Anda di halaman 1dari 15

“ HUBUNGAN POLA MAKAN DAN PENGETAHUAN GIZI

DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PRODI GIZI


POLTEKKES KEMENKES KUPANG”

OLEH

DELAYA FERONIKA TAUN


PO5303241200018

JURUSAN GIZI
POLTEKKES KEMENKES KUPANG
TAHUN AJARAN 2021/ 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan
produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi.Gizi yang
optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan
bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok umur. Gizi baik membuat berat badan normal atau
sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja meningkat serta
terlindung dari penyakit kronis dan kematian dini. Agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari
berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular terkait gizi, maka pola makan
masyarakat perlu ditingkatkan kearah konsumsi gizi seimbang. Keadaan gizi yang baik dapat
meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat.
Status gizi tiap orang berbeda bergantung dari perbandingan antara pola makanan dengan
kebutuhan gizinya, bila perbandingan antara kebutuhan zat gizinya dengan pola makanannya
sama maka menghasilkan status gizi yang baik. Kebutuhan dari zat gizi masing-masing orang
berbeda, hal ini bergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, berat badan, dan tinggi
badan. Tentunya kebutuhan protein pada anak balita pasti berbeda dengan kebutuhan protein
orang dewasa, begitu pun dengan kebutuhan energi seorang mahasiswa biasa berbeda dengan
mahasiswa yang juga seorang atlet. Zat besi yang dibutuhkan oleh pria pasti berbeda dengan
kebutuhan wanita usia subur, dalam proses pembentukan sel darah merah (hemoglobin) zat
besi sangat dibutuhkan, hal ini dikarenakan pada wanita terjadi pengeluaran darah setiap
bulan secara periodik (menstruasi).
Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat
perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan
perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan
dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat
dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang
merupakan prinsip yang saling melengkapi.
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dilihat bahwa para mahasiswa kurang
mementingkan pola makan yang tidak baik dari segi kualitasnya sedangkan aktivitas yang
berat para mahasiswa membutuhkan energi yang cukup. Selain itu mahasiswa kesehatan
khususnya Gizi sebagai calon tenaga kesehatan merupakan faktor penguat dalam promosi
kesehatan dimulai dari bayi baru lahir sampai menopause tetapi masih ada mahasiswa yang
belum memiliki motivasi dan kesadaran untuk menerapkan pola makan seimbang sesuai
pengetahuan yang mereka miliki. Kejadian status gizi kurang dan status gizi lebih dapat
dipengaruhi oleh faktor pola makanan. Pola makanan yang tidak sehat akan berdampak
negatif terhadap tubuh. Hasil studi di Indonesia ditemukan 50% penyakit yang timbul
berhubungan dengan pola makan yang tidak sehat, diantara-Nya penyakit obesitas 26%,
anemia 13% dan stroke 11%, pada usia 18-24 tahun (Depkes RI, 2012). Salah satu faktor
yang menyebabkan status gizi kurang dan status gizi lebih pada usia muda adalah faktor pola
makan yang mengandung tinggi lemak, gula, garam, tetapi kurang mengkonsumsi serat
khususnya yang berasal dari buah dan sayuran (Arisman, 2012). Berdasarkan penelitian
Bahria (2012), ditemukan bahwa sebanyak 92,1% remaja dewasa kurang mengkonsumsi
buah dan 77,1% kurang mengkonsumsi sayur. Hal ini sependapat dengan Arisman (2012)
yang mengatakan bahwa pola makan remaja dewasa saat ini cenderung kurang
mengkonsumsi buah dan sayuran sehingga akan beresiko mempengaruhi status gizi.
Selain faktor pola makan gaya hidup juga mempengaruhi status gizi seseorang (Suhardjo,
2013). Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Suci (2011), menunjukkan bahwa 57.6%
mahasiswa PSKM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki gaya hidup pola makan
yang tidak sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang (PUGS), hasil penelitiannya didapat
67% remaja tidak melakukan olah raga secara teratur dan 89% mahasiswa putri dan 92%
mahasiswa putra suka mengkonsumsi makanan instan sebagai makanan pengganti pada saat
tertentu seperti waktu pagi dan malam hari. Kemudian kurang mengkonsumsi buah
disebabkan karena sebagian besar mahasiswa adalah anak kos yang memiliki keuangan pas-
pasan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hubungan pengetahuan gizi mahasiswa Prodi GIZI POLTEKKES
KEMENKES KUPANG
2. Bagaimana pola makan terhadap status gizi pada mahasiswa Prodi Gizi
Poltekkes Kemenkes Kupang.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pola makan dan pengetahuan gizi
dengan status gizi mahasiswa Prodi Gizi Poltekkes Kemenkes Kupang.

2. Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui pola makan terhadap status gizipada mahasiwa
Prodi Gizi Poltekkes Kemenkes Kupang.
 Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan tentang gizi pada
Mahasiswa Prodi Gizi Poltekkes Kemenkes Kupang.

D. MANFAAT
Untuk memberikan pengetahuan tentang “ Pola makan dan pengetahuan gizi
dengan status gizi pada mahasiswa Prodi Gizi Poltekkes Kemenkes Kupang”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pengertian Pengetahuan Gizi


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan dan
harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, logika, atau kegiatan-kegiatan
yang bersifat coba-coba. Jadi pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia dan
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang, yaitu :
1. Faktor Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam
dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan seorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,
baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka
orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa
seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat
diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya
akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakinbanyak aspek positif dari
obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut
(Wawan, 2010).
2. Massa media / informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan
pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa
yang dapat mempengaruhi pengetahuanmasyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana
komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan
lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-
pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
terhadap hal tersebut.
3. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya
suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke
dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman
belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari
masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan
yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif
dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih
banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua
sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :
1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin
banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami
kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan
dengan bertambahnya usia.
Pengetahuan tentang gizi sangat mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhannya.
Kedalaman dan keluasan pengetahuan tentang gizi akan menuntun seseorang dalam
pemilihan jenis makanan yang akan dikonsumsi baik dari segi kualitas, variasi, maupun cara
penyajian pangan yang diselaraskan dengan konsep pangan. Misalnya, konsep pangan yang
berkaitan dengan kebutuhan fisik, apakah makan asal kenyang atau untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan
dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk
fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status
gizi seseorang. Status gizi baik atau optimal terjadi
apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang tejadi
apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial. Sedangkan status gizi
lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga
menimbulkan efek yang membahayakan (Almatsier, 2011).
Pengetahuan gizi pada remaja sangat penting karena setiap orang akan cukup gizi jika
makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan tubuh yang optimal, karena pengetahuan gizi memberikan informasi yang
berhubungan dengan gizi, makanan dan hubungannya dengan kesehatan. Kedalaman dan
keluasan pengetahuan tentang gizi akan menuntun seseorang dalam pemilihan jenis makanan
yang akan
1.2. Pola Makan
Kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan gizi. Pola
konsumsipangan masyarakat dilandasi oleh kebiasaan makan yang tumbuh dan
berkembang melalui proses sosialisasi. Hal ini menandakan bahwa pola konsumsi
makanan dapat berubah-ubah karena faktor penentu (Soekirman, 2000).Pola konsumsi
makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam
makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan nilai gizi makanan dan
kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Hal tersebut dapat di tempuh dengan penyajian
hidangan yang bervariasi dan dikombinasi, ketersediaan pangan, macam serta jenis bahan
makanan mutlak diperlukan untuk mendukung usaha tersebut. Disamping itu jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi juga menjamin tercukupinya kebutuhan zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh (Supariasa, dkk, 2002).
Pola makan merupakan serangkaian cara bagaimana makanan diperoleh, jenis makanan
yang dikonsumsi, jumlah makanan yang mereka makan dan pola hidup mereka, termasuk
beberapa kali mereka makan atau frekuensi makan. Faktor yang mempengaruhi pola
konsumsi diantaranya ketersediaan waktu, pengaruh teman, jumlah uang yang tersedia
dan faktor kesukaan serta pengetahuan dan pendidikan gizi (Suhardjo, 2006).
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan
jumlah bahkan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri
khas suatu kelompok masyarakat tertentu (Sulistyoningsih, 2012). Pola makan adalah
cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu
seperti untuk mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit. Pola makan yang sehat selalu mengacu kepada gizi yang seimbang
yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2014). Pola
makan memiliki 3 (tiga) Komponen yaitu jenis, frekuensi, dan jumlah makan.

1. Jenis Makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari terdiri dari makanan
pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah yang dikonsumsi setiap hari. Makanan
pokok adalah sumber makanan utama di negara Indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau
sekelompok masyarakat terdiri dari beras, jagung, sagu, umbi-umbian, dan tepung
(Sulistyoningsih, 2012).
2. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah berapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang,
makan malam dan makan selingan (Depkes RI, 2014).Frekuensi makan adalah jumlah makan
sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif, secara alamiah makanan diolah dalam tubuh
melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam
lambung tergantung sifat dan jenis makanan yang di makan. Jika rata-rata lambung kosong
antara 3-4 jam, maka jadwal makan pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani,
2011).Pola makan yang baik dan benar mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
dan mineral. Pola makan 3 kali sehari yaitu makan pagi, selingan siang, makan siang,
selingan sore, makan malam dan sebelum tidur. Makanan selingan sangat diperlukan,
terutama jika porsi makanan utama yang dikonsumsi saat makan pagi, makan siang, dan
makan malam belum mencukupi. Makan selingan tidak boleh berlebihan karena dapat
menyebabkan nafsu makan saat menyantap makanan utama berkurang karena sudah
kekenyangan oleh makanan selingan (Sari, 2014).
3. Jumlah Makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan setiap orang atau setiap
individu dalam kelompok. Jumlah dan jenis makanan sehari-hari merupakan cara makan
seorang individu atau sekelompok orang dengan mengkonsumsi makanan mengandung
karbohidrat, protein, sayuran dan buah. Frekuensi 3 kali sehari dengan makan selingan
pagi dan siang mencapai gizi
tubuh yang cukup, pola makan yang berlebihan dapat mengakibatkan kegemukan
atau obesitas pada tubuh (Willy, dkk., 2011).

4. Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan


Pola makan membentuk gambaran kebiasaan makan seseorang, secara umum pola makan
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

 Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berpengaruh dalam peningkatan peluang untuk daya beli pangan baik
kuantitas maupun kualitas. Pendapatan yang tinggi dapatmeningkatkan daya beli pangan,
hal ini mempengaruhi pola makan masyarakat, sehingga pemilihan suatu bahan pangan
lebih didasarkan dalam pertimbangan selera dibandingkan melihat dari aspek gizi dan
memiliki kecenderungan untuk memilih mengkonsumsi makanan impor (Sulistyoningsih,
2012).
 Faktor Sosial Budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor
budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi kebiasaan atau adat.
Kebudayaan masyarakat memiliki pola makan dengan caranya sendiri. Budaya mempunyai
bentuk macam pola makanseperti makanan yang bisa dimakan, bagaimana cara
pengolahannya, persiapan dan penyajian makanan (Nova dkk, 2018).
 Faktor Agama
Pola makan dalam agama yaitu suatu cara makan dengan diawali berdoa sebelum dan
sesudah makan dengan diawali makan menggunakan tangan kanan. Pantangan yang didasari
agama khususnya Islam disebut dengan haram dan individu yang melanggar hukumnya
berdosa. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan
dikonsumsi (Depkes RI, 2014).
 Faktor Pendidikan
Pola makan dalam pendidikan pengetahuan yang dipelajari berpengaruh terhadap pemilihan
bahan makanan dan penentuan kebutuhan gizi.Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan
dengan pengetahuan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan
kebutuhan gizi seimbang (Sulistyoningsih, 2012).
 Faktor Lingkungan
Lingkungan dalam pola makan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku makan yang bisa
berupa lingkungan keluarga, promosi media elektronik dan media cetak (Sulistyoningsih,
2012).
 Faktor Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan ialah kebiasaan individu, keluarga maupun masyarakat yang mempunyai
cara makan dalam bentuk jenis makan, jumlah makan dan frekuensi makan yang meliputi
karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah yang dikonsumsi setiap hari (PGS,
2018). Kebiasaan sarapan pagi salah satu dasar dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS). Kebiasaan sarapan pagi adalah cara makan seorang individu atau kelompok
masyarakat yang baik karena sarapan pagi menambah energi yang cukup untuk beraktivitas
agar meningkatkan produktivitas (Depkes RI, 2014).

1.3. Status gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok


orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi
makanan. Status gizi seseorang atau sekelompok orang dapat digunakan untuk
mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut keadaan gizinya baik
atau sebaliknya (Riyadi, Hadi. dkk, 2006).
 Gizi Seimbang (Balanced Nutrition)
Gizi seimbang merupakan susunan makanan sehari-hari yang mengandung
zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan ideal. Prinsip Gizi Seimbang (PGS) divisualisasikan
sesuai dengan budaya dan pola makan setempat. Bentuk tumpeng dengan
nampannya di Indonesia disebut sebagai Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) yang
dirancang untuk membantu memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat,
sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan
usia lanjut) dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit)
(Irianto, 2014). Gizi seimbang dapat ditentukan dengan menggunakan IMT
(Indeks Massa Tubuh), gizi seimbang apabila skor berada di angka 18,5 – 25
(Depkes, 2014).
 Gizi Kurang (Undernutrition)
Menurut Guthrie (1995), gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
asupanenergi (energi intake) dengan kebutuhan gizi. Dalam hal ini terjadi
ketidakseimbangan negatif, yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan. Secara
umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam proses
pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan berkonsentrasi,
struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2003). Gizi
kurang dapat ditentukan dengan menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh), gizi
kurang di angka 17 – 18,5 dan kurang dari 17 (Depkes, 2014).

 Gizi Lebih (Overnutrition)


Ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi
mempengaruhi status gizi seseorang. Ketidakseimbangan positif terjadi apabila
asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan sehingga mengakibatkan kelebihan
berat badan atau gizi lebih (Guthrie, Helen A., 1995). Makanan dengan kepadatan
energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan
kurang mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan
energi yang positif ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan
meningkatkan keseimbangan energy yang positif. Faktor penyebabnya adalah
aktivitas fisik golongan masyarakat rendah, efek toksis yang membahayakan,
kelebihan energi, kemajuan ekonomi, kurang gerak, kurang pengetahuan akan gizi
seimbang, dan tekanan hidup (stress). Akibat dari kelebihan gizi di antaranya
obesitas (energi disimpan dalam bentuk lemak), penyakit degenerative seperti
hipertensi, diabetes, jantung koroner, hepatitis, dan penyakit empedu, serta usia
harapan hidup semakin menurun. Gizi lebih dapat ditentukan dengan
menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh), gizi lebih di angka
25 – 27 dan lebih dari 27 dikatakan obesitas (Depkes, 2014).

a. Pengukuran Status Gizi


Penilaian status gizi dengan pengukuran langsung berupa: antropometri,
biokimia, klinis, dan biofisik; dan pengukuran tidak langsung berupa survei
konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi. Berikut adalah pengukuran status gizi
dengan menggunakan parameter antropometri yaitu menggunakan Indeks Massa
Tubuh (IMT):
IMT : BERAT BADAN ( CM)
TINGGI BADAN( KG)²

IMT digunakan sebagai alat untuk memantau status gizi orang dewasa
yang berhubungan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan (Supariasa,
2014). Rumus yang digunakan untuk menghitung IMT sebagai berikut:

 Berat Badan

Antropometri paling sering digunakan adalah berat badan. Berat badan


menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Berat
badan dijadikan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain:
pengukuran atau standar yang paling baik, kemudahan dalam melihat perubahan
dan dalam waktu yang relatif singkat yang disebabkan perubahan kesehatan dan
pola konsumsi; dapat mengecek status gizi saat ini dan bila dilakukan secara
berkala dapat memberikan gambaran pertumbuhan; berat badan juga merupakan
ukuran antropometri yang sudah digunakan secara luas dan umum di Indonesia;
keterampilan pengukur tidak banyak mempengaruhi ketelitian pengukuran.
Faktorpenting lainnya untuk penilaian status gizi adalah umur, maka perhitungan
berat
badan terhadap tinggi badan merupakan parameter yang tidak tergantung pada
umur. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menimbang. Alat yang
digunakan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan yaitu: mudah dibawa dari
satu tempat ke tempat yang lain dan mudah digunakan; harganya relatif murah
dan mudah diperoleh; skalanya mudah dibaca dan ketelitian penimbangan
maksimum 0,1 kg (Supariasa, 2014). Berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2013, berat
badan standar untuk perempuan umur 16 – 18 tahun adalah 50 kg sedangkan
untuk laki-laki adalah 56 kg.

 Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur dapat dikesampingkan dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick). Pengukuran
tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa
(microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2014). Berdasarkan Riskesdas
2007 dan 2013, tinggi badan standar untuk perempuan umur 16 – 18 tahun adalah
158 cm sedangkan untuk laki-laki adalah 165 cm.
KEASLIAN PENELITIAN

NAMA JUDUL METODE HASIL PERBEDAAN


Agnes 2017 Hubungan Jenis penelitian Hasil studi 1. terdapat
pengetahuan yang digunakan prapendahuluan hubunga
gizi dan pola dalam penelitian yang dilakukan n antara
konsumsi ini adalah metode oleh peneliti pengetah
dengan status penelitian survey pada tanggal 2 uan gizi
gizi pada yang bersifat desember 2016. dengan
mahasiswa analitik, yaitu dari 10 status
TPB sekolah suatu metode responden gizi pada
bisnis penelitian yang mahasiswa mahasis
manajemen mencoba menggali tingkat TPB wa.
institusi bagaimana dan SBM-ITB yang 2. terdapat
teknologi mengapa diwawancarai, hubunga
bandung. fenomena itu didapatkan 1 n antara
terjadi. sedangkan responden pola
pendekatan yang memiliki status konsumsi
digunakan adalah gizi kurang, 3 dengan
cross sectional, responden status
yaitu suatu memiliki gizi gizi pada
penelitian yang lebih dan 6 mahasis
mendesain responden wa TPB
pengumpulan memiliki status di
datanya dilakukan gizi normal sekolah
pada satu titik berdasarkan bisnis
waktu (at one point indeks massa dan
in time): fenomena tubuh (IMT). manajem
yang diteliti adalah en
selama satu institusi
periode teknologi
pengumpulan data bandung.
(Swarjan, 2012).

Syahrul Hubungan Penelitian yang Hasil penelitian Ada hubungan


2019 pengetahuan digunakan adalah yang antara
tentang gizi jenis penelitian didapatkan pengetahuan
dengan status opservasional responden tentang gizi
gizi pada dengan desain dengan tingkat dengan status
mahasiwa penelitian potong pengetahuan gizi pada
fakultas lintang dengan gizi kurang mahasiswa
kedokteran menggunakan data ( pengetahuan fakultas
UNISMUH primer yang <50%) kedokteran
makasar diperoleh dari sebanyak 2 universitas
angkatan pengukuran tinggi orang (3,7%) muhammadiyah
2019. badan, berat badan, dan tingkat makasar
dan pengisian pengetahuan angkatan 2019.
kuesioner. variabel gizi baik
yang digunakan (pengetahuan
adalah status gizi ≥50%)
dan pengetahuan sebanyak 52
gizi. orang (96,3%).
responden
dengan status
gizi tidak
normal
(IMT<18,5
atau ≥25)
sebanyak 11
orang (20,4%)
dan terdapat
responden
dengan gizi
normal (IMT
18,5-25)
sebanyak 43
orang (79,6%)
KERANGKA TEORI

Faktor Sikap Giz:i Faktor Lainnya :

Pengetahuan Gizi 1. Pola 1. Pendidikan


makan 2. Informasi
2. Aktivitas 3. Sosial Budaya
Fisik dan Ekonomi
4. Lingkungan
5. Pengalaman
6. Usia

Status Gizi
KERANGKA KONSEP

Pengetahuan Gizi
Sikap Gizi

Pola Makan

Status Gizi

HIPOTESIS
1. H1 = Ada hubungsn antara tingkat pengetahuan gizi dengan status gizi Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Unismuh Makassar 2019.
2. H0 = Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan status gizi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Unismuh Makassar 2019.

Anda mungkin juga menyukai