Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK

TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA DI

MASA PANDEMI COVID- 19 DI KOTA JAYAPURA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk memenuhi syarat pelaksanaan penelitian

Oleh :

TIARA MEDYATRIS FRISMAYANTI GADI

NIM : 20180811024030

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Virus SARS-CoV-2 yang diawali di kota wuhan, Tiongkok yang kini

menyebabkan pandemi yang menyebar luas ke seluruh dunia dan menyebabkan

semua orang dirumah dan menyebabkan masalah kesehatan ,salah satunya

peningkatan obesitas selama pandemi covid-19. Katsoulis et al (2020). Akibat

pandemi covid masyarakat banyak menghabiskan waktu sebagian besar dirumah

dan hal ini yang menyebabkan peningkatnya pola makan dan juga kurangnya

aktifitas fisik yang di lakukan hal ini dapat menyebabkan bertambahnya berat

badan samapai menjadi obesitas.

Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan

yang berisiko bagi kesehatan. Kegemukan dan obesitas merupakan faktor resiko

terjadinya penyakit kronis seperti diabetes, jantung dan kanker (WHO, 2019).

Obesitas juaga dapat terjadi akibat asupan lemak dan juga gula yang tinggi yang

mengakibatkan penumpukan lemak apabila hasil yang dimasukan tersebut tidak

dikeluarkan secara maksimal dan akan terjadi penumpukaan lemak hingga terjadi

obesitas selain itu rendahnya aktifitas fisik juga sangat berpengaruh (WHO2020).

Hingga hari ini obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang dinyatakan

oleh WHO sebagai sebuah epidemic global. Dari total populasi di didunia dengan

masalah obesitas kini mencapai kurang lebih 30% atau sekitar 2,1 miliar
penduduk yang mengalami obesitas di dunia (Ayu & K, 2017). Menurut data

Badan Kesehatan Dunia (WHO) di dunia lebih dari 340 juta anakanak dan remaja

berusia 5-19 mengalami kelebihan berat badan atau obesitas pada tahun 2016 (Ni

Made Ayu,dkk,2018)

Indonesia dari data WHO (2017) menunjukan bahwa prevalensi obesitas

di indonesia sebesar 6,9%. Sedangkan pada remaja sendiri menunjukan data

prevalensi obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun, dan 13,5% pada

remaja usia 16-18 tahun. Jika masalah obesitas ini terjadi pada remaja akan

beresiko untuk berlanjut hingga dewasa (Riskesdas, 2018).

Sedangkan di Papua sendiri data obesitas prevalensinya sebesar 15,31 %

pada usia 5-12 tahun, usia 13-15 sebesar 6,70%, dan usia 16-18 sebesar 4,52%.

Sedangkan presentase menurut jenis kelamin pada usia 5-12 tahun laki-laki

sebesar 17,04% dan perempuan usia 5-12 tahun sebesar 13,41%. Presentase

obesitas usia 13-15 pada laki-laki 6,76% dan perempuan usia 13-15 6,64%, dan

presentase obesitas pada usia 16-18 tahun laki-laki 4,94% dan perempuan usia 16-

18 4,08%. Kota Jayapura sendiri prevalensi obesitas pada usia 5-12 tahun sebesar

7,12%, usia 13-15 tahun 78,42%, dan usia 16-18 74,92% (Riskesdas,2018).

Pengaruh pola makan yang berlebihan dan tinggi energi khususnya pada

remaja cenderung akan mengakibatkan terjadinya peningkatan berat badan bahkan

bisa mengakibatkan obesitas. Selain itu kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan

akan mempengaruhi bertambahnya berate badan hingga obesitas maka dari itu

melakukan aktivitas fisik sangat penting untuk membantu mengoptimalakan


komposisi tubuh termasuk dapat mencegah berat badan berlebih dan juga obesitas.

Maka masalah obesitas masih menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat

khususnya pada remaja yang dimana mereka kurang mengontrol pola makan

mereka dan selama masa pandemii berlangsung aktivitas menjadi terbatas dan itu

menjadi suatu masalah karena asupan energi yang masuk tidak sama dengan

energy yang di keluarkan dan akan menimbulkan penimbunan lemak dan berat

badan bertambah hingga terjadi obesitas. Maka dari itu masalah obesitas ini harus

menjadi perhatian agar angka kejadian obesitas khusunya pada remaja setidaknya

tidak bertambah di tahun berikutnya.

