Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di


klinik atau ruangan penyakit dalam dan merupakan salah satu penyakit
yang banyak di keluhkan oleh masyarakat, baik remaja maupun orang
dewasa. Gastritis atau sakit pada ulu hati ialah terjadi peradangan pada
mukosa dan sub mukosa lambung. Gastritis ditandai dengan rasa mual
muntah, perdarahan pada kasus lanjut, rasa lemah dan nafsu makan
menurun (Suwindri, Yulius Tiranda, 2021).

Menurut data dari World Healt Organization (WHO) angka


terjadinya gastritis di dunia dari beberapa Negara yaitu Inggris dengan
angka presentasi 22%, cina dengan angka presentasi 31%, jepang dengan
angka presentasie 14,5%, kanada dengan angka presentase 35% dan
prancis angka presentase 29,5%. Di dunia kejadian peyakit gastritis sekitar
1,8-2,1 juta penduduk dari setiap tahunnya, kejadian penyakit gastritis di
Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya
(Tussakinah W, Burhan IR, 2018 dalam Anshari & Suprayitno, 2019)

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang yang telah


dilakukan oleh Dapartemen Kesehatan RI dan angka kejadian gastritis
tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, kemudian beberapa kota
lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung
32,5%, Palembang 35,35%, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2%. (Islami,
2019). Berdasarkan profil keesehatan kesehatan tahun 2018, gastritis
merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus
(4,9%)(Gustin, 2018 dalam Mustakim et al., 2022)

1
Sedangkan berdasarkan provil kesehatan provonsi Sulewesi
Tengah di Kota Palu, gastritis termasuk dalam salah satu dari sepuluh
penyakit terbanyak dengan angka kejadian sekitar 12,316 kasus (Dinkes
Sulteng, 2018 dalam Hardani et al., 2022)

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 23 Juni 2016 dengan perawat


yang bertugas di ruang adminitrasi Puskesmas Mamboro menjelaskan
bahwa pada tahun 2019 sebanyak 408 pasien gastritis, tahun 2020
sebanyak 514 pasien gastritis yang melakukan pengobatan di Puskesmas
Mamboro dan pada tahun 2021 jumlah pasien gastritis meningkat dengan
jumlah 806 pasien. hal ini membuktikan bahwa di kawasan Puskesmas
Mamboro dinyatakan masih banyak masyarakat yang mengalami kejadian
gastritis.

Berdasarkan data-data di atas, bahwa resiko penyakit gastritis


masih tinggi, maih banyak masyarakat yang tidak terlalu memperhatikan
menjaga kesehatan lambung seperti gaya hidup yang tidak sehat terutama
dalam memperhatikan dari apa yang dikonsumsi, penggunaan obat-obatan,
stre, serta pola makan yang kurang baik sehingga mengakibatkan
terjadinya inflamasi pada lambung.

Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku


dari manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik
tekanan internal dan eksternal (stressor). Stressor dapat mempengaruhi
semua bagian dari kehidupan seseorang, menyebabkan stres mental,
perubahan perilaku, masalahmasalah dalam interaksi dengan orang lain
dan keluhan-keluhan fisik salah satunya mengakibatkan nafsu makan
berkurang sehingga menimbulkan gastritis. Stres menyebabkan penurunan
semua kinerja organ tubuh yang di pengaruhi dan dikontrol oleh otak,
ketika reseptor otak mengalami kondisi stres akan menyebabkan
perubahan keseimbangan kondisi dalam tubuh sehingga berdampak

2
terhadap perubahan pola makan yang menyebabkan gastritis(Anshari &
Suprayitno, 2019)

Pola makan merupakan perilaku yang ditempuh seseorang dalam


memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap
hari yang meliputi frekuensi makan dalam sehari, jenis makanan yang
dikonsumsi dan porsi makan.Kebiasaan makan tidak teratur akan membuat
lambung sulit untuk beradaptasi, jika hal itu berlangsung lama, produksi
asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa
pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat
menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke
kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar(Notoadmojo, 2011
dalam Anshari & Suprayitno, 2019)

Hasil penelitian sebelumnya oleh Laurensius Fua Uwa , Susi


Milwati, Sulasmini Hubungan Antara Stres Dan Pola Makan Dengan
Kejadian Gastritis Yang Terjadi Di Puskesmas Dinoyo 2019, didapatkan p
value = (0,002) < (0,050) sehingga H3 diterima yang artinya ada hubungan
antara stres dan pola makan dengan kejadian gastritis yang terjadi di
Puskesmas Dinoyo. Didapatkan nilai R Square sebesar 0,659 artinya stres
dan pola makan memiliki hubungan dengan kejadian gastritis sebesar
65,9%.

Hasil penelitian sebelumnya oleh Yusfar, Ariyanti (2019)


Hubungan Faktor Resiko Gastritis Dengan Kejadian Gastritis Pada Siswa-
Siswi Sma Dan Smk, diperoleh nilai p-value sebesar 0,008. Dikarenakan
nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara faktor pola makan dengan kejadian gastritis dan diperoleh
nilai p-value sebesar 0,000. dikarenakan nilai p <0,05 maka dapat di
simpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara daktor tingkat
stress dengan gastritis.

3
Dari keterangan dan data di atas peneliti tertarik untuk mengetahui
“apakah ada hubungan antara pola makan dan stres terhadap kejadian
gastritis di Mamboro wilayah kerja Puskesmas Mamboro tahun 2022

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka di rumuskan masalah


dalam penelitian ini adalah ” Apakah ada hubungan antara pola makan dan
stress terhadap kejadian gastritis di Mamboro wilayah kerja Puskesmas
Mamboro ?”

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui adakah hubungan pola makan dan stress terhadap


kejadian gastritis di Mamboro wilayah kerja Puskesmas Mamboro
tahun 2022

1.3.2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya adanya hubungan pola makan terhadap kejadian


gastritis di Puskesmas Mamboro

b. Di ketahuinya adanya hubungan stress terhadap kejadian gastritis


di Mamboro wilayah kerja Puskesmas Mamboro

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1. Bagi petugas kesehatan di puskesmas Mamboro

Dapat memberikan masukan bagi pihak puskesmas kiranya dapat


meningkatkan pelayanan kepada keluarga dan masyarakat melalui
promosi kesehatan secara periodic tentang upaya pencegahan penyakit
gastritis.

4
1.4.2. Bagi Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu

Hasil penelitian nantinya diharap kan dapat bermanfaaat sebagai


bahan pengembangan ilmu pengembangan ilmu pengetahuan dan
menambah wawasan khususnya mahasiswa/pembaca umumnya serta
guna meningkat kan mutu pendidikan selanjutnya

1.4.3. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang upaya


pencegahan langsung gastritis

1.4.4. Bagi peneliti yang lain

Sebagai bahan bacaan dan perbandingan bagi peneliti lain dalam


mengembangkan penelitian selanjutnya.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. konsep pola makan

2.1.1. pengertian pola makan

Sulistyoningsih (2011:61) mengatkan bahwa pola makan adalah


tingkah laku atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan
makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan makanan yang terbentuk sebagai
hasil dari pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Pola makan yang
seimbang yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai dengan pemilihan bahan
makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik (Akbar et al.,
2021)

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat


mempengaruhi keadaan gizi, hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas
makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi
sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Gizi yang
optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik
dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok umur (Kemenkes,
2014 dalam Yusfar & Ariyanti, 2019)

2.1.2. komponen makan

secara umum, pola makan memiliki 3 komponen yaitu:

1) jenis makan

jenis makan adalah jinis makanan pokok yang dimakan sehari hari
terdiri dari makan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan
buah yang dikonsumsi setiap hari makanan pokok adalah sumber
makanan utama di Negara Indonesia yang dikonsumsi setiap orang

6
atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung, sagu,
umbiumbian, dan tepung, jagung ( sulistyonigsih dalam Nisa,
2020)

2) frekuensi makanan

frekuensi makan adalah berapa kali seorang makan dalam sehari


meliputi makan pagi, makan siang dan makan malam.dan makan
selingan (sulistyonigsih dalam Sandi, 2020). Frekuensi makanan
merupakan jumlah makan sehari-hari, baik kualitatif maupun
kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui
alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama
makanan dalam lambung bergantung pada sifat dan jenis
makanan. Rata-rata lambung kosong antara 3-4 jam. Oleh karena
itu, pembagian jam makan yang tepat Menurut Freedomsiana
( 2018 ) dalam Sandi( 2020 ) adalah sebagai berikut:

Table 2.1.

Pembagian Jam Makan Yang Tepat

04.00 – 12.00 Lambung bekerja untuk


membuang kotoran. Oleh karena
itu, jam-jam ini yang paling baik
adalah makan makanan yang
berserat, seperti jus buah, atau
makanan yang dapat membantu
proses pengeluaran makanan.
12.00 – 20.00 Saat dimana tubuh kita menyerap
makanan dengan baik. Oleh
karena itu, sangat baik jika
mengonsumsi makanan yang
kaya akan protein, vitamin, dan

7
makanan-makanan bergizi
lainnya, bahkan karbohidrat
seimbang dianjurkan untuk
dikonsumsi pada jam-jam ini
20.00 – 04.00 Waktu dimana tubuh kita
mencerna makanan. Konsumsi
makanan mengenyangkan yang
bernutrisi dan rendah gula
Sumber : Freedomsiana ( 2018 ) dalam Sandi( 2020 )

Jika rata-rata lambung kososng antara 3-4 jam, maka jadwal


makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung
(Oktaviani, 2011 dalamYusfar & Ariyanti, 2019). Makan tidak
teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena terjadi
ketidakseimbangan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini
berhubungan dengan waktu makan. Biasanya, ia berada dalam
kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang.
Sehingga, kondisi lambung dan pencernaannya menjadi terganggu
(Hidayah, 2012 dalam Yusfar & Ariyanti, 2019).

3) Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan


dalam setiap orang atau setiap indinidu dalam kelompok
(sulistyonigsih, 2011 dalam Sandi, 2020). Jumlah makanan
bergantung dari kandungan jumlah kalori dalam setiap makanan
yang dimakan. Jumlah kalori dalam makanan sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan tubuh kita. Kalori adalah satuan
unit yang digunakan untuk mengukur nilai energi yang diperoleh
tubuh ketika mengonsumsi makanan atau minuman. Untuk
memastikan agar kebutuhan nilai gizi tercukupi dengan baik,

8
sebaiknya Anda melihat kadar kalori pada makanan atau minuman
yang dikonsumsi (Freedomsiana, 2018 dalam Sandi, 2020).

Kandungan kalori di dalam makanan dapat ditentukan oleh


kandungan gizi, seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang
terkandung di dalam makanan itu sendiri. Lemak menghasilkan
kalori yang paling banyak diantara yang lainnya, yaitu 9
kalori/gram, sedangkan karbohidrat dan protein menghasilkan 4
kalori/gramnya. Makanan yang mengandung banyak lemak adalah
makanan yang mengandung kalori tinggi. Sebaliknya, yang
memiliki kalori rendah adalah buah-buahan dan sayur-sayuran
karena mengandung banyak serat dan kadar airnya tinggi
(Freedomsiana, 2018 dalam Sandi, 2020 ).

Tumpeng gizi seimbang memuat jumlah makanan yang


direkomendasika:

a) Jumlah makanan pokok 3-4 porsi dalam sehari, artinya dalam


satu hari jumlah makanan pokok direkomendasikan untuk
dikonsumsi adlah sebanyak 3-4 porsi. Makanan pokok yang
dikonsumsi bisa berasal dari nasi, jagung , roti, mie, atau
umbi-umbian.

b) Sayuran 3-4 porsi dalam sehari, artinya jumlah sayur yang


dikonsumsi dalam 1hari adalah sebanyak 3-4 porsi. Satu porsi
sayur yang direkomendasikan adalah sebanyak 100 gram,
sehingga dalam satu hari dianjurkan untuk mengonsumsi 300-
400 gram sayur terbagi dalam 2-3 kali konsumsi sesuai
dengan kebiasaan makan individu. Jumlah tersebut akan
berbeda-beda tergantung dari kebutuhan energi dan zat gizi
makro.

9
c) Buah 2-3 porsi dlam sehari, artinya jumlah buah yang
dikonsumsi dalam satu hari adalah sebanya 2-3 porsi. Buah
bisa dikonsumsi setelah makan utama atau bisa dijadikan
selingan dalam bentuk buah segar maupun jus. Apabila buah
dikonsumsi dalam bentuk jus, maka harus diperhatikan juga
jumlah penambahan gula dan susu, karena konsumsi gula
dibatasi 10% dari total energi sehari. Buah yang bisa
dikonsumsi antara lain buah pisang, manga, jeruk, apel,
alpukat atau buah-buah lainnya.

d) Lauk pauk 2-4 porsi, artinya dalam satu hari konsumsi lauk
nabati atau lauk hewani yang dianjurkan adalah sebanyak 2-4
porsi. Jumlah tersebut akan berbeda-beda tiap individu
tergantung kebutuhan energy dan zat gizi makro. Lauk nabati
bisa berasal dari tahu dan tempe, dimana satu porsi tempe
setara dengan 50 gram. Atau 2 potong sedang, sedangkan satu
porsi tahu setara dengan 100 gram. Bahan lauk hewani yang
bisa dikonsumsi antara lain telur, ayam, daging, ikan mujahir,
ikan tengiri, udang dan lain-lain. Satu porsi ikan segar setara
dengan dengan 40 gram, namun berat satu porsi lauk hewani
lainnya berbeda dengan satu porsi ikan segar.

e) Gula, garam, dan minyak masing-masing dianjurkan sebanyak


4 sendok makan (sdm) gula, 1 sendok the (sdt) untuk gram,
dan 5 sdm untuk minyak. Menurut pedoman dari WHO tahun
2015 konsumsi gula dalam sehari maksimal 5-10% total
kebutuhan energi. Sebagai contoh kebutuhn energi individu
sehat dalam sehari sebanyak 1500 kkal, maka jumlah gula
yang dikosumsusi dalam sehari maksimal 150 kkal (10% dari
kebutuhan energi). Jika dalam 1 sdm gula (10 gram)
mengandung energy sebesar 37 kkal, maka jumlah gula yang
dikonsumsi maksimal 150 kkal : 37 kkal = 4 sdm. Konsumsi

10
garam yang direkomendasikan oleh WHO tidak lebih dari 5
gram per hari atau setara dengan 1sdt (WHO, 2012)

f) Dalam pedoman gizi seimbang memperhatikan praktik


perilaku hidup sehat seperti konsumsi air putih 8 gelas sehari,
melakukan aktivitas fisik, memantau berat badan, dan
melakukan hidup bersih (Harti & Cempaka, 2021)

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan

Menurut Budi dalam sumiati (2018) faktor-faktor yang


mempengaruhi pola makan yaitu :

1) Usia >60 tahun selera makan seorang akan menurun dan kekuatan
untuk mencerna makanan juga berkurang.

2) Pendidikan yang rendah mengakibatkan kuranganya pengetahuan


memgenai pola makan yang sehat.

3) Pekerjaan juga mempengaruhi pola makan. Jika seseorang tidak


bekerja maka makin kurang pengetahuan seseorang mengenai
kesehatan. Pekerjaan ini dihubungkan dengan pendapatan keluarga,
karena pendapatan yang kurang akan mempengaruhi gaya hidup
seseorang, dalam hal ini terutama perubahan pada konsumsi
makanan yang menetukan status gizi.

4) Ekonomi mencakup dalam peningkatan peluang untuk daya beli


pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan penurunan
daya beli pangan maupun kualitas maupun kuantitas masyarakat.
Pendapatan yang tinggi dapat mencakup kurangnya daya beli
dengan kurangnya pola makan seseorang sehingga pemilihan suatu
bahan makanan lebih didasarkan dalam pertimbangan selera
dibandingkan aspek gizi dan kesehatan.

11
2.2. Konsep Stres

1. Pengertian stres

WHO (2003), menatakaan bahwa stress merupakan resspon tubuh


terhadap stressor psikososial. Stres juga dapat diartikan dengan kumpulan
perubahan fisiologis akibat terkena bahaya atau ancaman. Stres sekarang
ini banyak digunakan untuk memperjelas berbagai stimulus dengan
intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisioligis, perilaku
dan subjektif terhadap stres, konteks ini membuat stres sebagai suatu
system. Stres menjadi masalah umum yang ada dalam kehidupan
manusia, karena stres bagian atribut modern dan menjadi bagian hidup
yang tidak bisa dihindari, baik dilingkungan sekolah, kerja,
keluarga ,maupun dimana saja. Stres dapa menimpa siapa saja baik anak-
anak, remaja, dewasa maupun lansia. Sehingga stres dapat dikatakan dapat
menimpa siapapun dan dimanapun. Jika jumlah stres yang menimpa
seseorang maka akan berdampak pada keadaan mental maupun fisik
individu. Situasi yang memungkinkan menjadi pemicu terjadinya stres
antara lain beban kerja, suhu udara, suara bising, cahaya yang terlalu
terang, lingkungan kotor, ventilasi yang tidak memadai dan masih banyak
lagi. (Rias et al., 2021)

Menurut Dr. Peter Tyler (dalam Kasuda, 1996) stress adalah


perasaan tidak enak yang disebabkan oleh persoalan-persolan di luar
kendali kita, atau reaksi jiwa dan raga terhadap perubahan (Lubis, 2016)

Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri/jiwa dan realitas


kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari perubahan negative yang
dapat menimbulkan stres, seperti cedera, sakit atau kematian orang yang
dicintai, putus cinta, perubahan positif juga dapat menimbulkan stres,
seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta.

12
2. Penggolan stres

Menurut selye ( 2005 ) dalam menggolongkan stress menjadi dua


golongan yang didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang
dialaminya yaitu:

a. Distress ( stress negative)

Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan.


Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa
cemas, kekuatan, kahwatir atau gelisah. Sehingga individu mengalami
keadaan psikologis yang negative, menyakitkan dan timbul keinginan
untuk menghadirinya.

b. Eustres ( stress positif )

Eustres bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang


memuaskan, frase joy of stres untuk mengungkapkan hal-hal yang
bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustres dapat
meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan
performnsnsi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi
individu untuk menciptakan sesuatu, misalnaya menciptakan karya
seni (Tasnim et al., 2020).

3. Sumber stres

a. Stres biologi dapat berupa; mikroba, bakteri, virus, dan jasad renik
lainnya, hewan, tumbuhan dan mahluk hidup lainnya yang dapat
mempengaruhu kesehatan.

b. Stres fisik dapat berupa; perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, giografis,
yang meliputi lokasi tempat tinggal, demografi, termasuk didalamnya
jumlah anggota keluarga, nutrisi, radiasi, kebisingan dan lainnya.

c. Stres kimia, berasal dari dalam tubuh individu sendiri dapat berupa
serum darah maupun glukosa sedangkan dari luar tubuh dapat berupa

13
obat, pengobatan, pemakaian alcohol, nikotin, cafein, polusi udara, gas
beracun, pencernaan lingkungan, bahan kosmetik, pengawet makanan,
pewarna, dll.

d. Stres sosial psikologis, yaitu label dari prasangka, ketiakpuasan


terhadap diri sendiri, kekejaman, percaya diri yang rendah, perubahan
ekonomi, emosi yang negative dan kehamilan.

e. Stres spiritual, yaitu adanya persepsi negative terhadap nilai-nilai


keTuhanan (Rias et al., 2021)

4. Jenis-jenis stress

Jenita DT Donsu (2017) menyatakan bahwa jenis stres dibagi menjadi


dua yaitu:

a. Stress Akut merupakan reaksi tubuh terhadap ancaman tertentu,


tantangan atau kekuatan. Reaksi akan segera dan intensif dan
dibeberapa keadaan akan menimbulkan gemetaran.

b. Stres kronis: reaksi yang lebih sulit dipisahka atau diatasi, dan efeknya
lebih panjang dan lebih (Rias et al., 2021)

Menrut priyoto (2014) stres dapat dibagi tiga menurut gejalanya yaitu:

a. Stres ringan : Jenis stres yang dihadapi seseorang secara teratur


hamper setiap hari, dimana situasi stres ini ringan dan berlangsung
beberapa menit atau jam saja. Ciri-ciri stress ringan yaitu
meningkatnya semangat, ketajaman penglihatan, peningkatan energy,
letih tampa sebab, gangguan system pencernaan, otak, perasaan tidak
dapat santai. Stress ringan dapat diperlukan karena dapat memacu
seseorang untuk berfikir dan berussaha lebih tegar dalam menghadapi
tantangan hidup.

b. Stress sedang : jenis stres ini dapat berlangsung lebih lama dari pada
stres ringan, penyebabnya karena mengadapi situasi yang tidak dapat

14
diselesaikan dengan cepat baik dengan rekan kerja ataupun atasan,
keluarga maupun lingkungan masyarakat. Ciri-ciri stres sedang yaitu
sakit perut, otot yang menegang, dan gangguan tidur.

c. Stress berat: Jenis stres dengan situasi yang berlangsung dalam


beberpa minggu, bilan maupun tahuna, misalnay kesulitan finansial,
perpisahan keluarga, penyakit kronis, psikologi sosial pada usia lanjut.
Ciri-ciri stress berat yaitu sulit beraktifitas, gangguan hubungan sosial,
sulit tidur, penurunan konsentrasi, kecemasan yang berkepanjangan
(Rias et al., 2021)

5. Mekanisme stres

Stres baru dapat dirasakan apabila keseimbangan diri terganggu.


Artinya kita baru mengalami highlight manakala kita memersepsi tekanan
dari stressor melebihi daya tahan yang kita punya untuk menghadapi
tekanan tersebut. Jadi selama kita memandang diri kita masih bisa
menahan tekanan tersebut, (yang kita persepsi lebih ringan dari
kemampuan kita menahan) maka tekanan highlight belum nyata. Akan
tetapi apabila tekanan tersebut bertambah basar (dari stressor yang lama
atau stressor yang lain secara bersamaan) tekanan menjadi nyata kita
menjadi kewalahan dan merasakan stres.

Selama pikiran tidak menghentikan tanda bahaya ke otak,


mekanisme stres ini berajalan terus. Belakangan ini sejumlah penellitian
paduan bidang psikolog dan saraf (Goleman, 2007) menemukan bahwa
otak manusia memiliki banyak neuron counterpart yang bekerja otonom
yang menangkap vigilance pada saat kita berinteraksi sosial, kemudian
membangun (set-up) system sirkuit yang sesuai dengan bacaannya.
Dengan perkataan lain, meskipun secara mental kita masih bisa melakukan
adjustment, tubuh secara otonom melakukan mekanisme pertahanan atau
perlindunga sesuai bacaan neuron mirror (Tebay, 2021)

15
6. Dampak stres

Menurut Jenita DT Donsu (2017) Stres ringan atau Stres level


rendah dapat dampak positif bagi individu, karena dapat memberikan
motivasi dan semangat dalam menghadapi tantangan, tetapi stress berat
atau level tinggi dapat menyababkan seseorang mengalami depresi,
penurunan respon imun sampai kanker dan gangguan kardiovaskular (Rias
et al., 2021)

Ada tiga kategori danpak stres menurut priyono (2014) yaitu sebagai
berikut:

a. Dampak fisiologis

1) Gangguan pada organ tubuh lebih aktif dalam salah satu system
tertentu: Muscle lyopathy (otot tertentu mengencang atau
melemah), tekanan darah naik ( kerusakan jantung dan arteri),
system pencernaan (maag, diare)

2) Gangguab system reproduksi: Amenorrhea ( gangguan


menstruasi), kegagalan ovulasi pada wanita, impotensi dan
kurangnya produksi sperma pada pria, kehilangan gairah se

3) Gangguan lainnya, seperti migraine, tegang otot, rasa bosan dll.

b. Dampak psikososial

1) Keletihan emosi, jenuh, ini erupakan tanda awal terjadinya burn


out (kondisi stress kronis)

2) Pencapaian akan sesuatu akan menurun, sehingga menurunnya rasa


kompeten dan rasa sukses.

c. Dampak perilaku

1) Jika stres menjadi distres, maka akan terjadi tingkah laku yang
tidak diterima masyarakat.

16
2) Tingkat stress yang cukup tinggi berdampak negative pada
kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan,
mengambil langkah yang tepat (Rias et al., 2021)

2.3. Konsep kejadian gastritis

2.3.1. Pengertian gastritis

Gastritis atau yang biasa disebut dengan maag adalah proses


inflamasi atau terjadinya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
karena adanya faktor iritasi serta infeksi pada mukosa dan submukosa
lambung (Tussakinah, dkk., 2018 dalam Hardani et al., 2022)

Gastritis adalah inflamasi pada mukosa lambung yang ditetPKn


berdasarkan gambaran diri histologis mukosa lambung. Gastritis
berkaitan dengan proses inflamasi epitel pelapis lambung dan luka
pada mukosa lambung (Watari, 2014 dalam Miftahussurur et al.,
2021). Istilah gastritis digunakan secara luas untuk gejala klinis yang
timbul di abdomen bagian atas atau yang disebut daerah epigastrium.
Pada pemeriksaan endoskopi, gastritis dideskripsika sebagai edema
pada mukosa lambung, namun temuan edema pada pemeriksaan
endoskopi tidak spesifik menunjukan inflamasi pada mukosa
(Rugge,2020 dalam Miftahussurur et al., 2021). Gastritis pada
umomnya tidak menimbulkan keluhan, namun gejala khas gastritis
adalah rasa nyeri pada epigastrium. Gejala lainnya adalah mual
muntah, kembung, dan nafsu makan turun. Komplikasinya terdiri dari
perdarahan lambung, ulkus peptikum, dan kanker lambung (Azer SA,
2020 dalam Miftahussurur et al., 2021).

Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2009) gastritis adalah


inflamasi mukosa gastrik/lambung fisiologis ( fungsi pencernaan,

17
sekresi, dan motoric). Normalnya gester dilindungi oleh barrier
mukosa gastric dari HCL dan pepsin (Khotimah et al., 2022)

2.3.2. Etiologi gastritis

Penyebab gastritis yang paling umum adalah infeksi bakteri


Helicobacter pylory . gastritis yang disebabkan oleh infeksi H pylori
menjadi faktor resiko penting timbulnya ulkus peptikum beserta
komplikasinya dan kanker lambung, karena H. pylori dapat
menyebabkan kerusakan progsesif pada mukosa lambung (Sugono,
2015 dalam Miftahussurur et al., 2021)

Beberapa penyebab lainnya yang dapat meningkatkan gastritis


adalah:

1) Obat analgetik-antiinflamasi terutama aspirin. Aspirin dalam


dosis yang rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa
lambung

2) Bahan kimia misalnya lisol

3) Merokok

4) Alcohol

5) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar sepsis, trauma,


pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan
saraf pusat

6) Refluks usus lambung

7) Endotoksin

Gastritis akut:

Menurut Wim de jong et al (2005) penyebab gastritis akut yaitu


makan terlalu banyak dan terlalu cepat, makan-makanan yang terlalu

18
berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme (Nurarrif &
Kusuma, 2015)

Penyebab lain yaitu:

1) Pemakaian sering obat-obatan NSAID seperti aspirin yang tanpa


pelindung selaput enteric

2) Peminum alcohol

3) Perokok berat

4) Stress fisik

Gastritis kronik atau tipe spesifiknya dapat tampak terutama pada


keadaan klinik berikut:

1) Penderita dengan ulkus peptikum

2) Hubungan dengan karsinoma lambung

3) Pada penderita dengan anemia

4) Pada penderita setelah gastrektomi (Rendi & TH, 2012)

2.3.3. Tanda dan Gejala Gastritis

1. Mual

2. Sebagian penderita bisa muntah darah

3. Nausea

4. Muntah dan cegukan

5. Sakit kepala

Gastritis akut

19
1. Nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah

2. Dapat ditemukan hematemesis dan melena (Rendi & TH, 2012)

Gastritis kronis

3. Gejala dan tanda klinis gastritis kronis sifatnya tidak separah


gastritis akut namun persisten. Rasa mual dan tidak nyaman pada
abdomen bagian atas juga didapatkan pada gastritis kronis
(Miftahussurur et al., 2021).

2.3.4. Pencegahan gastritis

1. Hindari minuman alcohol karena dapat mengriitasi lambung


sehingga terjadi inflamasi dan perdarahan

2. Hindari merokok karena dapat mengganggu lapisan dinding


lambung sehingga lambung lebih mudah mengalami gastritis dan
tukak atau ulkus. Dan rokok dapat meningkatkan asam lambung
dan mempelambat penyembuhan tukak

3. Atasi sters sebaik mungkin

4. Makan makanan yang kaya akan buah an sayur, namun hindari


sayur dan buah yang bersifat asam ( misalnya jeruk, lemon,
nanas, tomato)

5. Jangan berbaring setelah makan untuk menghindari refluks


(aliran balik) asam lambung

6. Berolahraga secara teratur untuk membantu mempercepat aliran


makanan melalui usus

7. Bila perut mudah mengalami kembung (banyak gas) untuk


sementara waktu kurangi konsumsi makanan tinggi serat

20
8. Makan dalam porsi sedang (tidak banyak) tetapi sering, berupa
makanan lunak dan rendah lemak, makan secara perlahan dan
rileks (Nurarrif & Kusuma, 2015)

2.3.5. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya


antiboi H. pylori dalam darah. Hasil positif yang ada dalam darah
menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada
satu waktu dalam hidupnya, tetapi itu tidak menunjukan bahwa
pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan
untuk memerikasa anemia, yang terjadi akibat perdarahan
lambung akibat gastiritis

2. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapar menentukan apakah


pasien terinfeksi oleh H.pilory atau tidak.

3. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pilory


dalam faces atau tidak. Hasil positis dapat mengindikasikan
terjadinya infeksi.

4. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat trlihat
adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang
mungkin tidak terlihat dari sinar-X.

5. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya
tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya
akan diminta menelan cairan barium terlebi dahulu sebelum
dilakukan ronsen.

21
2.3.6. Penatalaksanaan

1. Gastritis akut

Faktor utama adalah dengan menghilangkan etio;oginya,


diet lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan
ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa
antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik
dan antacid juga ditujukan sebagai sifoprotekor berupa sukralfat
dan prostaglandin.

Penatalaksanaan sebaiknya meliputu pencegahan terhadap


setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit
yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi
penyebab, serta dengan pengobatan suportif.

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida


dan antagonis H2 Sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun
hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap
diajukan.

Penatalaksanaan medical untuk gastritis akut dilakukan


dengan menghindari alcohol dan makanan sampai gejala
berkurang. Bila gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila
terdapat perdarahan, penatalaksanaannya serupa dengan pada
hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis terjadi
karena alkali kuat, gunakan jus karena adanya bahaya
perforasi(Nurarrif & Kusuma, 2015).

2. Gastritis kronis

Pengobatan gastritis krinis bervariasi, tergantung pada


penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat
diberikan antibiotic untuk membatasi Helicobacter pylor. Namun
demikian lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis.alkohol

22
dan obata yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari.
Bila terjadi anemia defisiensi besi ( yang disebabkan oleh
perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati. Pada anemia
pernisiosa harus diberi pengobatan B12 dan terapi yang sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan
meningkatkan istrahat serta memulai farmakoterapi.
Helicobacter pillory dapat diatasi dengan antibiotic (seperti
tetrasiklin atau amoxilin) dan garam bismuth (pepto bismol)
(Nurarrif & Kusuma, 2015).

2.4. Hubungan Stres dan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis

Kejadian gastritis yang dibiarkan atau tidak diberi pengobatan bisa


menyebabkan kekambuhan secara terus menerus pada penderita dan
memberikan efek negatif pada kondisi kesehatan seperti merusak fungsi
lambung dan dapat beresiko untuk terkena kanker lambung hingga
menyebabkan kematian. Stres yang dialami responden bisa mempengaruhi
nafsu makan diakibatkan pengaruh dari otak, ketika reseptor otak mengalami
kondisi stres akan menyebabkan perubahan keseimbangan kondisi dalam
tubuh sehingga berdampak terhadap perubahan pola makan, akibat perubahan
pola makan tersebut yang menyebabkan gastritis (Agustianto, 2012 dalam
Uwa et al., 2019).

Dengan pola makan yang tidak teratur menyebabkan lambung sensitif


yang meningkat asam lambung. Produksi HCL (asam lambung) yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan
usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gastritis
muncul karena produksi asam berlebih, pada saat stress, tubuh akan
memproduksi asam lambung dalam jumlah di atas normal dan juga mengikis
lapisan lambung atau mukosa, yang pada akhirnya menimbulkan rasa perih,
yang kita kenal sebagai gastritis. Sedangkan kejadian gastritis berdasarkan
pola makan didasarkan makan terlambat, makan dalam porsi besar dapat

23
menyebabkan refluks isi lambung, konsumsi jenis makanan yang pedas, asam
dan berlemak yang menyebabkan kekuatan dinding lambung menurun dan
bisa menimbulkan luka pada lambung sehingga menyebabkan lambung terasa
nyeri (Uwa et al., 2019).

