Proposal Riset Ini Sebagai Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH:
ENDANG ROSALINA
08190100041
JAKARTA
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun sumber daya
manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Keberhasilan pembangunan nasional suatu
bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu, sumber
daya manusia yang mempunyai fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang
prima disamping penggunaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat sehat
diawali dengan remaja yang sehat sebagai calon generasi penerus yang akan datang,
dimana pada masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam
kehidupan seorang individu. Masa remaja merupakan masa peralihan dimana remaja mulai
mencari jati diri dan tertarik pada lawan jenisnya, hal ini membuat remaja cenderung
menjaga penampilannya, dengan salah satu cara yang dilakukan adalah kebiasaan makan
yang tidak sehat. Kebanyakan remaja lebih menyukai hal – hal yang bersifat instan dan
modern sesuai dengan perkembangan zaman saat ini.
Remaja lebih menyukai untuk mengkonsumsi makanan – makanan cepat saji dan makanan
yang tinggi kolesterol , serta makanan yang pedas dan asam seperti rujak, bakso, mie ayam
dan lainnya sangat disukai oleh remaja. Selain itu remaja juga beranggapan bahwa
makanan yang biasa mereka konsumsi tersebut lebih praktis, hemat waktu, hemat tenaga,
mudah dicari, mudah didapatkan dengan muculnya teknologi aplikasi zaman sekarang yang
menawarkan pesan antar makanan dengan cepat serta harga yang juga terjangkau. Padahal
tanpa disadari bahwa ternyata kebiasaan remaja yang seperti itu bisa menimbulkan berbagai
macam penyakit, salah satunya adalah penyakit gastritis.
2
Menurut WHO, (2010) angka kejadian gastritis didunia banyak terjadi, diantaranya Inggris
22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Prancis 29,5%. Di dunia insiden
gastritis sekitar 1,8 – 2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. (Depkes, 2011) Insiden
terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap
tahunnya. Bahkan gastritis adalah penyakit terbesar di seluruh dunia dan bahkan
diperkirakan diderita lebih dari 1,7 milyar penduduk. Presentase dari angka kejadian
gastritis di Indonesia menurut (WHO, 2012) adalah 40,8%. Berdasarkan profil kesehatan di
Indonesia tahun (2011), gastritis merupakan salah satu penyakit dalam 10 penyakit
terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus (4,9%).
Menurut (Depkes RI, 2011) sekitar 60% penduduk Jakarta yang termasuk dalam usia
produktif sudah terkena gastritis. Berdasarkan data Dinas Kesehatan di Kota Depok ,
insiden terjadinya gastritis sekitar 3.726 kasus dari jumlah penduduk kota Depok pada
tahun (2015) dan meningkat sekitar 13.981 kasus pada tahun (2016). Tingginya angka
kejadian tersebut lantaran masih banyak masyarakat khususnya anak – anak muda yang
menganggap sepele keberadaan penyakit gastritis.
Masalah gastritis pada usia muda memang tidak terlalu diperhatikan. Keadaan inilah yang
menimbulkan gastritis muncul dan berkembang menjadi lebih buruk sehingga dapat
menyebabkan kekurangan gizi pada remaja. Kekurangan gizi juga akan berdampak kepada
pertumbuhan dan perkembangan prestasi pada remaja. Selain itu juga dapat mengakibatkan
turunnya ketahanan tubuh terhadap infeksi dan mudah untuk terserang penyakit, sehingga
dapat mengalami gastritis kronis. Adapun komplikasi dari gastritis adalah perdarahan,
perforasi gaster, peritonitis dan bahkan kematian.
Dari hasil observasi pendahuluan yang peneliti lakukan di SMA PGRI 1 Depok terhadap 10
orang siswa, terdapat 7 orang siswa sering jajan di kantin sekolah rata – rata siswa
memakan makanan yang pedas dan berbumbu seperti : mie goreng/rebus, bakso dengan
menambahkan cuka dan saos yang banyak kedalam makanan tersebut. Juga tampak siswa
yang hanya makan snack dan minum – minuman kaleng yang mengandung gas/soda. Serta
2
dari data buku kunjungan UKS di SMA PGRI 1 Depok, kasus gastritis pada bulan juli –
desember 2017 diperoleh sekitar 63 kasus.
