2O/ 18,02
Rumus Struktur :
(Pubchem,2021)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
memiliki rasa.
Kelarutan : -
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan Kadar : -
3. Hpcm (HPE, 2009:314)
Nama Resmi : HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE
Nama Lain : Hypromellose
RM/BM : CH32H60O19/748.8 g/mol
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)

Pemerian : Serbuk atau butiran putih, putih kekuningan atau


putih keabu-abuan, higroskopis.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air panas, kloroform,
etanol (95%) dan eter, larut dalam campuran
etanol dan diklorometana, campuran metanol dan
diklorometana dan campuran air dan alkohol.
Kegunaan : Suspending agent
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan Kadar : -
4. Carbopol (HPE, 2009:110)
Nama Resmi : CARBOPOL
Nama Lain : Carbomer
RM/BM : C42H80O8/ 713.1 g/mol
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)
Pemerian : Serbuk halus, putih, sedikit berbau khas,
higroskopis
Kelarutan : Larut dalam air dan gliserin, setelah dinetralisasi
dalam etanol (95%)
Kegunaan : Gelling agent
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan Kadar : -
H. Uraian Sampel
1. Fenitoin (FI III, 1979:492)
Nama Resmi : PHENYTOINUM
Nama Lain : Fenitoin
RM/BM : C15H12N2O2/252,27 g/mol
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol (95%)P, sukar larut dalam
kloroform P dan dalam eter P, larut dalam larutan
alkali hidroksida.
Kegunaan : Antikonvulsan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar : Fenitoin mengandung tidak kurang dari 98,5%
C15H12N2O2, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan

I. Uraian Hewan
1. Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Pembudi., 2017).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
J. Prosedur Kerja
1. Hewan uji dan dibagi ke dalam 3 kelompok:
 Kelompok 1 diberi sediaan dengan farmagel A
 Kelompok 2 diberi sediaan dengan tragakan
 Kelompok 3 diberi sediaan dengan CMC.
2. Timbang berat masing-masing hewan, hitung volume pemberian sesuai
dengan dosis dan berat badan.
3. Catat waktu saat mulai timbulnya efek.
4. Catat waktu saat hilangnya refleks balik badan (RBB) atau righting reflex
(bila hewan ditelentangkan, tidak bisa kembali ke posisi normal dalam
waktu 30 detik).
5. Setelah refleks tersebut hilang, catat wakti saat reflex kembali (sebagai
durasi).
6. Hasil pengamatan dari tiap kelompok dikumpul dan dibuatkan tabel,
kemudian disusun rancangan percobaannya dan dilanjutkan dengan uji
statistic terhadap data yang diperoleh.
7. Simpulkan bagaimana pengaruh bahan pengental terhadap bioavailabilitas
sediaan yang diberikan secara oral.
K. Alat dan Bahan
K.1 Alat

1. Timbangan 6. Lap kasar


2. Stopwatch 7. Erlenmeyer
3. Dispo 5 ml 8. Pengaduk
4. Sonde 9. Pipet volume
5. Kandang 10. Gelas beker

K.2 Bahan

1. Handscoon 8. Karbopol
2. Masker 9. HPMC
3. Kaos Tangan K.3 Sampel
4. Aquadest 1. Fenitoin
5. Kapas K.4 Hewan Uji
6. Kertas karton 1. Tikus Putih (Rattus
7. Na-CMC norvegicu

L. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan hewan uji Tikus Putih (Rattus norvegicus)
3. Ditimbang hewan uji, dihitung KD, Stok dan VP
4. Diambil masing-masing 5 ekor hewan uji untuk diberi secara oral
Carbopol + Fenitoin dan NaCmc + Fenitoin
5. Dicatat onset dan durasi
6. Dilakukan analisis data

M. Skema Kerja

Alat & Bahan

Hewan Uji
- Ditimbang
- Dihitung KD, Stok, Vp
- Diambil 5 ekor

Carbopol + Fenitoin NaCMC + Fenitoin

- Dicatat
Onset & Durasi

Analisis Data

N. Tabel Pengamatan
N.1 Na-CMC + Fenitoin

Waktu
Hewan Uji BB (Kg)
Onset Durasi
Tikus 1 0,196 127 s 811 s
Tikus 2 0,163 255 s 917 s
Tikus 3 0,168 122 s 520 s
Tikus 4 0,159 344 s 857 s
Tikus 5 0,163 238 s 444 s
Jumlah 1086 s 3549 s
Rata-rata 217,2 s 709,8 s

N.2 Carbopol + Fenitoin

Waktu
Hewan Uji BB (Kg)
Onset Durasi
Tikus 6 0,173 50 s 111 s
Tikus 7 0,146 370 s 142 s
Tikus 8 0,203 91 s 500 s
Tikus 9 0,150 59 s 283 s
Tikus 10 0,162 261 s 592 s
Jumlah 831 s 1628 s
Rata-rata 166,2 s 325,5 s

O. Analisis Data
1. NaCMC + Fenitoin
 Onset
SD=

√(127−217,2)2+(255−217,2)2 + ( 122−217,2 )2 +(344−217,2)2+(238−217,2)2


= 184,21 sekon
 Durasi
SD=

√(811−709,8)2+(917−709,8)2+ ( 520−709,8 )2 +( 857−709,8)2 +(444−709,8)2


= 426,04 sekon

2. Carbopol + Fenitoin
 Onset
SD=

√(50−166,2)2 +(370−166,2)2+ ( 91−166,2 )2+(59−166,2)2 +(261−166,2)2


= 284,90 sekon
 Durasi
SD=

√(111−325,5)2 +(142−325,5)2 + ( 500−325,5 )2+(283−325,5)2 +(592−325,5)2


= 427,7 sekon
P. Gambar Perlakuan
Gambar Perlakuan

Pemberian larutan sampel secara oral dengan


menggunakan sonde pada tikus putih (Rattus
norvegicus)

Pengamatan onset dan durasi dari sampel


Carbopol + Fenitoin pada tikus putih (Rattus
norvegicus)

Pengamatan onset dan durasi dari sampel NaCMC


+ Fenitoin pada tikus putih (Rattus norvegicus)
Q. Pembahasan
Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam
darah terhadap waktu ekskresinya dalam urin. Jika terdapat fungsi yang
menggambarkan bioavailabilitas obat di dalam darah berdasarkan waktu,
maka dengan konsep turunan dapat diketahui kapan bioavailabilitas
maksimum atau minimum didapat setelah obat diminum atau disuntikkan
(Nasir, 2018).

Adapun tujuan percobaan kali ini yaitu mengetahui cara mengamati pengaruh
faktor formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu
onset of action (mula kerja) dan durasi (lama kerja) obat yang diberikan per
oral.
Prinsip percobaan kali ini yaitu mengamati pengaruh faktor formulasi sediaan
terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja)
dan durasi (lama kerja) obat Carbopol + Fenitoin dan NaCmc + Fenitoin yang
diberikan per oral terhadap hewan uji Tikus Putih (Rattus norvegicus).
Cara kerja dari percobaan ini yaitu pertama pada pemberian rute oral Na
CMC dan Fenitoin. Disiapkan alat dan bahan, Dibuat suspense Na CMC dan
fenitoin, Diambil tikus dari kandang, Dimasukkan larutan obat ke dalam
dispo sebanyak volume pemberian yang telah dihitung, dimasukkan sonde ke
dalam mulut tikus secara perlahan- lahan melalui tepi langit sampai ke
esophagus, dicatat onset dan durasi . Kedua Pemberian rute oral Carbopol dan
Fenitoin, disiapkan alat dan bahan, Dibuat suspense Carbopol dan Fenitoin,
Diambil tikus dari kandang, Dimasukkan larutan obat kedalam dispo
sebanyak volume pemberian yang telah dihitung, dimasukkan sonde ke dalam
mulut tikus secara perlahan melalui tepi langit sampai ke esophagus, dicatat
onset dan durasi.
Alasan perlakuan penimbangan tikus sebelum dilakukan pengujian yaitu agar
diketahui berat setiap tikus. Tikus harus diberikan tanda karena untuk
menghindari pertukaran data atau validasi data, penggunaan Carbopol +
Fenitoin dan NaCmc + Fenitoin yaitu sebagai larutan sampel campuran zat
aktif dan bahan penambah viskositas. Sonde digunakan untuk memudahkan
obat masuk kedalam tubuh hewan uji.
Hasil pengamatan yang diperoleh pada sampel Carbopol+fenitoin yaitu rata-
rata onset 166,2 sekon dan rata-rata durasi 325,5 sekon. Pada sampel
NaCmc+Fenitoin yaitu rata-rata onset 217,2 sekon dan rata-rata durasi 709,8
sekon. Hasil pada standar deviasi pada sampel Carbopol+fenitoin yaitu onset
284,90 s dan durasi 427,7 s. dan pada Pada sampel NaCmc+Fenitoin yaitu
onset 184,21 s dan durasi 426,04 s.
Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa pemberian sediaan
NaCMC+fenitoin pada sekelompok hewan uji menunjukkan terjadinya onset
rata-rata yang lebih lambat dibanding dengan onset rata-rata pemberian
sediaan Carbopol+fenitoin. Dan pemberian sediaan NaCMC+fenitoin
menunjukkan terjadinya durasi kerja obat rata-rata yang lebih lama dibanding
dengan durasi kerja obat rata-rata pemberian sediaan Carbopol+fenitoin.
Menurut Lena (2012) dalam jurnalnya yang berjudul´”Formulasi gel ekstrak
etanol kulit buah manggis dengan variasi gelling agent sebagai sediaan luka
bakar” menunjukkan bahwa viskositas gel dengan menggunakan bahan
pengental Carbopol tinngi dan lebih kental dibandingkan dengan viskositas
gel dengan menggunakan bahan pengental NaCMC. Selain itu daya sebar gel
dengan basis NaCMC lebih tinggi dibanding daya sebar gel dengan basis
Carbopol. Hal ini serupa dengan literatur Najafi (2011) dalam jurnalnya yang
berjudul “Formulation and Evaluation of Phenytoin Sodium Buccoadhesive
Polymeric Film for Oral Wounds” menunjukkan bahwa polimer HPMC,
NaCMC, dan Carbopol digunakan secara luas dalam bentuk sediaan
bioadhesif oral dalam berbagai penelitian dan dalam penyiapan 3 formulasi
yang mengandung masing-masing 80% HPMC, NaCMC, dan Carbopol
diperoleh sifat bioadhesif HPMC<NaCMC<Carbopol.
Berdasarkan literatur tersebut dapat diketahui bahwa Carbopol memiliki
tingkat viskositas yang lebih tinggi dengan daya sebar yang lebih rendah
dibandingkan dengan NaCMC sehingga dapat menghasilkan waktu onset dan
durasi yang lebih lama. Berdasarkan hasil yang diperoleh dan literatur yang
didapatkan onset of action dari kedua perlakuan yang dilakukan telah sesuai
sedangkan lama durasi kerja obat menunjukkan hal yang tidak sesuai.
Fenitoin merupakan obat golongan antikonvulsi yang sering digunakan untuk
mengobati kejang umum tonik-klonik, kejang persial dan status epileptikus.
Cara kerjanya dengan memblokade pergerakan ion melalui kanal natrium
dengan menurunkan aliran ion Na+ yang tersisa maupun aliran ion yang
mengalir selama penyebaran potensi aksi dan mencegah potensi postetanik,
membatasi aktivitas serangan yang maksimal dan mengurangi serangan.
Berefek stabilisasi pada semua membran neuronal, termasuk perifer dan
mungkin bekerja pada membran yang eksitabel maupun tidak eksitabel
(Handayani,S., dkk, 2019).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui


pengaruh faktor formulasi sediaan obat terhadap ketersediaan hayati
berdasarkan waktu mula kerja dan lama kerja obat yang diberikan per oral.

R. Kesimpulan
1. Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu
produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh atau aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari
kadarnya dalam darah terhadap waktu ekskresinya dalam urin.
2. Onset adalah waktu yang diperlukan obat untuk mulai bekerja atau
memberikan efek pada tubuh. Durasi kerja obat adalah lamanya waktu
obat efektif bekerja di dalam tubuh.
3. Hasil pengamatan yang diperoleh pada sampel Carbopol+fenitoin yaitu
rata-rata onset 166,2 sekon dan rata-rata durasi 325,5 sekon. Pada sampel
NaCmc+Fenitoin yaitu rata-rata onset 217,2 sekon dan rata-rata durasi
709,8 sekon. Hasil pada standar deviasi pada sampel Carbopol+fenitoin
yaitu onset 284,90 s dan durasi 427,7 s. dan pada Pada sampel
NaCmc+Fenitoin yaitu onset 184,21 s dan durasi 426,04 s.

S. Saran
Diharapkan praktikan lebih memperhatikan pada saat praktikum agar hasil
dan data yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Chowdary, K.P.R., & Hussainy, S.A. (2012). Formulation and Evalution of


Floating Tablets. Medan: Universitas sumatra utara.

Farmakope Indonesia Edisi III.” 1979. In Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Fatmawaty. 2019. Teknologi Sediaan Farmasi. Jakarta: Deepublish.

Handayani,S.,dkk. 2019. Karakteristik penderita polineurotopi akibat


penggunaan Fenotoin di poliklinik Saraf RSUD Dr Mohammad Hoesin
Palembang. In Sriwijaya University, , vol 2 no 1.

Hasanah, Amira nur, and Taofik Rusdiana. 2018. “Metode Penambahan


Surfaktan.” 16: 42–50.

Leon, Shargel, B.C.Y.U Andrew, Fasich, and Siti Sjampsia. 2012.


“Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan Edisi 2.” In Airlangga
University Press, , 545.

Nur, dkk. (2016). Pengaruh Obat Anti Epilepsi Terhadap Gangguan Daya Ingat
Pada Epilepsi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sebelas
Maret RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Siswanto, A., dkk. (2017). Uji Bioavailabilitas Tablet Floating Aspirin. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. Vol. 7 No. 2.

Tim Dosen. 2021. Penuntun Praktikum Biofarmasetika. Palu: Universitas


Tadulako.

Zulkarnain, Abdul karim, and Arundita Kusumawida. 2018. “Pengaruh


Penambahan Tween 80 Dan Polietilen Glikol400 Terhadap Absorbsi
Piroksikam Melalui Lumen Usus In Situ.” Majalah Farmasi Indonesia 14(2):
1–13.
Lampiran Dosis
3. Konversi Dosis
KD = Dosis obat x fk tikus
= 100 mg x 0,018
= 1,8 mg/200 g
= 9 mg/kgBB
4. Stok
KD x BBmax KD x BBmax
¿ ¿
a. Stok 1 b. Stok 1
x Vpmax x Vpmax
2 2
=
=

mg
9 x 0,196 kg mg
kgBB 9 x 0,203 kg
kgBB
1
x 5 ml 1
2 x 5 ml
2
= 0,705 mg/ml
= 0,73 mg/ml

5. Volume pemberian

a. Vp1 b. Vp2
KD x BBuji KD x BBuji
Vp = Vp =
Stok Stok
mg mg
9 x 0,196 kg 9 x 0,63 kg
= kgBB = kgBB
0,705 mg/ml 0,705 mg/ml
= 2,5 ml = 2,08 ml

c. Vp3 e. Vp5
KD x BBuji KD x BBuji
Vp = Vp =
Stok Stok
mg mg
9 x 0,168 kg 9 x 0,163 kg
= kgBB = kgBB
0,705 mg/ml 0,705 mg/ml
= 2,14 ml = 2,08 ml
d. Vp4 f. Vp6
KD x BBuji KD x BBuji
Vp = Vp =
Stok Stok
mg mg
9 x 0,15 kg 9 x 0,173 kg
= kgBB = kgBB
0,705 mg/ml 0,73 mg/ml
= 2,02 ml = 2,13 ml
g. Vp7 i. Vp9
KD x BBuji KD x BBuji
Vp = Vp =
Stok Stok
mg mg
9 x 0,146 kg 9 x 0,150 kg
= kgBB = kgBB
0,73 mg/ml 0,73 mg/ml
= 1,8 ml = 1,8 ml
h. Vp8 j. Vp10
KD x BBuji KD x BBuji
Vp = Vp =
Stok Stok
mg mg
9 x 0,203 kg 9 x 0,162 kg
= kgBB = kgBB
0,73 mg/ml 0,73 mg/ml
= 2,5 ml = 1,9 ml
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai