Anda di halaman 1dari 31

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN 1 & 3

“PENENTUAN BEBRAPA PARAMETER FARMAKOKINETIK DAN


PENGARUH BENTUK KIMIAWI OBAT TERHADAP BIOAVAILABILITAS”

DISUSUN OLEH :

NAMA : SAMAAL MALLISA

NIM : G 701 18 160

KELAS/KELOMPOK : B/I (SATU)

ASISTEN : NURUL AMALIA

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITA TADULAKO

PALU

2021
A. Latar Belakang

Biotranformasi obat-obat dapat digolongkan menurut aktivitas farmakologi dari


metabolit atau menurut mekanisme biokimia untuk setiap reaksi biotransformasi,
untuk sebagian besar obat obat akan dihasilkan dalam bentuk metabolit yang
lebih polar yang tidak aktif secara farmakologi dan akan dieliminasi lebih cepat
daripada senyawa induknya. Jalur biotransformasi obat dapat dibagi menjadi dua
kelompok reaksi besar yaitu fase I (fungsionalisasi) dan fase II (konjugasi), fase
I meliputi oksidasi, reduksi dan hidrolisis sedangkan untuk fase II meliputi
kongjungasi. Selanjutnya, beberapa obat yang menyerupai molekul biokimia
alami dapat menggunakan jalur metabolism untuk senyawa normal dalam tubuh
(Muchtaridi, dkk 2018).

Bioavailabilitas obat merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan


untuk menilai efektifitas suatu sediaan farmasi. Kecepatan disolusi dan waktu
tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
bioavailabilitas obat. Semakin tinggi kecepatan disolusi suatu obat yang
berbanding lurus dengan banykanya konsentrasi obat yang terlarut dalam saluran
cerna maka akan semakin banyak pula obat yang di absorbs sehingga
meniningkatkan bioavailabilitas Obat yang diberikan secara oral, memiliki
keterbatasan dalam hal waktu tinggal obat berada dalam saluran pencernaan,
khususnya pada daerah-daerah yang terjadi absorbsi (Darusman F, dkk, 2017).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu, dimana seorang farmasis dapat mengetahui
dan menentukan serta membandingkan parameter-parameter farmakokinetik
suatu obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan secara per oral dan
dengan memperlajari biofarmasi kita juga dapat mengetahui apa saja faktor-
faktor yang akan mempengaruhi efek terapeutik yang timbul serta ketersediaan
hayati dariobat tersebut baik daei segi farmakokinetik yang ada pada obat dan
bentuk kimiawi Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
B. Maksud Percobaan
a. Untuk memahami tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan tetapan
laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan menggunakan data contoh darah
setelah pemberian dosis tunggal.
b. Untuk memahami distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara
IV dan menentukan volume distribusinya.
c. Untuk memahami cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area
Under Curve = AUC)
d. Untuk memahami perbandingan AUC, kadar puncak (Cpmax), dan
waktu untuk mencapai kadar puncak (tmax) suatu obat dalam bentuk
kimia yang berbeda yang diberikan per oral.

C. Tujuan Percobaan

a. Untuk mengetahui tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan
tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan menggunakan data
contoh darah setelah pemberian dosis tunggal.
b. Untuk mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara
IV dan menentukan volume distribusinya.
c. Untuk mengetahui cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area
Under Curve = AUC)
d. Untuk mengetahui perbandingan AUC, kadar puncak (Cpmax), dan
waktu untuk mencapai kadar puncak (tmax) suatu obat dalam bentuk
kimia yang berbeda yang diberikan per oral.

D. Manfaat Percobaan

a. Dapat memahami dan mengetahui tetapan laju eliminasi (Ke), waktu


paruh (t½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan
menggunakan data contoh darah setelah pemberian dosis tunggal.
b. Dapat memahami dan mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang
diberikan secara IV dan menentukan volume distribusinya.
c. Dapat memahami dan mengetahui cara menentukan luas daerah di
bawah kurva (Area Under Curve = AUC)
d. Dapat memahami dan mengetahui perbandingan AUC, kadar puncak
(Cpmax), dan waktu untuk mencapai kadar puncak (tmax) suatu obat
dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan per oral.

E. Prinsip Percobaan
Prinsip pada percobaan ini yaitu menentukan parameter farmakokinetik yang
meliputi Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC dari obat Asetosal dan Natrium salisilat
serta membandingkan parameter farmakokinetik dari kedua obat tersebut dengan
menggunakan kepada hewan uji “Kelinci” (Oryctolagus cuniculus) yang
diberikan secara oral. Penentuan parameter farmakokinetik dilakukan dengan
mengambil darah hewan uji “Kelinci” (Oryctolagus cuniculus) yang telah
diberikan obat Asetosal dan Natrium salisilat dan diukur absorbansinya
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
F. Dasar Teori

Bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat untuk diukur kadarnya dalam darah
terhadap waktu ekskresinya dalam urin. Bioavailabilitas absolut bila
dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100%.
Bioavailabilitas relative, bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena.
Beberapa istilah dalam uji bioavailabilitas atau bioekivalen adalah
bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat akif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat, ekivalensi farmasetik, alternative
farmasetik, bioekivalen dan produk komparator (Refereance product)
(Fatmawaty,H, dkk, 2015).

Pemberian obat secara oral adalah rute pemberian obat yang paling mudah
dan biasa digunakan karena kemudahan dalam pemberiannya kepatuhan
pasien yang tinggi dan efektivitas biaya. Akibatnya, banyak perusahaan obat
generik cenderung lebih banyak memproduksi produk obat oral bioekuivalen.
Namun, tantangan utama pemberian secara oral terletak pada kekurangan
bioavailabilitasnya. Bioavabilitas sediaan oral tergantung pada beberapa
faktor termasuk kelarutan dalam air, permeabilitas obat, tingkat disolusi dan
metabolism jalur pertama. Penyebab paling umum bioavalabilitas oral rendah
dikatkan dengan kelarutan yang buruk dan permeabilitas rendah. Kelarutan
adalah sifat zat kimia padat, cair atau gas yang disebut zat terlarut untuk
dilarutkan dalam pelarut padat, cair atau gas untuk membentuk larutan
homogen zat terlarut dalam pelarut (Dara Alicia Ima dan Patihul Husni,
2017).
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah
saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
Untuk diperhatikan adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini
tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi
yang sangat luas, yakni 200 meter persegi. Absorpsi obat meliputi proses obat
dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa
metode, terutama transport aktif dan transport pasif (Nurilawati,V dan
Noviani,N., 2017).

Konsentarsi obat dalam plasma merupakan fungsi dari kecepatan masuknya


obat (melalui absopsi ) ke dalam plasma. Kadar puncak suatu obat dapat
dihitung dari persamaan kurva kadar obat terhadap waktu. Clearance
merupakan total eliminasi suatu kadar obat, dimana pada bersihan ini
konsentrasi suatu obat menjadi habis atau tidak ada di dalam tubuh. Untuk
mendapatkan nilai clearance, hal pertama yang dilakukan adalah dengan
menentukan konstanta laju eliminasi, kemudian mengganti nilai konstanta
pada persamaan yang telah ditentukankan Perhitungan clearance didapatkan
dari perhitungan persamaan berdasarkan konstanta laju eliminasi. Laju
eliminasi konstan merupakan jumlah total dari semua konstanta laju eliminasi
obat, termasuk ekskresi dan biotransformasi (surwandi., dkk, 2018).

Keberhasilan suatu terapi dengan obat, ditentukan antara lain oleh rancangan
pengaturan dosisnya. Suatu aturan dosis dirancang dengan
mempertimbangkan faktor-faktor: fisiologik, patofisiologik, farmakokinetik
serta kebiasaan penderita. Pada beberapa kondisi, obat diberikan pada suatu
aturan dosis ganda yang dimaksudkan untuk memperpanjang aktivitas
terapetik. Tetapi, pada cara tersebut terdapat beberapa kendala, yaitu adanya
fluktuasi dan akumulasi kadar obat dalam darah yang mengakibatkan
pengobatan kurang efektif. Produk obat dengan pelepasan terkendali
dirancang untuk menghasilkan efek klinik yang maksimal dengan
mempertahankan kadar obat dalam darah pada rentang terapetik, fluktuasi dan
akumulasi diperkecil. Produk obat diformulasikan agar proses absorpsi tidak
dipengaruhi oleh pH, makanan dan kandungan zat-zat dalam semua bagian
saluran cerna (Parpati N,dkk).
G. Uraian Bahan

a. Aquadest (FI Edisi III, 1979;96)

Nama Resmi : AQUADESTILLATA


Nama Lain : Aquadest, Air Suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur :

(Pubchem, 2021).
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan Kadar : -
b. Alkohol (FI Edisi III, 1979;65)

Nama Resmi : AETHANOLUM


Nama Lain : Etanol / Alkohol
Rm/Bm : C2H6O / 46,07
Rumus Struktur :

(Pubchem. 2021)
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak; bau khas;
rasa panah. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan dalam eter P
Kegunaan : Antiseptikum ekstern.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya; di tempat sejuk, jauh dari
nyala api.
Persyaratan kadar : Etanol adalah campuran etilalkohol dan
air. Mengandung tidak kurang dari 94,7
v/v atau 92,0% dan tidak lebih dari 95,2
v/v atau 92,7% C2H6O.

B. Uraian Sampel
1. Asetosal (Mims. 2021)
Indikasi : Nyeri ringan sampai radang
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, bradikardia sinus, blok
sinoatrial, blok A-V derajat kedua dan ketiga,
sindrom AdamsStokes, penggunaan bersamaan
dengan delavirdine, dan riwayat
hepatotoksisitas akut sebelumnya akibat
fenitoin.
Dosis : 325-650 mg PO tiap 4 jam PRN atau 975mg
PO tiap 6 jam PRN atau 500-1000mg PO PRN
tiap 4-6 jam selama tidak lebih dari 10 hari;
tidak melebihi 4 g/hari.
Efek samping : Gangguan pencernaan, gangguan sistem saraf,
dan gangguan jaringan kulit bawah
Farmakokineti : - Absorbsi : Diserap dengan cepat dari saluran
k pencernaan; kurang dapat diandalkan (rektal);
diserap melalui kulit. Dihidrolisis sebagian
oleh esterase menjadi salisilat selama
absorpsi di saluran GI
- Distribusi: Tersebar luas dan cepat ke
sebagian besar jaringan dan cairan tubuh.
Melintasi plasenta dan memasuki ASI.
- Metabolisme: Dimetabolisme di hati menjadi
asam salisilat, glukuronida fenolik salisil, asil
glukuronida salisilat, asam gentisat, dan asam
gentisurat. Menjalani metabolisme pertama.
- Ekskresi: Melalui urin (75% sebagai asam
salisilat, 10% sebagai asam salisilat).
Mekanisme : Menghambat sintesis prostaglandin oleh
kerja siklooksigenase; menghambat agregasi
trombosit; memiliki aktivitas antipiretik dan
analgesic
Golongan obat : Obat Keras (Analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi)

2. Asam Salisilat (MIMS, 2021)

Indikasi : Jerawat, Kondisi kulit hiperkeratotik dan bersisik.


Kontraindikasi : Sediaan pengangkatan kutil/kalus; diabetes atau
gangguan sirkulasi darah. Gunakan pada tahi
lalat, tanda lahir, dan kutil yang tidak biasa
dengan
rambut yang tumbuh atau kutil di wajah.
Dosis : Dewasa, Topikal; Jerawat 0,5-2% diaplikasikan
ke daerah yang terefek 1-3 kali/hari.
Hiperkeratotik dan kondisi kulit bersisik 1,8-3%
diaplikasikan ke daerah yang terefek 1-4
kali/hari. Kutil; Kapalan
12-40% sebagai plester.
Efek samping : Dermatitis, pengelupasan kulit, ketidaknyamanan,
iritasi, kekeringan, ulserasi atau erosi; efek
sistemik termasuk toksisitas salisilat (mis. mual,
muntah, pusing, lesu, hiperpnoea, diare, dan
psikosis), dan kerusakan toksik telinga bagian
dalam.
Farmakokinetik : - Absorbsi : Mudah diserap melalui kulit.
- Distribusi: Pengikatan protein plasma: 50-80%,
pada albumin.
- Ekskresi: Melalui urin [asam salisilat (52%),
glukuronida salisilat (42%) dan asam salisilat
(6%)].
Mekanisme kerja : Asam salisilat memiliki aksi keratolitik yang kuat
dan sedikit aksi antiseptik bila dioleskan secara
topikal. Ini melembutkan dan menghancurkan
stratum korneum dengan meningkatkan hidrasi

endogen yang menyebabkan lapisan tanduk pada


kulit membengkak, melembutkan, dan kemudian
mengelupas. Pada konsentrasi tinggi, asam
salisilat memiliki efek kaustik. Ia juga memiliki
aktivitas antijamur dan antibakteri yang lemah.
Golongan obat : Keratolitik

C. Klasifikasi Hewan Uji


a. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Azis, dkk. 2018)
Kingdom : Animal
Fillum : Chordata
Sub Fillum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagomorpha
Family : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Spesies : Oryctolagus cuniculus

H. Prosedur Kerja
a. Penentuan Parameter Farmakokinetik
1. Berilah sejumlah dosis natrium salisilat (250 mg/kgBB) secara
oral pada hewan uji yang telah dipuasakan. Sebelumnya,
ambil contoh darah sebanyak 0,5 ml untuk blanko (t=0).