Peneliti memilih para remaja karena pada umumnya Remaja memiliki gaya hidup yang
kurang sehat seperti kurang memperhatikan makanan yang dikonsumsi, kebiasaan makan,
maupun jenis makanan. Menyediakan variasi makanan juga sangat berpengaruh, karena
menyediakan variasi makanan yang kurang menarik dapat menimbulkan kebosanan,
sehingga mengurangi selera makan, dan lebih memilih makanan cepat saji. Maka dari itu
pentingnya pola hidup sehat dan melakukan kebiasaan yang baik sehingga remaja dapat
terhindar dari penyakit gastritis. Berdasarkan hal – hal yang telah peneliti jelaskan diatas
sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan kebiasaan makan
dengan Kejadian Gastritis pada Remaja di SMA PGRI 1 Depok”.
B. Perumusan Masalah
Presentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut (WHO, 2012) adalah
40,8%. Serta berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap
beberapa siswa di SMA PGRI 1 Depok yang sering telat makan, suka makan – makanan
pedas, dan mengkonsumsi makanan sembarangan. Para siswa lebih menyukai makan –
makanan siap saji (fast food). Kebiasaan makan yang tidak baik sangat mempengaruhi
terjadinya gastritis, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada dinding
lambung. Dilihat dari data buku kunjungan UKS di SMA PGRI 1 Depok, kasus gastritis
pada bulan juli – desember 2017 diperoleh sekitar 63 kasus. Serta belum adanya
penelitian terkait gastritis di sekolah SMA PGRI 1 Depok. Berdasarkan data – data
tersebut peneliti ingin mengangkat masalah untuk meneliti mengenai “Adakah
Hubungan Kebiasan Makan dengan Kejadian Gastritis pada Remaja di SMA PGRI 1
Depok ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Untuk mengetahui Hubungan Kebiasaan Makan dengan Kejadian Gastritis pada Remaja
di SMA PGRI 1 Depok
Tujuan Khusus:
a. Untuk mengidentifikasi demografi (Usia dan Jenis kelamin) pada siswa di SMA
PGRI 1 Depok.
b. Untuk mengidentifikasi Kebiasaan Makan pada siswa di SMA PGRI 1 Depok.
c. Untuk mengidentifikasi kejadian Gastritis pada siswa di SMA PGRI 1 Depok.
d. Untuk mengidentifikasi Hubungan Kebiasaan Makan dengan kejadian Gastritis
pada siswa SMA PGRI 1 Depok.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Kebiasaan Makan
a. Definisi
Kebiasaan makan diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang
untuk memilih makanan dan mengkonsumsi sebagai reaksi terhadap
pengaruh – pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo,
2005).
Sedangkan menurut Hudha, (2006) kebiasaan makan adalah cara atau
perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih,
menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari
berdasarkan faktor – faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.
7
Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat pengaruh promosi
melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan
9
9
dari sisi kesehatan berlaku sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik
bagi balita karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang
biasanya memiliki pantangan makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil,
dan ibu menyusui.
3) Agama
Pantangan yang didasari Agama, khususnya Agama Islam disebut haram
dan individu yang melanggar mendapat hukum berdosa. Adanya
makanan terhadap makanan/minuman tertentu di sisi agama dikarenakan
makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi
yang mengonsumsinya. Konsep halal da haram sangat mempengaruhi
pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.
4) Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan
kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang
dengan pendidikan rendah biasanya adalah “yang penting
mengenyangkan”, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahana makanan lain.
Sebaliknya, sekelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki
kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan akan
berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.
5) Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan
perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan
keluarga, sekolah serta adanya promosi melalui media elektronik
maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh
besar terhadap pola makan seseorang. Kesukaan seseorang terhadap
makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga.
Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya,
dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola
makan, khusunya bagi siswa sekolah. Anak – anak yang mendapatkan
informasi yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya dan
didukung oleh tersedianya kantin dan tempat jajan yang menjual
makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak.
Sekolah diluar negeri menerapkan makan siang bersama di sekolah. Hal
ini akan membentuk pola makan yang positif pada anak, karena akan
memiliki kebiasaan makan yang teratur, memenuhi kebutuhan biologis
pencernaan dengan mengkonsumsi makanan bergizi, tidak hanya asal
kenyang dengan jajanan.
Keberadaan iklan/promosi makanan ataupun minuman melalui media
elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya dalam membentuk
kebiasaan makan. Tidak sedikit orang tertarik untuk mengonsumsi atau
membeli jenis makanan tertentu setelah melihat promosinya melalui
iklan di televisi, sehingga masyarakat dapat memilih bahan makanan
yang diinginkan dengan tetap menerapkan prinsip gizi seimbang.
6) Faktor usia
Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena Masa remaja
adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat
diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis
menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat
mempengaruhi kebiasaan makan remaja, termasuk pemeilihan bahan
makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga
remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari
sekali (Baliwati, 2004).
7) Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki – laki dan
perempuan. Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan
gizi bagi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan kebutuhan zat
tenaga dan protein daripada wanita, karena secara kodrat pria diciptakan
untuk tampil lebih aktif dan lebih kuat dari pada wanita (Baliwati, 2004).
Kebutuhan energi pada remaja laki – laki sangat tinggi dibanding remaja
perempuan. Remaja laki – laki kemungkinan mengkonsumsi jumlah
yang cukup untuk hampir semua zat gizi, walaupun pilihan makanannya
bukanlah yang terbaik. Remaja perempuan kesulitan lebih banyak untuk
mendapatkan vitamin dan mineral yang cukup dalam selang kalori yang
dibutuhkan (Moore, 2005).
2. Remaja
a. Definisi
Istilah remaja atau adolesence berasal dari bahasa latin adolesscere (kata
bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang artinya “tumbuh” atau
“tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 2006). Remaja adalah periode
perkembangan dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak –
kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun
(potter&perry, 2005). Remaja berada dalam status interim sebagai akibat
dari posisi yang diberikan oleh orang tua dan masyarakat dan melalui
usahanya sendiri yang selanjutnya memberikan prestasi tertentu bagi dirinya
(Soetjiningsih, 2005). Masa peralihan dari yang sangat bergantung dengan
orang tua ke masa yang penuh tanggung jawab serta keharusan untuk
sanggup berdiri sendiri. Berdasarkan dari definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa remaja merupakan suatu periode dalam kehidupan manusia dimana
dapat menjadi sebuah titik awal sebagai sebuah usaha mencapai
kemandirian.
b. Pertumbuhan dan Perkembangan
Carlson (2008) membagi remaja menjadi 3 fase, yaitu :
1) Remaja awal (early adolesence) sebagai awal pubertas, terjadi
pematangan fisik dan perkembangan karakteristik seks primer dan
sekunder. Rentang usia 11 – 13 tahun pada perempuan dan 12 – 14 tahun
pada laki – laki.
2) Remaja pertengahan (middle adolesence), kira – kira 14 – 16 tahun pada
perempuan dan 15 – 17 tahun pada laki – laki, ditandai dengan usaha
mencapai kemandirian.
3) Remaja akhir (late adolesence), sekitar 19 tahun, relatif stabil dalam
hubungan dengan teman sebaya, akademik dan aktifitas waktu senggang,
dan tanggung jawab keuangan.
Selain Carlson (2008), ahli lain juga membagi masa remaja menjadi tiga
periode kehidupan diantaranya Kozier, Stanhope&Lancaster serta Wong.
Konzier (2006) membagi masa remaja menjadi remaja awal (12 – 13
tahun), remaja tengah (14 – 16 tahun), dan remaja akhir (17 – 20 tahun).
Sedangkan Stanhope&Lancaster membagi menjadi remaja awal (10 – 13
tahun), remaja tengah (14 – 16 tahun), remaja akhir (17 – 21 tahun).
3. Gastritis
a. Definisi
Gastritis merupakan suatu peradangan dan perdarahan mukosa lambung
yang bersifat akut, kronik, difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia,
perasaan penuh di perut (begah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan
muntah (Price & Wilson, 2006).
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung sering akibat diet yang
sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu cepat,
makan – makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit (Smeltzer, 2005).
b. Etiologi
Menurut (Lusianah, 2010). Penyebab timbulnya gastritis diantaranya :
1) Komsumsi obat – obatan kimia digitalis (Asetamenofen/Aspirin, steroid
kortikosteroid). Asetamenofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan
iritasi pada mukosa lambung. NSAIDS (Non Steroid Anti Inflamasi
Drugs) dan kortikosteroid menghambat sintesisprostaglandin, sehingga
sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi
sangat asam dan menimbulkan iritasi mukosa lambung.
2) Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung.
3) Terapi radiasi, refluk empedu, zat – zat korosif (cuka dan lada) dapat
menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta
pendarahan.
4) Kondisi stres atau tertekan (trauma, luka bakar, kemoterapi, dan
kerusakan susunan saraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCL
lambung.
5) Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobakter pylori, Esobericia Coli,
Salmonella, dan lain – lain.
6) Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi paru, perlu dicurigai turut
mempengaruhi penularan kuman di komunitas, karena antibiotik tersebut
mampu mengeradikasi infeksi Helicobacter pylori, walaupun persentase
keberhasilannya sangat rendah.
c. Klasifikasi Gastritis
Menurut (Suratun, 2010) Klasifikasi gastritis Berdasarkan Tingkat
Keparahannya :
1) Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang
menyebabkan erosif dan pendarahan pada mukosa lambung setelah
terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan yang
terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Erosinya juga
tidak mengenai lapisan otot lambung.
2) Gastritis Kronis
Gastritis kronis merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang sifatnya menahun dan berulang. Peradangan tersebut
terjadi di bagian permukaan mukosa lambung dan berkepanjangan, yang
bisa disebabkan karena ulkus lambung jinak maupun ulkus lambung
ganas, bisa juga karena bakteri Helicobacter pylori. Gastritis ini dapat
pula terkait dengan atopi mukosa gastrik, sehingga menimbulkan HCL
menurun dan menimbulkan kondisi acblorbidria dan ulserasi peptic
(tukak pada saluran pencernaan).
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari gangguan ini cukup bervariasi, mulai dari keluhan
ringan hingga muncul pendarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada
beberapa pasien, gangguan ini tidak menimbulkan gejala yang khas.
(Lusianah, 2010). Manifestasi gastritis akut dan kronis hampir sama. Seperti
di bawah ini :
1) Anoreksia
2) Nyeri pada epigastrium
3) Mual dan muntah
4) Perdarahan saluran cerna (Hematemesis Melena)
5) Anemia (tanda lebih lanjut)
6) Mengeluh nyeri ulu hati
7) Nausea
e. Patofisiologi
Obat – obatan, alkohol, garam empedu, zat iritan lainnya dapat merusak
mukosa lambung (gastritis erosif). Mukosa lambung berperan penting dalam
melindungi lambung dari autodigesti oleh HCI dan pepsin. Bila mukosa
lambung rusak maka terjadi difus HCI ke mukosa dan HCI akan merusak
mukosa. Kehadiran HCI di mukosa lambung menstimulasi perubahan
pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel
mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan
menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan
pada lambung. Biasanya lambung dapat melakukan regenerasi mukosa oleh
karena itu gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya.
Namun bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan
terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan di isi oleh jaringan
fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel
mukosa lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung
akan menurun atau hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat
diserap di usus halus. Sementara vitamin B12 ini berperan penting dalam
pertumbuhan dan maturasi sel darah merah. Pada akhirnya klien gastritis
dapat mengalami anemia. Selain itu dinding lambung menipis rentan
terhadap perforasi lambung dan pendarahan (Lusianah, 2010).
f. Penatalaksanaan
1) Pengobatan pada gastritis meliputi :
a) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala
– gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah dapat diobati
dengan antasida dan istirahat.
c) Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d) Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan
cara menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan
pepsin yang menyebabkan iritasi.
e) Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
(Dermawan, 2010).
g. Komplikasi
1) Gastritis Akut
Komplikasi yang timbul pada gastritis akut adalah pendarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA), berupa hematemesis dan melena, yang
berakhir dengan shock hemoragik. Apabila prosesnya hebat, sering juga
terjadi ulkus, namun jarang terjadi perforasi.
2) Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul pada kasus gastritis kronis adalah gangguan
penyerapan vitamin B12. Akibat kurangnya penyerapan vitamin B12 ini,
menyebabkan timbulnya ulkus, perforasi dan anemia (Suratun, 2010).
Adapun petunjuk umum untuk diet pada penderitas gastritis antara lain :
j. Penelitian Terkait
1) Penelitian yang dilakukan oleh Suryani Hartati dkk dengan judul
“Hubungan perilaku makan dengan kejadian gastritis pada mahasiswa
AKPER Manggala Husada Jakarta” tahun 2013. Dari hasil penelitian,
bahwa data demografi seperti usia responden terbanyak adalah diatas 20
tahun sebanyak 106 orang atau sekitar (74,1%). Didapatkan jenis
kelamin terbanyak dari jumlah gastritis antara pria dan wanita, ternyata
jenis kelamin terbanyak mengenai gastritis adalah perempuan sebanyak
86 orang atau sekitar (60,1%).
2) Penelitian yang dilakukan oleh Syamsu dkk dengan judul “Hubungan
pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Pondok Pesantren
Al-Munjiyah Durisawo Ponogoro”. Berdasarkan hasil penelitian
disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki pola makan
kurang baik yaitu sebanyak 52 responden (54.7%) dan sebagian besar
responden terjadi gastritis yaitu sebanyak 62 responden (65.3%).
3) Penelitian yang dilakukan oleh Bryan Kevin dkk dengan judul
“Hubungan kebiasaan makan dengan pencegahan gastritis pada siswa
kelas X di SMAN 1 Likupang”. Berdasarkan hasil penelitian
disimpulkan bahwa hasil penelitian di SMA Negeri 1 Likupang sesuai
dengan kenyataan bahwa siswa seringkali mengabaikan kebiasaan
makan yang baik dan tidak melakukan pencegahan gastritis sebagai
upaya menghindari terjadinya penyakit gastritis. Hal ini dibuktikan
dengan adanya siswa yang mengonsumsi makanan pedas asam dan
makan tidak tepat waktu. Dan ada juga yang minum-minuman bersoda,
kopi dan minuman beralkohol.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Bagas Diatsa “Hubungan pola makan
dengan kejadian gastritis pada Remaja di Pondok Al-Hikmah, Trayon,
Karanggede, Boyolali” berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa
santri yang mempunyai pola makan yang buruk (66.7%). Santri yang
mempunyai kejadian gastritis yang tinggi (63.0%). Terdapat hubungan
bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada Santri
Pondok Pesantren Al-Hikmah Trayon, Karanggede, Boyolali.
k. Kerangka Teori
Kerangka Teori menurut Brunner & Suddarth (2002), Hudha (2006), dan
Soetjiningsih (2005).
Kerangka konsep penelitian yaitu kerangka hubungan antara konsep – konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Tujuan dibuatnya kerangka
konsep yaitu agar penelitian ini lebih terarah dalam menganalisa hasil penelitian
(Notoatmodjo, 2012).
A. Kerangka Konsep
Kebiasaan Makan
Terjadinya Gastritis
Faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
2. Jenis kelamin
Keterangan :
B. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Menyatakan ada hubungan antara kebiasaan makan dengan kejadian
gastritis
pada remaja di SMA PGRI 1 Depok.
Ho : Menyatakan tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan
kejadian gastritis pada remaja di SMA PGRI 1 Depok.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana
cara menentukan variabel dan mengukur suatu variabel (Setiadi, 2007 :165).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Kebiasaan Kebiasaan Kebiasaan Responden Dikategorikan : Ordinal
makan responden makan diukur mengisi 1. Kebiasaan
dalam menggunakkan kuesioner makan baik
mengkonsumsi skala penelitian jika skor ≥
makanan Guttman. yang terdiri 10.45
sehari-hari Jawaban benar dari 17 2. Kebiasaan
berdasarkan atau ya = skor pernyataan makan
keteraturan 1 dan salah kebiasaan kurang baik
makan dan atau tidak = 0 makan jika skor ≤
konsumsi 10.44
makanan
pedas, asam, Nilai mean =
panas. Terdistribusi
normal
Usia Usia adalah Data Kuesioner Data numerik Ordinal
rentang demografi penelitian 1. 16 tahun
kehidupan pada kuesioner didapatkan 2. 17 tahun
yang diukur penelitian dari data
dengan tahun. demografi
responden
pada point
ke-2
Jenis Adalah tanda Data Kuesioner 1. Laki - laki Nominal
kelamin biologis yang demografi penelitian 2. Perempuan
membedakan pada kuesioner didapatkan
manusia penelitian dari data
berdasarkan demografi
kelompok. responden
pada point
ke-3
Terjadinya Gastritis Terjadinya Responden 1. Dikatakan Ordinal
gastritis merupakan gastritis diukur mengisi tidak gastritis
suatu menggunakan kuesioner jika skor ≥
peradangan skala penelitian 5.01 (nilai
atau Guttman. dengan 8 mean)
perdarahan Jawaban benar pertanyaan 2. Dikatakan
pada mukosa atau ya = skor tentang gastritis jika
lambung 1 dan salah gastritis skor ≤ 5.00
dengan atau tidak = 0 (nilai mean)
karakteristik
anoreksia,
perasaan penuh
di perut
(begah), tidak
nyaman pada
epigastrium,
mual dan
muntah.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai desain penelitian, tempat dan waktu
penelitian, populasi, sampel penelitian, instrument penelitian, etika penelitian,
validitas dan reliabilitas, prosedur penelitian dan pengolahan data serta analisa
data.
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan rancangan untuk mengarahkan penelitian
yang mengontrol faktor yang mungkin akan mempengaruhi validitas
penemuan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini menggunakan desain deskriptif
analitik serta menggunakan pendekatan cross sectional. Pada penelitian ini
dimana seluruh variabel yang diamati, diukur pada saat bersamaan ketika
penelitian berlangsung. Penelitian ini menggunakan data primer untuk
mengetahui hubungan kebiasaan makan dengan gastritis pada remaja di SMA
PGRI 1 Depok tahun 2018. Dimana variabel bebas yaitu pola makan dan
variabel terikat yaitu terjadinya penyakit gastritis akan dikumpulkan dalam
waktu yang bersamaan.
Keuntungan metode cross sectional ini adalah kemudahan dalam melakukan
penelitian, sederhana, ekonomis dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh
dengan cepat. Penelitian ini dilakukan melalui tahap penyebaran kuesioner
kepada siswa di SMA PGRI 1 Depok.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di SMA PGRI 1 Depok, dan dilakukan kepada
siswa di SMA PGRI 1 Depok, Tahun 2018. Alasan peneliti memilih lokasi
penelitian di SMA PGRI 1 Depok karena SMA PGRI 1 Depok adalah
salah satu sekolah yang berkembang di Depok dengan angka kejadian
gastritis pada remaja cukup tinggi yaitu 63 kasus pada bulan Juli –
Desember 2017.
2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2018.
2. Sampel
Sampel mengikutsertakan kelompok orang tertentu, kejadian, perilaku,
atau elemen lain yang berhubungan dengan penelitian. Definisi sampel
adalah bagian dari populasi yang dipilih untuk menjadi subjek sebuah
penelitian. Peneliti menggunakan populasi remaja di SMA PGRI 1 Depok
dengan kriteria sebagai berikut :
Kriteria Inklusi
a. Siswa kelas X, XI SMA PGRI 1 Depok.
b. Hadir pada saat penyebaran kuesioner.
c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian dan menyetujui
informed consent.
n = (Z1-α / 2 √ 2 P (1 – P ) + Z1-β √ P1 ( 1 – P1 ) + P2 ( 1- P2 ) )²
(P1 - P2 )²
Keterangan :
n = Besar sampel
Cahyaningsih, 2013)
Z1-α/2 = 1,96 (Derajat kemaknaan 95% (CI) selang kepercayaan dengan (α)
sebesar
5%)
D. Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek, tidak boleh bertentangan
dengan etika. Tujuan penelitian ini harus etis dalam arti hak responden harus
dilindungi. Pada penelitian ini, maka peneliti mendapat pengantar dari STIKes
Jayakarta PKP DKI Jakarta dengan menyerahkan surat kepada kepala sekolah
SMA PGRI 1 Depok, setelah mendapatkan persetujuan baru melakukan
penelitian dengan menekankan prinsip etika meliputi :
1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect for human dignity)
Lembar persetujuan penelitian (informed consent) diedarkan sebelum
penelitian dilaksanakan agar responden mengetahui maksud dan tujuan
peneliti, serta dampak yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data.
Jika responden bersedia diteliti mereka harus menandatangani lembar
persetujuan tersebut, jika tidak peneliti harus menghargai hak-hak
responden.
2. Menghormati Privasi dan Kerahasian Subjek Penelitian (Respect for
privacy and confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi, Setiap orang berhak
untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh
sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas
dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti cukup menggunakan coding
sebagai pengganti identitas responden.
3. Keadilan dan Inklusivitas/ Keterbukaan (Respect for justice and
inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa
semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang
sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2010).
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits).
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin
bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khusunya.
Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan
bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat dicegah
atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cedera, stress maupun kematian
subjek penelitian.
N ∑ xy−( ∑ x ) . ( ∑ y )
R=
√¿¿¿
Keterangan:
R : koefisien item yang dicari
N : banyak subyek
X : skor objek pada item nomor 1
rxy : koefisien korelasi product momen
y : skor total subyek
Xy : skor pertanyaan nomor 1 dikalikan total skor
Keputusan uji :
a. Bila r hitung lebih besar dari r tabel maka Ho ditolak, artinya variabel
valid.
b. Bila r hitung lebih kecil dari r tabel maka Ho gagal ditolak, artinya
variabel tidak valid
Uji validitas pada penelitian ini dilakukan 2 kali. Pada pengujian yang
pertama dengan 18 pernyataan dan 8 pertanyaan, didapatkan hasil uji
validitas yaitu sebanyak 15 pernyataan serta 7 pertanyaan yang valid
karena nilai r hitung > dari nilai r tabel (0,361) dan 3 pernyataan serta 1
pertanyaan yang belum valid karena nilai r hitung < dari nilai r tabel
(0,361).
Pengujian validitas yang kedua yaitu pernyataan dan pertanyaan yang sudah
valid tidak di uji kembali, dilakukan pengujian validitas pada pernyataan
dan pertanyaan yang belum valid pada nomor 4, 9, 13, 26. Dan didapatkan
hasil uji validitas kedua yaitu sebanyak 25 pernyataan serta pertanyaan valid
dan 1 pertanyaan yang belum valid karena nilai r hitung < dari nilai r tabel
(0,361).
Hasil uji validitas yang digunakan oleh peneliti dari 26 pernyataan dan
pertanyaan, hanya 3 pertanyaan yang dinyatakan valid dengan nilai alpha
0,920, maka 1 pertanyaan yang tidak valid tersebut tidak dipakai dalam
pertanyaan kuesioner peneliti. Jumlah kuesioner sebanyak 25 butir
pertanyaan yang terdiri dari 17 pernyataan tentang kebiasaan makan dan 8
pertanyaan tentang kejadian gastritis.
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti sejauh
mana hasil pengukuran tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama. Untuk itu sebelum digunakan
untuk penelitian harus dites (diuji coba) sekurang-kurangnya dua kali. Uji
coba tersebut kemudian diuji dengan tes menggunakan rumus korelasi
product moment (Notoatmodjo, 2010).
Tabel 4.1
Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
(Sugiyono, 2005)
r=
Sumber: Sujarweni, (2014).
Keterangan:
r = Koefisien reliability instrument (Cronbach’s Alpha)
k = Banyaknya butir pertanyaan
2b = total varian butir
2t = total varian
F. Instrumen penelitian
Pada penelitian “Hubungan kebiasaan makan dengan kejadian Gastritis pada
Remaja di SMA PGRI 1 Depok”. Alat pengumpulan data yang digunakan
berupa kuesioner. Kuesioner ini diartikan sebagai daftar pertanyaan yang
sudah disusun dengan baik dan matang. Dimana responden tinggal
memberikan jawaban dengan memberikan tanda – tanda tertentu
(Notoadmodjo, 2010).
Cara menjawabnya hanya dengan menceklist (√) dari setiap pernyataan yang
diberikan di lembar kuesioner. Skala pengukuran yang digunakan ini
menggunakan penelitian skala Guttman. Jika menggunakan skala Guttman
yaitu hanya ada dua jawaban yaitu ya atau tidak, benar atau salah (Sugiyono,
2015). Untuk pernyataan tentang kebiasaan makan, instrumen yang diberikan
sebanyak 17 pernyataan dengan 4 pernyataan positif yaitu nomor (2, 4, 5, 10)
dan jumlah pernyataan negatif sebanyak 13 pernyataan yaitu nomor (1, 3, 6, 7,
8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17). Untuk pertanyaan tentang gastritis, instrumen
yang diberikan sebanyak 10 pertanyaan dengan jumlah pertanyaan negatif
seluruhnya sebanyak 10 pertanyaan yaitu nomor (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,10).
H. Pengolahan Data
Data yang didapatkan harus diolah terlebih dahulu dengan tujuan mengubah
data menjadi informasi. Menurut Hidayat (2007), mengungkapkan dalam
proses pengolahan data terhadap langkah – langkah yang harus ditempuh,
diantaranya dapat digolongkan menjadi :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan dan dilakukan setelah data terkumpul. Pada
tahapan ini peneliti menghitung banyaknya kuesioner yang telah diisi,
kemudian dijumlahkan semuanya. Pada proses pengecekan tersebut
diperiksa apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap (semua
pertanyaan sudah terisi jawabannya), jelas ( jawaban pertanyaan apakah
tulisannya cukup jelas terbaca), relevan (jawaban yang tertulis apakah
relevan dengan pertanyaan), dan konsisten (apakah antara beberapa
pertanyaan yang berkaitan dengan isi jawabannya konsisten). Dan ternyata
semua responden telah memenuhi persyaratan maka dialnjutkan ke proses
pemberian kode.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atas beberapa kategori. Coding juga merupakan kegiatan
merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan
coding (Hastono, 2006). Pemberian kode dilakukan setelah semua data
telah dikumpulkan.
Koding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data
(data entry). Pemberian kode ini dilakukan terhadap kuesioner A, B, dan
C.
Kuesioner A
a. Usia responden
16 tahun = 1
17 tahun = 2
b. Jenis kelamin
Laki – laki = 1
Perempuan = 2
c. Informasi tentang rokok
Ya = 1
Tidak = 2
≤ 6 bulan = 1
≥ 6 bulan = 2
≤ 4 batang = 1
≥ 4 batang = 2
d. Informasi konsumsi obat maag
Ya = 1
Tidak = 2
Kuesioner B
a. Pernyataan tentang kebiasaan makan
Pernyataan positif
Benar = 1
Salah = 0
Pernyataan negatif
Benar = 0
Salah = 1
Kuesioner C
a. Pertanyaan tentang kejadian gastritis
Pertanyaan positif
Benar = 1
Salah = 0
Pertanyaan negatif
Benar = 0
Salah = 1
3. Entry data
Data yang dikumpulkan kemudian dimasukan ke dalam program
pengolahan data dan kemudian membuat distribusi tentang variabel –
variabel yang diteliti meliputi umur, jenis kelamin, frekuensi makan, porsi
makanan dan jenis makanan.
4. Cleaning (pembersihan data)
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali
data yang sudah dimasukan apakah ada kesalahan atau tidak (Hastono,
2006). Proses yang dilakukan setelah data masuk ke dalam komputer.
Data akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data
yang salah, diperiksa oleh proses cleaning ini.
5. Tabulasi langsung
Sistem pengolahan data langsung yang dibatasi oleh kuesioner. Ini juga
metode paling sederhana bila dibandingkan dengan metode yang lain.
Tabulasi ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner ke dalam
kerangka tabel yang telah disiapkan, tanpa proses perantara yang lain.
Tabulasi langsung biasanya dilakukan dengan system tally yaitu cara
menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain
adalah kuesioner dikelompokkan menurut jawaban yang diberikan,
kemudian dihitung jumlahnya, lalu dimasukkan ke dalam tabel yang telah
dipersiapkan. Dengan cara ini kemungkinan salah karena lupa dapat
diatasi. Kelemahannya adalah pengaturannya menjadi rumit bila jumlah
klasifikasi dan sampelnya besar.
6. Komputer
Untuk mengolah data dengan komputer penulis terlebih dahulu perlu
menggunakan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun
program yang sudah dipersiapkan. Dengan menggunakan program
tersebut dapat dilakukan tabulasi sederhana, tebulasi silang, regresi,
korelasi, analisa faktor dan berbagai tes statistik.
Penyajian data :
a. Tulisan atau narasi, dibuat dalam bentuk narasi mulai dari
pengambilan data sampai kesimpulan.
b. Tabel atau daftar penyajian dalam bentuk angka yang disususn
dalam kolom dan baris dengan tujuan untuk menunjukkan
frekuensi kejadian dalam kategori yang berbeda.
J. Analisa Data
Data yang ada setelah dilakukan proses pengolahan setelah itu dilakukan
tehnik analisa data. Analisa data yang digunakan adalah uji statistik dengan
melalui 2 tahap yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisa data dengan
univariat yang dilakukan pada setiap variabel hasil penelitian, dan analisa
bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan.
(Notoatmojo, 2010).
1. Analisa Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian, bentuk analisis univariat
tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean
atau rata-rata, median, dan standar devisiasi. Dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel
(Notoatmodjo, 2010).
Data yang diperoleh akan ditampilkan dalam tabel, diagram pie, dan
diagram batang yang menggunakan persentase dengan menggunakan
rumus :
Keterangan :
P = Persentase
f = Jumlah jawaban
n = Jumlah skor maksimal
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi untuk mengetahui antara variabel
independen dan variabel dependen (Notoatmodjo, 2010). Jenis data pada
variabel independent dan variabel dependen pada penelitian ini adalah
kategorik, sehingga uji hipotesis dengan menggunakan chi square dengan
tingkat kemaknaan 5% atau 0,05 dengan rumus sebagai berikut :
X2 = Ʃ (O – E)²
E
Keterangan :
X2 = Nilai Chi-Square
O = Nilai observasi
E = Nilai Ekspektasi (harapan)
DF = (k-1) (b-1)
Keterangan :
DF = degree of freedom (derajat kebebasan)
B = jumlah baris
K = jumlah kolom
Baliwati (2004). Pengantar Pangan dan Gizi. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Dahlan, Sopiyudin. (2010). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:
Salemba Medika.
Hudha. (2006). Hubungan Pola Makan dan Aktifitas Fisik. Jakarta: Gramedia
Pustaka
Utama.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta:EGC.
Price, Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC.
Sabri, Luknis dan Sutanto Priyo Hastono. (2006). Statistik Kesehatan. Jakarta : PT.
Raja Gravindo Persada.
Sediaoetama, Achmad. (2004). Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi. edisi
kelima. Jakarta: Dian Rakyat. hal. 1-244.
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Smeltzer, Suzanne. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Sulistyoningsih. (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. PT Graha Ilmu
Yogyakarta.
Wahyuni dkk. (2017). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada
Remaja. Global Health Science (GHS), 2(2).