Berdasarkan studi literature yang telah peneliti sampaikan diatas, peneliti

meresa tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Pola

Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Peningkatan Obesitas Pada Remaja

Di Masa Pandemi Covid- 19 Dikota Jayapura”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah

sebagai berikut : Bagaimana pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap

peningkatan obesitas.
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap

peningkatan obesitas pada remaja dimasa pandemi covid-19 di Kota Jayapura.

2.3.1 Tujuan Khusus

1. Distribusi frekuensi pola makan remaja berdasarkan usia dan jenis

kelamin di kota Jayapura.

2. Distribusi frekuensi aktivitas fisik remaja berdasarkan usia dan

jenis kelamin di Kota Jayapura.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan sehingga

diharapkan dapat berguna untuk mencegah obesitas pada remaja menjadi

berkurang khususnya di Kota Jayapura, dan di harapkan penelitian ini

dapat bermafaat bagi peneliti selanjutnya.

2. Institusi Pendidikan

Semoga informasi yang di peroleh dapat digunakan sebagai bahan

untuk pertimbangan atau di masukan ke instansi yang terkait didalam

pengelolaan data tentang obesitas pada remaja.

3. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi tentang pengaruh pola makan dan

aktivitas fisik terhadap peningkatan obesitas khususnya pada remaja di

masa pandemi covid.

4. Peneliti Selanjutnya

Semoga hasil penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai

bahan informasi dalam penelitian selanjutnya atau sumber bacaan ilmiah

untuk penelitian berikut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola makan

2.1.1 Pengertian Pola Makan

Pola makan merupakan susunan makanan yang mencakup jenis

dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang secara umum

dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu (Sirajuddin, 2018).

Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang

untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap

pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial ( Riska, 2021).

Penerapan pola makan dengan gizi seimbang menekankan pola

konsumsi pangan dalam jenis, jumlah dan prinsip keanekaragaman pangan

untuk mencegah masalah gizi. Komponen yang harus dipenuhi dalam

penerapan pola makan gizi seimbang mencakup cukup secara kuantitas,

kualitas, mengandung berbagai zat gizi (energi, protein,vitamin dan

mineral), serta dapat menyimpan zat gizi untuk mencukupi kebutuhan tubuh

(Izwardi,2016 dalam Rotua Suryani,dkk, 2021).

Dengan pola makan sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna untuk

mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang

optimal(Maya Amaliyah,dkk,2020) .
2.1.2 Kompenen pola makan

Menurut Maya Amaliyah,dkk,(2020) Pola makan terdiri dari tiga komponen

sebagai berikut:

1. Jenis makan

meliputi makanan pokok yang dikonsumsi setiap kali terdiri dari

makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah yang

dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah sumber makanan utama

bagi masyarakat yang tinggal di Indonesia dimana setiap daerah

memiliki makanan utama yang berbeda-beda seperti beras, jagung,

sagu, umbi-umbian, dan tepung.

2. Frekuensi makan

berkaitan dengan beberapa kali individu mengkonsumsi makanan dalam

sehari yang terdiri dari makan pagi, makan siang, makan malam dan

makan selingan. Sedangkan berdasarkan frekuensi makan merupakan

keseringan atau berulang kalinya individu makan (utama dan kudapan)

dalam sehari. Umumnya seseorang makan tiga kali sehari (makan pagi,

makan siang dan makan malam), namun pada beberapa situasi

terkadang frekuensi makan individu dapat melebihi tiga kali.

3. Jumlah makan

berkaitan dengan banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap

orang atau setiap individu dalam kelompok.


2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan yaitu sebagai

berikut:

1. Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembetukan perilaku makan

berupa lingkungan keluarga dan juga promosi dari media elektronik

dan social media (Sulistyoningsih, 2011dalam Reza Nisa, 2020).