2. Tentukan kadar natrium salisilat di dalam darah pada 15, 30,


45, 60, 90, 120, 150, 180, 240 menit setelah pemberian. (Lihat
cara analisis kadar natrium salisilat).

3. Buat grafik kadar obat di dalam darah (Cp) vs waktu.

4. Tentukan ke (tetapan laju eliminasi) dari kurva fase


descending (menurun) dan Ka (tetapan laju absorbsi) dari
kurva ascending (menanjak), dan tentukan nilai Cdiff.

5. Dengan menggunakan nilai Cdiff buatlah persamaan garis


dan tentukan nilai Ka.

6. Tentukan waktu paruh biologisnya (t½).

7. Hitung volume distribusi salisilat berdasarkan data tersebut

8. Buat pada kertas grafik numerik hubungan antarakadar obat


didalam darah (mcg/ml) dengan waktu.

b. Pengaruh Bentuk Kimiawi Obat Terhadap Bioavailabilitas


1. Praktikan dibagi dalam 3 kelompok, masing-masing dengan
seekor hewan uji yang dipuasakan sebelumnya, kelompok 1
diberi natrium salisilat, kkelompok 2 diberi asam salisilat,
kelompok 3 diberi asetosal. Masing-masing dengan dosis 250
mg/kg BB per oral.

2. Timbang berat badan masing-masing hewan dan tentukan


jumlah dosis yang diberikan. Sebelumnya, ambil contoh darah
sebanyak 0,5 ml untuk blanko (t=0).

3. Tentukan masing-masing kadar salisilat di dalam darah pada


15, 30, 45, 60, 75, 90, 120, 150, 180, 210, dan 240 menit
setelah pemberian (Lihat analisis kadarsalisilat pada
percobaan I).

4. Buat grafik kadar obat di dalam plasma (Cp) vs waktu(t).


Dengan menggunakan nilai-nilai logaritma kadarobat pada
fase naik maupun fase turun dapat dibuat dua persamaan garis.

5. Dengan menggunakan kedua persamaan garis


tersebut,tentukan Cdiff untuk masing-masing waktu
sampling.Buat persamaan garisnya.

6. Tetukan Cpmax dan tmax.

7. Buat pada kertas grafik numerik hubungan antara kadarobat


di dalam darah (mcg/ml) dengan waktu. Tentukan AUC
masing- masing bentuk kimia obat (bandingkan satu sama
lain.
I. Alat Dan Bahan
a. Alat
- Lumpang dan Alu
- Spektrofotometer
- Sentrifus
- Kateter dan mouth block
- Gelas kimia
- Spoit 1 cc
- Timbangan analitik
- Dispon 3 ml
- Sonde
- Lap kasar
- Pulpen
- Pipet volume

b. Bahan
- Aquadest
- Asam salisilat
- Hand scoon
- Masker
- Kertas Koran
- Kapas
- Kertas grafik

c. Sampel
- Asetosal
- Asam Salisilat
d. Hewan Uji
- Kelinci (Orictolagus cuniculus)

J. Cara Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diambil dan ditimbang hewan uji
c. Diambil darah hewan uji sebanyak 2 – 3 ml
d. Dibagi menjadi 2 kelompok hewan uji yaitu pemberian asetosal dan
asam salisilat
e. Dihitung menggunakan stopwatch
f. Diambil darah hewan uji setiap pada menit ke 5 dan 15
g. Diukur absorbansinya
h. Dihitung Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC
K. Skema Kerja

Alat dan Bahan

Hewan uji

Ambil darah

- 2 – 3 ml

Acetosal Asam salisilat

Menit 5, 15

Ukur absorbansi

Hitunglah Cpmax,
tmax, Ke, Ka, AUC
L. Analisis Data
Hasil Pengamatan:
L.1 Asam Salisilat + Asetosal
1. Kurva Bahan Asam Salisilat
No Konsentrasi (t) Absorbsi (y)
1. 6 ppm 0,316
2. 8 ppm 0,421
3. 10 ppm 0,650
4. 12 ppm 0,812

2. Kurva Bahan Asetosal


No Konsentrasi (t) Absorbsi (y)
1. 25 ppm 0,280
2. 50 ppm 0,4002
3. 75 ppm 0,663
4. 100 ppm 0,810

L.2 Pengambilan Darah Kurva 1 (Asam Salisilat)

Waktu Konsentrasi (t) Absorbsi (y)


0 - 0,66
5 - 0,084
15 - 1,338
30 - -

L.3 Pengambilan Darah Kurva 2 (Asetoal)


Waktu Konsentrasi (t) Absorbsi (y)
0 - 0,100
5 - 0,106
15 - 0,124
30 - -

L.4 Perhitungan Asetosal (Aspirin)

X y x2 y2 Xy
25 8,28 625 0,078 7
50 0,431 2500 0,186 21,6
75 0,663 5025 0,439 49,7
100 0,810 10.00 0,616 81
= 250 = 2,85 = 18.750 = 1,359 = 159,3

y = bx + a

( n . ∑ xy )−(∑ x . ∑ y ) ∑ y−b . ∑ x
b= a=
(n . ∑ x ¿¿ 2)−(∑ x) ¿
2 n

( 4 x 159,3 )−( 250 x 2,85) 2,185−(−0,006237 ) x 250


= =
( 4 x 18.750 ) −(250)2 4
2,185−(−1,559)
( 6.37,2 )−(247,815) =
= 4
75−62500
3,744
389,385 =
= 4
−62.425
= 0,936
= -6,237 + 10-3
= -0,006237

y = bx + a Menit ke 5
= -0,006237(x) + 0,936 0,106 = -0,006237(x) + 0,936
0,83
x=
Menit ke 0 −0,006237

0,100 = -0,006237(x) + 0,936 x = 133 ppm

0,36 = -0,006237(x)
Menit ke 15
x = 134 ppm
0,124 = -0,006237(x) + 0,936
0,812 = -0,006237(x)
x = 130 ppm

Kurva 0 Kurva awal


D2−D1 D = K(e) + D0
K=
t 2−t 1
133 = -0,3 mg/menit(5) + D0
130−133
K= 133 = -15 + D0
15−5
- D0 = -134,5
K = -0,3 mg/menit
D0 = 134,5 mg/menit

Tetapan Absorbsi (Ka)


Tetapan Eliminasi
De = Ka (t) + D0
De = Ke(t) + D0
133 = Ka(5) + 34,5
130 = Ke(15) + 134,5
1,5 = Ka(5)
-4,5 = Ke(15)
1,5
−4,5 Ka =
Ke = 5
25
Ka = -0,3 mg/menit
Ke = 0,3 mg/menit

AUC
1 1
=( − ) x D0
Ke Ka
= ¿) x 134,5 mg/menit
1−1
= x 134,5 mg/menit
−0,3
= 0,134
=0
L.5 Perhitungan Asam Salisilat

No X Y X2 Y2 X, Y
1 6 ppm 0,316 36 0,0998 1,896
2 8 ppm 0,427 64 0,1823 3,416
3 10 ppm 0,650 100 0,4225 6,5
4 12 ppm 0,872 144 0,76 10,464
∑ rata−rata 36 2,265 344 1,464 22,276

y = bx + a

( n . ∑ xy )−(∑ x . ∑ y ) ∑ y−b . ∑ x
b= a=
(n . ∑ x ¿¿ 2)−(∑ x) ¿
2 n

( 4. 22, 276 )−(36.2,265) 2,265−0,09455 . 36


=
= 2 4
( 4.3+1)−(36)
2,265−(3,4038)
( 89,101 )−(81,54) =
= 4
(1376)−(1296)
−1 ,1388
(7,564) =
= 4
80
= - 0,2847
= 0,09455

D2−D1 Kurva awal


K=
K 2−K 1
D = KC + Do
17,162−3 , 8995
= 3,8995 = 1,32+ Do
15−5
1,32 + Do = 3,8995
( 89,101 )−( 81,54)
= Do = 3,8995−1,32
(1376)−(1296)
13,2625 = 2,5795 mg/menit
=
10
= 1,32625
= 1,32 mg/menit
Tahapan absorbsi Tahapan eliminasi
D1 = Ka (t ) + Do D1 = KC (t) + Do
3,8995 = Ka (5 )+ 2,5795 17,162 = Kc(15)+2,5795
K a ( 5 ) +2,5795= 3,8995 Kc ( 15 ) +2,5795=17,162
Ka (5) = 3,8995 - 2,5795 Kc (15) = 17,162 - 2,5795
1,32 14,5825
Ka = = 0,264 Kc = = 0,972
5 15
y = bx – a
y = 0,09455 x – 0,2817

Menit ke-0
y = 0,09455 x – 0,2847
0,66 = 0,09455 x – 0,2847
0,9447
x= = 9,991
0,09455

Menit ke- 5
y = 0,09455 x – 0,2847
0,084 = 0,09455 x – 0,2847
0,3687
x= = 3,8995
0,09455
M. Pembahasan
Bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu
produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh atau aktif setelah pemberian produk obat untuk di ukur
kadarnya dalam darah terhadap waktu ekskresinya dalam urin
(Fatmawaty,H, dkk, 2015).

Tujuan dari percobaan ini yaitu, mengetahui cara menentukan tetapan laju
eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari
suatu obat dengan menggunakan data contoh darah setelah pemberian
dosis tunggal. Mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan
secara oral dan menentukan volume distribusinya. Mengetahui cara
menentukan luas daerah di bawah kurva (Area Under Curve = AUC).
Mengetahui cara membandingkan AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan
waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk
kimia yang berbeda yang diberikan per oral.

Alat dan bahan yang digunakan yaitu lumpang dan alu, spektrofotometer,
sentrifus, kateter dan mouth block, gelas kimia,spoit 1 cc, timbangan
analitik, dispon 3 ml, sonde, lap kasar, pulpen, pipet volume, aquadest,
asam salisilat, hand scoon, masker, kertas Koran, kapas dan kertas grafik

Prinsip pada percobaan ini yaitu menentukan parameter farmakokinetik


yang meliputi Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC dari obat Asetosal dan
Natrium salisilat serta membandingkan parameter farmakokinetik dari
kedua obat tersebut dengan menggunakan kepada hewan uji “Kelinci”
(Oryctolagus cuniculus) yang diberikan secara oral. Penentuan parameter
farmakokinetik dilakukan dengan mengambil darah hewan uji “Kelinci”
(Oryctolagus cuniculus) yang telah diberikan obat Asetosal dan Natrium
salisilat dan diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Cara kerja dari percobaan ini yaitu, disiapkan alat dan bahan kemudian
diambil dan ditimbang hewan uji setelah ditimbang dihitung dosis
pemberian obat kepada hewan uji. Disiapkan dan buat suspense obat yang
diberikan kepada hewan uji. Sebelum pemberian obat diambil terlebih
dahulu darah hewan uji sebanyak 2 – 3 ml. Dibagi menjadi 2 kelompok
hewan uji yaitu pemberian asetosal dan asam salisilat, diambil darah hewan
uji setiap pada menit ke 5 dan 15 kemudian iukur absorbansinya
menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Kemudian dihitung Cpmax,
Tmax, Ka, Ke dan AUC.

Alasan perlakuan penimbang hewan uji sebelum dilakukan pengujian


adalah agar dapat diketahui bobot hewan uji sehingga dapat ditentukan
volume pemberian obat pada hewan uji dan tidak terjadi kesalahan dosis.
Setelah ditimbang dosis hewan uji dihitung terlebih dahulu agar diketahui
dosis yang tepat sesuai bobot hewan uji hal ini dapat menghindakan dari
kesalahan dosis pemberian pada hewan uji. obat dibuat suspense terlebih
dahulu agar dapat memudahkan obat masuk kedalam tubuh hewan uji.
diambil terlebih dahulu darah melalui telinga hewan uji hal ini dilakukan
untuk membandingkan kadar obat setelah dan sebelum pemberian obat.
Pengambilan darah dilakukan ditelinga hewan uji hal ini dikarena kan area
telinga pada hewan uji terdapat pembuluh darah vena yang jelas terlihat
sehingga memudahkan praktikan dalam mengambil darah tanpa harus
melukai hewan uji lebih parah. Diberikan obat Asetosal pada kelinci 1 dan
natrium salisilat pada kelinci 2 hal dilakukan untuk melihat dan
membandingkan parameter farmakokinetik dari kedua obat tersebut. Darah
diambil pada menit ke5 dan ke-15 hal dilakukan untuk melihat dan
membandingkan kadar obat pada kedua waktu tersebut. Pengamatan
dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis dimana
metode analisis kuantitatif pada sediaan obat yang paling banyak
digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis karena metode ini memiliki
tingkat kesulitan yang rendah, cepat, selektif, serta sensitive.

Hasil pada percobaan ini yaitu absorbansi dari sampel Na. Salisilat adalah
0.66 pada menit ke-0, 0,084 pada menit ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15.
Pada sampel Asetosal adalah 0,100 pada menit ke-0, 0,106 pada menit ke-5
dan 0,124 pada menit ke-15. Nilai absorbansi yang didapatkan tidak baik
dimana pada pengukuran kadar sampel prosedur tidak dikerjakan dengan
baik, misalnya larutan stok tilakukan pengenceran, dan darah yang
didapatkan tidak banyak serta penentuan panjang gelombang yang kurang
tepat.

Untuk mendapatkan spektrum UV-Vis yang baik perlu diperhatikan


pula konsentrasi sampel. Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi
akan linier (A≈C) apabila nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A <
0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlakunya hukum Lambert-Beer
dengan lebar sel 1 cm, dan besarnya absorbansi ini untuk senyawa yang
memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengalami eksitasi elektron 
 *, dengan ε 8.000 – 20.000; konsentrasi larutan sekitar 4 x 105 ‫־‬
mol/L; sedangkan untuk senyawa yang hanya memiliki eksitasi elektron n
 *, ε 10 – 100, maka konsentrasinya sekitar 10 2 ‫־‬mol/L
(Suhartati,2017).

Pada sampel Natrium Salisilat didapat hasil parameter farmakokinetik yang


meliputi, Ka sebesar 0,264 mg/menit, Ke sebesar 0,972 mg/menit dan AUC
sebesar -7,1. Pada sampel Asetosal didapat hasil parameter farmakokinetik
yang meliputi, Ka sebesar -0,3 mg/menit, Ke sebesar 0,3 mg/menit dan
AUC sebesar 0,134. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa parameter
farmakokinetik AUC pada Asetosal lebih besar dibandingkan AUC dari
sampel Natirum salisilat.

Harga parameter Farmakokinetika salisilat setelah pemberian Natrium


salisilat dosis 50 mg/KgBB pada kelinci yaitu AUC 8422±1518
mcg.menit.mL-1 , Cpmax 86,29 ±8,20 mcg.mL-1 , tmax 36,67±6,54
(Sugihartini & Hakim L, 2000) sedangkan hasil perhitungan Profil
farmakokinetika aspirin yaitu, Kabs 0,1024 menit-1 , t1/2 abs 6,7675 menit,
Kel 0,0012 menit-1 , t1/2 el 548,693 menit, tmaks 43,37 menit dan Cmaks
1,0841 µg/mL (Lakhsita dkk 2015).

Berdasarkan hasil percobaan yang didapatkan dan hasil dari literature


sangat jauh berbeda, hal kemungkinan disebabkan kekeliruan praktikan
dalam melakukan percobaan. Yakni kesalahan dalam memberikan obat
pada hewan uji dengan dosis yang tidak sesuai karena banyak yang
tertumpah ketika pemberian, kesalahan dalam penentuan konsentrasi
dimana seharusnya darah yang diambil dibuat bebeapa konsentrasi namun
hal ini tidak dilakukan. Sehingga perlu diperbaiki lagi untuk percobaan
selanjutnya.

Sodium salicylate (SS) adalah obat antiradang nonsteroid (NSAID) dengan


sifat antipiretik, analgesik, dan antiradang. Ini telah digunakan sebagai
pro-obat asam salisilat (SA), yang merupakan agen anti-inflamasi aktif.
Sodium salisilat mengikuti kinetika orde pertama pada manusia pada dosis
yang lebih rendah, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi kinetika yang
bergantung pada dosis diamati sehubungan dengan eliminasi. Ketika SS
bermetabolisme menjadi asam salisilat, ia berkonjugasi dengan glisin untuk
membentuk asam salisilat, sementara konjugasi dengan glukuronida
menghasilkan glukuronida fenolik salisil dan glukuronida asil salisil pada
manusia. Itu juga terhidrolisis untuk membentuk asam gentisic. Ketika
dosis yang lebih rendah diberikan, asam salisilat membentuk metabolit ini
pada tingkat yang lebih cepat, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi, ia
mencapai kejenuhan, terutama selama konjugasi dengan glukuronida. Oleh
karena itu, hasil metabolisme yang berkurang dalam akumulasi obat dalam
plasma, sehingga meningkatkan waktu paruh eliminasi dengan klirens yang
berkurang (Mathurkar et al, 2018)
Mekanisme kerja Asetosal yaitu, Menghambat sintesis prostaglandin oleh
siklooksigenase; menghambat agregasi trombosit; memiliki aktivitas
antipiretik dan analgesic (MIMS, 2021).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui


bagaimana cara menentukan dan membandingkan parameter-parameter
farmakokinetik dari suatu obat di dalam tubuh dalam bentuk kimiawi yang
berbeda yang diberikan per oral setelah pemberian dosis tunggal.

N. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa:
1. Bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu
produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik
dalam bentuk utuh atau aktif setelah pemberian produk obat untuk
diukur kadarnya dalam darah terhadap waktu ekskresinya dalam urin.
Bioavailabilitas absolut bila dibandingkan dengan sediaan intravena
yang bioavailabilitasnya 100%. (Fatmawaty,H, dkk, 2015).

2. Pada hasil absorbansi dari sampel Na. Salisilat adalah 0.66 pada menit
ke-0, 0,084 pada menit ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15. Pada sampel
Asetosal adalah pada menit ke-0, 0,106 pada menit ke-5 dan 0,124
pada menit ke-15. Pada sampel Natrium Salisilat didapat hasil
parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka sebesar 0,264 mg/menit,
Ke sebesar 0,972 mg/menit dan AUC sebesar -7,1. Pada sampel
Asetosal didapat hasil parameter farmakokinetik yang meliputi, Ka
sebesar -0,3 mg/menit, Ke sebesar 0,3 mg/menit dan AUC sebesar
0,134. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa parameter
farmakokinetik AUC pada Asetosal lebih besar dibandingkan AUC
dari sampel Natirum salisilat.

O. Saran
Sebaiknya praktikan dapat lebih teliti menghitung dosis yang akan
diberikan sehingga mengurangi tingkat kesalahan dalam melaksanakan
percobaan.

DAFTAR PUSTAKA
Azis, dkk. (2018). Pengaruh Jus Buah Durian Mentega (Durio Zibethinus Murr.)
Terhadap Profil Farmakokinetik Parasetamol Pada Kelinci Jantan. Jurnal
Kesehatan Yamasi, Vol.2 ; No.2.

Dara Alicia Ima dan Patihul Husul. (2017). Artikel Tinjauan: Meningkatkan Kelarutan
Obat. Bandung: Universitas Padjajaran

Darusman, F dkk (2017). Sistem Penghantaran Obat Glimepirid Sebagai


Antidiabetika Oral Dengan Pelepasan Dimodifikasi Melalui Pembentukan
Mikrogranul, Mukoadhesif Untuk Penyakit Diabetes mellitus Tipe II.
Bandung: Universitas Islam Bandung.

Fatmawaty, H dkk (2015). Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Deepublish

MIMS. 2021. MIMS Online. https://www.mims.com/indonesia/drug/info. (Diakses


2021).

Muchtaridi dkk, (2018). Dasar-dasar dalam Perancangan Obat. Perpustakaan


Nasional Katolog dalam Terbitan. Jakarta .

Lakhsita., Islamudin Ahmad., Rolan Rusli. 2015. Profil Farmakokinetika Aspirin


Pada Plasma Tikus Putih Jantan. Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman,
Samarinda, Kalimantan Timur.

Mathurkar., Preet Singh., Kavitha Kongara., Paul Chambers. 2018. Pharmacokinetics


of Salicylic Acid Following Intravenous and Oral Administration of Sodium
Salicylate in Sheep. School of Veterinary Sciences, College of Sciences, Massey
University, Palmerston North 4474, New Zealand.

Nurilawati,V dan Noviani,N., (2017). Farmakologi. Jakarta.: Kemenkes RI.

Sugihartini., Hakim L. 2000. Pengaruh Pemberian Perasan Rimpang Jahe (Zingiber


officinale, Rose) Terhadap Farmakokinetika Salisilat Pada Kelinci. Majalah
Farmasi Indonesia 11(3)

Suhartati T. 2017. Dasar-Dasar Spektrofotometri Uv-Vis Dan Spektrometri Massa


Untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. AURA CV. Anugrah Utama
Raharja Anggota IKAPI: Bandar Lampung
Surwandi, dkk., (2018). Kadar Puncak (Cmax), Waktu Puncak (Tmax), Waktu
Paruh (T1/2) dan bersihan Teobromin pada sukarelawan sehat setelah
pemberian Dark Chocolate Bar Per Oral.vo.6. no (2).Jurnal Pustaka
Kesehatan .Universitas Jember.

Parfati, dkk., (2018). Studi Farmakokinetika Teofilina Setelah Pemberian Oral Dosis
Tunggal Tablet Teofilina dan Aminofilina Lepas Kendali pada Subyek Normal.
Surabaya: Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai