Anda di halaman 1dari 2

Epidemiologi

Insiden Gastritis di dunia sekitar 1,8 - 2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun.
Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun 2004, persentase dari angka
kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22,0%, China 31,0%, Jepang 14,5%, Kanada
35,0%, dan Perancis 29,5%. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari
jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi
pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi daripada
populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik5 . Data untuk Indonesia
menurut WHO angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi
dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk atau sebesar 40,8%.
Berdasarkan profil kesehatan di Indonesia tahun 2012, gastritis merupakan salah satu
penyakit dalam 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia
dengan jumlah kasus 30.154 kasus (4,9%)6 . Data di negara barat seperti Amerika Serikat,
tercatat kematian yang disebabkan gastritis mencapai 8-10% setiap tahunnya dengan angka
perbandingan 150 per 1000 populasi. Angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi, dari
penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2013 angka kejadian gastritis
di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6 % yaitu di Kota Medan, lalu di
beberapa kota lainnya seperti Jakarta 50,0 %, Denpasar 46,0 %, Palembang 35,5 %, Bandung
32,5 %, Aceh 31,7 %, Surabaya 31,2 % dan Pontianak 31,1 %4.

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, dan berpengaruh
terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip
yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang penting
mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, sekelompok orang yang
berpendidikan tinggi cenderung memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha
menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain. Sehingga pendidikan sangat berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit gastritis (Pratiwi,2013).

Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena masa remaja adalah masa
mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai
tertarik oleh lawan jenis yang dapat menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua
itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan
frekuensi makan. Remaja takut gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan
siang atau hanya makan sehari sekali.(Pratiwi, 2013). Lanjut usia meningkatkan resiko
gastritis disebabkan karena dinding mukosa lambung semakin menipis akibat usia tua dan
pada usia tua lebih mudah untuk terinfeksi Helicobacter pylori atau penyakit autoimun
daripada usia muda. Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu
masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri (Jackson, 2006).

Prevalensi gastritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini berkaitan
dengan tingkat stres. Secara teori psikologis juga disebutkan bahwa perempuan lebih banyak
menggunakan perasaan dan emosi sehingga mudah atau rentan untuk mengalami stres
psikologis (Garg dan Gupta, 2008)

Sumber:

Garg, R., & Gupta, G.D., 2008, Progress in Controlled Gastroretentive Delivery Systems,
Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 7(3), Hal 1055- 1066

Jackson, S. (2006). Gastritis. Retrived Juli, 2011. From http://www.gicare.com/


pated/ecd9546.htm

Novitasary, Ayu,Dkk. 2017. Faktor Determinan Gastritis Klinis Pada Mahasiswa Di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Tahun 2016. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Vol. 2/No.6/ Mei 2017; Issn 250-731x

Pratiwi ,Wahyu (2013). Hubungan pola makan dengan Gastritis pada Remaja di pondok
pesantren daar el qolam bintung,jayanti,tangerang

Anda mungkin juga menyukai