Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan

masa dewasa. Masa ini biasanya diawali pada usia 12 tahun pada

laki-laki dan 10 tahun pada perempuan. Pada masa ini remaja banyak

mengalami perubahan antaranya perubahan fisik, menyangkut

pertumbuhan dan kematangan organ produksi, perubahan intelektual,

perubahan saat bersosialisasi, dan perubahan kematangan

kepribadian termasuk emosi (Ayu, 2016).

Kesalahan-kesalahan pola makan remaja saat ini menjadi

sebuah kebiasaan yang dapat menimbulnya berbagai macam

penyakit salah satunya adalah penyakit gastritis yang disebabkan

karena pola makan yang tidak teratur. Pola makan sangat terkait

dengan produksi asam lambung. Gastritis biasanya terjadi ketika

mekanisme pelindung dalam lambung mulai berkurang sehingga

mengakibatkan kerusakan dinding lambung (Hidayah, 2012).

Gastritis atau lebih lazim kita menyebutkannya sebagai penyakit

maag merupakan peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,

kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari peradangan ini antara lain

anoreksia, rasa penuh atau tidak nyaman pada epigastrium, mual,

dan muntah. peradangan lokal pada mukosa lambung ini akan

1
2

berkembangan bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan

bakteri atau bahan iritan lainnya (Ida, 2017).

Gastritis yang merupakan salah satu jenis penyakit dalam, dapat

dibagi menjadi beberapa macam, yaitu gastritis akut dan gastritis

kronis, gastritis akut adalah suatu permukaan parah pada mukosa

lambung dengan kerusakan-kerusakan erosi. Sedangkan gastritis

kronis adalah inflamasi lambung dalam jangka waktu lama, dan dapat

disebabkan oleh ulkus benigna atau manigna dari lambung atau oleh

bakteri Helicobacter pylory (Ida, 2017).

Menurut World Health Organization (2018), angka kejadian

gastritis di dunia sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap

tahunnya , di Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%,

dan Perancis 29,5%. Di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah

penduduk setiap tahunnya. Menurut pengamatan yang dilakukan oleh

Departemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis dibeberapa kota

indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Meda,lalu

dibeberapa kota lainnya seperti surabaya 31,2%, denpasar 46%,

jakarta 50%, aceh 32,4%, bandung 32,7%. Hal tersebut disebabkan

oleh pola makan yang kurang sehat (Depkes, 2015).

Persentase angka kejadian gastritis di Indonesia tahun 2012

adalah 40.8% dan angka kejadian gastritis di beberapa daerah di

Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari

238.452.952 jiwa penduduk. Berdasarkan hasil penelitian dan


3

pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI dan

angka kejadian gastritis tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota

Medan, dan Aceh sebesar 31,7%.Gastritis menempati urutan ke-3

dari 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat tahun 2014 yaitu

sebesar 86.874 kasus (10.94%) dan meningkat menjadi urutan ke-2

dengan jumlah 198.731 kasus (15.44%) tahun 2015.

Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas dua

faktor yaitu faktor internal yaitu adannya kondisi yang memicu

pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Dan zat eksternal yang

menyebabkan iritasi dan infeksi. Beberapa faktor resiko gastritis

adalah menggunakan obat aspirin atau antiaradang non steroid,

infeksi kuman Helicobacter pylori, memiliki kebiasaan minum-

minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami

stress, kebiasaan makan yaitu memiliki waktu makan yang tidak

teratur, serta terlalu banyak makan makanan yang pedas dan asam

(Purnomo, 2011).

Penyakit gastritis jika dibiarkan akan semakin parah, terlebih jika

tidak ada pengaturan pola makan yang baik dan benar, maka akan

menimbulkan kekambuhan yang akan mengganggu aktifitas

penderita. Penyakit ini sangat mengganggu karena sering kambuh

akibat pengobatan yang tidak tuntas. Sebenarnya kunci pengobatan

penyakit gastritis adalah dapat mengatur agar produksi asam lambung


4

terkontrol kembali sehingga tidak berlebihan, yaitu dengan makan

yang teratur (Bagas, 2016).

Dampak lain dari penyakit gastritis bila tidak ditangani juga akan

mengakibatkan pendarahan saluran cerna bagian atas, terjadinya

ulkus peptikum, gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah

berat dan juga anemia pernisiosa (Muttaqin, 201 3).

Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak teratur

sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.

Pola makan adalah gambaran informasi yang memberikan gambaran

macam dan model bahan makanan yang di komsumsi setiap hari,

pola makan terdiri dari frekuensi makan,jenis makanan, dan porsi

makan. Pemilihan makanan yang tepat juga merupakan salah satu

perilaku untuk mencegah terjadinya gastritis (Bagas, 2016)

Hasil penelitian Wahyuni, Rumpiati dan Lestariningsih (2017)

menunjukkan bahwa hasil uji statistik Spearman Rank didapatkan

hasil p value = 0,000 p<0,05, maka H0 ditolak, berarti ada hubungan

antara pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di pondok

pesantren Al-Munjiyah Durisawo Kelurahan Nologaten Kabupaten

Ponorogo, dengan tingkat korelasi -0713 berarti korelasi memiliki

keeratan sangat kuat dimana semakin baik pola makan remaja

semakin rendah tingkat kejadian gastritis. Hasil peneliian menurut

Shalahuddin (2018), meunjukkan bahwa pola makan siswa kelas X

semester 1 SMK YBKP3 Garut mayoritas buruk sebesar 70,7%,


5

kejadian gastritis sebesar 65,7%. Dan adanya hubungan yang

bermakna antara pola makan siswa dengan p value = 0,004. Dan

menurut penelitian Wahyu, Supono dan Hidayah, (2015) menunjukkan

bahwa 26% responden (65%) memiliki pola makan yang kurang baik,

hingga adanya pengaruh pola makan dengan gastritis.

Berdasarkan uraian diatas tersebut penulis tertarik melakukan

“Analisis Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada

Remaja”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana analisis hubungan pola makan dalam mengurangi

kejadian gastritis pada remaja bedasarkan studi empiris dalam 10

tahun terakhir ?

