Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH EDUKASI KEAMANAN PANGAN TERHADAP

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KOMUNITAS


SEKOLAH DAN KOMUNITAS RITEL DIKECAMATAN
AMPIBABO

PROPOSAL

SAMAAL MALLISA

G 701 18 160

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

JULI 2021
PENGARUH EDUKASI KEAMANAN PANGAN TERHADAP
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KOMUNITAS
SEKOLAH DAN KOMUNITAS RITEL DIKECAMATAN
AMPIBABO

A. Latar Belakang
Food borne disease (FBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh konsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi (Mallika Sadhu V dkk, 2018).
Penyakit yang disebabkan oleh pangan masih merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan di Indonesia, pangan dapat menjadi jalur utama yang
dapat menyebarkan patogen dan toksin yang diproduksi oleh mikroba
patogen. Pangan juga akan menimbulkan masalah yang serius jika
mengandung racun akibat dari cemaran kimia yang akan mengakibatkan
muculnya penyakit leukimia, lymphoma, parkinson, kanker usus, dan
penyakit thypoid. Bahan berbahaya maupun racun alami yang terkandung
dalam pangan yang akan menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)
keracunan pangan (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Di Sulawesi Tenagh
peningkatan kasus keracunan di tahun 2019 sebanyak 170 kasus tanpa
kematian. Penyebaran keracunan pangan tertinggi terjadi di Parigi Moutong
sebanyak 72 kasus, Kabupaten Tolitoli 16 kasus dan Kabupaten Poso 10
kasus (Sulteng, 2019). Berdasarkan usia kasus keracunan pangan di Provinsi
Sulawesi Tengah paling banyak pada usia 10-14 tahun 22 kasus dan yang
paling rendah pada usia 55-69 tahun sebanyak 3 kasus (Dinas Kesehatan Sulawesi
Tengah, 2016).

Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah pangan dari cemaran biologis, kimia dan benda asing yang dapat
menganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat sehingga
aman untuk dikonsumsi (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012).
Keamanan pangan telah menjadi masalah yang menyita perhatian dunia,
kepedulian terhadap pangan dipicu karena kebutuhan pangan yang utuh,
aman, sehat dan bergizi sehingga meningkatkan kewaspadaan masyarakat
tentang mutu pangan yang dikonsumsi. Disamping rasa dan penampilan,
pangan yang dikonsumsi juga harus memperhatikan segi kesehatan dan kritis
untuk menilai pangan yang aman dan higienis. Masalah lain yang menjadi
permasalahan pangan dari sesi keamanan kesehatan adalah kebersihan tingkat
sanitasi yang masih rendah menyulitkan penyediaan produk pangan secara
higienis (Pudjirahuyu A, 2017). Penelitian ini dilaksanakan karena melihat masih
lemahnya masyarakat sebagai konsumen, hal ini terjadi karena kurangnya
informasi dan pengetahuan tentang pangan yang aman dikonsumsi dan
dampak yang dapat terjadi jika mengonsumsi pangan yang tidak aman (Dian
Lestari Hura, Rinitami Njatrijani, 2016).

Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan Food


borne disease (FBD) maka diperlukan pedoman dan peraturan yang ketat
untuk pengolahan dan penanganan makanan yang tepat (Mallika Sadhu V dkk,
2018). Badan POM menginisiasi Program Gerakan Keamanan Pangan Desa
(GKPD) yang merupakan program intervensi keamanan pangan yang
melibatkan masyaratkat desa untuk berperan secara aktif dalam penanganan
terhadap keamanan pangan di desa, kegiatan intervensi GKPD ini dilakukan
melalui sisi supply yaitu melalui kegiatan pembinaan UMKM desa/kelurahan
dibidang pangan dan sisi demand yaitu melalui kegiatan pemberdayaan kader
dan komunitas masyarakar desa (Badan POM, 2020). Salah satu komponen target
program GKPD ini yaitu edukasi keamanan pangan terhadap komunitas
sekolah termasuk guru dan siswa serta komunitas ritel seperti toko dan
minimarket. Melalui kegiatan program GKPD ini peneliti ingin melihat
apakah edukasi yang telah diberikan bermanfaat terhadap pengetahuan, sikap,
Dan perilaku komunitas sekolah dan komunitas ritel.

