PENDAHULUAN
Wanita yang telah mencapai usia baligh, secara normal akan mendapatkan
menstruasi setiap bulannya. Akan tetapi, kondisinya belum tentu sama antar
wanita satu dengan yang lainnya. Beberapa dari mereka mengalami kondisi yang
normal. Namun, sebagian yang lain memiliki masalah-masalah seputar menstruasi
yang cukup menganggu aktivitasnya (Nasution dan Aritonang, 2015).
Pandemi covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia mulai bulan Maret
2020 memberikan dampak yang cukup signifikan pada berbagai aspek kehidupan.
Semua pola kehidupan berubah menjadi virtual dan semua aktivitas aktivitas di
luar rumah sangat dibatasi. Kondisi Pandemi ini menyebabkan berbagai
perubahan utamanya terhadap gaya hidup masyarakat Indonesia, tidak terkecuali
perubahan pada pola makan. Perubahan gaya hidup yang terjadi, termasuk
perubahan pada pola makan ini disebabkan adanya kebijakan untuk tetap berada
di rumah dan membatasi kegiatan di luar rumah.
Rumusan masalah yang ingin digali peneliti dalam penelitian ini adalah
apakah ada hubungan perubahan pola makan terhadap perubahan siklus
menstruasi di masa pandemi covid-19 yang dialami mahasiswi kebidanan STIKes
Bina Sehat PPNI angkatan 2019?
a. Bidang Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk
penelitian lebih lanjut mengenai hubungan perubahan pola makan terhadap
perubahan siklus mentruasi.
b. Bidang Pendidikan
Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berpikir secara
logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian
berdasarkan metode yang baik dan benar.
c. Bidang Pelayanan Masyarakat:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang
benar bagi masyarakat tentang pengaruh pola makan terhadap keteraturan
menstruasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pola Makan
2) Frekuensi Makan
3) Jumlah Makan
Pola makan seimbang adalah cara pengaturan jumlah dan jenis makan
dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi, terdiri dari
enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air dan keaneka
ragam makanan. Pola makan seimbang adalah susunan jumlah makanan yang
dikonsumsi mengandung gizi seimbang dalam tubuh dan mengandung dua zat
yaitu zat pembagun dan zat pengatur. Makan seimbang ialah makanan yang
memiliki banyak kandungan gizi dan asupan gizi yang terdapat pada makanan
pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah (Depkes RI, 2014).
Menu seimbang adalah makanan beraneka ragam yang memenuhi
kebutuhan zat gizi dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Makanan
sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-
kacangan, tempe, tahu sedangkan dari hewani adalah telur, ikan, ayam, daging,
susu serta hasil olahan seperti keju. Zat pembangun berperan untuk perkembangan
kualitas tingkat kecerdasan seseorang. Makanan sumber zat pengatur adalah
semua sayur dan buah banyak mengandung vitamin dan mineral yang berperan
untuk melancarkan fungsi organ tubuh (Depkes RI, 2014).
c. Konsumsi Makan
d. Kebiasaan Makan
1) Faktor Ekonomi
Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya
beli pangan dengan kuantitas dan kualitas. Pendapatan yang tinggi
dapat mencakup kurangnya daya beli, mempengaruhi pola makan
masysrakat sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan
dalam pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi dan
kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor (Sulistyoningsih,
2012).
2.2 MENSTRUASI
2.3.2.Siklus Menstruasi
Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari,
pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi,
sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai.Dari pengamatan
Hartman pada kera ternyata bahwa hanya 20% saja siklus haid 28 hari. Panjang
siklus yang biasa pada manusia ialah 25-32 hari, dan kira-kira 97% wanita yang
berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18
hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi
(anovulatoar)(Wiknjosastro, 2009).
Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah
sedikit-sedikit kemudian, dan ada sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya
lama haid itu tetap(Wiknjosastro, 2009). Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2
± 16 cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak.
Pada wanita dengan anemi defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih
banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah haid tidak
membeku ini mungkin disebabkan fibrinolisin(Wiknjosastro, 2009).
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid.
Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-
28.Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk
kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk, dan mengeluarkan
getah, yang makin lama makin nyata.Dalam endometrium telah tertimbun
glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur
yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah untuk mempersiapkan
endometrium menerima telur yang dibuahi.
b. Fase Ovulasi
c. Fase Luteal
a. Berat badan
Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi fungsi
menstruasi.Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan
gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada
ovarium dan lamanya penurunan berat badan.Kondisi patologis seperti
berat badan yang kurang/ kurus dan anorexia nervosa yang
menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan
amenorrhea.
b. Aktivitas fisik
Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi
menstruasi.Atlet wanita seperti pelari, senam balet memiliki risiko
untuk mengalami amenorrhea, anovulasi, dan defek pada fase luteal.
Aktivitas fisik yang berat merangsang inhibisi Gonadotropin Releasing
Hormon (GnRH) dan aktivitas gonadotropin sehingga menurunkan
level dari serum estrogen.
c. Stres
Stres menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya sistem
persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan prolactin atau
endogenous opiate yang dapat memengaruhi elevasi kortisol basal dan
menurukan hormone lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea.
d. Diet
Diet dapat memengaruhi fungsi menstruasi.Vegetarian berhubungan
dengan anovulasi, penurunan respons hormone pituitari, fase folikel
yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10
kali/tahun).Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus
menstruasi dan periode perdarahan.Diet rendah kalori seperti daging
merah dan rendah lemak berhubungan dengan amenorrhea.
e. Paparan lingkungan dan kondisi kerja
Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak menstruasi yang
panjang dibandingkan dengan beban kerja ringan dan sedang.Wanita
yang bekerja di pertanian mengalami jarak menstruasi yang lebih
panjang dibandingkan dengan wanita kerja yang bekerja
perkantoran.Paparan suara bising di pabrik dan intensitas yang tinggi
dari pekerjaan berhubungan dengan keteraturan dari siklus menstruasi.
Paparan agen kimiawi dapat memengaruhi/ meracuni ovarium, seperti
beberapa obat anti-kanker (obat sitotoksik) merangsang gagalnya
proses di ovarium termasuk hilangnya folikel-folikel, anovulasi,
oligomenorrhea, dan amenorrhea. Neuroleptik berhubungan dengan
amenorrhea. Tembakau pada rokok berhubungan dengan gangguan
pada metabolisme estrogen sehingga terjadi elevasi folikel pada fase
plasma estrogen dan progesteron.Faktor tersebut menyebabkan risiko
infertilitas dan menopause yang lebih cepat.Hasil penelitian
pendahuluan dari rokok dapat juga menyebabkan dysmenorrhea, tidak
normalnya siklus menstruasi, serta perdarahan menstruasi yang
banyak.
f. Sinkronisasi proses menstrual (interaksi sosial dan lingkungan)
Interaksi manusia dengan lingkungan merupakan siklus yang sinkron/
berirama. Proses interaksi tersebut melibatkan fungsi hormonal. Salah
satu fungsi hormonal adalah hormon-hormon reproduksi. Adanya
pherohormon yang dikeluarkan oleh setiap individu yang dapat
memengaruhi perilaku individu lain melalui persepsis dari penciuman
baik melalui interaksi dengan individu jenis kelamin sejenis maupun
lawan jenis, serta dapat menurunkan variabilitas dari siklus menstruasi
dan sinkronisasi dari onset menstruasi.
g. Gangguan endokrin
Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta
hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan menstruasi.Prevalensi
amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien
diabetes.Penyakit polycystic ovarium berhubungan dengan obesitas,
resistensi insulin, dan oligomenorrhea.Amenorrhea dan
oligomenorrhea pada wanita dengan penyakit polycystic ovarium
berhubungan dengan insensitivitas hormon insulin dan menjadikan
wanita tersebut obesitas.Hipertiroid berhubungan dengan
oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi amenorrhea.Hipertiroid
berhubungan dengan polymenorrhea dan menorraghia.
h. Gangguan perdarahan
Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga, yaitu: perdarahan yang
berlebihan/ banyak, perdarahan yang panjang, dan perdarahan yang
sering. Terminologi mengenai jumlah perdarahan meliputi: pola aktual
perdarahan, fungsi ovarium, dan adanya kondisi patologis.
a. Hipermenorea
Hipermenorea ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal,
atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari).Sebab kelainan ini
terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri
dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan
kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan
endometrium pada waktu haid (irregular endometrial shedding), dan
sebagainya.Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat
juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan
gangguan pelepasannya pada waktu haid.
b. Hipomenorea
Hipomenorea ialah perdarahan haid yang lebih pendek dan / lebih
kurang dari biasa.Sebab-sebabnya dapat terletak pada konstitusi
penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi), pada
gangguan endokrin, dan lain-lain.Kecuali jika ditemukan sebab yang
nyata, terapi terdiri atas menenagkan penderita.Adanya hipomenorea
tidak mengganggu fertilitas.
c. Polimenorea
Pada polimenorea siklus haid lebih pendek dari biasa (kurang dari 21
hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa.
Hal yang terakhir ini diberi nama polimenoragia atau epimenoragia.
Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang
mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa
luteal. Sebab lain ialah kongesti ovarium karena peradangan,
endometriosis, dan sebagainya.
d. Oligomenorea
Di sini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari.Apabila panjangnya
siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan
amenorea.Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama,
perbedaanya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus
oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup
baik.Siklus haid biasanya juga ovulatoar dengan masa proliferasi lebih
panjang dari biasa.
e. Amenorea
Amenorea ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut.Lazim diadakan pembagian antara amenorea primer dan
amenorea sekunder. Amenorea primer terjadi apabila seorang wanita
berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat haid, sedangkan pada
amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian
tidak dapat lagi.Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab
yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-
kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetic.Adanya amenorea
sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian
dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan
metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain.
2.3 COVID 19
Covid-19 merupakan genus coronavirus β dan memiliki
karakteristik genetik yang berbeda dari SARSr- CoV dan MERSr-CoV
(Kemendagri, 2020:31). Coronavirus sensitif terhadap sinar ultraviolet dan
panas, dan dapat dinonaktifkan secara efektif pada suhu lingkungan 560 C
selama 30 menit, pelarut lemak seperti ether, 75% ethanol, disinfektan
yang mengandung klorin, asam pyroxyacetic dan kloroform kecuali
chlorhexidine. Berdasarkan investigasi epidemiologi saat ini, masa
inkubasi Covid-19 adalah 1-14 hari, dan umumnya dalam 3 hingga 7 hari.
Saat ini, sumber utama infeksi adalah pasien Covid-19 dan pembawa
(carrier) Covid-19 yang tanpa gejala juga dapat menjadi sumber infeksi
(Kemendagri, 2020:31).
Pandemi Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit
koronavirus 2019 (Bahasa Inggris: Coronavirus disease 2019, disingkat
Covid-19) di seluruh dunia untuk semua Negara. Penyakit ini disebabkan
oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2.[2] Wabah
Covid-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada
tanggal 31 Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020.[3]
Hingga 14 November 2020, lebih dari 53.281.350 orang kasus telah
dilaporkan lebih dari 219 negara dan wilayah seluruh dunia,
mengakibatkan lebih dari 1.301.021 orang meninggal dunia dan lebih dari
34.394.214 orang sembuh.
Virus SARS-CoV-2 diduga menyebar di antara orang-orang
terutama melalui percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama
batuk. Percikan ini juga dapat dihasilkan dari bersin dan pernapasan
normal. Selain itu, virus dapat menyebar akibat menyentuh permukaan
benda yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah seseorang.
Penyakit Covid-19 paling menular saat orang yang menderitanya memiliki
gejala, meskipun penyebaran mungkin saja terjadi sebelum gejala muncul.
Periode waktu antara paparan virus dan munculnya gejala biasanya sekitar
lima hari, tetapi dapat berkisar dari dua hingga empat belas hari. Gejala
umum di antaranya demam, batuk, dan sesak napas. Komplikasi dapat
berupa pneumonia dan penyakit pernapasan akut berat. Tidak ada vaksin
atau pengobatan antivirus khusus untuk penyakit ini. Pengobatan primer
yang diberikan berupa terapi simtomatik dan suportif. Langkah-langkah
pencegahan yang direkomendasikan di antaranya mencuci tangan,
menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta pemantauan
dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi.
Upaya untuk mencegah penyebaran virus corona termasuk
pembatasan perjalanan, karantina, pemberlakuan jam malam, penundaan
dan pembatalan acara, serta penutupan fasilitas. Upaya ini termasuk
karantina Hubei, karantina nasional di Italia dan di tempat lain di Eropa,
serta pemberlakuan jam malam di Tiongkok dan Korea Selatan, berbagai
penutupan perbatasan negara atau pembatasan penumpang yang masuk,
penapisan di bandara dan stasiun kereta, serta informasi perjalanan
mengenai daerah dengan transmisi lokal. Sekolah dan universitas telah
ditutup baik secara nasional atau lokal di lebih dari 124 negara dan
memengaruhi lebih dari 1,2 miliar siswa.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian atau rancangan penelitian adalah rencana atau struktur dan
strategi penelitian yang disusun sedemikian rupa agar dapat memperoleh jawaban
mengenai permasalahan penelitian dan juga untuk mengontrol varians
(Machfoedz, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dari
perubahan pola makan di masa pandemi dengan perubahan siklus menstruasi
mahasiswi kebidanan tingkat 2 STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto sehingga
penelitian ini dilakukan secara observasional, dan merupakan jenis penelitian
kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional dan dikaji secara analitik. Penelitian
yang dilakukan secara observasional adalah penelitian yang mengkaji suatu
persoalan kesehatan dengan menggunakan pendekatan komunitas atau kelompok
sosial, yang paling penting dalam penelitian observasional adalah dimana peneliti
tidak melakukan suatu tindakan manipulasi, intervensi, ataupun pemaparan
tertentu terhadap variabel yang di teliti yang nantinya akan mempengaruhi hasil
penelitian (Siswanto, dkk. 2015).
Cross sectional sendiri berarti penelitian ini mendapatkan data sesuai dengan
kondisi dan saat penelitian berlangsung berdasarkan pendekatan secara tranversal,
sehingga pengumpulan data dari penelitian ini dapat dilakukan sekali atau pada
waktu penelitian dilakukan tanpa melihat latar belakang atau kejadian yang telah
lalu maupun kejadian yang akan datang. Penelitian analitik merupakan penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara variabel satu
dengan yang lain, maupun membandingkan atau mengetahui perbedaan satu
variabel atau lebih dilihat dari berbagai aspek atau sudut pandang (Siswanto, dkk.
2015). Penelitian kuantitatif sendiri berarti penelitian yang menekankan
analisisnya pada data – data numerical (angka) yang diolah dengan metode
statistika (Azwar, 2001 dalam Siswanto, 2015).
Alasan penggunaan desain studi cross sectional karena pada desain studi ini
seluruh variabel diukur dan diamati pada saat yang sama (one point in time)
sehingga lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.
Penelitian ini dilakukan secara online melalui Google form yang disebarkan pada
mahasiswi kebidanan tingkat 2 STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto, pada bulan
Juli 2021.
1. Populasi
Menurut Warsito (1992: 49), populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang
dapat terdiri dari mausia, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa,
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, (Arikunto, 2002: 109).
Penetapan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis
metode random sampling. Teknik sampling ini diberi nama demikian karena di
dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam
populasi sehingga semua subjek-subjek dalam populasi dianggap sama. Adapun
caranya adalah dengan memberikan kuisoner kepada mahasiswi kebidanan
STIKes Bina Sehat PPNI tingkat 2 / semester 4. Dari total 41 mahasiswa, terdapat
20 mahasiswa yang bersedia menjadi sampel dari penelitian kami, oleh karena itu
kuesioner hanya kami bagikan pada 20 mahasiswa yang bersedia.
Maka dalam penelitian ini dengan menggunakan dua alternatif jawaban untuk
menanyakan adanya perubahan atau tidak, yaitu: 1 (tidak ada perubahan), 2 (ada
perubahan). Selain itu, peneliti menggunakan tiga alternatif jawaban untuk
menanyakan insitas makan harian, jenis makanan yang sering dikonsumsi dan
perubahan siklus menstruasi yang dirasakan. Skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang
fenomena sosial (Sugiyono 2009: 93). Responden dapat memilih salah satu dari
empat alternatif jawaban yang disesuaikan dengan keadaan subjek. Skor untuk
setiap alternatif jawaban pada pertanyaan positif (+) dan pertanyaan negatif (–).
c. Jumlah makan
2
selama pandemi
2. Makanan a. Tindakan 5 2
pendamping
b. Frekuensi makan 6
makanan
pendamping
b. Makanan 7
pendamping
b. Siklus menstruasi 13
selama pandemi
b. Perubahan siklus 16
Total 16 16
E. Prosedur Kerja
b) koneksi internet
2. Prosedur Kerja
b) jika responden bersedia, maka akan dibagikan link google form untuk
mengisi pertanyaan
d) mengolah data melaui uji koefisien korelasi dimana nilai r antara -1dan 1
yang artinya variabel dinyatakan saling berkaitan apabila hasil mendekati
-1 atau 1.
1. Validitas
“Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data variabel yang
diteliti secara tepat” (Arikunto, 1998: 136). Validitas dihitung menggunakan
teknik korelasi Product moment angka kasar
rxy = nΣxy – (Σx) (Σy)
√{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
Keterangan:
X = Skor butir
Y = Skor total
Setelah dilakukan uji validitas, berikut ini penulis urain ringkasan mengenai hasil
uji validitas instrumen yang dianalisis menggunakan perhitungan manual.
rxy = 0,805
b. Apabila nilai r hitung mendekati 0 maka item dinyatakan tidak ada keterikatan
2. Reliabilitas
Keterangan:
Setelah dilakukan uji reliabilitas, maka hasil reliabilitas dapat dilihat pada tabel
berikut :
Apabila nilai cronbach alpha > 0,6 maka instrumen penelitian dinyatakan reliabel.
Dengan demikian, instrumen kuesioner yang digunakanadalah reliabel karena
alpha cronbach sebesar 0,714 atau semakin mendekati angka 1.
Product Moment Correlation adalah salah satu teknik untuk mencari korelasi
antar dua variabel yang kerap kali digunakan. Teknik korelasi ini dikembangkan
oleh Karl Pearson, yang karenanya sering dikenal dengan istilah teknik korelasi
Pearson. Disebut dengan Product Moment Correlation karena koefisie
korelasinya diperoleh dengan cara mencari hasil perkalian dari momen-momen
variabel yang dikorelasikan (Anas, 2012). Teknik ini dapat digunakan apabila
kenyataan data sebagai berikut:
c. Variasi skor dari kedua variabel yang akan dicari korelasinya harus sama.
Asumsi yang mendasari pada analisis Product Moment adalah distribusi data
kedua variabel adalah normal. Sedangkan pada korelasi Kendall’s tau spearman
tidak mensyaratkan distribusi data normal (Dwi Priyanto, 2009). Oleh karena
asumsi tersebut tidak terpenuhi sebelum melakukan uji korelasi Product Moment,
maka asumsi tersebut disebut sebagai uji prasyarat. Jika uji prasyarat terpenuhi,
maka analisis dapat dilanjutkan, akan tetapi jika tidak terpenuhi, maka peneliti
akan berpindah pada uji nonparametric dengan menggunakan uji korelasi
Kendall’s tau dan Spearman, karena anailisis ini tidak memerlukan uji prasyarat.
Berikut rumus yang digunakan dalam korealasi product moment:
Keterangan,
Nilai r yang diharapkan adalah nilai r yang signifikan, yaitu harga r empirik atau
yang sering kita sebut dengan r hitung lebih besar atau lebih dari r teoritik, yang
terdapat di dalam tabel nilainilai r. Dengan melihat jumlah N, kemudian kita
simpulkan jika r hitung lebih besar sama dengan r tabel berarti ada siginifikansi
antar varian. Jika kita menggunakan acuan strata dalam memberikan intrepretasi
secara sederhana terhadap angka indeks korelasi “r” product moment.