2. Ekonomi

Ekonomi sangalah berpengaruh untuk menentukan pola makan yang

berkualitas untuk dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi dapat

mencakup kekurangan daya beli dengan kurangnya pola makan

masyarakat sehingga pemilihan satu bahan makanan lebih di dasarkan

dalam Petimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecendrungan

untuk mengkonsumsi makanan impor (Sulistyoningsih, 2011dalam

Reza Nisa, 2020).

3. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang

dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan

dan penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011dalam Reza

Nisa, 2020).

2.1.4 Pola makan seimbang

Pola makan seimbang adalah suatu cara untuk mengatur pola makan jenis

dan jumlah yang di butuhkan oleh tubuh. Makan bukan hanya sekedar kenyang
tetapi harus mengukur berapa yang di butuhlkan oleh tubuh dan oleh sebab itu

kita harus memahami gizi yang seimbang yang di sebut juga isi piring ku. Dalam

satu porsi sajian, terdapat sayur - sayuran dan buah - buahan hendaknya memiliki

porsi separuh bagian piring setiap makan. Sementara itu, separuh bagian priring

lainnya diisi dengan makanan pokok sumber karbohidrat dan lauk – pauk yang

banyak mengandung protein (Kemenkes, 2021).

2.2. Aktivitas Fisik

2.2.1 Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas Fisik adalah segala macam gerak yang membutuhkan energi.

Aktivitas fisik secara teratur telah lama dianggap sebagai komponen penting dari

gaya hidup sehat (Andriana, 2018). Aktivitas Fisik adalah semua pergerakan

tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka dan akan meningkatkan pengeluaran

energy (Ariyanti, 2018).

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang

memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik adalah salah satu cara untuk

meningkatkan kebutuhan energi, karena jika jumlah aktivitasnya rendah maka

akan terjadi kelebihan berat (Irawan et al., 2020).

WHO mendefinisikan aktivitas fisik sebagai setiap gerakan tubuh yang

dihasilkan oleh otot rangka yang membutuhkan energi. Aktivitas fisik dibagi

menjadi 3 kategori, yaitu aktivitas fisik ringan, sedang dan berat (WHO, 2018).
2.2.2 Jenis-jenis aktivitas fisik

Menurut (Nurmalina, 2011 dalam Jihanzata, 2020) aktivitas fisik di bagi

menjadi 3 yaitu ringan, sedang , dan berat :

1. Aktivitas fisik ringan

Hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak mengalami

perubahan pada pernapasan dan juga ketahanan (endurance).

Contoh: berjalan, menyapu, mencuci baju atau piring, mencuci

kendaraan, berdadan, duduk, nonton TV,main komputer, belajar,

2. Aktivitas sedang

Dibutuhkan tenaga intens atau terus menerus, Gerakan otot yang berirama

atau kelenturan (flexibility).

Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain hewan peliharaan,

bersepeda, bermain music dan jalan cepat.

3. Aktivitas berat

Biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan

(strength) serta membuat keringat.

Contoh: berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri (misalnya karate,

taekwondo, pencak silat) dan outbound)

2.2.3 Manfaat aktivitas fisik

Aktivitas fisik merupakan kegiatan yang di lakukan oleh tubuh dengan

pergerakan otot-otot rangka dan akan mengeluarkan energi. Aktivitas fisik

menurut Erwanto(2017) dalam Ridho (2021) aktivitas fisik yang baik akan

memberikan mafaat untuk tubuh seperti:


a. Memperlambat proses penuaan

b. Lebih ceria

c. Mengurangi risiko penyakit jantung

d. Menghindari stress

e. Meningkatkan percaya diri

f. Tidak mudah lelah

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik

Menurut Karim,(2010) dalam Yani (2021) ada beberapa faktor yang dapat

mempengruhi aktivitas fisik yaitu :

a. Umur

Aktivitas fisik remaja dewasa meningkat sampai mencapai

maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudiam terjadi penurunan

kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1%

per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat

dikurangi sampai separuhnya

b. Pola Makan

Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena

bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh

akan mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegitan seperti

olahraga atau menjalankan aktivitas yang lain.

c. Penyakit / Kelainan pada tubuh

Pada tubuh Berpengaruh terhadap kapasitas jantung, paru, postur

tubuh, kejadian obesitas, hemoglobin atau sel darah dan serat otot.
Bila ada kelainan pada tubuh seperti diatas maka akan

mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan. Seperti kekurangan

sel darah merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan untuk

melakukan olahraga yang berat. Obesitas juga menjadikan kesulitan

untuk melakukan aktvitas fisik di karenakan berat badan yang

berlebih.

2.2.6 Pengukuran aktivitas fisik

Menurut Ninik (2020) pengukuran aktivitas fisik di bagi menjadi beberapa

yaitu sebagai berikut:

1. Mode atau tipe

Merupakan aktivitas fisik yang dilakukan. (contoh: berjalan,

berkebun, bersepeda).

2. Frekuensi

Merupakan jumlah sesi aktivitas fisik (per hari atau per minggu)

dalam konteks tertentu.

3. Durasi atau waktu

Merupakan lamanya saat melakukan aktivitas fisik (menit atau jam)

selama jangka waktu tertentu.

4. Intensitas

Merupakan tingkat pengeluaran energi yang merupakan indikator

dari kebutuhan metabolik dari sebuah aktivitas (hasil aktivitas fisik

dalam peningkatan pengeluaran energi diatas tingkat istirahat, dan


tingkat pengeluaran energi berhubungan langsung dengan intensitas

aktivitas fisik).

2.3.6 Aktivitas fisik pada remaja

menurut WHO (2017) aktivitas fisik yang kurang dapat mengakibatkan

terjadinya berbagai penyakit salah satunya yaitu obesitas. Sehingga WHO

merenkomendasikan bagi anak-anak khususnya pada remaja melakukan

aktivitas fisik dengan jumlah 60 menit sehari agar memberikan mafaat bagi

kesehatan. Selain itu juga dapat melakukan beberapa kegiatan yang dapat

menguatkan otot tulang 3 kali per minggu.

2.3. Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Masa remaja dari sisi psikologis, yaitu merupakan masa transisi atau

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang diawali dengan

pubertas. Pada masa ini terjadi berbagai perubahan, baik dari segi fisik, sosial,

maupun emosional, yang diawali oleh datangnya haid perempuan dan mimpi

basah pertama laki-laki (Irianti dkk, 2011 dalam Elsa Cindrya,2019).

Masa remaja seperti yang di katakan oleh WHO adalah penduduk yang

dimana rentang usianya dari 10-19 tahun. Sedangkan peraturan Menteri

Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014 di tuliskan bahwa remaja adalah

penduduk usia rentang usia 10-18 (Amita,2018).

Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun

dan belum menikah. Masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari
anak menuju masa dewasa. Pada masa ini begitu pesat mengalami pertumbuhan

dan perkembangan baik itu fisik maupun mental.

2.3.2 Tahapan pada remaja

Menurut Amita (2018) ada beberapa tahapan remaja yaitu diantaranya:

1. Pra Remaja (11 atau 12-13 atau 14 tahun)

Pra remaja ini mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya

satu tahun. untuk laki-laki usia 12 atau 13 tahun - 13 atau 14 tahun.

Dikatakan juga fase ini adalah fase negatif, karena terlihat tingkah laku

yang cenderung negatif. Fase yang sukar untuk hubungan komunikasi

antara anak dengan orang tua. Perkembangan fungsi – fungsi tubuh juga

terganggu karena mengalami perubahan – perubahan hormonal yang dapat

menyebabkan perubahan suasana hati yang tak terduga.

2. Remaja Awal (13 atau 14 – 17 tahun)

Pada fase ini perubahan – peruahan terjadi sangat pesat dan mencapai

puncaknya ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam

banyak hal terdapat pada usia ini. Ia mencari identitas diri karena masa ini

statusnya tidak jelas.Pola-pola hubungan sosial mulai berubah.

Menyerupai orang dewasa muda, remaja sering merasa berhak untuk

membuat keputusannya sendiri. Pada masa perkembangan ini, pencapaian

kemandirian dan identitas sangat menonjol, pemikiran semakin logis,

abstrak dan identitas dan semakin banyak waktu diluangkan diluar

keluarga.

3. Remaja Lanjut ( 17 – 20 atau 21 tahun )


Dirinya ingin menjadi pusat perhatian, ia ingin menonjolkan dirinya

caranya lain dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita – cita tinggi,

bersemangat dan mempunyai energi yang besar. Ia berusaha memantapkan

identitas diri dan ingin mencapai ketidakergantungan emosional.

2.4. Obesitas

2.4.1 Definisi Obesitas

Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya

ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan

kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya (Irmayanti, 2020).

Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak

berlebih di dalam tubuh. Obesitas diketahui menjadi salah satu faktor risiko

munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan stroke

(Sofa Amerta,2018).

Obesitas juaga dapat terjadi akibat asupan lemak dan juga gula yang

tinggi yang mengakibatkan penumpukan lemak apabila hasil yang

dimasukan tersebut tidak dikeluarkan secara maksimal dan akan terjadi

penumpukaan lemak hingga terjadi obesitas selain itu rendahnya aktifitas

fisik juga sangat berpengaruh (WHO, 2020).

2.4.2 Etiologi Obesitas

Penyebab yang mendasari terjadinya obesitas adalah ketidak

seimbangan energi antara energi yang masuk dengan energy yang keluar.

Tetapi juga ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dari obesitas sendiri

yaitu:
1. Faktor lingkungan

Lingkungan ini mencakup pola gaya hidup/ perilaku seseorang.

Bagaimana gaya hidup orang- orang yang berada disekitar kita secara

tidak langsung akan mempengaruhi gaya hidup seseorang, seperti apa

saja yang dikonsumsi, bagaimana porsinya dan frekuensi makannya,

serta seperti apa aktivitasnya (Puspitasari, 2018).

2. Faktor aktivitas fisik

Kurangnya aktivitas fisik menjadikan salah satu penyebab

meningkatnya obesitas. Asupan yang berlebihan dengan

ketidakseimbangan aktivitas fisik yang kurang akan menimbulkan

penimbunan lemak didalam tubih sehingga dapat mengalami obesitas

(Atika, 2021).

3. Faktor pola makan

Pola makan juga sangat mempengaruhi terjadinya obesitas kerena

pola makan yang buruk dan juga porsi makan yang besar dan tidak

memeperhatikan nutrisi dan juga karbohidrat yang di butuhkan oleh

tubuh. Kebanyakan dari mereka mengonsumsi makanan tinggi

energi,lemak dan juga serat yang sangat sedikit. Pola makan berlebih

berbanding lurus dengan peningkatan jumlah energi, yang apabila

tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan menyebabkan

penumpukan jaringan adipose (Debby, 2020)

4. Faktor umur
Faktor obesitas juga dapat di tentukan oleh umur dan paling sering

terjadi pada anak-anak dan juga remaja. Menurut data Riskesdas 2018

di Indonesia sendiri untuk anak umur 5-12 tahun data sebesar 9,2 %,

remaja usia 13-15 tahun data sebesar 4,8%, dan kelompok remaja usia

16-18 tahun data sebesar 4,0% yang mengalami obesitas. Dapat

disimpulkan bahwa obesitas ini biasanya terjadi dari masa kanak-

kanak hingga remaja bahkan juga bisa sampai dewasa.

5. Faktor jenis kelamin

Obesitas juga dapat dibedakan dari jenis kelamin laki-laki dan

perempuan. Perempuan sedikit lebih gemuk dari pada laki-laki pada

saat kelahiran sampai anak-anak. Komposisi tubuh berbeda nyata

antara laki-laki dan perempuan selama remaja. Pada laki-laki 11%

dari berat badan adalah merupakan jaringan subkutan dan pada wanita

18% dari berat badan adalah merupakan jaringan subkutan. Anak

perempuan lebih banyak menyimpan lemak, sedangkan anak laki-laki

lebih banyak massa otot dan tulang (Vina, 2018).

2.4.3 Tipe Obesitas

Menurut Vina (2018) obesitas terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

1. Tipe Hyperplastik

Kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih banyak

dibandingkan keadaan normal tetapi ukuran sel-selnya tidak bertambah

besar. Kegemukan ini biasanya terjadi pada masa anak-anak.


2. Tipe Hypertropik

Kegemukan ini terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar

dibandingkan dengan keadaan normal, tetapi jumlah sel tidak

bertambah banyak dari normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia

dewasa. Usaha untuk menurunkan berat badan pada kondisi ini lebih

mudah dibandingkan kegemukan tipe hyperplastik.

3. Tipe Hyperplastik dan Hypertropik

Kegemukan terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi

normal. Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah derajat

hypertropik mencapai maksimal dengan perantaraan suatu sinyal yang

dikeluarkan oleh sel lemak yang mengalami hypertroik. Kegemukan

ini bisa dimulai pada anak-anak dan berlangsung terus sampai dewasa.

Upaya untuk menurunkan berat badan paling sulit dan resiko tinggi

untuk terjadi komplikasi penyakit.

Sedangkan bentuk obesitas yang di bedakan dari distribusi lemak dalam tubuh

menurut Shintia (2021) adalah :

1. Tipe Android ( buah apel)

Tipe android biasanya terjadi pada pria, Penumpukan lemak terjadi

pada bagian tubuh atas atau lebih tepatnya dibawah kulit dinding perut

dan rongga perut, sekitar dada, pundak, leher dan muka

2. Tipe Ginoid (buah pear)

Tipe ginoid sering diderita oleh wanita dengan kelebihan lemak pada

tubuh bagian bawah, Tipe ini juga disebut sebagai obesitas perifer
karena lemak yang berkumpul di pinggir tubuh, yaitu di pinggul dan

paha.pinggul, paha, pantat. Tipe ini juga disebut sebagai obesitas

perifer karena lemak yang berkumpul di pinggir tubuh, yaitu di

pinggul dan paha. Tipe ini relative lebih aman dibanding tipe android

sebab timbunan lemak umumnya bersifat tak jenuh, namun sulit untuk

menurunkan lemak badan.

2.4.4 Penentuan Obesitas

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)

perhitungan yang didapatkan dengan membagi massatubuh 14 dalam

kilogram terhadap kuadrat tinggi badan dalam meter (Kg/m2 ). IMT

dapat dibagi menjadi kekurangan berat badan, berat badan normal,

kelebihan berat badan, dan obesitas. Nilai IMT merupakan salah satu

pengukuran, yang dilihat untuk menilai risiko mengalami suatu

penyakit kronis, seperti jantung dan diabetes (Gesti, 2018).

Menurut Kemenkes 2018 penentuan kategori obesitas di tentukan

melalui rumus IMT yaitu:

IMT⹀ Berat badan( kg)


2
Tinggi badan (M)

IMT KATEGORI

<18,5 Berat badan kurang

18,5- 22,9 Berat badan Normal

≥ 23,0-24,9 Kelebihan Berat badan (overweight)


dengan resiko

25-29,9 Obesitas

≥ 30 Obesitas II

2.4.5 Resiko Obesitas

Obesitas memiliki dampak negative yang sangat banyak dan bukan

hanya dari segi kesehatan tetapi aspek sosial juga. Dari segi kesehatan

menurut Kemenkes RI (2019) obesitas menyebabkan resiko:

1. penyakit jantung koroner

2. stroke

3. diabetes mellitus

4. tekanan darah tinggi

5. risiko tinggi terjadinya kanker

6. peningkatan lemak dalam darah

Sedangkan dari aspek sosial,menurut Kemenkes RI(2019) obesitas akan

menyebabkan beberapa resiko yaitu seperti:

1. Gerak tubuh menjadi lamban yang di akibatkan badan yang terasa

berat dan hal itu akan mempengaruhi dalam aktivitas sehari-hari dan

juga di tempat kerja

2. Menurunnya rasa percaya diri dikerenakan ukuran tubuh yang besar

dan hal ini sering terjadi di kalangan wanita.


3. Penarikan diri dari pergaulan dikarenakan rasa kurang percaya diri

yang di rasakan mereka yang mempunyai tubuh yang besar akan

membatasi pergaulan mereka karena mereka merasa tidak sepadan

dengan lingkungan sekitar mereka dan hal ini sering terjadi di

kalangan remaja bahkan sampai wanita dewasa.

