PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
PERCOBAAN 1 & 3
DISUSUN OLEH :
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITA TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu, dimana seorang farmasis dapat mengetahui
dan menentukan serta membandingkan parameter-parameter farmakokinetik
suatu obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan secara per oral dan
dengan memperlajari biofarmasi kita juga dapat mengetahui apa saja faktor-
faktor yang akan mempengaruhi efek terapeutik yang timbul serta ketersediaan
hayati dariobat tersebut baik daei segi farmakokinetik yang ada pada obat dan
bentuk kimiawi Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
B. Maksud Percobaan
a. Untuk memahami tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan tetapan
laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan menggunakan data contoh darah
setelah pemberian dosis tunggal.
b. Untuk memahami distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara
IV dan menentukan volume distribusinya.
c. Untuk memahami cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area
Under Curve = AUC)
d. Untuk memahami perbandingan AUC, kadar puncak (Cpmax), dan
waktu untuk mencapai kadar puncak (tmax) suatu obat dalam bentuk
kimia yang berbeda yang diberikan per oral.
C. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan
tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan menggunakan data
contoh darah setelah pemberian dosis tunggal.
b. Untuk mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara
IV dan menentukan volume distribusinya.
c. Untuk mengetahui cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area
Under Curve = AUC)
d. Untuk mengetahui perbandingan AUC, kadar puncak (Cpmax), dan
waktu untuk mencapai kadar puncak (tmax) suatu obat dalam bentuk
kimia yang berbeda yang diberikan per oral.
D. Manfaat Percobaan
E. Prinsip Percobaan
Prinsip pada percobaan ini yaitu menentukan parameter farmakokinetik yang
meliputi Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC dari obat Asetosal dan Natrium salisilat
serta membandingkan parameter farmakokinetik dari kedua obat tersebut dengan
menggunakan kepada hewan uji “Kelinci” (Oryctolagus cuniculus) yang
diberikan secara oral. Penentuan parameter farmakokinetik dilakukan dengan
mengambil darah hewan uji “Kelinci” (Oryctolagus cuniculus) yang telah
diberikan obat Asetosal dan Natrium salisilat dan diukur absorbansinya
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
F. Dasar Teori
Bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat untuk diukur kadarnya dalam darah
terhadap waktu ekskresinya dalam urin. Bioavailabilitas absolut bila
dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100%.
Bioavailabilitas relative, bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena.
Beberapa istilah dalam uji bioavailabilitas atau bioekivalen adalah
bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat akif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat, ekivalensi farmasetik, alternative
farmasetik, bioekivalen dan produk komparator (Refereance product)
(Fatmawaty,H, dkk, 2015).
Pemberian obat secara oral adalah rute pemberian obat yang paling mudah
dan biasa digunakan karena kemudahan dalam pemberiannya kepatuhan
pasien yang tinggi dan efektivitas biaya. Akibatnya, banyak perusahaan obat
generik cenderung lebih banyak memproduksi produk obat oral bioekuivalen.
Namun, tantangan utama pemberian secara oral terletak pada kekurangan
bioavailabilitasnya. Bioavabilitas sediaan oral tergantung pada beberapa
faktor termasuk kelarutan dalam air, permeabilitas obat, tingkat disolusi dan
metabolism jalur pertama. Penyebab paling umum bioavalabilitas oral rendah
dikatkan dengan kelarutan yang buruk dan permeabilitas rendah. Kelarutan
adalah sifat zat kimia padat, cair atau gas yang disebut zat terlarut untuk
dilarutkan dalam pelarut padat, cair atau gas untuk membentuk larutan
homogen zat terlarut dalam pelarut (Dara Alicia Ima dan Patihul Husni,
2017).
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah
saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
Untuk diperhatikan adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini
tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi
yang sangat luas, yakni 200 meter persegi. Absorpsi obat meliputi proses obat
dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa
metode, terutama transport aktif dan transport pasif (Nurilawati,V dan
Noviani,N., 2017).
Keberhasilan suatu terapi dengan obat, ditentukan antara lain oleh rancangan
pengaturan dosisnya. Suatu aturan dosis dirancang dengan
mempertimbangkan faktor-faktor: fisiologik, patofisiologik, farmakokinetik
serta kebiasaan penderita. Pada beberapa kondisi, obat diberikan pada suatu
aturan dosis ganda yang dimaksudkan untuk memperpanjang aktivitas
terapetik. Tetapi, pada cara tersebut terdapat beberapa kendala, yaitu adanya
fluktuasi dan akumulasi kadar obat dalam darah yang mengakibatkan
pengobatan kurang efektif. Produk obat dengan pelepasan terkendali
dirancang untuk menghasilkan efek klinik yang maksimal dengan
mempertahankan kadar obat dalam darah pada rentang terapetik, fluktuasi dan
akumulasi diperkecil. Produk obat diformulasikan agar proses absorpsi tidak
dipengaruhi oleh pH, makanan dan kandungan zat-zat dalam semua bagian
saluran cerna (Parpati N,dkk).