BAB IV
Program Studi n %
D3 Kebidanan 3 15
S1 Kebidanan 17 85
Total 20 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah
mahasiswi program studi S1 Kebidanan (85%). Karena jadwal kuliah yang tidak
terlalu padat memberikan kesempatan pada mereka untuk mengikuti penelitian
ini. Sementara dari program studi D3 Kebidanan hanya 15% yang bisa mengikuti
kegiatan penelitian ini dikarenakan jadwal kuliah yang padat serta menyiapkan
diri untuk mulai praktikum.
Perubahan pola n %
makan
Ya 10 50
Tidak 10 50
Total 20 100
Berdasarkan tabel 4.2 dapat kita ketahui bahwa mahasiswi yang mengalami
perubahan pola makan dan yang tidak mengalami perubahan pola makan saling
berimbang, yaitu masing-masing 10 orang (50%).
Berdasarkan tabel 4.3 dapat kita ketahui sebelum masa pandemi sebanyak 9
mahasiswa (45%) teratur makan 3 kali sehari dan hanya 3 mahasiswa (15%) yang
makan lebih dari 3 kali sehari. Namun selama masa pandemi
Berdasar tabel 4.4 dapat kita ketahui bahwa 9 mahasiswi (45%) terkadang makan
makanan pendamping atau nyemil dalam sehari, sementara frekuensi kebiasaan
sering makanan makanan pendamping terdapat 8 mahasiswi (40%). Lalu sisanya,
3 mahasiswi (15%) jarang makanan makanan pendamping setiap harinya. Pada
poin ini juga disertakan jawaban singkat terkait jenis makanan pendamping yang
dikonsumsi dan hasilnya sebagain besar menyebutkan jenis makanan pendamping
atau cemilan yang dimakan adalah gorengan, snack ringan, junk food dan salad
buah.
Perubahan siklus n %
menstruasi
Ya 9 45
Tidak 11 55
Total 20 100
Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa 9 mahasisiwi (45%) mengalami perubahan
siklus menstruasi selama masa pandemi, sedangkan 11 lainnya (55%) tidak
mengalami perubahan. Pada poin kuesioner ini juga disertai jawaban singkat bagi
responden yang mengalami perubahan siklus menstruasi dan didapat hasil dari 9
mahasiswi tersebut semuanya (100%) mengalami perubahan periode menstruasi
yang lebih lama selama masa pandemi.
Uji dengan Fisher’s Exact Test dilakukan dan hasil yang didapat yaitu p= 0.0281
di mana nilai p-value< 0,05, maka terdapat hubungan secara signifikan perubahan
pola makan dengan perubahan siklus menstruasi mahasiswi kebidanan STIKes
Bina Sehat PPNI Mojokerto.
4.2 PEMBAHASAN
Hasil pola makan dan siklus menstruasi digunakan kuesioner untuk melihat
frekuensi makan harian, kebiasaan makan harian dan keteraturan siklus
menstruasi, klasifikasi frekuensi makan kami bedakan menjadi 3, yaitu kurang
dari 3 kali sehari, 3 kali sehari dan lebih dari 3 kali sehari. Untuk kebiasaan makan
mkanan pendamping kami klasifikasikan menjadi jarang, kadang dan sering.
Sementara untuk siklus menstruasi diklasifikasikan dengan siklus menstruasi
teratur apabila siklus menstruasi responden dengan 21-35 hari dan siklus
menstruasi tidak teratur apabila siklus menstruasi responden < 21 hari / > 35 hari.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji statistik dengan menggunakan
Fisher’s Exact Test dan peneliti menemukan terdapat hubungan secara signifikan
antara perubahan pola makan dengan perubahan siklus menstruasi pada mahasiswi
Kebidanan STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sari dan Setiarini, 2013) dengan uji
statistik chi square dan memperoleh p- value 0,789 (p > 0.05). Hasil menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan siklus menstruasi.
Namun hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada wanita di Taiwan
oleh (Chung, 2010) dan mahasiswi Malang oleh (Pristiwi, 2007) bahwa terdapat
hubungan antara pola makan dengan siklus menstruasi. Perbedaan ini mungkin
terjadi karena kebanyakan responden dalam penelitian ini memperoleh hasil pola
makan yaitu asupan kalori dan status gizi yang baik sehingga menyebabkan tidak
ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen penelitian. Hasil
penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh (Memed dan
Filda, 2021) pada mahasiswi tingkat akhir STIKes RSPAD Gatot Subroto
bahwa da hubungan bermakna antara pola makan dengan ketidakteraturan
siklus menstruasi.
Teori ini sejalan dengan (Dieny, 2014) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi siklus menstruasi, diantaranya genetik, ras, usia, penyakit,
pertumbuhan alat reproduksi, hormon, obat-obatan kontrasepsi, stress,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, status gizi tidak normal, asupan zat gizi
dan juga aktifitas fisik. Gabungan pola makan yang tidak teratur dan beratnya
latihan dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan siklus menstruasi
yang akan akan mengakibatkan menurunnya performa pada atlet (Barr,
2014).
Kesehatan reproduksi adalah mental fisik, mental, dan sosial yang utuh. Siswi
pubertas memiliki tanggung jawab untuk menjamin proses yang diperlukan atau
proses yang terjadi pada alat yang salahsatunya adalah mestruasi. Gangguan
Menstruasi Yang sering terjadi pada remaja perempuan menurut Gail B yaitu
terdiri atas Amenore, Dismenore, Menorrhagia dan Oligomenorea. Siklus
menstruasi yang tidak teratur juga dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obatan,
aktivitas fisik yang berat, tidak normalnya kondisi tubuh dan makan yang dapat
mempengaruhi status gizi. 6-7 Riskesdas 2010 ferensi bahwa prevalensi dari
siklus menstruasi yang tidak teratur di Provinsi Banten sebanyak 14,6% dan
11,7% setelah dilakukan pada waktu 15-19 tahun. Pola makanan memiliki
hubungan dengan siklus menstruasi, baik pada fase preovulasi maupun puncaknya
pada fase luteal . Pravalensi hubungan pola makan dan siklus menstruasi
berdasarkan penilitian lisan hasil 40,3% wanita muda dengan gizi buruk, 52,8%
wanita muda dengan negara eunutritional dan, 6,9% perempuan muda dengan
negara overnutritional. Siklus menstruasi yang tidak sempurna adalah 38,9%
remaja tua. Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional
dengan pendekatan penerapan potong silang. Penelitian ini bersifat retrospektif
dengan memanfaatkan data kuesioner Food Record 3 x 24 jam dan kuesioner
siklus menstruasi pada siswi remaja dijalankan 16 tahun di SMAN 5 Tangerang.
Jumlah responden sebanyak 126 orang melakukan analisis data secara univariat
dan bivariat menggunakan Uji Fisher's Exact Test. Analisis diolah dengan
program SPSS 21,0. Hasil: berdiri 8 (6,34%) siswi polimenore, 103 (81,74%)
siklusmenstrasi yang normal dan 15 (11,9%) siswi diskusi oligomenore. Situ85
(67,4%) siswi termasuk kategori AKG kalori kurang, 26 (20,6%) siswi AKG
kalori baik dan 15 (11,9%) siswi AKG kalori berlebihan. Kesimpulan: ada
hubungan antara pola makan (kalori, karbohidrat, protein dan lemak) dengan
siklus menstruasi pada siswi SMAN 5 Tangerang.
Menstruasi yang tidak teratur merupakan proses tidak seimbangnya hormon pada
sistem reproduksi wanita dimana antara hormon estrogen dan progesteron harus
dalam komposisi yang sesuai. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi siklus
menstruasi adalah pola makan dan status gizi. Pola makan diyakini membawa
pengaruh pada siklus menstruasi dan status gizi sangat mempengaruhi status
pertumbuhan dan perkembangan, sehingga status gizi perlu diperhatikan. Remaja
adalah kelompok potensial untuk melihat pertumbuhan yang cepat dan
pematangan yang meminta ekstra nutrisi dan makanan kaya energi. Tujuan: untuk
mengetahui hubungan pola makan dan status gizi dengan siklus menstruasi.
Metode: pencarian artikel menggunakan PubMed, Pro-quest, google scholar dan
GARUDA untuk menemukan artikel yang sesuai dengan kriteria kemudian
dilakukan review, dengan memasukkan kata kunci “status gizi”, “pola makan”,
dan “siklus menstruasi” dan ditemukan sebanyak 10 artikel Hasil: dari 2 jurnal
menunjukkan adanya hubungan bahwa pola makan, konsumsi makanan cepat saji,
diet dan melewatkan makan berhubungan dengan siklus menstruasi, begitu juga
ditemukan 7 jurnal yang menunjukkan bahwa menstruasi normal lebih banyak
terdapat pada responden yang mempunyai status gizi normal. sebaliknya siklus
menstruasi tidak normal lebih banyak terdapat pada responden yang mempunyai
status gizi lebih dan kurang. Diskusi: pola makan yang tidak baik akan
mempengaruhi fungsi hipotalamus dalam memberikan ransangan kepada hipofisa
anterior untuk menghasilkan FSH dan LH apabila produksi hormon tersebut
terganggu maka siklus menstruasi juga akan terganggu. Status gizi
mempempengaruhi keseimbangan hormon estrogen dan progesteron, pada wanita
dengan gizi lebih produksi hormon progesteron menurun, sedangkan pada wanita
kurus produksi hormon estrogen lebih sedikt, dimana dapat mempengaruh siklus
menstruasi. Kesimpulan: terdapat hubungan pola makan dan status gizi dengan
siklus menstruasi pada remaja putri. (DWI AYU, APRILIYANTI (2020)
Pubertas merupakan masa yang terjadi pada usia remaja. Pubertas pada remaja
putri ditandai dengan terjadinya menstruasi pertama kali (menarche). Remaja
merupakan kelompok usia yang rentan mengalami gangguan menstruasi salah
satunya yaitu siklus menstruasi yang tidak normal. Siklus menstruasi yang tidak
normal dapat menjadi prediktor kesehatan reproduksi. Salah satu faktor yang
menyebabkan siklus menstruasi yang tidak normal yaitu status gizi. Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status gizi dengan
siklus menstruasi siswi MAN 1 Lamongan. Penelitian dengan desain cross
sectional ini dilakukan pada populasi siswi kelas X dan XI Madrasah Aliyah
Negeri 1 Lamongan (MAN 1 Lamongan). Penentuan sampel dilakukan dengan
simple random sampling dan didapatkan besar sampel sebesar 83 siswi. Data
terkait siklus menstruasi didapatkan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
Data status gizi didapatkan dengan melakukan pengukuran tinggi badan, berat
badan. Status gizi diklasifikasikan dengan menggunakan nilai tabel z-score
IMT/U untuk anak perempuan usia 5-18 tahun dari Kemenkes RI. Analisis data
menggunakan uji korelasi spearman dengan α = 0,05. Hasil : Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden dengan status gizi normal (66,3%) sebagian besar
memiliki siklus menstruasi yang normal (62,7%). Responden dengan status
giziobesitas cenderung mengalami siklus menstruasi yang tidak normal (71,4%).
Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa terdapat hubungan antara status
gizi dengan siklus menstruasi (p= 0,036). Terdapat hubungan antara status gizi
dengan siklus menstruasi siswi MAN 1 Lamongan.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara pola makan mahasiswa STIKES Bina Sehat PPNI
terhadap siklus mensturasi
SARAN
1. Bagi Mahasiswa STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto
Siswi harus mulai mengenal diri dan tubuhnya serta memperhatikan perubahan-
perubahan tubuh dengan cara mencatat siklus menstruasi setiap bulannya. Dapat
menjaga berat badan agar dapat mengurangi dampak negatif dari malnutrisi
khususnya terhadap siklus menstruasi. Memperhatikan menu yang dikonsumsi agar
mengkonsumsi menu yang seimbang yaitu menu yang mengandung karbohidrat,
protein, vitamin dan mineral.
Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat menjadi sumber yang status
gizi yang bisa dilihat dari indeks masa tubuh dan kecukupan kalori dari konsumsi
menu seimbang yang mempengaruhi siklus menstruasi sehingga dapat memberikan
solusi yang tepat apabila menemui kasus ketidakteraturan siklus menstruasi yang
tidak hanya dipengaruhi oleh stress atau psikis saja tetapi juga faktor-faktor lain.