2.5. Keranka piker

Dari uraian di atas maka kerangka pikir dari hubungan pola makan dan
stress terhadap kejadian gastritis pada penderita gastritis di Mamboro wilayah
kerja puskesmas Mamboro Kota Palu adalah sebagai berikut:

Variable independen Variabel dependan

iritasi obat-
obatan

mikrobiologi

alkohol Kejadian gastritis

Bahan kimia

Pola makan

stres

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

24
Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

2.6. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan pola makan terhadap kejadian gastritis pada penderia


gastritis di Mamboro wilayah kerja Puskesmas Mamboro

2. Ada hubungan stress terhadap kejadian gastritis pada penderia gastritis di


Mamboro wilayah kerja Puskesmas Mamboro

25
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, fredy k, Hamsa, idawati binti ambo, Darmiati, Hermawan, A., & Muhajir,
ayuni muspiati. (2021). STRATEGI MENURUNKAN PREVALENSI GIZI
KURANG PADA BALITA. CV BUDI UTAMA.

Anshari, S. N., & Suprayitno, S. (2019). Hubungan Stres Dengan Kejadian


Gastritis Pada Kelompok Usia 20-45 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bengkuring Kota Samarinda Tahun 2019. Borneo Student Research (BSR),
1(1), 140–145. https://journals.umkt.ac.id/index.php/bsr/article/view/453

Sandi, dini erika. (2020). Hubungan Keteraturan Pola Makan Dengan Kejadian
Dispepsia Fungsional Pada Remaja : Sistematic Review
Diunduh dari http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/1405 pada
tanggal 21 Juni 2022

Hardani, R., Tandah, M. R., & Rataba, C. B. (2022). Tingkat Pengetahuan


Mahasiswa Universitas Tadulako Terhadap Swamedikasi Penyakit Gastritis
(Vol. 6, Issue April).

Harti, leny budhi, & Cempaka, anggun rindang. (2021). INDIVIDUAL MEAL
PLANNING. Tim UB Press.

Khotimah, Kk, inda frana jaya, Limbong, kirana partolina sihombing martalina,
Shintya, lea andy, Hidayah, neza purnamasari nuzul, Panjaitan, adi saputra
mayer derold, & Siringoringo, sharely nursy. (2022). PENYAKIT
GANGGUAN SISTEM TUBUH. Yayasan Kita Menulis.

Lubis, dr. namora lumongga. (2016). DEPRESI TINJAUAN PSIKOLOGI. PT


fajar interpratama mandiri.

Miftahussurur, M., Rezkitha, yudith annisa, & I;tisom, R. (2021). Buku Ajar
Aspek Klinis Gastritis. airlangga uneversity press.

Mustakim, Rimbawati, Y., & Wulandari, R. (2022). Edukasi Masyarakat Sehat


Sejahtera ( EMaSS ) : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat. 4(1), 1–5.

26
Nurarrif, amir huda, & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc jilid 2. mediction jogja.

Nisa, R Z. (2020). “Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak
Usia Sekolah”. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Bhakti Kencana Bandung.
Diunduh dari http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/355 pada
tanggal 21 Juni 2022

Rendi, M. clevo, & TH, M. (2012). Asuhan Keperwatan Medikal Bedah Dan
Penyakit Dalam. Nuha Medika.

Rias, yohanes andy, Hariet, R., Agusthia, febi ratnasari mira, Ariantini, nyoman
sri, Nasution, ahmad guntur alfianto nurhafizah, Sirait, healthy seventina,
Raharjo, sanon untara dwi, & Hadi, I. (2021). PSIKOSOSIAL DAN BUDYA
DALAM KEPERAWTAN. PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA.

Sumiati, N. (2018). “Ketidakpatuhan Pola Makan Pada Pasien Hipertensi Di Kota


Malang”. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Malang: Malang

Suwindri, Yulius Tiranda, W. A. C. N. (2021). FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN


GASTRITIS DI INDONESIA : LITERATURE REVIEW Mahasiswa IKesT
Muhammadiyah Palembang , Sumatera Selatan , Indonesia IKesT
Muhammadiyah Palembang , Sumatera Selatan , Indonesia. 1(November),
209–223.

Tasnim, Widiasturi, A., Kurniasih, H., Hastuti, kartin dwi purmanti puji, Hapsari,
W., Sumiyati, samsidar sitorus, Hutabarat, J., & Wahyuni. (2020).
KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN. Yayasan Kita Menulis.

Tebay, V. (2021). PERILAKU ORGANISASI. CV BUDI UTAMA.

Uwa, L. F., Milwati, S., & Sulasmini. (2019). Hubungan Antara Stres Dan Pola
Makan Dengan Kejadian Gastritis Yang Terjadi Di Puskesmas Dinoyo.
Nursing News, 4, 237–247.

27
https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/view/1543

Yusfar, & Ariyanti. (2019). Hubungan Faktor Resiko Gastritis Dengan Kejadian
Gastritis Pada Siswa-Siswi SMA dan SMK. HealthY Journal, VII(1), 9–21.

28

Anda mungkin juga menyukai