G. Uraian Bahan
(Pubchem, 2021).
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan Kadar : -
b. Alkohol (FI Edisi III, 1979;65)
(Pubchem. 2021)
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak; bau khas;
rasa panah. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan dalam eter P
Kegunaan : Antiseptikum ekstern.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya; di tempat sejuk, jauh dari
nyala api.
Persyaratan kadar : Etanol adalah campuran etilalkohol dan
air. Mengandung tidak kurang dari 94,7
v/v atau 92,0% dan tidak lebih dari 95,2
v/v atau 92,7% C2H6O.
B. Uraian Sampel
1. Asetosal (Mims. 2021)
Indikasi : Nyeri ringan sampai radang
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, bradikardia sinus, blok
sinoatrial, blok A-V derajat kedua dan ketiga,
sindrom AdamsStokes, penggunaan bersamaan
dengan delavirdine, dan riwayat
hepatotoksisitas akut sebelumnya akibat
fenitoin.
Dosis : 325-650 mg PO tiap 4 jam PRN atau 975mg
PO tiap 6 jam PRN atau 500-1000mg PO PRN
tiap 4-6 jam selama tidak lebih dari 10 hari;
tidak melebihi 4 g/hari.
Efek samping : Gangguan pencernaan, gangguan sistem saraf,
dan gangguan jaringan kulit bawah
Farmakokineti : - Absorbsi : Diserap dengan cepat dari saluran
k pencernaan; kurang dapat diandalkan (rektal);
diserap melalui kulit. Dihidrolisis sebagian
oleh esterase menjadi salisilat selama
absorpsi di saluran GI
- Distribusi: Tersebar luas dan cepat ke
sebagian besar jaringan dan cairan tubuh.
Melintasi plasenta dan memasuki ASI.
- Metabolisme: Dimetabolisme di hati menjadi
asam salisilat, glukuronida fenolik salisil, asil
glukuronida salisilat, asam gentisat, dan asam
gentisurat. Menjalani metabolisme pertama.
- Ekskresi: Melalui urin (75% sebagai asam
salisilat, 10% sebagai asam salisilat).
Mekanisme : Menghambat sintesis prostaglandin oleh
kerja siklooksigenase; menghambat agregasi
trombosit; memiliki aktivitas antipiretik dan
analgesic
Golongan obat : Obat Keras (Analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi)
H. Prosedur Kerja
a. Penentuan Parameter Farmakokinetik
1. Berilah sejumlah dosis natrium salisilat (250 mg/kgBB) secara
oral pada hewan uji yang telah dipuasakan. Sebelumnya,
ambil contoh darah sebanyak 0,5 ml untuk blanko (t=0).
b. Bahan
- Aquadest
- Asam salisilat
- Hand scoon
- Masker
- Kertas Koran
- Kapas
- Kertas grafik
c. Sampel
- Asetosal
- Asam Salisilat
d. Hewan Uji
- Kelinci (Orictolagus cuniculus)
J. Cara Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diambil dan ditimbang hewan uji
c. Diambil darah hewan uji sebanyak 2 – 3 ml
d. Dibagi menjadi 2 kelompok hewan uji yaitu pemberian asetosal dan
asam salisilat
e. Dihitung menggunakan stopwatch
f. Diambil darah hewan uji setiap pada menit ke 5 dan 15
g. Diukur absorbansinya
h. Dihitung Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC
K. Skema Kerja
Hewan uji
Ambil darah
- 2 – 3 ml
Menit 5, 15
Ukur absorbansi
Hitunglah Cpmax,
tmax, Ke, Ka, AUC
L. Analisis Data
Hasil Pengamatan:
L.1 Asam Salisilat + Asetosal
1. Kurva Bahan Asam Salisilat
No Konsentrasi (t) Absorbsi (y)
1. 6 ppm 0,316
2. 8 ppm 0,421
3. 10 ppm 0,650
4. 12 ppm 0,812
X y x2 y2 Xy
25 8,28 625 0,078 7
50 0,431 2500 0,186 21,6
75 0,663 5025 0,439 49,7
100 0,810 10.00 0,616 81
= 250 = 2,85 = 18.750 = 1,359 = 159,3
y = bx + a
( n . ∑ xy )−(∑ x . ∑ y ) ∑ y−b . ∑ x
b= a=
(n . ∑ x ¿¿ 2)−(∑ x) ¿
2 n
y = bx + a Menit ke 5
= -0,006237(x) + 0,936 0,106 = -0,006237(x) + 0,936
0,83
x=
Menit ke 0 −0,006237
0,36 = -0,006237(x)
Menit ke 15
x = 134 ppm
0,124 = -0,006237(x) + 0,936
0,812 = -0,006237(x)
x = 130 ppm
AUC
1 1
=( − ) x D0
Ke Ka
= ¿) x 134,5 mg/menit
1−1
= x 134,5 mg/menit
−0,3
= 0,134
=0
L.5 Perhitungan Asam Salisilat
No X Y X2 Y2 X, Y
1 6 ppm 0,316 36 0,0998 1,896
2 8 ppm 0,427 64 0,1823 3,416
3 10 ppm 0,650 100 0,4225 6,5
4 12 ppm 0,872 144 0,76 10,464
∑ rata−rata 36 2,265 344 1,464 22,276
y = bx + a
( n . ∑ xy )−(∑ x . ∑ y ) ∑ y−b . ∑ x
b= a=
(n . ∑ x ¿¿ 2)−(∑ x) ¿
2 n
Menit ke-0
y = 0,09455 x – 0,2847
0,66 = 0,09455 x – 0,2847
0,9447
x= = 9,991
0,09455
Menit ke- 5
y = 0,09455 x – 0,2847
0,084 = 0,09455 x – 0,2847
0,3687
x= = 3,8995
0,09455
M. Pembahasan
Bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu
produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh atau aktif setelah pemberian produk obat untuk di ukur
kadarnya dalam darah terhadap waktu ekskresinya dalam urin
(Fatmawaty,H, dkk, 2015).
Tujuan dari percobaan ini yaitu, mengetahui cara menentukan tetapan laju
eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari
suatu obat dengan menggunakan data contoh darah setelah pemberian
dosis tunggal. Mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan
secara oral dan menentukan volume distribusinya. Mengetahui cara
menentukan luas daerah di bawah kurva (Area Under Curve = AUC).
Mengetahui cara membandingkan AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan
waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk
kimia yang berbeda yang diberikan per oral.
Alat dan bahan yang digunakan yaitu lumpang dan alu, spektrofotometer,
sentrifus, kateter dan mouth block, gelas kimia,spoit 1 cc, timbangan
analitik, dispon 3 ml, sonde, lap kasar, pulpen, pipet volume, aquadest,
asam salisilat, hand scoon, masker, kertas Koran, kapas dan kertas grafik
Hasil pada percobaan ini yaitu absorbansi dari sampel Na. Salisilat adalah
0.66 pada menit ke-0, 0,084 pada menit ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15.
Pada sampel Asetosal adalah 0,100 pada menit ke-0, 0,106 pada menit ke-5
dan 0,124 pada menit ke-15. Nilai absorbansi yang didapatkan tidak baik
dimana pada pengukuran kadar sampel prosedur tidak dikerjakan dengan
baik, misalnya larutan stok tilakukan pengenceran, dan darah yang
didapatkan tidak banyak serta penentuan panjang gelombang yang kurang
tepat.
N. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa:
1. Bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu
produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik
dalam bentuk utuh atau aktif setelah pemberian produk obat untuk
diukur kadarnya dalam darah terhadap waktu ekskresinya dalam urin.
Bioavailabilitas absolut bila dibandingkan dengan sediaan intravena
yang bioavailabilitasnya 100%. (Fatmawaty,H, dkk, 2015).
2. Pada hasil absorbansi dari sampel Na. Salisilat adalah 0.66 pada menit
ke-0, 0,084 pada menit ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15. Pada sampel
Asetosal adalah pada menit ke-0, 0,106 pada menit ke-5 dan 0,124
pada menit ke-15. Pada sampel Natrium Salisilat didapat hasil
parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka sebesar 0,264 mg/menit,
Ke sebesar 0,972 mg/menit dan AUC sebesar -7,1. Pada sampel
Asetosal didapat hasil parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka
sebesar -0,3 mg/menit, Ke sebesar 0,3 mg/menit dan AUC sebesar
0,134. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa parameter
farmakokinetik AUC pada Asetosal lebih besar dibandingkan AUC
dari sampel Natirum salisilat.
O. Saran
Sebaiknya praktikan dapat lebih teliti menghitung dosis yang akan
diberikan sehingga mengurangi tingkat kesalahan dalam melaksanakan
percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, dkk. (2018). Pengaruh Jus Buah Durian Mentega (Durio Zibethinus Murr.)
Terhadap Profil Farmakokinetik Parasetamol Pada Kelinci Jantan. Jurnal
Kesehatan Yamasi, Vol.2 ; No.2.
Dara Alicia Ima dan Patihul Husul. (2017). Artikel Tinjauan: Meningkatkan Kelarutan
Obat. Bandung: Universitas Padjajaran
Parfati, dkk., (2018). Studi Farmakokinetika Teofilina Setelah Pemberian Oral Dosis
Tunggal Tablet Teofilina dan Aminofilina Lepas Kendali pada Subyek Normal.
Surabaya: Universitas Airlangga.