2.4.6 Obesitas pada remaja

Obesitas di kalangan remaja menjadi permasalahan yang cukup

merisaukan karena membuat sebagian dari remaja menjadi kurang percaya diri

dikarenakan tubuh mereka yang besar. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi obesitas salah satunya yaitu:

1. pola makan

pola makan yang berlebihan menjadi salah satu faktor terjadinya obesitas

terutama di kalangan remaja yang kurang memperhatikan pola makan

mereka. Mereka lebih memilih makanan yang tinggi akan lemak dan

kurangnya serat. Serta tidak memperhatikan porsi makananan yang mereka

butuhkan.

2. aktivitas fisik

aktivitas fisik yang kurang, terlebih pada remaja yang pola makan yang

berlebihan sehingga tidak seimbang dengan energi yang masuk dengan

energi yang keluar hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan lemak

sehingga dapat mengekibatkan obesitas. Masa pandemi juga menjadi salah

satu penyebab aktivitas fisik menjadi terbatas kerena hanya di rumah saja

hal ini menjadi faktor terjadinya penumpukan lemak dan pada remaja
mereka hanya menghabiakan waktu di depan laptop maupun tv dan

mengakibatkan kurangny aktivitas fisik.

2.4.7 Pencegahan Obesitas Pada Remaja

Resiko obesitas pada remaja dapat dicegah dan dikurangi dengan cara

mengubah gaya hidup yang tidak sehat menjadi gaya hidup yang lebih sehat.

Berikut ini merupakan beberapa gaya hidup sehat yang dapat diterapkan

sebagai upaya pencegahan obesitas menurut Devi (2018) :

1. Rajin Beraktivitas dan Berolahraga

Obesitas dapat dicegah dengan cara tidak menerapkan gaya hidup kurang

gerak atau yang biasa disebut dengan sedentary life style serta aktif

melakukan kegiatan olahraga. Olahraga yang dianjurkan merupakan

olahraga yang bersifat aerobik atau menggunakan oksigen dalam

pembentukan energinya.

2. Pola makan

merupakan perilaku paling penting dalam mempengaruhi keadaan gizi

seseorang. Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu

dan masyarakat (Persagi dan Asdi, 2019). Dalam satu porsi sajian,

terdapat sayur - sayuran dan buah - buahan hendaknya memiliki porsi

separuh bagian piring setiap makan. Sementara itu, separuh bagian priring

lainnya diisi dengan makanan pokok sumber karbohidrat dan lauk – pauk

yang banyak mengandung protein (Kemenkes, 2021).

3. Mengurangi Konsumsi Fast Food dan Cemilan


Fast food dan cemilan merupakan makanan yang banyak mengandung

gula, lemak dan garam. Konsumsi fast food dan cemilan yang berlebih

menyebabkan risiko obesitas meningkat.

4. Mengatur Pola dan Waktu Tidur

Remaja yang mempunyai pergaulan yang luas harus pintar mengatur

waktu dalam berkegiatan tidak terkecuali waktu dan pola tidur. Waktu dan

pola tidur berkaitan erat dengan kejadian obesitas. Saat tidur kebutuhan

energi akan berkurang karena minim aktivitas (Safitri, A. M., 2018)


2.5. Kerangka Teori

Pola makan

1. Pengertian
2. Komponen pola
makan
3. Faktor yang
mempengaruhi pola Obesitas
makan
4. Pola makan seimbang 1. Pengertian
2. Etiologi
3. Tipe obesitas
4. Penetuan
obesitas
Aktivitas fisik
5. Resiko
1. Pengertian obesitas
2. Jenis aktivitas fisik 6. Obesitas
3. Manfaat aktivitas pada remaja
fisik 7. Pencegahan
4. Faktor yang
mempengeruhi
aktivitas fisik
5. Pengkuran aktivitas
fisik
6. Aktivitas fisik pada Obesitas pada remaja
remaja
1. Pola makan
2. Aktivitas fisik
Remaja

1. Pengertian remaja OBESITAS


2. Tahapan remaja

Gambar 2.5 Kerangka Teori


Pengaruh Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Pada
Remaja Di Masa Pandemi Covid- 19 Di Kota Jayapura

Anda mungkin juga menyukai