Pengaruh edukasi keamanan pangan menurut penelitian “pengaruh pemberian


edukasi keamanan pangan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap
pedagang penyetan di wilayah tembang” yang dilakukan oleh (Dwi Kurnia Yulia
Ratnasari dkk, 2018) cenderung meningkat setelah diberikan edukasi
pengetahuan. Namun, ada beberapa responden yang tidak mengalami
perubahan tingkat pengetahuan dan tidak ada responden yang mengalami
penurunan tingkat pengetahuan sesudah pemberian intervensi. Perbedaan
sikap responden sebelum dan sesudah dilakukan intervensi juga mengalami
peningkatan sikap yang cukup tinggi, sikap responden yang cenderung
meningkat setelah pemberian intervensi dipengaruhi oleh pengetahuan
responden yang meningkat setelah pemberian intervensi.

B. Rumusan Masalah
Untuk menyikapi Program Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) yang
diinisiasi oleh Badan POM terkait keamanan pangan, maka dapat rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku komunitas sekolah
dan komunitas ritel di Kecamatan Ampibabo tentang keamanan pangan
sebelum dilakukan intervensi.
2. Bagaimana perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku komunitas
sekolah dan komunitas ritel di Kecamatan Ampibabo tentang keamanan
pangan sesudah intervensi.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku komunitas
sekolah dan komunitas ritel di Kecamatan Ampibabo tentang keamanan
pangan sebelum dilakukan intervensi.
2. Untuk mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku komunitas
sekolah dan komunitas ritel di Kecamatan Ampibabo tentang keamanan
pangan sesudah intervensi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data-data ilmiah untuk
bahan pembelajaran mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku
komunitas sekolah dan komunitas ritel di Kecamatan Ampibabo tentang
kemanan pangan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
2. Pelayanan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi dokter,
farmasis dan tenaga kesehatan lain dalam upaya mengetahui gambaran
pengetahuan, sikap dan perilaku komunitas sekolah dan komunitas ritel di
Kecamatan Ampibabo tentang kemanan pangan sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi.
3. Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk
penelitian lain yang terkait dengan gambaran pengetahuan, sikap dan
perilaku komunitas sekolah dan komunitas ritel di Kecamatan Ampibabo
tentang kemanan pangan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

E. BATASAN PENELITIAN
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengaruh edukasi keamanan
pangan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku sekolah dan ritel di
Kecamatan Ampibabo tentang keamanan pangan sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi.
F. Tinjauan Pustaka
F.1 Pengertian Keamanan pangan
Keamanan pangan merupakan suatu persyaratan yang menyatakan
bahwa pangan yang dikonsumsi masyarakat harus aman dan terbebas
dari cemaran kimia, mikrobiologi dan fisik (Lukman & Kusnandar, 2015).

Keamanan pangan merupakan salah satu faktor yang sagat penting


dalam penyelenggaraan sistem pangan. Sesuai ketentuan umum
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan
Pangan, penyelenggraan keamanan pangan ditujukan agar negara dapat
memberikan perlindungan kepada rakyat untuk mengonsumsi pangan
yang aman bagi kesehatan dan keselamatan jiwa. Untuk menjamin
pangan yang aman dikonsumsi diperlukan penyelenggaraan keamanan
pangan pada setiap rantai pangan, mulai dari proses produksi sampai
ketangan konsumen (Lestari, 2020).

F.2 Jenis-jenis pangan


Menurut jenis pengolahannya, pangan dibagi atas 3 jenis yaitu:
1. Pangan Segar
Pangan segar merupakan pangan yang belum mengalami
proses pengelolaan apapun dan dapat dikonsumsi secara
langsung dan juga dapat dijadikan bahan baku dalam proses
pengelolahan pangan (PERDA, 2017)
2. Pangan Olahan
Pangan olahan merupakan proses atau cara dalam mengelola
makanan dengan atau tanpa bahan tambahan makanan (BPOM,
2021)
3. Pangan Olahan tertentu
Pangan olahan tertentu merupakan pangan yang diolah untuk
dikonsumsi oleh orang-orang tertentu dan dalam wajib diberi
keterangan yang memuat informasi dari produk pangan
tersebut. Contoh dari pangan olahan tertentu biasanya
dikhususkan untuk bayi, ibu menyusui dan orang-orang yang
memiliki penyakit tertentu (BPOM RI, 2018).

F.3 Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan
kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Bpom,
2019). Bahan tambahan pangan yang masih ditemukan dalam makanan,
yang dapat menganggu kesehatan masih digunakan produsen dengan
alasan menekan biaya dan waktu simpan makanan lebih lama
(Paratmanitya & Veriani, 2016). Bahan berbahaya yang sering terdapat
dalam makanan antara lain:
1. Formalin
Formalin merupakan suatu senyawa yang dapat digunakan untuk
mengawetkan makanan karena memiliki karakteristk yang mudah
berikatan dengan protein. Sehingga kita makanan yang
mengandung protein di tambahkan formalin, bakteri pembusuk
tidak akan berkerja dengan dengan baik karena protein sudah
terikat oleh formalin mengakibatkan makanan akan awet. Kita
manusia mengonsumi formalin dalam dosis yang fatal, maka
manusia hanya mampu bertahan hidup 48 jam. Keracunan
formalin dapat menimbulkan iritasi lambung, diare bercampur
darah, kencing berdarah dan gagalnya peredaran darah
(Purawisastra & Sahara, 2011).

Penggunaan Formalin sebagai pengawet makanan tentunya sangat


berbahaya bagi kesehatan. Formalin yang di tambahkan kedalam
makanan dapat menjadi racun bagi tubuh karena sebenarnya
formalin bukanlah bahan tambahan pada makanan, pada
penggunaan formalin jangka panjang dapat memicu
perkembangan sel-sel kanker (Cicik Herlina Yulianti, 2021).
2. Boraks
Boraks merupakan senyawa turunan logam berat boron yang
biasanya digunakan sebagai antiseptik atau pembunuh kuman
yang sering disalah gunakan dan ditambahkan kedalam makanan
sebagai bahan pengawet makanan. Peraturan Kesehatan No.
722/Menkes/Per/IX/88, menyatakan boraks termasuk kedalam
bahan berbahaya dan tidak diizinkan di gunakan dalam makanan
(Fitri et al., 2018). Efek boraks ketika dikonsumsi tidak akan
terlihat secara langsung tetapi perlahan-lahan merusak organ
seperti hati, ginjal, otak dan testis selain itu boraks juga dapat
mengganggu sistem metabolisme. Pangan yang paling banyak
mengandung boraks adalah bakso, mie basah dan kerupuk
(Suadnyana et al., 2014).

3. Pewarna Tekstil
Salah satu pewarna tekstil yang sering digunakan dalam pangan
yaitu Rhodamin B. Rhodamin B biasanya ditemukan dalam cat
warna daj kertas. Namun sering ditemukan dimakanan jajanan
seperti es cendol, permen dan saos sambel. Bahaya yang
Rhodamin B memicu kanker serta merusak organ ginjal dan hati.
Apabila Rhodamin B dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan
berulang menyebabkan penumpukkan dalam tubuh menimbulkan
iritasi pada mukosa saluran pencernaan, iritasi saluran pencernaan,
dan iritasi kulit (Rafie, 2014). Penggunaan Rhodamin B dalam
jangka panjang juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati
atau kanker dan jika terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar dan
kurun waktu yang singkat akan terjadi gejala akut keracunan
Rhodamin B (Azmalina Adriani* dan Irma Zarwinda, 2019).
Methanil Yellow merupakan warna sintesis yang membentuk
serbuk, padat dan berwarna kuning kecoklatan dan termasuk zat
warna yang tidak diizinkan Badan Pom dan Depkes untuk
ditambahkan pada makanan (Azmalina Adriani* dan Irma
Zarwinda, 2019). Penggunaan Methanil Yellow dalam jangka
panjang dapat menjadi pemicu kanker dan tumor pada organ tubuh
manusia (Seprianto 1), Molani Paulina Hasibuan 1), Desy
Irafadillah Effendi, 2019)

F.4 Cemaran Pangan


Cemaran adalah bahan yang tidak sengaja ada dan/atau tidak 
dikehendaki dalam Pangan yang berasal dari lingkungan atau sebagai 
akibat proses di sepanjang rantai Pangan, baik berupa cemaran
biologis,  cemaran kimia, residu obat hewan dan pestisida maupun
benda lain yang  dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia (PerBPOM No 8 Tahun 2018). Menurut (Local Public
Health, 2016) Sumber pencemaran pangan menurut terdiri atas :
a. Cemaran Fisik
Cemaran Fisik merupakan suatu benda asing yang masuk kedalam
makanan yang berpotensi untuk menyebabkan penyakit atau cedera
pada orang yang mengonsumsi makanan tersebut. Contoh cemaran
fisik yaitu tulang ikan, pecahan logam dan rambut. Sumber
kontaminan termasuk bahan mentah dan fasilitas dan peralatan
masak yang tidak dirawat dengan baik dan proses produksi yang
tidak tepat.
b. Cemaran Kimia
Cemaran Kimia dibagi menjadi dua katerogi yaitu bahan kimia dan
logam beracun yang dapat mencemari makanan dari sumbernya atau
pada saat proses pemasakkan pada makanan. Bahan kimia seperti
bahan pembersih atau sanitasi, peptisida dan bahan tambahan
makanan, dapat mencemari makanan jika tidak disimpan atau
digunakan dengan benar. Sedangkan logam beracunan dapat
menjadi penyebab penyakit bawaan makanan jika makanan
disimpan menggunakan wadah yang terbuat dari jenis logam
tertentu dan logam tersebut akan larut kedalam makanan. Contoh
logam beracun yaitu tembaga dan seng yang digunakan dalam
wadah galvanis.
c. Cemaran Biologi
Cemaran biologi merupakan bahaya yang paling signifikan
menyebabkan penyakit bawaan makanan karena adanya patogen
berupa bakteri, virus dan parasit.
1. Bakteri
Bakteri dapat tumbuh dengan cepat dalam makanan yang tidak
disimpan atau dimasak dengan benar. Beberapa bakteri seperti
Salmonella dan Camphybacter, menyebabkan infeksi bawaan
makanan dan berkembang biak didalam saluran usus kemudian
akan menyebabkan keracunan.
2. Virus
Virus tidak dapat berkembang biak dengan baik dalam makanan
karena virus membutuhkan sei inang hidup untuk bereproduksi.
Namun virus dapat tetap menular di luar tubuh melalui makanan
dan menyebabkan infeksi bawaan makanan setelah tertelan.
Virus yang menyebabkan penyaki bawaan makanan
berkembang biak dalam usus dan diekskresikan dalam tinja.
Makanan dapat terkontaminasi oleh virus ketika ditangani oleh
orang yang terinfeksi yang kurang menerapkan kebersihan atau
ketika makanan bersentuhan dengan limbah yang mengandung
virus. Virus dapat ditularkan ke orang lain bahkan jika orang
yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala penyakit bawaan
makanan.
3. Parasit
Selain bakteri dan virus, makanan juga dapat terkontaminasi
oleh protozoa seperti Giardia dan berbagai parasit seperti cacing
gelang dan cacing pita. Sumber paling umum dari penyakit
parasit ini yaitu makanan yang kurang matang, air yang
terkontaminasi serta makanan yang terkontaminasi tinja orang
atau hewan yang terinfeksi parasit.

F.5 Higiene dan Sanitasi Pangan


Menurut (Marsanti A dan Widiarini R, 2018) Hiegene merupakan ilmu yang
berkaitan dengan kesehatan makanan dan merupakan upaya dalam
mempertahankan dan memperbaiki kesehatan. Sedangkan sanitasi
berasal dari bahasa latin yang artinya kesehatan. Sanitasi merupakan
suatu usaha pencegahan penyakit yang berkaitan dengan kesehatan
lingkungan. Sanitasi ini berguna dalam usaha pencegahan terdapat
pencemaran makanan dan racun yang disebabkan oleh zat aditif.
Sanitasi sangat penting dalam proses menjaga keamanan pangan.
Menurut (Marsanti A dan Widiarini R, 2018) Pengelolaan makanan yang baik
agar kandungan gizi dalam makanan tetap terjada maka harus
mengikuti kaidah-kaidah dalam higiene dan sanitasi yang baik antara
lain:
1. Dapur yang merupakan tempat pengelolaan makanan harus dalam
keadaan hiegene dan sanitasi untuk mencegah risiko terjadinya
pencemaran ketika makanan akan di olah.
2. Perlu dilakukan pemilihan bahan makanan agar menjaga mutu dan
keawetan makanan.
3. Persiapan bahan, bumbu dan pengolahan dilakukan sesuai dengan
tahap dan menjaga agar bahan-bahan makanan yang akan digunakan
tetap higienis dan dicuci dengan ai mengalir.
4. Gunakan peralatan memasak yang aman, tidak bereaksi dengan
bahan makanan sehingga tidak membahayakan kesehatan.
Dalam pengelolaan makanan ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan antara lain:
1. Waktu
Waktu memasak harus disesuaikan dengan bahan yang diolah.
Untuk mencapai mutu penyelenggaraan makanan yang baik, waktu
harus diperhitungkan dengan tepat.
2. Suhu
Suhu dalam pemasakkan makanan menggunakan standar resep
yang digunakan.
3. Prosedur Kerja
Gunakan prosedur kerja yang sesuai dengan jenis masakan,
sehingga dalam pengelolaan makanan terstandar dan menghasilkan
makanan yang bermutu.
4. Alat
Gunakan alat yang tepat agar nilai gizi dalam makanan tidak
bereaksi dengan peralatan yang digunakan.
5. Tenaga Pengolah
Dalam mengelolah makanan harus sesuai dengan SOP
pengelolahan, resep, bumbu dan porsi, waktu pengelolahn, alat dan
bahan dalam pembuatan makanan.

F.8 Program Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD)


Program Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) merupakan
program yang diinisiasi oleh Badan Pom dengan melibatkan
masyarakat desa. Tujuan dari program GKPD adalah meningkatkan
kemandirian masyarakat desa di bidang pangan, mendorong
kemandirian masyarakat desa melakukan pengawasan keamanan
pangan, menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang aman sampai
pada tingkat perseorangan, dan memperkuat ekonomi. Program ini
melibatkan masyakat desa sebagai kader desa. Kader Keamanan Pangan
Desa (KKPD) adalah anggota komunitas desa/kelurahan yang terlatih
dan bersertifikat di bidang keamanan pangan serta ditugaskan oleh
Kepala Desa/Lurah sebagai Kader Keamanan Pangan Desa dan
mempunyai tugas sebagai pengerak dan pelaksana kegiatan keamanan
pangan, mengikuti pelatihan keamanan pangan, melaksanakan
bimbingan teknis dan fasilitasi keamanan pangan kepada komunitas
desa (BPOM, 2020). Fasilitas Keamanan Pangan dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Komunitas Ritel
Ritel atau retail miliki arti eceran atau perdagangan eceran dan
merupakan salah satu mata rantai yang signifikan akan
mempengaruhi keberlansungan rantai pasokan produk pangan
(food supply chain) dari produsen ke konsumen akhir
(Mar'atussolihah D dan Santoso W, 2019).

Menurut (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha


Tahun 2020) Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB) adalah
acuhan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan
oleh sarana ritel pangan dan dalam rangka pengawasan keamanan
pangan di sarana ritel pangan. Berikut adalah Pedoman CRPB:
1. Sumber Daya Manusia
2. Rancang Bangun dan Fasilitas Ritel Pangan
3. Pembersihan dan Sanitasi Serta Pemeliharaan Fasilitas Ritel
Pangan
4. Penerimaan dan Pemeriksaan Pangan
5. Penyimpanan Pangan
6. Penyiapan, Pengemasan, dan Pelabelan Produk Pangan
7. Penyusunan, Pemajangan, dan Penyerahan Pangan pada
Konsumen
8. Produk Kedaluwarsa dan Pengaturan Rotasi Stok Pangan
9. Penyimpanan dan Penggunaan Bahna Kimia Beracun (Zat
Pembersih dan Sanitasi, Pestisida) untuk Pemeliharaan Sarana
Ritel Pangan
10. Pencatatan dan Dokumentasi

Peredaran komoditas dan arus barang dari berbagai negara ke pasar


Indonesia harus seimbang dengan kesadaran produsen untuk
menyediakan barang yang memiliki kualitas dan jaminan bagi
konsumen. Begitu pula, konsumen dalam negeri hendaknya
memiliki kesadaran dalam mengonsumsi produk lokal maupun
produk impor. Untuk menjamin keamanan pangan yang telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
keamanan, mutu dan Gizi Pangan maka di perlukan edukasi
keamanan pangan ritel yang mampu meningkatkan kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan sesuai pada
pasal 8 disebutkan bahwa pedoman cara ritel pangan yang baik
adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan.
Pada prinsipnya peraturan cara ritel pangan yang baik ini
merupakan kegiatan tempat penjualan pangan baik ditoko modern
maupun pasar tradisional, agar pangan yang diperdagangkan dan
diperjualbelikan terjaga mutu dan aman untuk dikonsumsi (Maulidia
R, 2018).

b. Komunitas Sekolah
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) merupakan makanan atau
minuman dari hasil olahan atau cara tertentu yang langsung
disajikan, dijual dan dikonsumsi tanpa pengolahan lebih lanjut.
Usia sekolah merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
anak menuju masa remaja, sehingga asupan zat gizi yang cukup
dengan memperhatikan keamanan pangan yang dikonsumsi sangat
penting untuk diperhatikan, termasuk makanan jajanannya.
Keamanan pangan komunitas sekolah sangat penting untuk
diperhatikan karena lebih dari 99% anak sekolah jajan di sekolah
untuk memenuhi kebutuhan energinya saat berada di sekolah
(Naning Retnowati N dkk, 2018).

Anak sekolah merupakan pihak yang paling bersinggungan dengan


makanan jajanan. Karena itu orangtua harus memberikan
pengetahuan kepada anak mengenai makanan jajanan, karena
biasanya pengetahuan anak tentang jajanan sekolah masih sangat
minim. Selain orangtua, para penjaja juga berperan dalam
penyediaan pangan yang sehat dan bergizi serta terjamin
keamanannya (Helper Sahat P. Manalu1* dan Amir Su’udi, 2016).

Menurut (BPOM, 2013) Jenis-jenis pangan jajanan anak sekolah


yaitu:
1. Makanan Utama
Kelompok makanan utama ini merupakan makanan yang
sifatnya mengenyangkan seperti nasi goreng, bakso, mie ayam,
dan lontong.
2. Camilan
Camilan merupakan makanan yang dikonsumsi diluar makanan
berat. Camilan dibagi atas dua bagian yaitu camilan kering
(Jagung, keripik dan kue kering) dan camilan basah (kue lapis,
donat dan jelly).
3. Minuman
Minuman yang paling sering di konsumsi oleh penjajah jajan
anak sekolah yaitu minuman dalam bentuk kemasan seperti teh,
susu, dan minuman bersoda, dan minuman dalam bentuk
kemasan gelas seperti air putih, minuman campur (es cendol, es
campur, es buah, es doger, jus buah, es krim)
4. Jajanan Buah
Jajanan anak sekolah yang berupa buah yaitu buah yang masih
utuh atau buah yang sudah dikupas contohnya buah manggis dan
buah jeruk dan buah dipotong pepaya, nanas dan semangka.

