Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wanita yang telah mencapai usia baligh, secara normal akan mendapatkan
menstruasi setiap bulannya. Akan tetapi, kondisinya belum tentu sama antar
wanita satu dengan yang lainnya. Beberapa dari mereka mengalami kondisi yang
normal. Namun, sebagian yang lain memiliki masalah-masalah seputar menstruasi
yang cukup menganggu aktivitasnya (Nasution dan Aritonang, 2015).

Seorang wanita yang telah mengalami menstruasi maka pada tahun-tahun


awal menstruasi merupakan periode yang rentan terhadap terjadinya gangguan
menstruasi. 75% wanita pada tahap remaja akhir mengalami gangguan yang
terkait dengan menstruasi. Menstruasi yang tertunda, tidak teratur, nyeri, dan
perdarahan yang banyak (Lubis et al., 2017).

Haid atau menstruasi yang tidak teratur merupakan proses tidak


seimbangnya hormone pada sistem reproduksi wanita dimana antara hormone
estrogen dan progesterone harus dalam komposisi yang sesuai. Siklus haid yang
normal terjadi setiap 21-35 hari sekali, dengan lama haid berkisar 3-7 hari. Jumlah
darah haid normal berkisar 30-40 ml. Menurut hitungan para ahli perempuan akan
mengalami 500 kali haid selama hidupnya (Ellya, 2010).

Pada populasi di US menunjukkan 19% wanita umur 18-55 tahun


mengalami gangguan dengan menstruasinya, dan juga hasil penelitian di India,
mayoritas dari wanita yang dilaporkan memiliki rata-rata 37,9% mengalami
menstruasi tidak teratur (Sari dan Setiarini, 2013). Sebagian besar perempuan
Indonesia berusia 10-59 tahun mengalami haid yang teratur sebanyak 68% dan
13,7% mengalami haid yang tidak teratur dalam 1 tahun terakhir. Menurut World
Health Organization (WHO) 2014) rata-rata lebih dari 75% perempuan
mengalami gangguan menstruasi. Di swedia sekitar 72%, di Amerika serikat
menunjukan bahwa yang mengalami gangguan menstruasi paling banyak terjadi
yaitu sebanyak 94,9%, terjadi pada remaja umur 12 sampai 17 tahun (Omdivar
2012). Di korea laporan ketidakteraturan siklus menstruasi pada remaja sebesar
19,4% (Lim et al., 2018).

Di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 memperlihatkan


persentase kejadian ketidakteraturan siklus menstruasi pada usia 10-29 tahun
sebesar 15,2% (Riskesdas, 2010). Sedangkan data Riskesdas 2013
memperlihatkan persentase kejadian ketidakteraturan siklus menstruasi pada usia
10 - 29 tahun sebesar 16,4% (Riskesdas, 2013). Dari data ketidakteraturan siklus
menstruasi dari tahun 2010 ke tahun 2013 terjadi kenaikan sebesar 1,2% dalam
tiga tahun.

Umumnya, terdapat beberapa faktor resiko yang mempengaruhi


keteraturan menstruasi pada mahasiswi.Antara lain adalah, berat badan, aktivitas
fisik, stres, diet, kelainan genetik, paparan lingkungan dan kondisi kerja,
gangguan perdarahan dan lain-lain. Salah satu faktor resiko yang penting pada
mahasiswi yang mempengaruhi keteraturan menstruasi adalah pola makan
(Kusmiran, 2011).

Pandemi covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia mulai bulan Maret
2020 memberikan dampak yang cukup signifikan pada berbagai aspek kehidupan.
Semua pola kehidupan berubah menjadi virtual dan semua aktivitas aktivitas di
luar rumah sangat dibatasi. Kondisi Pandemi ini menyebabkan berbagai
perubahan utamanya terhadap gaya hidup masyarakat Indonesia, tidak terkecuali
perubahan pada pola makan. Perubahan gaya hidup yang terjadi, termasuk
perubahan pada pola makan ini disebabkan adanya kebijakan untuk tetap berada
di rumah dan membatasi kegiatan di luar rumah.

Banyaknya waktu yang dihabiskan di rumah terlepas dari ketersediaan /


tidak tersedianya produk makanan, menyebabkan individu memiliki lebih banyak
waktu untuk memasak dan mengatur makanan mereka. Namun sebagai
konsekuensinya, waktu yang dihabiskan di depan TV ataupun sedentary
lifestylepun lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Menurut hasil penelitian
Boulos, et al (2012) serta penelitian sebeumnya oleh Thompson et al (2008)
menonton TV telah dikaitkan dengan frekuensi ngemil, terutama camilan padat
energi, makanan cepat saji atau minuman soda. Sementara itu, Mittal et al (2011),
menyimpulkan bahwa ngemil sambil menonton televisi berhubungan dengan
promosi konsumsi berlebihan pada waktu makan berikutnya. Studi mengenai
perubahan makan pada masyarakat selama masa Pandemi di Indonesia pun telah
dilakukan. Saragih, (2020) melakukan penelitian terhadap 200 orang responden
yang sebagian besar 41% terdiri dari PNS / Tentara Nasional Indonesia dan
didapatkan Informasi bahwa responden mengalami perubahan kebiasaan makan
sebesar 62,5% dan mengalami peningkatan keragaman konsumsi pangan sebesar
59%.

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran


mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang
dan tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan
akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan (Pratiwi,
2013). Berdasarkan hasil penelitian di India, menemukan bahawa pola makan
buruk mempengaruhi siklus menstruasi, yaitu terdapat 67 orang (69,8%) yang
mengkonsumsi junk foodkurang dari 3 hari/minggu mengalami siklus menstruasi
regular, sementara terdapat 29 orang (30,2%) yang mengkonsumsi junk food
kurang dari 3 hari/minggu mengalami siklus menstruasi yang tidak regular. Selain
junk food, asupan sayur-sayuran dan buah-buahan dalam makanan sehari-hari
juga mengganggu siklus menstruasi, yaitu untuk responden yang asupan sayuran
kurang dari 3 hari/minggu terdapat 10 orang (40%) yang mengalami siklus
menstruasi yang regular, sementara terdapat 15 orang (60%) yang mengalami
siklus menstruasi yang tidak regular dan asupan buah-buahan yang kurang dari 3
hari/minggu terdapat 42 orang (75%) yang mengalami siklus menstruasi regular,
sementara terdapat 14 orang (25%) mengalami siklus menstruasi yang tidak
regular (Audhi, 2015).

Menurut hasil penelitian di Medan, menunjukkan hasil analisis bahwa


mahasiswi dengan pola makan pada kategori kurang, lebih banyak mengalami
siklus menstruasi yang terganggu yaitu 14 orang (58,3%) dan mahasiswi dengan
pola makan pada kategori baik cenderung mengalami siklus menstruasi yang
normal yaitu sebanyak 18 orang (54,5%) dan mahasiswi dengan pola makan lebih
cenderung mengalami siklus menstruasi yang terganggu (Nasution dan Aritonang,
2015).
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin digali peneliti dalam penelitian ini adalah
apakah ada hubungan perubahan pola makan terhadap perubahan siklus
menstruasi di masa pandemi covid-19 yang dialami mahasiswi kebidanan STIKes
Bina Sehat PPNI angkatan 2019?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perubahan pola makan


dengan perubahan siklus menstruasi pada mahasiswi kebidanan STIKes
Bina Sehat PPNI angkatan 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pola makan sebelum dan selama pandemi covid-19 mencakup


asupan kalori mahasiswi kebidanan STIKes Bina Sehat PPNI angkatan
2019.
b. Mengetahui aktivitas harian sebelum dan selama pandemi covid-19 pada
mahasiswi kebidanan STIKes Bina Sehat PPNI angkatan 2019.
c. Mengetahui keteraturan mentruasi dan perubahan siklus menstruasi selama
pandemi covid-19 pada mahasiswi kebidanan STIKes Bina Sehat PPNI
angkatan 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bidang Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk
penelitian lebih lanjut mengenai hubungan perubahan pola makan terhadap
perubahan siklus mentruasi.
b. Bidang Pendidikan
Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berpikir secara
logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian
berdasarkan metode yang baik dan benar.
c. Bidang Pelayanan Masyarakat:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang
benar bagi masyarakat tentang pengaruh pola makan terhadap keteraturan
menstruasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Makan

1. Pola Makan

a. Pengertian Pola makan


Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan
setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas suatu kelompok
masyarakat tertentu (Sulistyoningsih, 2012). Pola makan adalah cara atau
usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud
tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau
membantu kesembuhan penyakit. Pola makan yang sehat selalu mengacu
kepada gizi yang seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai
dengan kebutuhan (Depkes RI, 2014). Pola makan memiliki 3 (tiga)
komponen yaitu jenis, frekuensi dan jumlah makan.
1) Jenis Makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap


hari terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan
buah yang dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah sumber
makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau
sekelompok masyarakat terdiri dari beras, jangung, sagu, umbi-umbian
dan tepung (Sulistyoningsih, 2012).

2) Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah berapa kali makan dalam sehari meliputi


makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes RI,
2014). Frekuensi makan adalah jumlah makan sehari-hari baik kualitatif
dan kuanitatif, secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-
alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam
lambung tergantung sifat dan jenis makanan, jika rata-rata lambung
kosong antara 3-4 jam, jadwal makanpun menyesuaikan dengan
kosongnya lambung (Okviani, 2011).

Pola makan yang baik dan benar mengandung karbohidrat, lemak,


protein, vitamin dan mineral. Pola makan 3 kali sehari yaitu makan pagi,
selingan siang, makan siang, selingan sore, makan malam dan sebelum
tidur. Makanan selingan sangat diperlukan, terutama jika porsi makanan
utama yang dikonsumsi saat makan pagi, makan siang dan makan malam
belum mencukupi. Makan selingan tidak boleh berlebihan karena dapat
menyebabkan nafsu makan saat menyantap makanan utama berkurang
akibat kekenyangan makanan selingan (Sari, 2012).

3) Jumlah Makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan setiap orang


atau setiap individu dalam kelompok. Jumlah dan jenis makanan sehari-
hari merupakan cara makan seorang individu atau sekelompok orang
dengan mengkonsumsi makanan mengandung 8 karbohidrat, protein,
sayuran dan buah. Frekuensi tiga kali sehari dengan makan selingan pagi
dan siang mencapai gizi tubuh yang cukup, pola makan yang berlebihan
dapat mengakibatkan kegemukan atau obesitas pada tubuh (Willy, dkk.,
2011).

b. Pola Makan Seimbang

Pola makan seimbang adalah cara pengaturan jumlah dan jenis makan
dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi, terdiri dari
enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air dan keaneka
ragam makanan. Pola makan seimbang adalah susunan jumlah makanan yang
dikonsumsi mengandung gizi seimbang dalam tubuh dan mengandung dua zat
yaitu zat pembagun dan zat pengatur. Makan seimbang ialah makanan yang
memiliki banyak kandungan gizi dan asupan gizi yang terdapat pada makanan
pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah (Depkes RI, 2014).
Menu seimbang adalah makanan beraneka ragam yang memenuhi
kebutuhan zat gizi dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Makanan
sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-
kacangan, tempe, tahu sedangkan dari hewani adalah telur, ikan, ayam, daging,
susu serta hasil olahan seperti keju. Zat pembangun berperan untuk perkembangan
kualitas tingkat kecerdasan seseorang. Makanan sumber zat pengatur adalah
semua sayur dan buah banyak mengandung vitamin dan mineral yang berperan
untuk melancarkan fungsi organ tubuh (Depkes RI, 2014).

c. Konsumsi Makan

Konsumsi makan adalah susunan makanan yang merupakan kebiasaan


yang dimakan seseorang dalam jenis dan jumlah bahan makanan setiap orang
dalam hari yang dikonsumsi atau dimakan dengan jangka waktu tertentu.
Pengukuran survey konsumsi makanan merupakan metode yang dapat digunakan
untuk menentukan status gizi perorangan atau kelompok. Tujuan survey konsumsi
makanan adalah untuk pengukuran jumlah makanan yang dikonsumsi pada
tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan sehingga diketahui kebiasaan
makan dan dapat dinilai kecukupan makanan yang dikonsumsi seseorang
(Harahap VY, 2012).

d. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah kebiasaan individu, keluarga maupun masyarakat


yang mempunyai cara makan dalam bentuk jenis makan, jumlah makan dan
frekuensi makan meliputi karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah
yang dikonsumsi setiap hari (PGS, 2018). Kebiasaan sarapan pagi salah satu dasar
dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Kebiasaan sarapan pagi adalah
cara makan seorang individu atau sekelompok masyarakat yang baik karena
sarapan pagi menambah energi yang cukup dan beraktivitas untuk meningkatkan
produktifitas (Depkes RI, 2014).

e. Makan Sehat Makan sehat adalah makanan seimbang dengan beraneka


ragam zat gizi diperlukan tubuh dalam jumlah yang cukup. Hubungan makanan
dan kesehatan ialah salah satu jenis makanan yang banyak mengandung zat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Makanan merupakan kebutuhan utama di indonesia yang
dikonsumsi sebagai makanan pokok yang mengandung zat gizi seperti lemak,
Protein, mineral, vitamin dan air (Harahap VY, 2012).

f. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan membentuk gambaran kebiasaan makan seseorang, secara


umum faktor yang mempengaruhi pola makan adalah faktor ekonomi, sosial
budaya, agama, pendidikan dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2012).

1) Faktor Ekonomi
Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya
beli pangan dengan kuantitas dan kualitas. Pendapatan yang tinggi
dapat mencakup kurangnya daya beli, mempengaruhi pola makan
masysrakat sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan
dalam pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi dan
kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor (Sulistyoningsih,
2012).

2) Faktor Sosial Budaya


Pantangan mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi faktor
budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi
kebiasaan atau adat. Kebudayaan masyarakat memiliki pola makan
dengan cara sendiri. Budaya mempunyai bentuk macam pola makan
seperti dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan penyajian
(Sulistyoningsih, 2012).
3) Faktor Agama
Pola makan dalam agama suatu cara makan dengan diawali berdoa
sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan kanan.
Pantangan yang didasari agama khususnya islam disebut haram dan
individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram
sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan di kosumsi
(Depkes RI, 2014).
4) Faktor Pendidikan
Pola makan dalam pendidikan pengetahuan yang dipelajari
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan penentuan
kebutuhan gizi. Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan
pengetahuan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan
pemenuhan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2012).
5) Faktor Lingkungan
Pola makan dalam lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan
perilaku makan berupa lingkungan keluarga, promosi media elektroni
dan media cetak (Sulistyoningsih, 2012).
6) Faktor Kebisaan Makan
Kebiasaan makan ialah cara seseorang yang mempunyai kebiasaan
makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan jenis
makanan yang dimakan (Depkes RI, 2014). Kebiasaan makan tiga kali
sehari adalah kebiasaan makan setiap waktu (Willy, dkk., 2011).
g. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Kebutuhan gizi setiap
golongan umur dapat dilihat pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan berdasarkan umur, pekerjaan dan jenis kelamin
(Sulistyoningsih, 2012).

2.2 MENSTRUASI

2.2.1. Definisi Menstruasi

adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan. Menstruasi


merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat kandungan
telah menunaikan faalnya.Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari
uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium(Wiknjosastro, 2009).

2.3.2.Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi adalah serangkaian periode dari perubahan yang terjadi


berulang pada uterus dan organ-organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan
berakhir pada saat menopause. Siklus tersebut bervariasi dari 18 sampai 40 hari,
rata-rata 28 hari(Waryana, 2010).
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan
mulainya haid berikutnya.Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama
siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar
haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus
mengandung kesalahan ± 1 hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap
sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan
saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Juga pada kakak
beradik bahkan saudara kembar, siklusnya tidak terlalu sama. Panjang siklus haid
dipengaruhi oleh usia seseorang.

Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari,
pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi,
sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai.Dari pengamatan
Hartman pada kera ternyata bahwa hanya 20% saja siklus haid 28 hari. Panjang
siklus yang biasa pada manusia ialah 25-32 hari, dan kira-kira 97% wanita yang
berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18
hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi
(anovulatoar)(Wiknjosastro, 2009).

Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah
sedikit-sedikit kemudian, dan ada sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya
lama haid itu tetap(Wiknjosastro, 2009). Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2
± 16 cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak.
Pada wanita dengan anemi defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih
banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah haid tidak
membeku ini mungkin disebabkan fibrinolisin(Wiknjosastro, 2009).

2.3.3. Fisiologis Siklus Menstruasi

Menurut (Wiknjosastro, 2009), selama satu bulan mengalami empat masa


(stadium) menstruasi yaitu:

a.Stadium Menstruasi (Deskuamasi)

Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai


perdarahan.Hanya stratum basale yang tinggal utuh.Darah haid
mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam
hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami
disintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-
kelenjar vulva.Fase ini berlangsung 3-4 hari.

b. Stadium post menstruum (Regenerasi)

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar


berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru
yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal
endometrium ± 0,5 mm. Fase ini telah mulai sejak fase menstruasi dan
berlangsung ± 4 hari.

c. Stadium Intermenstruum (Proliferasi)

Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid.

d.Stadium pra menstruum (Sekresi)

Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-
28.Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk
kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk, dan mengeluarkan
getah, yang makin lama makin nyata.Dalam endometrium telah tertimbun
glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur
yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah untuk mempersiapkan
endometrium menerima telur yang dibuahi.

2.3.4. Fase Siklus Menstruasi

Menurut (Wiknjosastro, 2009), fase siklus menstruasi dibagi menjadi tiga


fase yaitu: a. Fase Folikuler

Panjang fase folikuler mempunyai variasi yang cukup lebar.Pada


umumnya berkisar antara 10-14 hari. Selama fase ini didapatkan proses
steroidogenesis, folikulogenesis, dan oogenesis/meiosis yang saling
terkait. Pada awal fase folikuler didapatkan beberapa folikel antral yang
tumbuh, tetapi pada hari ke 5-7 hanya satu folikel dominan yang tetap
tumbuh akibat sekresi FSH yang menurun.

b. Fase Ovulasi

Lonjakan LH sangat penting untuk proses ovulasi setelah keluarnya oosit


dan folikel. Lonjakan LH dipicu oleh kadar estrogen yang tinggi yang
dihasilkan oleh folikel pre-ovulasi. Ovulasi diperkirakan terjadi 24-36 jam
pasca puncak kadar estrogen dan 10-12 jam setelah puncak LH. Ovulasi
terjadi sekitar 34-36 jam pasca awal lonjakan LH. Yang memaju lonjakan
LH ialah sekresi prostaglandin, dan progesterone bersama dengan lonjakan
FSH maka akan mengaktivasi enzim proreolitik, menyebabkan dinding
folikel “pecah”. Kemudian sel granulosa yang melekat pada membran
basalis, pada seluruh dinding folikel, berubah menjadi sel luteal.

c. Fase Luteal

Menjelang dinding folikel “pecah” dan oosit keluar saat ovulasi,


maka sel granulosa membesar, timbul vakuol dan penumpukan pigmen
kuning, lutein proses luteinisasi yang disebut sebagai korpus luteum.
Selama 3 hari pasca ovulasi, sel granulosa terus membesar membentuk
korpus luteum bersama sel teka dan jaringan stroma.Korpus luteum
mampu menghasilkan baik progesterone, estrogen, maupun androgen.

2.3.5 Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi

Menurut (Wiknjosastro, 2009), ada beberapa faktor yang memegang


peranan dalam siklus menstruasi antara lain:

a. Faktor enzim Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi


tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium, serta
merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida.Zat-
zat yang terakhir ini ikut serta dalam pembangunan endometrium,
khususnya dengan pembentukan stroma di bagian bawahnya.Pada
pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, dengan akibat
mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah
berkembang sejak permulaan fase proliferasi.Dengan demikian, lebih
banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai
persiapan untuk implantasi ovum, apabila terjadi kehamilan. Jika
kehamilan tidak terjadi maka dengan menurunnya kadar progesterone,
enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, dan merusakkan bagian dari sel-sel
yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu, timbul gangguan dalam
metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endometrium dan
perdarahan. b. Faktor vaskular

Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam


lapisan fungsional endometrium.Pada pertumbuhan endometrium ikut
tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena.Dengan regresi endometrium timbul
statis dalam vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya
dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan
pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari vena. c. Faktor
prostaglandin Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan
F2.Dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan
menyebabkan berkontraksinya myometrium sebagai suatu faktor untuk
membatasi perdarahan pada haid.

2.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi

Menurut(Kusmiran, 2011), faktor-faktor yang mempengaruhi siklus


menstruasi adalah:

a. Berat badan
Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi fungsi
menstruasi.Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan
gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada
ovarium dan lamanya penurunan berat badan.Kondisi patologis seperti
berat badan yang kurang/ kurus dan anorexia nervosa yang
menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan
amenorrhea.
b. Aktivitas fisik
Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi
menstruasi.Atlet wanita seperti pelari, senam balet memiliki risiko
untuk mengalami amenorrhea, anovulasi, dan defek pada fase luteal.
Aktivitas fisik yang berat merangsang inhibisi Gonadotropin Releasing
Hormon (GnRH) dan aktivitas gonadotropin sehingga menurunkan
level dari serum estrogen.
c. Stres
Stres menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya sistem
persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan prolactin atau
endogenous opiate yang dapat memengaruhi elevasi kortisol basal dan
menurukan hormone lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea.
d. Diet
Diet dapat memengaruhi fungsi menstruasi.Vegetarian berhubungan
dengan anovulasi, penurunan respons hormone pituitari, fase folikel
yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10
kali/tahun).Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus
menstruasi dan periode perdarahan.Diet rendah kalori seperti daging
merah dan rendah lemak berhubungan dengan amenorrhea.
e. Paparan lingkungan dan kondisi kerja
Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak menstruasi yang
panjang dibandingkan dengan beban kerja ringan dan sedang.Wanita
yang bekerja di pertanian mengalami jarak menstruasi yang lebih
panjang dibandingkan dengan wanita kerja yang bekerja
perkantoran.Paparan suara bising di pabrik dan intensitas yang tinggi
dari pekerjaan berhubungan dengan keteraturan dari siklus menstruasi.
Paparan agen kimiawi dapat memengaruhi/ meracuni ovarium, seperti
beberapa obat anti-kanker (obat sitotoksik) merangsang gagalnya
proses di ovarium termasuk hilangnya folikel-folikel, anovulasi,
oligomenorrhea, dan amenorrhea. Neuroleptik berhubungan dengan
amenorrhea. Tembakau pada rokok berhubungan dengan gangguan
pada metabolisme estrogen sehingga terjadi elevasi folikel pada fase
plasma estrogen dan progesteron.Faktor tersebut menyebabkan risiko
infertilitas dan menopause yang lebih cepat.Hasil penelitian
pendahuluan dari rokok dapat juga menyebabkan dysmenorrhea, tidak
normalnya siklus menstruasi, serta perdarahan menstruasi yang
banyak.
f. Sinkronisasi proses menstrual (interaksi sosial dan lingkungan)
Interaksi manusia dengan lingkungan merupakan siklus yang sinkron/
berirama. Proses interaksi tersebut melibatkan fungsi hormonal. Salah
satu fungsi hormonal adalah hormon-hormon reproduksi. Adanya
pherohormon yang dikeluarkan oleh setiap individu yang dapat
memengaruhi perilaku individu lain melalui persepsis dari penciuman
baik melalui interaksi dengan individu jenis kelamin sejenis maupun
lawan jenis, serta dapat menurunkan variabilitas dari siklus menstruasi
dan sinkronisasi dari onset menstruasi.
g. Gangguan endokrin
Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta
hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan menstruasi.Prevalensi
amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien
diabetes.Penyakit polycystic ovarium berhubungan dengan obesitas,
resistensi insulin, dan oligomenorrhea.Amenorrhea dan
oligomenorrhea pada wanita dengan penyakit polycystic ovarium
berhubungan dengan insensitivitas hormon insulin dan menjadikan
wanita tersebut obesitas.Hipertiroid berhubungan dengan
oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi amenorrhea.Hipertiroid
berhubungan dengan polymenorrhea dan menorraghia.
h. Gangguan perdarahan
Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga, yaitu: perdarahan yang
berlebihan/ banyak, perdarahan yang panjang, dan perdarahan yang
sering. Terminologi mengenai jumlah perdarahan meliputi: pola aktual
perdarahan, fungsi ovarium, dan adanya kondisi patologis.

2.3.7. Gangguan Siklus Menstruasi

Menurut (Wiknjosastro, 2009), gangguan siklus menstruasi dibagi menjadi


beberapa tipe yaitu:

a. Hipermenorea
Hipermenorea ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal,
atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari).Sebab kelainan ini
terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri
dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan
kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan
endometrium pada waktu haid (irregular endometrial shedding), dan
sebagainya.Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat
juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan
gangguan pelepasannya pada waktu haid.
b. Hipomenorea
Hipomenorea ialah perdarahan haid yang lebih pendek dan / lebih
kurang dari biasa.Sebab-sebabnya dapat terletak pada konstitusi
penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi), pada
gangguan endokrin, dan lain-lain.Kecuali jika ditemukan sebab yang
nyata, terapi terdiri atas menenagkan penderita.Adanya hipomenorea
tidak mengganggu fertilitas.
c. Polimenorea
Pada polimenorea siklus haid lebih pendek dari biasa (kurang dari 21
hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa.
Hal yang terakhir ini diberi nama polimenoragia atau epimenoragia.
Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang
mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa
luteal. Sebab lain ialah kongesti ovarium karena peradangan,
endometriosis, dan sebagainya.
d. Oligomenorea
Di sini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari.Apabila panjangnya
siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan
amenorea.Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama,
perbedaanya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus
oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup
baik.Siklus haid biasanya juga ovulatoar dengan masa proliferasi lebih
panjang dari biasa.
e. Amenorea
Amenorea ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut.Lazim diadakan pembagian antara amenorea primer dan
amenorea sekunder. Amenorea primer terjadi apabila seorang wanita
berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat haid, sedangkan pada
amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian
tidak dapat lagi.Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab
yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-
kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetic.Adanya amenorea
sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian
dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan
metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain.

2.3 COVID 19
Covid-19 merupakan genus coronavirus β dan memiliki
karakteristik genetik yang berbeda dari SARSr- CoV dan MERSr-CoV
(Kemendagri, 2020:31). Coronavirus sensitif terhadap sinar ultraviolet dan
panas, dan dapat dinonaktifkan secara efektif pada suhu lingkungan 560 C
selama 30 menit, pelarut lemak seperti ether, 75% ethanol, disinfektan
yang mengandung klorin, asam pyroxyacetic dan kloroform kecuali
chlorhexidine. Berdasarkan investigasi epidemiologi saat ini, masa
inkubasi Covid-19 adalah 1-14 hari, dan umumnya dalam 3 hingga 7 hari.
Saat ini, sumber utama infeksi adalah pasien Covid-19 dan pembawa
(carrier) Covid-19 yang tanpa gejala juga dapat menjadi sumber infeksi
(Kemendagri, 2020:31).
Pandemi Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit
koronavirus 2019 (Bahasa Inggris: Coronavirus disease 2019, disingkat
Covid-19) di seluruh dunia untuk semua Negara. Penyakit ini disebabkan
oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2.[2] Wabah
Covid-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada
tanggal 31 Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020.[3]
Hingga 14 November 2020, lebih dari 53.281.350 orang kasus telah
dilaporkan lebih dari 219 negara dan wilayah seluruh dunia,
mengakibatkan lebih dari 1.301.021 orang meninggal dunia dan lebih dari
34.394.214 orang sembuh.
Virus SARS-CoV-2 diduga menyebar di antara orang-orang
terutama melalui percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama
batuk. Percikan ini juga dapat dihasilkan dari bersin dan pernapasan
normal. Selain itu, virus dapat menyebar akibat menyentuh permukaan
benda yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah seseorang.
Penyakit Covid-19 paling menular saat orang yang menderitanya memiliki
gejala, meskipun penyebaran mungkin saja terjadi sebelum gejala muncul.
Periode waktu antara paparan virus dan munculnya gejala biasanya sekitar
lima hari, tetapi dapat berkisar dari dua hingga empat belas hari. Gejala
umum di antaranya demam, batuk, dan sesak napas. Komplikasi dapat
berupa pneumonia dan penyakit pernapasan akut berat. Tidak ada vaksin
atau pengobatan antivirus khusus untuk penyakit ini. Pengobatan primer
yang diberikan berupa terapi simtomatik dan suportif. Langkah-langkah
pencegahan yang direkomendasikan di antaranya mencuci tangan,
menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta pemantauan
dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi.
Upaya untuk mencegah penyebaran virus corona termasuk
pembatasan perjalanan, karantina, pemberlakuan jam malam, penundaan
dan pembatalan acara, serta penutupan fasilitas. Upaya ini termasuk
karantina Hubei, karantina nasional di Italia dan di tempat lain di Eropa,
serta pemberlakuan jam malam di Tiongkok dan Korea Selatan, berbagai
penutupan perbatasan negara atau pembatasan penumpang yang masuk,
penapisan di bandara dan stasiun kereta, serta informasi perjalanan
mengenai daerah dengan transmisi lokal. Sekolah dan universitas telah
ditutup baik secara nasional atau lokal di lebih dari 124 negara dan
memengaruhi lebih dari 1,2 miliar siswa.

2.4 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SIKLUS MENSTURASI DI


MASA PANDEMI
1. Pola Makan dan Status Gizi pada Remaja
Menstruasi yang tidak teratur merupakan proses tidak seimbangnya
hormon pada sistem reproduksi wanita dimana antara hormon estrogen
dan progesteron harus dalam komposisi yang sesuai. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi siklus menstruasi adalah pola makan dan status gizi.
Pola makan diyakini membawa pengaruh pada siklus menstruasi dan
status gizi sangat mempengaruhi status pertumbuhan dan perkembangan,
sehingga status gizi perlu diperhatikan.
Remaja adalah kelompok potensial untuk melihat pertumbuhan
yang cepat dan pematangan yang meminta ekstra nutrisi dan makanan
kaya energi. Pada remaja putri dibutuhkan status gizi yang baik dalam
membantu pertumbuhan remaja termasuk keteraturan siklus menstruasi.
Remaja putri yang mengalami asupan gizi kurang atau lebih dapat
menyebabkan gangguan fungsi reproduksi dan berdampak pada gangguan
menstruasi.
Pada masa remaja, mereka tidak hanya tumbuh menjadi lebih
tinggi dan lebih besar, tetapi juga terjadi perubahanperubahan di dalam
tubuh yang memungkinkan untuk bereproduksi. Masa inilah yang disebut
dengan masa pubertas (Atikah, 2009 dalam Adnyani, 2013). Pada remaja
putri, pubertas ditandai dengan permulaan menstruasi (menarche).
Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang
usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas
sebelum memasuki masa reproduksi. Menstruasi adalah perdarahan
periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara
berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak, 2004
dalam Sukarni & Wahyu, 2013).
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang
yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat
gizi di dalam tubuh. (Almatsier, 2010). Hampir 50% remaja tidak sarapan
setiap paginya. Penelitian lain membuktikan masih banyak remaja (89%)
yang meyakini kalau sarapan memang penting. Namun mereka yang
sarapan secara teratur hanya 60% (Daniel, 1997 dalam Devirahma, 2012).
Disisi lain kesenangan untuk mengkonsumsi makanan-makanan
siap saji (junk food) sudah menjadi trend di kalangan remaja. Padahal
belum tentu makanan siap saji memiliki kandungan gizi yang cukup untuk
kebutuhan tubuh. Remaja yang sering mengkonsumsi makanan siap saji
(junk food) akan sering mengalami kelebihan berat badan (Tim Penulis
Poltekes Depkes Jakarta 1, 2010 dalam Adnyani, 2013).

Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi kurus pada


remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar 9,4 % (1,9% sangat
kurus dan 7,5% kurus) dan prevalensi gemuk pada remaja umur 16-18
tahun sebanyak 7,3 %yang terdiri dari 5,7 % gemuk dan 1,6 % obesitas.
Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%)
dan terendah adalah Sulawesi Barat (0,6%). Sulut termasuk dalam lima
belas provinsi dengan prevalensi sangat gemuk.

2. Menstruasi pada Remaja


Menstruasi (haid) adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari
rahim disertai pengeluaran (deskuamasi) endometrium (Nugroho, 2012).
Siklus menstruasi merupakan jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu
dan mulainya haid berikut yang berlangsung dengan pola tertentu setiap
bulan. Siklus mentruasi dikatakan teratur apabila berlangsung selama 21-
35 hari, dan dikatakan tidak teratur apabila berlangsung <21 hari atau >35
hari.
Menurut Dieny (2014), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi siklus menstruasi, diantaranya genetik, ras, usia, penyakit,
pertumbuhan alat reproduksi, hormon, obat-obatan kontrasepsi, stress,
merokok, konsumsi alkohol, status gizi kurang atau lebih, asupan zat gizi,
dan aktifitas fisik.
Menurut Wolfenden (2010) dalam Adnyani (2013), faktor yang
paling berpengaruh dalam regularitas siklus menstruasi adalah
ketidakseimbangan hormon. Terdapat banyak faktor yang dapat
menyebabkan pengaturan hormon terganggu, beberapa diantaranya stres,
penyakit, perubahan rutinitas, gaya hidup dan berat badan.
Seorang wanita yang mengalami kekurangan maupun kelebihan
gizi akan berdampak pada penurunan fungsi hipotalamus yang tidak
memberikan rangsangan kepada hipofisa anterior untuk menghasilkan
FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone).
Dimana FSH ini berfungsi merangsang pertumbuhan sekitar 3-30 folikel
yang masing-masing mengandung 1 sel telur. Tetapi hanya 1 folikel yang
terus tumbuh, yang lainnya hancur. Sedangkan LH (luteinizing hormone)
berfungsi dalam pematangan sel telur atau ovulasi (fase sekresi) yang
nantinya jika tidak dibuahi akan mengalami peluruhan (menstruasi),
sehingga apabila produksi FSH dan LH terganggu maka siklus menstruasi
juga akan terganggu. Berhubungan dengan menstruasi, secara khusus
jumlah wanita anovulasi akan meningkat apabila berat badannya
mengalami perubahan (meningkat atau menurun) (Francin, 2004, dalam
Anggarini, 2012).
Dengan adanya pandemi di masa sekarang yang bahkan belum
kunjung rampung, membuat kalangan remaja lebih memilih untuk
memakan makanan cepat saji karena lebih cepat dari cara memasak dan
menghidangkannya, selain itu makanan cepat saji juga lebih mudah dan
murah dalam cara penyajian dan juga harganya.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Desain penelitian atau rancangan penelitian adalah rencana atau struktur dan
strategi penelitian yang disusun sedemikian rupa agar dapat memperoleh jawaban
mengenai permasalahan penelitian dan juga untuk mengontrol varians
(Machfoedz, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dari
perubahan pola makan di masa pandemi dengan perubahan siklus menstruasi
mahasiswi kebidanan tingkat 2 STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto sehingga
penelitian ini dilakukan secara observasional, dan merupakan jenis penelitian
kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional dan dikaji secara analitik. Penelitian
yang dilakukan secara observasional adalah penelitian yang mengkaji suatu
persoalan kesehatan dengan menggunakan pendekatan komunitas atau kelompok
sosial, yang paling penting dalam penelitian observasional adalah dimana peneliti
tidak melakukan suatu tindakan manipulasi, intervensi, ataupun pemaparan
tertentu terhadap variabel yang di teliti yang nantinya akan mempengaruhi hasil
penelitian (Siswanto, dkk. 2015).

Cross sectional sendiri berarti penelitian ini mendapatkan data sesuai dengan
kondisi dan saat penelitian berlangsung berdasarkan pendekatan secara tranversal,
sehingga pengumpulan data dari penelitian ini dapat dilakukan sekali atau pada
waktu penelitian dilakukan tanpa melihat latar belakang atau kejadian yang telah
lalu maupun kejadian yang akan datang. Penelitian analitik merupakan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara variabel satu
dengan yang lain, maupun membandingkan atau mengetahui perbedaan satu
variabel atau lebih dilihat dari berbagai aspek atau sudut pandang (Siswanto, dkk.
2015). Penelitian kuantitatif sendiri berarti penelitian yang menekankan
analisisnya pada data – data numerical (angka) yang diolah dengan metode
statistika (Azwar, 2001 dalam Siswanto, 2015).
Alasan penggunaan desain studi cross sectional karena pada desain studi ini
seluruh variabel diukur dan diamati pada saat yang sama (one point in time)
sehingga lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara online melalui Google form yang disebarkan pada
mahasiswi kebidanan tingkat 2 STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto, pada bulan
Juli 2021.

C. Polulasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Warsito (1992: 49), populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang
dapat terdiri dari mausia, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa,
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.

Populasi yang penulis gunakan sebagai objek penelitian adalah mahasiswi


program studi kebidanan tingkat 2 / semester 4 STIKes Bina Sehat PPNI
Mojekerto. Berdasarkan data dari kampus, jumlah mahasiswi kebidanan tingkat 2
berjumlah 41 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, (Arikunto, 2002: 109).
Penetapan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis
metode random sampling. Teknik sampling ini diberi nama demikian karena di
dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam
populasi sehingga semua subjek-subjek dalam populasi dianggap sama. Adapun
caranya adalah dengan memberikan kuisoner kepada mahasiswi kebidanan
STIKes Bina Sehat PPNI tingkat 2 / semester 4. Dari total 41 mahasiswa, terdapat
20 mahasiswa yang bersedia menjadi sampel dari penelitian kami, oleh karena itu
kuesioner hanya kami bagikan pada 20 mahasiswa yang bersedia.

D. Metode Pengumpulan Data


Menurut Suharsimi Arikunto (1993: 121), instrumen adalah alat pada waktu
peneliti menggunakan sesuatu metode. Menurut Suharsimi Arikunto (2005: 101),
“Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan dipermudah olehnya.” Instrumen diperlukan agar pekerjaan yang
dilakukan lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap
dan sistematis sehingga data lebih mudah diolah. Instrumen atau alat yang
digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner digunakan untuk
menyelidiki pendapat subjek mengenai suatu hal atau untuk mengungkapkan
kepada responden. Menurut Suharsimi Arikunton (2002:128), menyatakan,
“Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan atau peryataan yang
digunakan untuk memperoleh informasi sampel dalam arti laporan pribadinya,
atau halhal yang ia ketahui.”

Penskoran digunakan dengan menggunakan skala Likert. Menurut Sutrisno Hadi


(1991: 19), skala Likert merupakan skala yang berisi lima tingkat jawaban
mengenai kesetujuan responden terhadap statemen atau pernyataan yang
dikemukakan mendahului opsi jawaban yang disediakan. Modifikasi skala Likert
dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima
tingkat, modifikasi skala Likert meniadakan katagori jawaban yang di tengah
berdasarkan tiga alasan yaitu: (1) katagori tersebut memiliki arti ganda, biasanya
diartikan belum dapat memutuskan atau memberikan jawaban, dapat diartikan
netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atu bahkan ragu-ragu. (2) tersediannya
jawaban ditengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah. (3)
maksud katagori 1-2-3-4 adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat
responden, kearah besar kecilnya hambatan yang dirasaran responden dalam
pembelajaran akuatik.

Maka dalam penelitian ini dengan menggunakan dua alternatif jawaban untuk
menanyakan adanya perubahan atau tidak, yaitu: 1 (tidak ada perubahan), 2 (ada
perubahan). Selain itu, peneliti menggunakan tiga alternatif jawaban untuk
menanyakan insitas makan harian, jenis makanan yang sering dikonsumsi dan
perubahan siklus menstruasi yang dirasakan. Skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang
fenomena sosial (Sugiyono 2009: 93). Responden dapat memilih salah satu dari
empat alternatif jawaban yang disesuaikan dengan keadaan subjek. Skor untuk
setiap alternatif jawaban pada pertanyaan positif (+) dan pertanyaan negatif (–).

Tabel 3.1 Kisi-kisi Angket

Variabel Indikator Komponen No.Item Σ


Pola Makan 1. Frekuensi a. Perubahan frekuensi 3 3
makan harian makan

b. Jumlah makan harian 1


sebelum pandemi

c. Jumlah makan
2
selama pandemi

2. Makanan a. Tindakan 5 2
pendamping
b. Frekuensi makan 6
makanan
pendamping

3. Jenis makanan a. Makanan pokok 4 2

b. Makanan 7
pendamping

4. Kegiatan a. Jenis kegiatan harian 8,9 3


harian setelah
b. Banyak aktivitas 10
makan
selama pandemi

Siklus 1. Lama siklus a. Siklus menstruasi 11 2


Menstruasi sebelum pandemi

b. Siklus menstruasi 13
selama pandemi

2. Keteraturan a. Keteraturan siklus 12 2


sebelum pandemi
b. Keteraturan siklus 14
selama pandemi

3. Perubahan a. Ada tidaknya 15 2


siklus perubahan siklus

b. Perubahan siklus 16

Total 16 16

E. Prosedur Kerja

1. Alat dan Bahan

a) alat komunikasi (hp atau laptop)

b) koneksi internet

2. Prosedur Kerja

a) memberikan penawaran kepada responden apakah mau penyataanya


dijadikan sebagai bahan penelitian

b) jika responden bersedia, maka akan dibagikan link google form untuk
mengisi pertanyaan

c) menganalisa hasil pernyataan yang dijawab responden

d) mengolah data melaui uji koefisien korelasi dimana nilai r antara -1dan 1
yang artinya variabel dinyatakan saling berkaitan apabila hasil mendekati
-1 atau 1.

F. Analisis Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

“Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data variabel yang
diteliti secara tepat” (Arikunto, 1998: 136). Validitas dihitung menggunakan
teknik korelasi Product moment angka kasar
rxy =            nΣxy – (Σx) (Σy)                    
         √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi

X = Skor butir

Y = Skor total

N = Jumlah subyek (Arikunto, 1998:256)

Setelah dilakukan uji validitas, berikut ini penulis urain ringkasan mengenai hasil
uji validitas instrumen yang dianalisis menggunakan perhitungan manual.

rxy =            nΣxy – (Σx) (Σy)                    


         √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}

rxy =            20(258) – (69) (67)                    


         √{20(263) – (69)²} {20(269) – (67)2}

rxy =      537        


         √444.609

rxy = 0,805

Perhitungan tersebut dilakukan untuk yang instrumen pengukurannya


menggunakan angket atau bahan tes. Kriteria yang digunakan atau batas minimum
suatu instrumen untuk dinyatakan valid atau dianggap memenuhi syarat ada
beberapa cara antara lain :

a. Apabila nilai r hitung mendekati 1 atau -1 maka dinyatakan ada kerterikatan

b. Apabila nilai r hitung mendekati 0 maka item dinyatakan tidak ada keterikatan

2. Reliabilitas

Reliabilitas dapat menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen


untuk bisa dipercaya sebagai alat pengumpul data. Untuk menguji reliabilitas
digunakan rumus alpha cronbach sebagai berikut :
Untuk mencari varians skor item menggunakan rumus:

Keterangan:

σ = Varians tiap butir

X = Jumlah skor butir

N = Jumlah responden (Arikunto, 2002:171)

Setelah dilakukan uji reliabilitas, maka hasil reliabilitas dapat dilihat pada tabel
berikut :

Cronbach's Alpha N of Items


0,714 16
Kriteria keputusan :

Apabila nilai cronbach alpha > 0,6 maka instrumen penelitian dinyatakan reliabel.
Dengan demikian, instrumen kuesioner yang digunakanadalah reliabel karena
alpha cronbach sebesar 0,714 atau semakin mendekati angka 1.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat .Analisis univariat di


gunakan untuk mengetahui klasifikasi perubahan pola makan dan lamanya siklus
menstruasi. Sedangkan Analisis bivariat di gunakan untuk melihat hubungan
antara masing- masing variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk
membuktikannya hipotesis penelitian di gunakan uji kolerasi menggunakan data
kategori (ordinal dan nominal).

Product Moment Correlation adalah salah satu teknik untuk mencari korelasi
antar dua variabel yang kerap kali digunakan. Teknik korelasi ini dikembangkan
oleh Karl Pearson, yang karenanya sering dikenal dengan istilah teknik korelasi
Pearson. Disebut dengan Product Moment Correlation karena koefisie
korelasinya diperoleh dengan cara mencari hasil perkalian dari momen-momen
variabel yang dikorelasikan (Anas, 2012). Teknik ini dapat digunakan apabila
kenyataan data sebagai berikut:

a. Pengambilan dari populasi harus random (acak)

b. Data yang dicari korelasinya harus berskala interval atau ratio

c. Variasi skor dari kedua variabel yang akan dicari korelasinya harus sama.

d. Hubungan antara variabel X dan Y hendaknya linier (Agus Irianto, 2007).

Asumsi yang mendasari pada analisis Product Moment adalah distribusi data
kedua variabel adalah normal. Sedangkan pada korelasi Kendall’s tau spearman
tidak mensyaratkan distribusi data normal (Dwi Priyanto, 2009). Oleh karena
asumsi tersebut tidak terpenuhi sebelum melakukan uji korelasi Product Moment,
maka asumsi tersebut disebut sebagai uji prasyarat. Jika uji prasyarat terpenuhi,
maka analisis dapat dilanjutkan, akan tetapi jika tidak terpenuhi, maka peneliti
akan berpindah pada uji nonparametric dengan menggunakan uji korelasi
Kendall’s tau dan Spearman, karena anailisis ini tidak memerlukan uji prasyarat.
Berikut rumus yang digunakan dalam korealasi product moment:

Keterangan,

rxy = koefisien korelasi yang dicari

∑ xy = jumlah dari hasil perkalian nilai x dan y


∑x2 = jumlah dari kuadrat selisih nilai X dangan ̅x

∑y2 = jumlah dari kuadrat selisih nilai Y dangan ̅y

Nilai r yang diharapkan adalah nilai r yang signifikan, yaitu harga r empirik atau
yang sering kita sebut dengan r hitung lebih besar atau lebih dari r teoritik, yang
terdapat di dalam tabel nilainilai r. Dengan melihat jumlah N, kemudian kita
simpulkan jika r hitung lebih besar sama dengan r tabel berarti ada siginifikansi
antar varian. Jika kita menggunakan acuan strata dalam memberikan intrepretasi
secara sederhana terhadap angka indeks korelasi “r” product moment.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan secara online pada mahasiswa


kebidanan STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto. Dimana jumlah
mahasiswa kebidanan saat itu adalah 88 mahasiswa yang terdiri dari 17 mahasiswi
angkatan 2018, 31 mahasiswi angkatan 2019 dan 40 mahasiswi angkatan 2020.

Sampel penelitian diambil dari mahasiswi kebidanan angkatan 2019 yang


berjumlah 20 orang. Jumlah ini diambil dari total 31 mahasiswi yang peneliti
tawarkan untuk menjadi responden dari penelitian.

4.1.2 Distribusi Responden

Tabel di bawah ini menunjukkan distribusi responden berdasarkan program studi


jurusan kebidanan angkatan 2019.

Tabel 4.1 Distribusi Mahasiswi Kebidanan angakatn 2019 berdasarkan prodi

Program Studi n %
D3 Kebidanan 3 15
S1 Kebidanan 17 85
Total 20 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah
mahasiswi program studi S1 Kebidanan (85%). Karena jadwal kuliah yang tidak
terlalu padat memberikan kesempatan pada mereka untuk mengikuti penelitian
ini. Sementara dari program studi D3 Kebidanan hanya 15% yang bisa mengikuti
kegiatan penelitian ini dikarenakan jadwal kuliah yang padat serta menyiapkan
diri untuk mulai praktikum.

Tabel 4.2 Distribusi Pengisian Kuesioner Tentang Pola Makan

Perubahan pola n %
makan
Ya 10 50
Tidak 10 50
Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat kita ketahui bahwa mahasiswi yang mengalami
perubahan pola makan dan yang tidak mengalami perubahan pola makan saling
berimbang, yaitu masing-masing 10 orang (50%).

Tabel 4.3 Pola Makan

Pola makan Sebelum % Selama %


harian pandemi pandemi
<3x 8 40 7 35
3x 9 45 7 35
>3x 3 15 6 30
Total 20 100 20 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat kita ketahui sebelum masa pandemi sebanyak 9
mahasiswa (45%) teratur makan 3 kali sehari dan hanya 3 mahasiswa (15%) yang
makan lebih dari 3 kali sehari. Namun selama masa pandemi

Tabel 4.4 Kebiasaan Makan Makanan Pendamping


Makan Makanan n %
Pendamping
jarang 3 15
Kadang 9 45
sering 8 40
Total 20 100

Berdasar tabel 4.4 dapat kita ketahui bahwa 9 mahasiswi (45%) terkadang makan
makanan pendamping atau nyemil dalam sehari, sementara frekuensi kebiasaan
sering makanan makanan pendamping terdapat 8 mahasiswi (40%). Lalu sisanya,
3 mahasiswi (15%) jarang makanan makanan pendamping setiap harinya. Pada
poin ini juga disertakan jawaban singkat terkait jenis makanan pendamping yang
dikonsumsi dan hasilnya sebagain besar menyebutkan jenis makanan pendamping
atau cemilan yang dimakan adalah gorengan, snack ringan, junk food dan salad
buah.

Tabel 4.5 Distribusi Pengisian Kuesioner Tentang Siklus Menstruasi

Perubahan siklus n %
menstruasi
Ya 9 45
Tidak 11 55
Total 20 100

Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa 9 mahasisiwi (45%) mengalami perubahan
siklus menstruasi selama masa pandemi, sedangkan 11 lainnya (55%) tidak
mengalami perubahan. Pada poin kuesioner ini juga disertai jawaban singkat bagi
responden yang mengalami perubahan siklus menstruasi dan didapat hasil dari 9
mahasiswi tersebut semuanya (100%) mengalami perubahan periode menstruasi
yang lebih lama selama masa pandemi.

Tabel 4.6 Hubungan Perubahan Pola Makan Terhadap Perubahan Siklus


Menstruasi
Perubaha Perubahan siklus p value
n pola Ya Tidak
makan n % n % 0.0281
Ya 8 40 4 20
Tidak 1 5 7 35
*Uji statistik yang digunakan adalah Fisher’s Exact Test

Berdasarkan tabulasi silang di tabel 4.6 dapat di lihat mahasiswi dengan


perubahan pola makan dengan perubahan siklus menstruasi yaitu 7 orang (35%),
sementara mahasiswi yang mengalami perubahan pola makan dan tidak terdapat
perubahan siklus menstruasi yaitu 6 orang (30%). Selanjutnya, mahasiswi dengan
tidak ada perubahan pola makan namun mengalami perubahan siklus menstruasi
yaitu 2 orang (10%), sementara mahasiswi dengan tidak ada perubahan pola
makan dan tidak ada perubahan siklus menstruasi berjumlah 5 orang (25%).

Uji dengan Fisher’s Exact Test dilakukan dan hasil yang didapat yaitu p= 0.0281
di mana nilai p-value< 0,05, maka terdapat hubungan secara signifikan perubahan
pola makan dengan perubahan siklus menstruasi mahasiswi kebidanan STIKes
Bina Sehat PPNI Mojokerto.

4.2 PEMBAHASAN

Hasil pola makan dan siklus menstruasi digunakan kuesioner untuk melihat
frekuensi makan harian, kebiasaan makan harian dan keteraturan siklus
menstruasi, klasifikasi frekuensi makan kami bedakan menjadi 3, yaitu kurang
dari 3 kali sehari, 3 kali sehari dan lebih dari 3 kali sehari. Untuk kebiasaan makan
mkanan pendamping kami klasifikasikan menjadi jarang, kadang dan sering.
Sementara untuk siklus menstruasi diklasifikasikan dengan siklus menstruasi
teratur apabila siklus menstruasi responden dengan 21-35 hari dan siklus
menstruasi tidak teratur apabila siklus menstruasi responden < 21 hari / > 35 hari.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji statistik dengan menggunakan
Fisher’s Exact Test dan peneliti menemukan terdapat hubungan secara signifikan
antara perubahan pola makan dengan perubahan siklus menstruasi pada mahasiswi
Kebidanan STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sari dan Setiarini, 2013) dengan uji
statistik chi square dan memperoleh p- value 0,789 (p > 0.05). Hasil menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan siklus menstruasi.
Namun hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada wanita di Taiwan
oleh (Chung, 2010) dan mahasiswi Malang oleh (Pristiwi, 2007) bahwa terdapat
hubungan antara pola makan dengan siklus menstruasi. Perbedaan ini mungkin
terjadi karena kebanyakan responden dalam penelitian ini memperoleh hasil pola
makan yaitu asupan kalori dan status gizi yang baik sehingga menyebabkan tidak
ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen penelitian. Hasil
penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh (Memed dan
Filda, 2021) pada mahasiswi tingkat akhir STIKes RSPAD Gatot Subroto
bahwa da hubungan bermakna antara pola makan dengan ketidakteraturan
siklus menstruasi.

Menurut peneliti pola makan sangat berpengaruh pada siklus menstruasi


karena metabolisme tubuh yang terjadi dalam diri seseorang memerlukan
bahan yang terdapat dalam makanan. Jika kebutuhan metabolisme tercukupi
dengan baik maka semua proses yang terjadi dalam tubuh akan berjalan
dengan baik misalnya siklus menstruasi. Sebaliknya jika terjadi kekurangan
atau kelebihan zat yang dikonsumsi maka akan menimbulkan ketidakteraturan
pada proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh dan salah satu akibatnya
adalah siklus menstruasi tidak teratur. Sebelum pandemi covid-19, mahasiswi
angkatan 2019 sempat melakukan perkuliahan tatap muka yang membuat tubuh
mahasiwi banyak bergerak dan makan makanan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuhnya. Sebaliknya, selama masa pandemi, mahasiswi melakukan
perkuliahan secara online atau daring yang menyebabkan tubuh kurang bergerak
dan cenderung konsumsi makan makanan berlebih sambil melakukan aktivitas
perkuliahan atau mengerjakan tugas kuliah. Hal ini merupakan pola makan yang
buruk dan mengakibatkan terganggunya metabolisme dalam tubuh. Faktanya,
selama masa perkuliahan daring, banyak mahasiswi yang mengeluhkan berat
badannya bertambah drastis. Dari pola makan yang buruk, berimbas pada
terganggunya metabolisme dalam tubuh dan terjadi kenaikan berat badan drastis.
Berat badan yang tidak seimbang inilah yang menyebabkan terganggunya siklus
menstruasi.

Teori ini sejalan dengan (Dieny, 2014) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi siklus menstruasi, diantaranya genetik, ras, usia, penyakit,
pertumbuhan alat reproduksi, hormon, obat-obatan kontrasepsi, stress,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, status gizi tidak normal, asupan zat gizi
dan juga aktifitas fisik. Gabungan pola makan yang tidak teratur dan beratnya
latihan dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan siklus menstruasi
yang akan akan mengakibatkan menurunnya performa pada atlet (Barr,
2014).

4.2.1 Hubungan Pola Makan Dengan Siklus Mensturasi

Kesehatan reproduksi adalah mental fisik, mental, dan sosial yang utuh. Siswi
pubertas memiliki tanggung jawab untuk menjamin proses yang diperlukan atau
proses yang terjadi pada alat yang salahsatunya adalah mestruasi. Gangguan
Menstruasi Yang sering terjadi pada remaja perempuan menurut Gail B yaitu
terdiri atas Amenore, Dismenore, Menorrhagia dan Oligomenorea. Siklus
menstruasi yang tidak teratur juga dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obatan,
aktivitas fisik yang berat, tidak normalnya kondisi tubuh dan makan yang dapat
mempengaruhi status gizi. 6-7 Riskesdas 2010 ferensi bahwa prevalensi dari
siklus menstruasi yang tidak teratur di Provinsi Banten sebanyak 14,6% dan
11,7% setelah dilakukan pada waktu 15-19 tahun. Pola makanan memiliki
hubungan dengan siklus menstruasi, baik pada fase preovulasi maupun puncaknya
pada fase luteal . Pravalensi hubungan pola makan dan siklus menstruasi
berdasarkan penilitian lisan hasil 40,3% wanita muda dengan gizi buruk, 52,8%
wanita muda dengan negara eunutritional dan, 6,9% perempuan muda dengan
negara overnutritional. Siklus menstruasi yang tidak sempurna adalah 38,9%
remaja tua. Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional
dengan pendekatan penerapan potong silang. Penelitian ini bersifat retrospektif
dengan memanfaatkan data kuesioner Food Record 3 x 24 jam dan kuesioner
siklus menstruasi pada siswi remaja dijalankan 16 tahun di SMAN 5 Tangerang.
Jumlah responden sebanyak 126 orang melakukan analisis data secara univariat
dan bivariat menggunakan Uji Fisher's Exact Test. Analisis diolah dengan
program SPSS 21,0. Hasil: berdiri 8 (6,34%) siswi polimenore, 103 (81,74%)
siklusmenstrasi yang normal dan 15 (11,9%) siswi diskusi oligomenore. Situ85
(67,4%) siswi termasuk kategori AKG kalori kurang, 26 (20,6%) siswi AKG
kalori baik dan 15 (11,9%) siswi AKG kalori berlebihan. Kesimpulan: ada
hubungan antara pola makan (kalori, karbohidrat, protein dan lemak) dengan
siklus menstruasi pada siswi SMAN 5 Tangerang.

Menstruasi yang tidak teratur merupakan proses tidak seimbangnya hormon pada
sistem reproduksi wanita dimana antara hormon estrogen dan progesteron harus
dalam komposisi yang sesuai. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi siklus
menstruasi adalah pola makan dan status gizi. Pola makan diyakini membawa
pengaruh pada siklus menstruasi dan status gizi sangat mempengaruhi status
pertumbuhan dan perkembangan, sehingga status gizi perlu diperhatikan. Remaja
adalah kelompok potensial untuk melihat pertumbuhan yang cepat dan
pematangan yang meminta ekstra nutrisi dan makanan kaya energi. Tujuan: untuk
mengetahui hubungan pola makan dan status gizi dengan siklus menstruasi.
Metode: pencarian artikel menggunakan PubMed, Pro-quest, google scholar dan
GARUDA untuk menemukan artikel yang sesuai dengan kriteria kemudian
dilakukan review, dengan memasukkan kata kunci “status gizi”, “pola makan”,
dan “siklus menstruasi” dan ditemukan sebanyak 10 artikel Hasil: dari 2 jurnal
menunjukkan adanya hubungan bahwa pola makan, konsumsi makanan cepat saji,
diet dan melewatkan makan berhubungan dengan siklus menstruasi, begitu juga
ditemukan 7 jurnal yang menunjukkan bahwa menstruasi normal lebih banyak
terdapat pada responden yang mempunyai status gizi normal. sebaliknya siklus
menstruasi tidak normal lebih banyak terdapat pada responden yang mempunyai
status gizi lebih dan kurang. Diskusi: pola makan yang tidak baik akan
mempengaruhi fungsi hipotalamus dalam memberikan ransangan kepada hipofisa
anterior untuk menghasilkan FSH dan LH apabila produksi hormon tersebut
terganggu maka siklus menstruasi juga akan terganggu. Status gizi
mempempengaruhi keseimbangan hormon estrogen dan progesteron, pada wanita
dengan gizi lebih produksi hormon progesteron menurun, sedangkan pada wanita
kurus produksi hormon estrogen lebih sedikt, dimana dapat mempengaruh siklus
menstruasi. Kesimpulan: terdapat hubungan pola makan dan status gizi dengan
siklus menstruasi pada remaja putri. (DWI AYU, APRILIYANTI (2020)

Pubertas merupakan masa yang terjadi pada usia remaja. Pubertas pada remaja
putri ditandai dengan terjadinya menstruasi pertama kali (menarche). Remaja
merupakan kelompok usia yang rentan mengalami gangguan menstruasi salah
satunya yaitu siklus menstruasi yang tidak normal. Siklus menstruasi yang tidak
normal dapat menjadi prediktor kesehatan reproduksi. Salah satu faktor yang
menyebabkan siklus menstruasi yang tidak normal yaitu status gizi. Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status gizi dengan
siklus menstruasi siswi MAN 1 Lamongan. Penelitian dengan desain cross
sectional ini dilakukan pada populasi siswi kelas X dan XI Madrasah Aliyah
Negeri 1 Lamongan (MAN 1 Lamongan). Penentuan sampel dilakukan dengan
simple random sampling dan didapatkan besar sampel sebesar 83 siswi. Data
terkait siklus menstruasi didapatkan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
Data status gizi didapatkan dengan melakukan pengukuran tinggi badan, berat
badan. Status gizi diklasifikasikan dengan menggunakan nilai tabel z-score
IMT/U untuk anak perempuan usia 5-18 tahun dari Kemenkes RI. Analisis data
menggunakan uji korelasi spearman dengan α = 0,05. Hasil : Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden dengan status gizi normal (66,3%) sebagian besar
memiliki siklus menstruasi yang normal (62,7%). Responden dengan status
giziobesitas cenderung mengalami siklus menstruasi yang tidak normal (71,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa terdapat hubungan antara status
gizi dengan siklus menstruasi (p= 0,036). Terdapat hubungan antara status gizi
dengan siklus menstruasi siswi MAN 1 Lamongan.

KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara pola makan mahasiswa STIKES Bina Sehat PPNI
terhadap siklus mensturasi
SARAN
1. Bagi Mahasiswa STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto

Siswi harus mulai mengenal diri dan tubuhnya serta memperhatikan perubahan-
perubahan tubuh dengan cara mencatat siklus menstruasi setiap bulannya. Dapat
menjaga berat badan agar dapat mengurangi dampak negatif dari malnutrisi
khususnya terhadap siklus menstruasi. Memperhatikan menu yang dikonsumsi agar
mengkonsumsi menu yang seimbang yaitu menu yang mengandung karbohidrat,
protein, vitamin dan mineral.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat menjadi sumber yang status
gizi yang bisa dilihat dari indeks masa tubuh dan kecukupan kalori dari konsumsi
menu seimbang yang mempengaruhi siklus menstruasi sehingga dapat memberikan
solusi yang tepat apabila menemui kasus ketidakteraturan siklus menstruasi yang
tidak hanya dipengaruhi oleh stress atau psikis saja tetapi juga faktor-faktor lain.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian tentang keteraturan menstruasi


hendaknya diupayakan untuk menambah variabel penelitian, misalnya penyakit yang
berhubungan dengan organ reproduksi, olahraga atletik, stress, pengaruh rokok
sehingga bisa mengungkap faktor-faktor resiko dalam masalah reproduksi kewanitaan
selain faktor gizi

Anda mungkin juga menyukai