C. Tujuan Penulisan

Menggambarkan analisis hubungan pola makan dalam

mengurangi kejadian gastritis pada remaja bedasarkan studi empiris

dalam 10 tahun terakhir.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Remaja

Meningkatkan pengetahuan para remaja dalam menjaga

pola makan untuk menghindari,mencegah dan mengatasi kejadian

gastritis.
6

2. Bagi Penulis

Memperoleh informasi untuk mengembangkan dan

menerapkan hidup sehat dengan cara menjaga pola makan dalam

kejadian gastritis.

3. Bagi Pengembangan Ilmu Dan Tehnologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan tehnologi untuk mengurangi

kejadian gastritis pada remaja dalam menerapkan perilaku hidup

sehat dengan menjaga pola makan supaya tidak terjadi komplikasi

lebih lanjut.

4. Institusi Akper Kesdam IM Banda Aceh

Menjadi informasi bagi institusi dalam meningkatkan ilmu

keperawatan medikal bedah dalam metode kasus dan penelitian,

terkait dengan hubungan pola makan dalam mengurangi kejadian

gastritis pada remaja .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Remaja Dengan Gastritis

1. Konsep Remaja

a. Pengertian remaja

Remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak

dengan masa dewasa. Masa ini biasanya diawali pada usia 12

tahun pada laki-laki dan 10 tahun pada perempuan. Pada masa

ini remaja banyak mengalami perubahan antaranya perubahan

fisik, menyangkut pertumbuhan dan kematangan organ produksi,

perubahan intelektual, perubahan saat bersosialisasi, dan

perubahan kematangan kepribadian termasuk emosi (Ayu,

2016).

Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan

atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun dan ditandai

dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial.

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang

sangat penting yang diawali dengan matangnya orang-orang fisik

secara seksual sehingga mampu berproduksi. Dan remaja juga

merupakan masa perkembangan sikap tergantungan terhadap

7
8

orang tua kearah kemandirian, minat-minat seksual, perenungan

dari dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika (Heriana, 2012).

b. Pola pertumbuhan remaja

Awal pertumbuhan remaja dan perkembangan biologis

remaja ditandai dengan dimulainya pubertas. Pubertas sering

disebut masa trasformasi fisik dari anak- anak menjadi dewasa.

Perubahan biologis tersebut meliputi sexual maturation

(kematangan fungsi seksual/sistem reproduksi), peningkatan

tinggi dan berat badan, akumulasi masa tulang, dan peruahan

komposisi tubuh. Sebanyak 15-25% tinggi badan dewasa dapat

diciptakan pada masa pubertas ini. Sedangkan peningkatan

berat mengikuti peningkatan tinggi badan (Adriani, 2014).

c. Tahap-tahap perkembangan dan batasan remaja

Berdasarkan proses penyesuaian menuju kedewasaan,

ada 2 tahap perkembangan menurut Adriani (2014) yaitu:

1) Remaja awal (12-16 tahun)

Pada masa ini diawali dengan keinginan untuk

mendekati dan menjalani hubungan dengan lawan

jenisnya. Inilah dorongan yang diakibatkan oleh mulai

matangnya organ seks. Terkadang kondisi ini

menyebabkan si remaja berlaku kurang senonoh.

Mereka menjadi manusia yang tidak takut


9

menghadapi bahaya (berkaitan dengan masalah

seks).

2) Remaja akhir (17-21 tahun)

Pada fase remaja akhir (berkisar antara usia 17-

21 tahun), untuk perempuan antara usia 18-21 tahun

yang terjadi adalah pertumbuhan fisik dan aspek

psikis mulai tumbuh dengan sempurna (proses)

mengajak si remaja pada kondisi permatangan. Begitu

pula pada perkembangan sosialnya. Semua

mengarah pada kesempurnaan untuk menuju masa

dewasa. Sebagaimana halnya remaja awal, pada

remaja akhir ini, baik dalam pola pikir dan perilaku,

maupun pola sikap dan pola perasaan.

d. Masalah Kesehatan pada Usia Remaja

Menurut Menteri Kesehatan RI (2018), masalah kesehatan

yang paling sering muncul ada 4, yaitu :

1) Kekurangan zat besi (anemia), yaitu terlalu sedikit sel darah

merah sehat karena kadar zat besi terlalu sedikit dalam

tubuh.

2) Kurang tinggi badan (stunting), yaitu salah satu masalah gizi

yang diakibatkan oleh kekurangan gizi dan/ penyakit infeksi

yang kronis atau berulang.


10

3) Kurang energi kronis (kurus), yaitu salah satu keadaan

malnutrisi.

4) Kegemukan (Obesitas), yaitu suatu gangguan yang

melibatkan lemak tubuh berlebihan yang meningkatkan risiko

masalah kesehatan.

2. Konsep Gastritis

a. Pengertian gastritis

Gastritis atau lebih lazim kita menyebutkannya sebagai

penyakit maag merupakan peradangan mukosa lambung yang

bersifat akut, kronik difus, atau local. Karakteristik dari

peradangan ini antara lain anoreksia,rasa penuh atau tidak

nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah. peradangan lokal

pada mukosa lambung ini akan berkembangan bila mekanisme

protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan

lainnya (Ida, 2017).

Secara umum, gastritis yang merupakan salah satu jenis

penyakit dalam, dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu

gastritis akut dan gastritis kronis, gastritis akut adalah suatu

permukaan parah pada mukosa lambung dengan kerusakan-

kerusakan erosi. Sedangkan gastritis kronis adalah inflamasi

lambung dalam jangka waktu lama, dan dapat disebabkan oleh

ulkus benigna atau manigna dari lambung atau oleh bakteri

Helicobacter pylory (Ida, 2017).


11

b. Klasifikasi gastritis

Beberapa klasifikasi gastritritis menurut Angos (2016) gastritis

dibedakan menjadi dua yaitu :

1) Gastritis akut

Penyakit yang diakibatkan peradangan pada dinding

lambung, untuk melindungi lambung dari kerusakan akibat

asam lambung, dinding lambung dilapisi oleh lender mucus

yang cukup tebal. Gastritis akut dialami kurang dari tiga

bulan. Gastritis akut mengakibatkan luka pada lambung

bahkan sering terjadi (Kurniawan, 2015). Ada beberapa tipe

pada gastritis kronis diantaranya gastritis akut, erosive, dan

eosonofilik. Secara umum gastritis mempunyai tanda gejala

yang serupa.

2) Gastritis kronik

Gastritis kronik, peradangan yang terjadi di mukosa

lambung yang cukup lama penderita mengalami nyeri ulu hati

perlahan dan dalam cukup lama. Nyeri diawali dengan yang

lebih ringan dibanding dengan gastritis akut. Namun terjadi

lebih lama dan sering muncul, sehingga mengakibatkan

peradangan kronis. Hal ini juga beresiko pada kanker

lambung apabila tidak segera ditangani. Atropi progresif

kelenjar menjadi tanda bahwa terjadi gastritis kronis pada

lambung, karna hilangnya sel yang berperang pada lambung


12

yaitu, sel parietal dan chief sel. Gastritis kronik dibedakan

menjadi tiga jenis yaitu gastritis superfisial dengan

manifestasi kemerahan, edema, serta pendarahan dan erosi

mukosa. gastritis atropi dimana peradangan terjadi di seluruh

lapisan mukosa pada perkembangannya dihubungkan

dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa,

hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel

parietal dan sel chief. dan gastritis hipertropi adalah suatu

kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada mukosa

lambung yang bersifat irregular,tipis dan hemoragik.

(Kurniyawan, 2015).

c. Etiologi gastritis

Penyebab utama gastritis adalah bakteri helicobacter

pylory, virus atau parasit lainnya juga dapat menyebabkan

gastritis. Kontributor gastritis akut adalah meminum alkohol

secara berlebihan, infeksi dari kontaminasi makanan yang

dimakan, dan penggunaan kokain. Kostikorteroid juga dapat

menyebabkan gastritis seperti NSAID aspirin dan ibuprofen.

(Dewit, 2016).

Menurut Gomez (2012) penyebab gastritis adalah

sebagai berikut:

1) Infeksi bakteri / virus terutama Helicobacter Pylori, penyakit

ginjal, serta kandungan yang mengiritasi


13

2) Sering menggunakan pereda nyeri atau obat-obatan

tertentu dengan dosis yang tinggi

3) Konsumsi minuman alkohol yang berlebihan

4) Adanya stress dan tekanan emosional yang berlebihan

5) Autoimun

d. Tanda dan Gejala Gastritis

Menurut Gomez (2012) tanda dan gejala gastritis adalah

sebagai berikut:

1) Mual muntah

2) Perut terasa sangat penuh ketika selesai makan

3) Nyeri di ulu hati karena adanya suatu proses peradangan

yang terjadi akibat dari iritasi pada mukosa lambung

4) Sering bersendawa ketika keadaan lapar

5) Nafsu makan menurun secara drastic, wajah pucat, dan

suhu badan naik.

e. Patofiologi gastritis

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan

mukosa lambung yang pertama kerusakan mukosa barier, yang

menyebabkan titik difusi ion H+ meningkat, Kedua perfusi

mukosa lambung yang terganggu, dan yang ketiga jumlah

asam lambung yang tinggi. Faktor-faktor tersebut biasanya tidak

berdiri sendiri, contohnya stres fisik akan menyebabkan perfusi

mukosa lambung terganggu sehingga timbul daerah-daerah


14

infark kecil, selain itu sekresi asam lambung juga terpacu.

mukosa barier pada pasien stress fisik biasanya tidak

terganggu. Hal tersebut yang membedakannya dengan gastritis

erosive karena bahan kimia atau obat. pada gastritis refluks,

gastritis karena bahan kimia dan obat menyebabkan mukosa

barier rusak sehingga difusi balik ion H+ meninggi. suasana

asam yang terdapat pada lumen lambung akan mempercepat

kerusakan mukosa barier oleh cairan usus (Muttaqin, 2013).

Gastritis erosive akut (disebut juga gastritis reaktif) dapat

terjadi karena pajanan beberapa faktor atau agen termasuk

OAIMS, kookain, refluks garam empedu, iskemia, radiasi yang

mengakibatkan kondisi hemoragi, erosi, dan ulkus. Akibat

pengaruh gravitasi, agen ini akan berada pada distal atau yang

terdekat dengan area akumulasi agen. Mekanisme utama dari

injuri adalah penurunan sintesis prostaglandin yang

bertanggung jawab memproduksi mukosa dari pengaruh asam

lambung. Pengaruh pada kondisi lama akan menyebabkan

terjadinya fibrosis dan striktur pada bagian distal (Muttaqin,

2013).

Infeksi bakteri merupakan penyebab lain yang dapat

meningkatkan peradangan pada mukosa lambung.

Helycobacter pylori merupakan bakteri utama yang paling sering

menyebabkan terjadinya gastritis akut. Prevalensi terjadinya


15

infeksi oleh H. pylori pada individu tergantung dari faktor usia,

sosioekonomi, dan ras. Pada beberapa studi di Amerika Serikat,

didapatkan infeksi H .pylori pada anak-anak sebesar 20%, pada

usia 40 tahunan sebesar 50%, dan pada usia lanjut sebesar

60%. Hal ini menggambarkan bahwa , semakin meningkatnya

usia, maka akan semakin meningkat pula rasio mengalami

infeksi H. pylori. Proses bagaimana bakteri ini melakukan

transmisi pada manusia masih belum diketahui secara pasti,

tetapi pada beberapa studi dipercaya bahwa transmisi bakteri

antara individu satu ke individu lain dapat terjadi melalui rute

oral-fekal, selain itu, dapat juga karena mengonsumsi air atau

makanan yang terkontaminasi. Kondisi ini sering terjadi pada

pasien dengan golongan ekonomi rendah, akibat buruknya

sanitasi dan buruknya status hygiene nutrisi (Muttaqin, 2013).

Gastritis akut akibat infeksi H. pylori biasanya bersifat

asimtomatik. Bakteri yang masuk akan memproteksi dirinya

dengan lapisan mucus. Proteksi di lapisan ini akan menutupi

mukosa lambung dan melindungi dari asam lambung. Penetrasi

atau daya tembus bakteri ke lapisan mukosa menyebabkan

terjadinya kontak dengan sel- sel epithelial lambung dan terjadi

adhesi (perlengketan) sehingga menghasilkan respon

peradangan melalui penngaktifan enzim untuk mengaktifkan IL-


16

8. Hal tersebut menyebabkan fungsi barier lambung terganggu

dan terjadilah gastritis akut (Muttaqin, 2013).


17

Skema 1
Pathway Gastritis
Obat-obatan (NSIAD,
H. phylori
aspirin, sulfanomida Kafein
steroid, digitalis)

Melekat pada epitel


lambung Menurun
Mengganggu produksi
pembentukan mukosa biokarbonat
sawar mukosa lambung Menghancurkan
lapisan mukosa sel
lambung Menurun
kemampuan
protektif terhdap
asam
Menurun Barier lambung
terhadap asam dan pepsin

Menyebabkan difusi kembali


asam lambung dan pepsin

Inflamasi Erosi mukosa


lambung

Nyeri epigastrium
Mukosa lambung Menurun
kehilangan Tonus dan
integritas jaringan peristaltic
lambung
MK : Gangguan Menurun Sensori
rasa nyaman : untuk makan
nyeri Perdarahan Refluks isi
deudenum ke
Anoreksia lambung

Mual Dorongan
MK : ekspulsi isi
Perubahan lambung ke
Nutrisi kurang mulut
dari kebutuhan
tubuh
MK : Defisit volume Muntah
cairan dan elektrolit

Sumber : Ida. (2017). Asuhan keperawatan pada pasien dengan


gangguan sistem pencernaan. Yogyakarta : PT Pustaka Baru
18

f. Komplikasi gastritis

Komplikasi penyakit gastritis menurut Muttaqin (2013) antara

lain sebagai berikut:

1) Pendarahan saluran cerna sebagian atas

2) Jika prosesnya hebat akan terjadi ullkus peptikum.

3) Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah bera.

4) Anemia pernisiosa, keganasan lambung.

g. Pemeriksaan penunjang

Menurut Sya’diyah (2018;275) penderita diagnosa gastritis

jika melakukan pemeriksaan:

1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah digunakakn untuk memeriksa

adanya antibody H.Pylari dalam darah, hasil tes yang positif

menunjukan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri

tersebut.

2) Pemeriksaan fases

Pemeriksaan fases untuk memeriksa adakah H.pylari

atau tidak, tes hasil yang positif mengidentifikasi terjadi

infeksi dan hasil pemeriksaan seperti warna fases merah

kehitaman, bau sedikit amis.


19

3) Endoskopi saluran cerna atas

Pemeriksaan ini untuk memeriksa adanya ketidaknormal

pada saluran cerna bagian atas. dilakukan dengan cara

memasukkan selang kecil melalui mulut dan masuk ke

dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil.

4) Rontgen saluran cerna

Pemeriksaan ini untuk melihat adanya tanda-tanda

gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. biasanya pasien

menelan cairan terbih dahulu agar saluran cerna akan

terlihat lebih jelas saat melakukan rontgen.

3. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastritis

a. Pengkajian Keperawatan

Menurut Nurarif (2015), pengkajian yang dapat

dilakukan pada pasien gastritis adalah sebagai berikut :

1) Pengkajian Riwayat Kesehatan

a) Riwayat penyakit saat ini : Meliputi perjalanan

penyakit pasien, awal dari gejala yang dirasakan

kalien. Keluhan timbul dirasakan secara mendadak

atau betahap, faktor pencetus, untuk mengatasi

masalah.

b) Riwayat penyakit dahulu : Meliputi penyakit yang

berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat

dirumah saki dan riwayat pemakaian obat.


20

c) Riwayat penyakit keluarga : Terdapat keluarga

menderita penyakit yang behubungan dengan

penyakit yang diderita penyakit yang diderita pasien.


21

2) Pengkajian pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADL)

a) Aktivitas / Istirahat

b) Integritas ego

c) eliminasi

d) Makanan atau cairan

e) Anoreksia, mual, muntah

f) Neurosensori

b. Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan yang

muncul pada pasien gastritis adalah :

1) Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan

cairan yang tidak cukup dan kehilangan cairan yang berlebih

3) Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur

berhubungan dengan nyeri


22

c. Intervensi Keperawatan

Tabel 1
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi Implementasi
1. Nyeri akut NOC : 1) Pain management:
berhubungan 1) Pain lavel 2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan
dengan 2) Pain Control 3) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
mukosa 3) Comfort Level 4) Gunakan teknik komonikasi terapeutik untuk
lambung mengetahuipengalaman nyeri pasien
yang 5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Kriteria hasil
teriritasi 6) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
1) Mampu mengontrol nyeri
7) Ajarkan tentang tekhnik relaksasi untuk mengurangi nyeri.
2) Melaporkan bahwa nyeri
8) Tentukan lokasi, Karakteristik, Kualitas dan derajat nyeri
berkurang dengan
sebelum pemberian obat.
menggunakan manajemen
nyeri 9) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
3) Mampu mengenali nyeri.
10) Anjurkan pada pasien untuk istirahat yang cukup.
4) Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang.
2. Resiko NOC: NIC:
kekurangan 1) Fluid balance Fluid managemen
volume cairan 2) Hidration 1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
berhubungan 3) Nutritional status (Food and 2) Monitor status dehidrasi .
dengan masukan Fluid) Intake 3) Monitor vital sign
cairan tidak
Kriteria hasil: 4) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake cairan
cukup dan
kehilangan cairan 1) Mempertahankan cairan 5) Dorong masukan oral
berlebihan urine output sesuai dengan
karena muntah usia dan BB. BJ urin normal. 6) Monitor adanya penurunan berat badan.
2) Tekanan darah, nadi, suhu
23

tubuh, dalam batas normal


No Diagnosa Intervensi Implementasi
3. Gangguan NOC : NIC :
pemenuhan 1) Anxiety reduction 1) Sleep Enhancment :
kebutuhan 2) Comfort level 2) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
istirahat dan tidur 3) Poin level 3) Ciptakan lingkungan yang nyaman.
berhubungan 4) Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur
dengan nyeri
4) Rest : Extenk and pattein.
pasien.
5) Slep : Ekten ang patein
5) Pasilitasi untuk mempertahankan aktifitas sebelum tidur
Kriteria hasi:
dengan membaca.
1) Jumlah jam tidur dalam batas
normal 6– 8 jam / hari .
2) Pola tidur, kualitas dalam
normal.
3) Perasaan segar setelah tidur.
4) Mampu mengidentifikasikan
hal-hal yang meningkatkan
tidur.
Sumber: A. Nurarif. H. K. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis dan NANDA NI-NOC, (3.ED).
Yogayakarta: Mediaction Publising
24

d. Implementasi Keperawatan

Menurut Nurarif (2015), Implementasi merupakan tahap

keempat dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat siap

untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah

dicatat dalam rencana perawatan pasien gastritis. Fase

implementasi atau pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu

melakukan pengkajian nyeri, mengajarkan teknik relaksasi nafas

dalam, mempertahankan intake dan output yang akurat, dan

menciptakan lingkungan tidur yang aman dan nyaman.

e. Evaluasi Keperawatan

Menurut Nurarif (2015), hasil yang diharapkan pada pasien

gastritis adalah :

1) Skala nyeri pasien bisa berkurang atau tidak merasakan

nyeri lagi

2) Pasien dapat melakukan relaksasi nafas dalam

3) Pasien dapat mempertahankan intake dan output dalam

tubuhnya

4) Pasien mendapatkan lingkungan yang aman dan nyaman


25

B. Konsep Pola Makan

1. Pola Makan Remaja

Ketika mencapai puncak kecepatan pertumbuhan, remaja

biasanya makan lebih sering dalam jumlah yang banyak.

Sesudah masa growth spurt, biasanya mereka lebih

memperhatikan penampilan dirinya terutama remaja putri.

Mereka sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan

dalam menjaga penampilannya, sehingga dapat menyebabkan

kekurangan gizi. Meningkatanya aktivitas, kehidupan sosial dan

kebiasan remaja, akan memengaruhi kebiasaan makan mereka.

Pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering

tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang (Adriani,

2014).

Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu

cara untuk megendalikan gastritis, dan juga sebagai tindakan

preventif untu mencegah terjadinya gastritis. Penyembuhan

gastritis memerlukan pengaturan pola makan untuk

memperlancar pencenaan (Rukmana, 2019).


26

2. Pola makan yang baik untuk remaja

Menurut Zakaria (2013), pola makan yang baik untuk remaja

adalah sebagai berikut :

1) Makan sehari 3 kali (pagi, siang, malam)

2) Makan yang paling penting adalah sarapan pagi, karena

sangat penting untuk meyuplai energi yang akan digunakan

untuk belajar

3) Mengkonsumsi protein hewani dan nabati

4) Perbanyak konsumsi buah dan sayur

3. Masalah Kesehatan Yang Dapat Terjadi Pada Remaja

Timbulnya masalah gizi pada remaja pada dasarnya

dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan

antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.

Bila konsumsi gizi selalu kurang dari kecukupan maka seseorang

akan mengalami gizi kurang. Sebaliknya jika konsumsi melebihi

kecukupan akan menderita gizi lebih dan obesitas. Keadaan gizi

atau status gizi merupakan gambaran apa yang dikonsumsi

dalam jangka waktu yang cukup lama. Keadaan gizi dapat

berupa gizi kurang, baik atau normal maupun gizi lebih (Adriani,

2014).
27

4. Dampak Gangguan Pola Makan

Pengaturan asupan makanan atau pola makan berperan

penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik. Pola

makan terkait dengan pemilihan jajanan dapat mempengaruhi

kualitas kesehatan pada remaja. Kebiasaan baik yang dapat

dilakukan ialah membiasakan pola makan yang baik dan teratur

pada remaja. Dampak positif membiasakan pola makan yang

baik dan teratur dapat memenuhi asuapan gizi yang dibutuhkan

remaja. Dan ketika pola makan tidak teratur berbagai penyakit

pun akan muncul pada remaja (Adriani, 2014).


BAB III

METODE PENULISAN

A. Strategi Pencarian Literature

1. Framework yang digunakan

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel

menggunakan PICO framework :

a. Population/Problem yaitu, populasi atau masalah yang akan

di analisis. Dalam literature review ini yang menjadi populasi

atau masalah adalah pasien remaja yang mengalami

gastritis.

b. Intervention, suatu tindakan penatalaksanaan terhadap

kasus perorangan atau masyarakat serta pemaparan

tentang penatalaksanaan. Dalam literature review ini

intervensinya adalah penerapan pola makan.

c. Comparation, pelaksanaan lain yang digunakan sebagai

pembanding, dalam literature review ini tidak ada

pelaksanaan pembanding.

d. Outcome, hasil atau luaran yang diperoleh pada penelitian,

pada literature review ini hasilnya yaitu adanya pengurangan

keluhan gastritis pada remaja.

27
28

2. Kata Kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan

boolen operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang diperoleh

untuk memperluas atau menspesifikasikan pencarian, sehingga

mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang

digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

“Remaja” AND “Pola Makan” AND “Gastritis”.

3. Database atau Search engine

Database yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yaitu data yang diperoleh bukan dari pengamatan

langsung, akan tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data sekunder

yang didapat berupa artikel dan jurnal yang relevan dengan topic

menggunakan database melalui google scholar.

B. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Tabel 2
Kriteria inklusi dan eksklusi dengan format PICO
Kriteria Inklusi Eksklusi

Population/ Jurnal nasional yang Jurnal nasional yang tidak


problem berhubungan dengan berhungan dengan topik
topik penelitian yakni penelitian yakni hubungan
hubungan pola makan pola makan dalam
dalam mengurangi mengurangi keluhan
keluhan gastritis pada gastritis pada remaja
remaja

Intervention Pola makan Selain pola makan

Comparation Tidak ada intervensi Ada intervensi pembanding


pembanding
29

Outcome Adanya hubungan pola Tidak ada hubungan pola


makan dalam makan dalam mengurangi
mengurangi keluhan keluhan gastritis pada
gastritis pada remaja remaja

Study design Pre experiment, quasy Systematic/literature review


experiment,
deskriptifcross sectional
study, analitik
experimental

Tahun terbit Artikel atau jurnal yang Artikel atau jurnal yang terbit
terbit setelah tahun 2012 sebelum tahun 2012

Bahasa Bahasa Indonesia Selain bahasa Indonesia

C. Seleksi Studi dan Penilaian Kasus

1. Hasil pencarian dan seleksi studi

Berdasarkan hasil pencarian melalui publikasi Google Scholar

menggunakan kata kunci “Remaja” AND “Pola Makan” AND

“Gatritis”, peneliti menemukan 827 jurnal yang sesuai dengan

kata kunci tersebut. Jurnal penelitian tersebut kemudian

diskrining, sebanyak 65 jurnal di eksklusi karena terbitan tahun

2012 kebawah dan menggunakan bahasa selain bahasa

Indonesia dan Inggris. Assesment kelayakan terhadap 762

jurnal yang dipublikasi yang tidak sesuai dengan kriteris inklusi

dilakukan ekslusi, sehingga didapatkan 3 jurnal yang dilakukan

review.
30

Skema 2
Alur Review Jurnal
Exluced (N =756)

Pencarian menggunakan Problem/populasi : (N=664)


keyword melalui database -Pola makan penderita gastritis(4)
Google Scholar -Status gizi pada remaja (N=11)
-Swamedikasi obat maag pada
N = 827 penderita gastritis (N=3)
-Hubungan body image dengan
masalah gastritis (N=17)
-Penurunan BB pada penderita
gastritis (N=4)
Seleksi jurnal 10 tahun terakhir, -Tidak sesuai dengan topik
yang menggunakan bahasa (N=625)
Indonesia atau bahasa Inggris
Intervention : (N=61)
N = 762 - hubungan insomnia (N=7)
- hubungan komunikasi
terapeutik (N=6)
- gambaran kebiasaan
Seleksi judul dan duplikat mengonsumsi kopi (N=13)
- gambaran kebiasaan merokok
N = 759 (N=11)
- Pengaruh pemberian KIE (N=2)
- Pengaruh motivasi (N=4)
- Evaluasi pola makan (N=4)
Identifikasi abstrak - Peningkatan self management
(N=5)
N=3 - Hubungan indeks masa tubuh
(N=9)
Comparation : (N=21)
- hubungan frekuensi, jenis dan
porsi makan (N=9)
- hubungan pola makan dengan
tingkat kecemasan (N=3)
- hubungan karakteristik individu,
pola makan dan stres (N=7)
- hubungan pola makan dan
konsumsi kopi (N=2)
Outcome : (N=3)
- penurunan tingkat stres (N=3)
Jurnal akhir yang dapat
dianalisa sesuai rumusan
masalah dan tujuan Study design: (N=7)
- Systematic review (N=1)
N=3 - Literature review (N=6)
31
31

Daftar artikel hasil pencarian

Tabel 3
Artikel hasil pencarian
Author Tahun Vol/ Judul Metode (Desain, Hasil Penelitian Data-
No No. Sampel, Variabel, base
Instrumen, Analisis)

1. Iwan 2018 Vol.18/ Hubungan pola D : Cross sectional Hasil penelitian Google
Shalahuddin, No.1 makan degan S : Sampel berjumlah menunjukkan bahwa pola Sholar
Udin Rosidin gastritis pada 140 responden makan siswa kelasx
remaja V : pola makan siswa mayoritas buruk sebesar
disekolah dan gastritis 70,7%, kejadian gastritis
menengah I : koesioner sebesar 65,7%. Dan ada
kejuruan A : Uji Chi square dan hubungan yang bermakna
YBKP3 Garut kolerasi spearman anatara pola makan siswa
dengan gastritis dengan p
value= 0,004.
32

Author Tahun Vol/ Judul Metode (Desain, Hasil Penelitian Data-


No No. Sampel, Variabel, base
Instrumen, Analisis)

2. Syamsu Dwi 2017 Vol.2/ Hubungan pola D : study korecasioncu Berdasarkan hasil uji Google
Wahyuni, No.2 makan dengan dengan pendekatan statistik Spearman rank Scholar
Rumpiati, kejadian cross sectional didapatkan hasil p value =
Rista Eko gastritis pada S :sampel berjumlah 95 0.000 p <0,05. Maka H0
Muji remaja responden diambil ditolak berarti ada
Lestariningsih dengan menggunakan hubungan antara pola
Teknik accidental makan dengan kejadian
sampling gastritis pada remaja
V : hubungan pola dipondok pesantren al-
makan, gastritis munjiyah durisawo
I : koesioner kelurahan nologaten
A : uji statistik kabupaten ponorogo,
Spearman Rank dengan tingkat kolerasi -
0,713 berarti kolerasi
memiliki keeratan sangat
kuat dimana semakin baik
pola makan remaja
semakin rendah tingkat
kejadian gastritis.
33

Author Tahun Vol/ Judul Metode (Desain, Hasil Penelitian Data-


No No. Sampel, Variabel, base
Instrumen, Analisis)

3. Hosana siska 2017 Vol./ Gambaran pola D : Cross Sectional Hasil penelitian Google
No. makan dalam S : Sampel berjumlah menunjukkan gastritis Scholar
kejadian 60 responden dengan terjadi pada usia 14-15
gastritis pada teknik total sampling tahun dengan frekuensi 39
remaja di SMP V : pola makan, gastritis orang (65%) berusia 14
Negeri 1 I : kuesioner tentang tahun dan 21 orang (35%)
Sekayam pola makan yang terdiri berusia 15 tahun.
kabupaten dari 20 pertanyaan Frekuensi jenis kelamin 22
sanggau A : Distribusi frekuensi orang (36,7) laki-laki dan
38 orang (68,3%)
perempuan. Pola makan
menunjukkan 57
responden (95%) kurang
baik dan responden (5%)
memiliki pola makan yang
baik dengan sub kategori
jenis makanan 56 orang
(93, 3%) jenis makanan
kurang baik, dan 4 orang
(6,7%) jenis makanan baik,
frekuensi makan 59 orang
(98,3%) kurang baik dan 1
orang (1,7%) frekuensi
makan baik, jadwal makan
54 orang (90%) tidak
teratur dan 6 orang (10%)
jadwal makan yang teratur,
dan porsi makan 31 orang
(51,7%) baik dan 29 orang
(48, 3%) kurang baik.
34
35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan hasil analisis penulis terhadap 4 publikasi ilmiah

pada literature review ini menunjukkan bahwa adanya hubungan pola

makan dalam mengurangi keluhan gastritis pada remaja.

Hasil penelitian oleh Iwan Shalahuddin, Udin Rosidin (2018)

dengan desain Cross sestional, sampel penelitian ini berjumlah 140

responden dengan uji chi square dan kolerasi spearman, alat ukur

yang digunakan adalah koesioner. Berdasarkan Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pola makan siswa kelasx mayoritas buruk

sebesar 70,7%, kejadian gastritis sebesar 65,7%. Dan ada hubungan

yang bermakna anatara pola makan siswa dengan gastritis dengan p

value= 0,004.

Hasil Penelitian oleh Syamsu Dwi Wahyuni, Rumpiati, Rista Eko

Muji Lesatriningsih (2017) dengan menggunakan desain Accidental

sampling, sampel penelitian ini berjumlah 95 responden dengan

menggunakan alat ukur secara pengisian koesioner menggunakan uji

statistic spearman rank. Berdasarkan Berdasarkan hasil uji statistik

Spearman rank didapatkan hasil p value = 0.000 p <0,05. Maka H0

ditolak berarti ada hubungan antara pola makan dengan kejadian

gastritis pada remaja dipondok pesantren al-munjiyah durisawo

kelurahan nologaten kabupaten ponorogo, dengan tingkat kolerasi -


36

0,713 berarti kolerasi memiliki keeratan sangat kuat dimana semakin

baik pola makan remaja semakin rendah tingkat kejadian gastritis.

Hasil penelitian oleh Hosana Siska (2017) dengan desain cross

sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 60 responden dengan

Teknik total sampling, alat ukur yang digunakan adalah kuesioner

tentang pola makan yang terdiri dari 20 pertanyaan. Analisis

penelitian menggunakan uji kuantitatif. Berdasarkan Hasil penelitian

menunjukkan gastritis terjadi pada usia 14-15 tahun dengan frekuensi

39 orang (65%) berusia 14 tahun dan 21 orang (35%) berusia 15

tahun. Frekuensi jenis kelamin 22 orang (36,7) laki-laki dan 38 orang

(68,3%) perempuan. Pola makan menunjukkan 57 responden (95%)

kurang baik dan responden (5%) memiliki pola makan yang baik

dengan sub kategori jenis makanan 56 orang (93, 3%) jenis makanan

kurang baik, dan 4 orang (6,7%) jenis makanan baik, frekuensi

makan 59 orang (98,3%) kurang baik dan 1 orang (1,7%) frekuensi

makan baik, jadwal makan 54 orang (90%) tidak teratur dan 6 orang

(10%) jadwal makan yang teratur, dan porsi makan 31 orang (51,7%)

baik dan 29 orang (48, 3%) kurang baik.

B. Pembahasan

Hasil analisis penulis terhadap 3 artikel yang diteliti

menunjukkan bahwa adanya hubungan pola makan yang baik dan

teratur dalam mengurangi keluhan gastritis pada remaja. Pola makan

yang baik sangat berpengaruh untuk mencegah terjadinya gastritis


37

dikarenakan jika pola makan yang tidak sehat dapat merangsang

peningkatan asam lambung.

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang

bersifat akut, kronik, difus, atau local. Kesalahan-kesalahan pola

makan remaja saat ini menjadi sebuah kebiasaan yang dapat

menimbulkan berbagai macam penyakit salah satunya adalah

penyakit gastritis yang disebabkan karena pola makan yang tidak

teratur. Pola makan sangat terkait dengan produksi asam lambung

(Hidayah, 2012).

Menurut asumsi penulis dari keempat jurnal yang dianalisis

ditemukan bahwa penyebab gastritis yang paling berpengaruh adalah

kesalahan pola makan dan pola makan yang tidak baik dan teratur.

Menurut Pratiwi (2013), penyakit gastritis terjadi pada orang-orang

yang mempunyai pola makan tidak teratur dan memakan makanan

yang merangsang produksi asam lambung. Beberapa infeksi

mikroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis.

Penyakit ini tidak bisa menular, tapi biasanya bakteri Helycobacter

pylori masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan.

Menurut asumsi penulis gejala yang ditimbulkan pada pasien

gastritis bisa berupa panas dan juga nyeri dalam perut, mual, hilang

nafsu makan, dan cepat merasa kenyang saat makan. Hal ini

dibuktikan dalam penelitian keempat jurnal yang dianalisis, salah satu

nya menurut Pratiwi (2013), gejala-gejala gastritis selain rasa sakit di


38

ulu hati juga menimbulkan gejala seperti mual, muntah, lemas,

kembung, terasa sesak, nafsu makan menurun, wajah pucat, suhu

badan naik dan juga bisa keluar keringat dingin.

Menurut asumsi penulis faktor yang menyebabkan gastritis juga

beragam, yaitu kesalahan pola makan, jenis makanan, dan juga porsi

makan. Menurut Adriani (2016), pola makan atau frekuensi makan

yang sehat untuk remaja adalah makan tiga kali sehari, termasuk

cemilan sehat seperti buah, mengonsumsi makanan tinggi serat

seperti sayur, memperbanyak konsumsi ikan dan ayam. Apabila pola

makan dilakukan secara berlebihan akan mengakibatkan obesitas

yang membuat tubuh menjadi tidak sehat.

Dari ketiga jurnal yang dianalisis, pada jurnal pertama frekuensi

gastritis ditinjau dari usia responden terbanyak adalah <16 tahun

sebanyak 125 orang, dan paling banyak yang menderita penyakit

gastritis adalah responden yang berusia <16 tahun yaitu sebanyak 81

responden (57,8%). Pada jurnal kedua, didapatkan bahwa mayoritas

responden berumur 14 tahun (65%) dan berumur 15 tahun (35%).

Menurut asumsi penulis, usia remaja lebih sering diserang gastritis

karena kebanyakan remaja memiliki pola makan yang salah. Hal ini

didukung oleh Hidayah (2012), yang menyatakan bahwa kesalahan-

kesalahan pola makan remaja saat ini menjadi sebuah kebiasaan

yang dapat menimbulkan berbagai penyakit salah satunya adalah

gastritis. Pola makan yang tidak teratur akan menyebabkan lambung


39

menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Menurut asumsi

penulis, maka dari itu remaja harus benar-benar menjaga pola makan

agar bisa terhindar dari gastritis dikarenakan kesalahan pola makan.

Pada jurnal pertama data paling banyak responden dengan

jenis kelamin perempuan sebanyak 101 responden (72,1%) dan jenis

kelamin laki-laki sebanyak 39 responden. Pada jurnal kedua

responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 38

responden (63,3%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 22

responden (36,7%). Menurut asumsi penulis, jenis kelamin juga

mempengaruhi penyakit gastritis karena menurut data yang

ditemukan penyakit gastritis banyak menyerang perempuan yang

disebabkan oleh proses diet yang salah sehingga mengganggu pola

makan. Hal ini didukung oleh Oktavia (2011), masa remaja adalah

masa mencari jati diri, remaja perempuan kebanyakan takut menjadi

gemuk sehingga memilih-milih makanan dan mengurangi frekuensi

makan, bahkan kadang-kadang sampai tidak makan sama sekali dan

merasa cukup dengan jajan diluar rumah.

Selanjutnya ditinjau dari kejadian gastritis, pada jurnal pertama

responden didapatkan data bahwa responden dengan keadaan

gastritis yang sakit sebanyak 92 responden (65,7%). Pada jurnal

kedua didapat sebanyak 50 responden (52,6%) yang mengalami

gastritis. Menurut asumsi penulis hal ini menunjukkan bahwa lebih dari

setangah responden pada jurnal yang dianalis mengalami keluhan


40

gastritis.

Selanjutnya ditinjau dari keadaan pola makan yang tidak

baik/buruk, menurut asumsi penulis kebanyakan penderita gastritis

disebabkan oleh kesalahan pola makan. Pada jurnal kedua hanya 2

(2,1%) responden yang mempunyai keadaan pola makan yang tidak

baik. Pada jurnal ketiga didapatkan bahwa 57 responden (95%)

memiliki pola makan yang kurang baik. Hal ini didukung oleh Dedi

(2012), pola makan adalah cara hal yang sangat penting untuk dijaga,

karena kesalahan pola makan akan dapat menimbulkan berbagai

macam penyakit. Dan didapatkan data dalam jurnal pertama adalah

responden dengan pola makan yang buruk dan mengalami sakit

gastritis sebanyak 73 orang (73,3%) dan yang tidak sakit sebanyak 26

orang (26,3%).

C. Keterbatasan Penulisan

Kesulitan yang penulis rasakan selama penulisan literature

review ini yaitu sulitnya mengakses referensi yang tersedia dan juga

kurangnya jurnal yang dianalis.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil tinjauan literature pada 3 jurnal ilmiah diatas

maka didapatkan kesimpulan bahwa hubungan pola makan efektif

dalam mengurangi keluhan gastritis pada remaja. Pola makan yang

baik dan teratur merupakan salah satu cara untuk mengendalikan

gastritis, dan juga sebagai tindakan preventif untuk mencegah

terjadinya gastritis. Faktor penyebab gastritis yang paling berpengaruh

adalah kesalahan pola makan, sehingga remaja harus menjaga pola

makannya agar dapat terhindar dari gastritis. Penyembuhan gastritis

memerlukan pengaturan pola makan untuk memperlancar

pencernaan.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis tinjauan literature yang telah

dilakukan oleh peneliti, maka peneliti akan menyampaikan beberapa

diantaranya :

1. Bagi Remaja

Disarankan bagi remaja untuk meningkatkan pengetahuan

para remaja dalam menjaga pola makan untuk

menghindari,mencegah dan mengatasi keluhan gastritis.

40
2. Bagi Penulis Selanjutnya

Disarankan bagi penulis selanjutnya untuk memperoleh

informasi untuk mengembangkan dan menerapkan hidup sehat

dengan cara menjaga pola makan dalam keluhan gastritis.

3. Bagi Pengembangan Ilmu Dan Tehnologi Keperawatan

Disarankan untuk menambah keluasan ilmu dan tehnologi

untuk mengurangi keluhan gastritis pada remaja dalam

menerapkan perilaku hidup sehat dengan menjaga pola makan

supaya tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

4. Institusi Akper Kesdam IM Banda Aceh

Disarankan untuk menjadi informasi bagi institusi dalam

meningkatkan ilmu keperawatan medikal bedah dalam metode

kasus dan penelitian, terkait dengan hubungan pola makan dalam

mengurangi keluhan gastritis pada remaja .

41
41

Anda mungkin juga menyukai