G. Metode Penelitian
G.1 Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian studi intervensi tentang
keamanan pangan dengan menggunakan rancangan pre-post tes one
group design. Dan terdiri dari 3 tahap:
a. Tahap pertama berupa assesmen awal sebelum intervensi (pre-
intervensi) yaitu mengetahui situasi dan kondisi awal keamanan
pangan khususnya pengetahuan, sikap dan perilakuk keamanan
pangan pada kelompok sasaran ritel dan sekolah.
b. Tahap kedua melakukan intervensi keamanan pangan terhadap
kelompok sasaran komunitas dan kader ritel dan sekolah dalam
bentuk pelatihan kader dan bimbingan teknis untuk pemberdayaan
komunitas atau monitoring keamanan pangan desa Kecamatan
Ampibabo.
c. Tahap ketiga mengevaluasi keberhasilan intervensi keamanan
pangan yaitu menilai meningkatan dari pengetahuan, sikap dan
perilaku keamanan pangan pada kelompok sasaran sekolah dan ritel.

G.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi

Penelitian dilakukan di Desa Kecamatan Ampibabo, Kabupaten


Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada Februari- Oktober 2021.

c. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah ritel dan sekolah kelompok


sasaran program keamanan pangan desa Kecamatan Ampibabo.
Dan sampel pada penelitian ini adalah komunitas ritel dan
komnitas sekolah kelompok sasaran program keamanan pangan
desa Kecamatan Ampibabo.

d. Kriteria inklusi

1. Responden pada saat survei pre intervensi harus sama dengan


responden pada saat survei post intervensi.
2. Pengambilan data dilakukan dengan cara memberikan
kuesioner kepada responden untuk diisi secara mandiri dan
wawancara. Kuesinoner untuk kader terdiri dari kuesioner
kader sekolah dan kuesioner kader masyarakat. Dan Kuesioner
untuk komunitas terdiri dari kuesioner komunitas sekolah
siswa dan guru dan kuesioner ritel.
3. Pengambilan data pre intervensi dilakukan sebelum pelatihan
kader keamanan pangan desa untuk kader dan sebelum
dilakukan bimbingan teknis keamanan pangan untuk
komunitas.
4. Pengambilan data pasca intervensi untuk kader dan komunitas
dilakukan ditahun berjalan yaitu setelah kegiatan fasilitasi
selesai. Pengambilan data dapat dilakukan pada saat kegiatan
monitoring dan evaluasi.

e. Variabel
Variabel yang diteliti terdiri dari :
1. Karakterisitik sosio-demografis yang terdiri dari :
a. Desa stunting / desa non-stunting (ditetapkan oleh
Gubernur/Walikota/Bupati)
b. Suku bangsa
c. Gender
d. Umur
e. Pendidikan
f. Pekerjaan
g. Status pernikahan
h. Status sosio ekonomi
2. Karakteristik PSP (Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku) yang terdiri dari :
a. Aspek pengetahuan keaman pangan
b. Aspek sikap keamanan pangan
c. Aspek perilaku keamanan pangan
3. Saranan Kondisi
a. Komunitas Sekolah
b. Komunitas Ritel

f. Teknik Pengumpulan data


1. Pengisian kuesioner secara mandiri oleh responden untuk
mendapat informasi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku
komunitas ritel dan komunitas sekolah terkait dengan
keamanan pangan.
2. Observasi langsung untuk mengamati kondisi sarana dan
tempat kelompok sasaran kantin sekolah dan warung ritel.

g. Analisis Data
Kegiatan analisis data mencakup:
1. Analisis data univariat mencakup perhitungan dan penyajian
distribusi frekuensi (presentase) dan nilai tendensi sentral
(mean dan median), dispersi (minimum dan maksimum,
standar deviasi, 95% confidence interval) dari variabel-variabel
studi (variabel sosio-demogfafis, pengetahuan, sikap dan
perilaku dan hasil observasi sarana.
2. Analisis data bivariat dengan menggunakan t-tes dan X2 tes
antar variabel sebagai berikut:
a. Mengukur asosiasi antara karakteristik sosio-demografis
(umur, jenis kelamin, pendidikan) dan karakteristik PSP
(Pengetahuan, sikap dan perilaku).
b. Mengukur perbedaan proporsi nilai benar dari
karakteristik PSP (Pengetahuan, sikap dan perilaku) pada
saat pre-intervensi dan post-intervensi.
c. Analisis statistik dapat menggunakan paket statistik yang
umum dipergunakan SPSS.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai