Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, ASUPAN SERAT, KUALITAS


TIDUR TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA DI SMA
MUHAMMADIYAH 3 JAKARTA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu : Anna Fitriani, SKM., MKM

OLEH :

WERDANI NADA PUSPITA SARI

1705025146

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Obesitas merupakan suatu keadaan yang serius dimana seseorang mengalami
penimbunan lemak di dalam tubuh yang dapat menyebabkan kelebihan berat
badan dan dapat memunculkan masalah emosional serta social. Menurut World
Health Organization(WHO) obesitas adalah sebuah keadaan dimana terjadi
ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam tubuh. Adapun menurut
Adriani (2012:118) obesitas sering didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau
kelebihan lemak yang serius dalam jaringan adiposa sehingga mengganggu
kesehatan.

Obesitas juga dapat menyebabkan munculnya penyakit degenerative yang lebih


serius seperti hipertensi, stroke, dislipidemia, penyakit jantung koroner, dan
penyakit degenerative lainnya. Seseorang dikatakan obesitas apabila memiliki
indeks massa tubuh lebih dari normal atau memiliki kelebihan berat badan sekitar
25% dari berat badan ideal. Masa remaja merupakan masa pertumbuhan cepat dan
terjadi perubahan dramatis pada komposisi tubuh yang mempengaruhi aktivitas
fisik dan respon terhadap latihan. Terdapat peningkatan pada ukuran tulang dan
massa otot serta terjadi perubahan pada ukuran dan distribusi dari penyimpanan
lemak tubuh (Meredith, 1996).

Menurut data Riskesdas 2007, menunjukkan prevalensi obesitas dan gizi lebih
pada penduduk usia 15 tahun keatas secara nasional adalah 19,1%. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2010, angka overweight
dan obesitas pada penduduk usia 16-18 tahun tercatat sebanyak 4,1%. Data
selama 2010, di Indonesia ternyata prevalensi obesitas pada anak usia > 17 tahun
tertinggi berada di jakarta (24,8%).
Menurut data Riskesdas tahun 2018, proporsi penduduk Indonesia usia ≥ 15 tahun
yang mengalami obesitas sentral adalah 31%, mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2013, yaitu 26,6%. World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa tahun 2015, sekitar 2,3 miliyar remaja usia 15 tahun ke atas
mengalami kelebihan berat badan. Prevelensi tinggi terjadi di negara maju seperti
Amerika serikat maupun Eropa yang mengalami overweight sebesar 62% dan
26% obesitas. Di Asia Tenggara angka overweight mencapai 14% dan 3%
obesitas (Widyaningtyas dan Kartini, 2013). Di Jakarta (1998) pada umur 6- 12
tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada anak remaja 12-18 tahun ditemukan
6,2%, dan umur 17-18 tahun 11,4 %.(Setiyorini, 2004)

Faktor penyebab obesitas pada remaja bersifat multifactorial, seperti tingkat


pengetahuan gizi seseorang, asupan serat, kualitas tidur(Barasi, 2007). Perubahan
kebiasaan makan pada remaja diakibatkan oleh pengetahuan gizi yang rendah.
Pengetahuan dan praktik gizi remaja yang rendah tercermin dari perilaku dalam
kebiasaan memilih makanan yang salah. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi
yang baik akan lebih memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya . Tingkat
pengetahuan gizi pada remaja sangatlah berpengaruh kepada kejadian obesitas.
Remaja yang memiliki tingkat pengetahuan kurang biasanya akan sering memilih
makanan yang akan membuatnya kenyang tanpa memperhatikan nilai gizi
makanan tersebut sehingga akan terjadi ketidakseimbangan zat gizi yang benar-
benar diperlukan oleh tubuh. Sehingga akan terlalu banyak karbohidrat yang akan
dikonsumsi dalam satu porsi makanan. Begitupun sebaliknya, remaja dengan
tingkat pendidikan yang tinggi maka akan memilih bahan makanan yang baik.
Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin memperhitungkan jenis
dan jumlah makan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang pengetahuan
gizinya rendah akan berperilaku memilih makan yang menarik pada indra dan
tidak mengadakan pemilihan berdasarkan nilai gizi makan tersebut (Sediaotama,
2000).
Selain factor tingkat pengetahuan gizi, ada juga dari asupan serat pada remaja.
Remaja rata-rata jarang sekali mengkonsumsi asupan serat seperti sayur dan buah.
Sehingga intake serat yang masuk ke dalam tubuh pun kurang. Karena biasanya
remaja lebih memilih makanan yang tinggi lemak daripada tinggi serat. Sumber
serat didapatkan dari buah dan sayur. Ditemukan dari penelitian Riskesdas tahun
2013 menyebutkan sebanyak 93,5% penduduk usia >10 tahun dalam
mengkonsumsi buah dan sayur masih dibawah anjuran. Berdasarkan hasil
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004, kecukupan serat makanan
dianjurkan sebesar 19-30 gram/kapita/hari. Menurut WHO, anjuran remaja dalam
mengkonsumsi buah dan sayur sekitar 400-600 gram.

Selain itu, juga terdapat factor kualitas tidur pada remaja. Factor ini juga sangat
berpengaruh kepada obesitas di remaja, karena ketika tidurnya kurang dari
anjuran maka akan menimbulkan kejadian obesitas pada remaja. Biasanya remaja
tersebut sering tidur malam bahkan tidur pagi dan itu akan menyebabkan mereka
makan di malam hari. Menurut penelitian di Kanada, kurangnya waktu tidur dapat
menyebabkan keseimbangan energy yang positif karena remaja pun akan
memiliki waktu lebih banyak untuk makan snack atau ngemil. Selain itu, waktu
tidur yang pendek dapat menyebabkan kelelahan pada siang harinya yang akan
memungkinkan terjadi penurunan aktivitas fisik(Chaput et al. 2006).

Menurut hasil riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada remaja di DKI Jakarta
sebanyak ±30% daripada provinsi di Indonesia lainnya. Berdasarkan uraian latar
belakang yang dipaparkan, peneliti perlu untuk meneliti ‘’ hubungan tingkat
pengetahuan gizi, asupan serat dan kualitas tidur terhadap kejadian obesitas pada
remaja di Jakarta ‘’

1.2 RUMUSAN MASALAH


Obesitas di kalangan remaja dapat dikatakan tinggi tingkat prevalensinya. Di
Indonesia saja, menurut RISKESDAS tahun 2018 bahwa obesitas di kalangan
remaja sekitar 31%. Prevalensi obesitas pun juga tinggi di Negara maju seperti
Amerika Serikat dan Eropa sekitar 26%, sedangkan di Asia Tenggara 3%. DKI
Jakarta merupakan provinsi dengan prevalensi tertinggi kedua di Indonesia
setelah provinsi Sulawesi Utara. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terkait pengaruh tingkat pengetahuan gizi, asupan lemak,
asupan serat, kualitas tidur serta aktivitas fisik terhadap kejadian obesitas pada
anak remaja di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum : Ingin mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan gizi, asupan
lemak, asupan serat, kualitas tidur dan aktivitas fisik terhadap kejadian
obesitas pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta
1.3.2 Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi prevalensi obesitas pada remaja
2. Mengidentifikasi asupan lemak
3. Mengidentifikasi asupan serat
4. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan gizi
5. Mengidentifikasi aktivitas fisik
6. Mengidentifikasi kualitas tidur
7. Menganalisis pengaruh asupan lemak dengan kejadian obesitas pada
remaja
8. Menganalisis pengaruh asupan serat dengan kejadian obesitas pada remaja
9. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan gizi dengan kejadian obesitas
pada remaja
10. Menganalisis pengaruh aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada
remaja
11. Menganalisis pengaruh kualitas tidur dengan kejadian obesitas pada
remaja

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Manfaat bagi institusi
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bahan masukan atau sumber
informasi bagi institusi dalam upaya pencegahan dan penanganan obesitas
pada remaja
2. Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan wacana dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan tentang kejadian obesitas yang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan gizi, asupan zat gizi makro seperti
lemak dan asupan zat gizi mikro seperti serat, aktivitas fisik dan kualitas tidur
pada remaja
3. Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan bagi masyarakat dalam
mencegah dan menangani kejadian obesitas di kalangan masyarakat

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN


1. What : penelitian bersifat kuantitatif, tujuan penelitian untuk melihat pengaruh
tingkat pengetahuan gizi, asupan lemak, asupan serat, aktivitas fisik dan
kualitas tidur terhadap kejadian obesitas pada remaja
2. Why : karena ingin mengetahui prevalensi obesitas pada remaja sekolah
menengah atas di SMA Muhammadiyah 3
3. Who : pada anak remaja sekolah menengah atas
4. Where : di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta
5. When : tahun 2021
6. How : dengan cara pengambilan sample serta menggunakan alat bantu seperti
formulir dan kuesioner dengan bantuan wawancara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak


dan masa kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan
perkembangan biologis dan psikologis. Menurut Hurlock (1990), fase remaja menjadi
masa remaja awal dengan usia antara 13-17 tahun dan masa remaja akhir usia antara
17-18 tahun. Masa remaja awal dan akhir menurut Hurlock memiliki karakteristik
yang berbeda dikarenakan pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
perkembangan yang lebih mendekati dewasa. Menurut WHO , Remaja adalah
kelompok penduduk yang berusia 10-19 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan
selama masa remaja dibagi dalam tiga tahap, yaitu remaja awal (usia 11-14 tahun),
remaja pertengahan (usia14-17 tahun) dan remaja akhir (usia 17-20 tahun).

Menurut Desmita (2011) masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik


penting yang meliputi pencapaian hubungan yang matang dengan teman sebaya,
dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat, menerima keadaan fisik dan mampu
menggunakanya secara efektif, mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan
orang dewasa lainnya, memilih dan mempersiapkan karier dimasa depan sesuai
dengan minat dan kemampuannya, mengembangkan sikap positif terhadap
pernikahan hidup berkeluarga dan memiliki anak, mengembangkan keterampilan
intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara, mencapai
tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial dan memperoleh seperangkat nilai
dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

2.1.1 Karakteristik Remaja

2.1.1.1 Karakteristik Remaja dalam Pertumbuhan dan Perkembangan


Menurut Wulandari(2014), karakteristik pertumbuhan dan perkembangan
masa remaja dibagi menjadi 5 tahapan yaitu :

1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan meningkat cepat dan mencapai puncak kecepatan. Pada fase
remaja awal (11-14 tahun)karakteristik seks sekunder mulai tampak,
seperti penonjolan payudara pada remaja perempuan, pembesaran testis
pada remaja laki-laki, pertumbuhan rambut ketiak, atau rambut pubis.
Karakteristik seks sekunder ini tercapai dengan baik pada tahap remaja
pertengahan (usia 14-17 tahun) dan pada tahap remaja akhir (17-20 tahun)
struktur dan pertumbuhan reproduktif hampir komplit dan remaja telah
matang secara fisik.

2. Kemampuan berpikir
Pada tahap awal remaja mencari-cari nilai dan energi baru serta
membandingkan normalitas dengan teman sebaya yang jenis kelaminnya
sama. Sedangkan pada remaja tahap akhir, mereka telah mampu
memandang masalah secara komprehensif dengan identitas intelektual
sudah terbentuk.

3. Identitas Pada tahap awal


Ketertarikan terhadap teman sebaya ditunjukkan dengan penerimaan atau
penolakan. Remaja mencoba berbagai peran, mengubah citra diri,
kecintaan pada diri sendri meningkat, mempunyai banyak fantasi
kehidupan.

4. Hubungan dengan orang tua.


Keinginan yang kuat untuk tetap bergantung pada orangtua adalah ciri
yang dimiliki oleh remaja pada tahap awal. Dalam tahap ini, tidak terjadi
konflik utama terhadap kontrol orang tua. Remaja pada tahap pertengahan
mengalami konflik utama terhadap kemandirian dan kontrol. Pada tahap
ini terjadi dorongan besar untuk emansipasi dan pelepasan diri. Perpisahan
emosional dan dan fisik dari orangtua dapat dilalui dengan sedikit konflik
ketika remaja akhir.

5. Hubungan dengan sebaya


Remaja pada tahap awal dan pertengahan mencari afiliasi dengan teman
sebaya untuk menghadapi ketidakstabilan yang diakibatkan oleh
perubahan yang cepat; pertemanan lebih dekat dengan jenis kelamin yang
sama, namun mereka mulai mengeksplorasi kemampuan untuk menarik
lawan jenis. Mereka berjuang untuk mengambil tempat di dalam
kelompok; standar perilaku dibentuk oleh kelompok sebaya sehingga
penerimaan oleh sebaya adalah hal yang sangat penting. Sedangkan pada
tahap akhir, kelompok sebaya mulai berkurang dalam hal kepentingan
yang berbentuk pertemanan individu. Mereka mulai menguji hubungan
antara pria dan wanita terhadap kemungkinan hubungan yang permanen.

2.1.1.2 Karakteristik Remaja Berdasarkan Usia

Menurut Soeroso(2001) karakteristik remaja dibagi menjadi 3 tahap masing-


masing berdasarkan dari tingkat usianya :

1. Remaja Dini (10-13 tahun)


• Pubertas, menjadi terlalu memperhatikan tubuh yang sedang
berkembang.
• Mulai memperluas radius sosial keluar dari keluarga dan berkonsentrasi
pada hubungan dengan teman.
• Kognisi biasanya konkret

2. Remaja Pertengahan (14-16 tahun)


• Perkembangan pubertas sudah lengkap dan dorongan-dorongan seksual
muncul.
• Kelompok sejawat akan mengakibatkan tumbuhnya standar-standar
perilaku, meskipun nilai-nilai keluarga masih tetap bertahan.
• Konflik/pertentangan dalam hal kebebasan.
• Kognisi mulai abstrak.

3. Remaja Akhir (17-21 tahun)


• Kematangan fisik sudah lengkap, body image dan penentuan peran jenis
kelamin sudah mapan.
• Hubungan-hubungan sudah tidak lagi narsistik dan terdapat proses
memberi dan berbagi. • Idealistis.
• Emansipasi hampir menetap.
• Perkembangan kognitif lengkap.
• Peran fungsional mulai terlihat nyata.

2.1.2 Masalah Gizi Pada Remaja

Masalah gizi yang menyerang usia remaja di Indonesia yaitu :

1. Remaja yang anemia


Salah satu masalah yang dihadapi remaja Indonesia adalah masalah gizi
mikronutrien, yakni sekitar 12 persen remaja laki-laki dan 23 persen
remaja perempuan mengalami anemia yang sebagian besar diakibatkan
kekurangan zat besi. Anemia di kalangan remaja perempuan lebih tinggi
dibanding remaja laki-laki. Anemia pada remaja berdampak buruk
terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran
remaja, dan produktivitas. 

2. Remaja yang stunting


Remaja Indonesia banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki
tingi badan yang pendek atau disebut  stunting. Rata-rata anak Indonesia
lebih pendek dibandingkan dengan standar WHO yaitu lebih pendek 12,5
cm pada laki-laki dan lebih pendek 9,8 cm pada perempuan.
 
3. Remaja yang KEK(Kurang Energi Kronik)
Dapat terjadi karena jumlah konsumsi energi dan zat gizi lain yang tidak
memenuhi kebutuhan tubuhseseorang. Karena alasan ekonomi maupun
alasan psikososial seperti misalnya penampilan. Akan tetapi para remaja
putri, gizi kurang umumnya terjadi karena keterbatasan diet atau
membatasi sendiri intake makanan.

4. Remaja yang obesitas


Obesitas pada remaja disebabkan kebiasaan makan yang kurang baik
sehingga jumlah masukan energi yang berlebih. Obesitas meningkatkan
risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular,
diabetes melitus, kanker, osteoporosis dan lain-lain yang berimplikasi
pada penurunan produktivitas dan usia harapan hidup. 

2.2 Definisi obesitas

Obesitas merupakan suatu keadaan yang serius dimana seseorang mengalami


penimbunan lemak di dalam tubuh yang dapat menyebabkan kelebihan berat badan
dan dapat memunculkan masalah emosional serta social. Menurut World Health
Organization(WHO) obesitas adalah sebuah keadaan dimana terjadi ketidaknormalan
atau kelebihan akumulasi lemak dalam tubuh. Adapun menurut Adriani (2012:118)
obesitas sering didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang
serius dalam jaringan adiposa sehingga mengganggu kesehatan. Para dokter dan ahli
gizi mendefinisikan obesitas adalah kelebihan berat badan 25% atau lebih dari berat
badan ideal (normal). Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit
yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. (Kadek
Hartini, 2014).

Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh yang berfungsi sebagai energy,
penyekat panas, penyerap goncangan, dan fungsi lainnya. Pada masa anak-anak
lemak tubuh meningkat minimal 16% pada perempuan dan 13% pada lakilaki. lemak
tubuh pada pubertas terjadi lebih dahulu pada perempuan dibandingkan laki-laki 19%
pada perempuan dan 14% pada laki-laki sedangkan saat memasuki usia remaja awal
laki-laki memiliki massa otot yang lebih tinggi dibandingkan perempuan
(Rahmawati, 2009). Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak
dibandingkan pria. Perbandingan normal antara lemak tubuh dengan berat badan
adalah sekitar 25–30% pada wanita dan 18-23% pada pria, dengan lemak tubuh lebih
dari 25% dianggap mengalami obesitas. Jadi obesitas adalah keadaan dimana
seseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya
yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak ditubuhnya (Suandi.2004)

2.2.1 Karakteristik Obesitas

Secara klinik biasanya dinyatakan dalam bentuk Indeks Masa Tubuh (IMT) >
30 kg/m2. Untuk orang Asia, kriteria obesitas apabila IMT > 25kg/m2.23 Wiardani
membagi jenis obesitas dalam dua tipe, yakni obesitas overall yang dinilai
berdasarkan indeks massa tubuh dan obesitas sentral yang dinilai berdasarkan lingkar
pingang (DL Franko, RH Striegel-Moore, D Thompson, et.al , 2007). Berbagai
komplikasi obesitas lebih erat hubungannya dengan obesitas sentral, yang
penetapannya paling baik dengan mengukur lingkar pinggang. Apabila lingkar
pinggang > 90 cm pada pria dan > 80 cm pada wanita, sudah termasuk obesitas
sentral (untuk orang Asia) (Tchernof & Despres, 2013).

2.2.2 Patofisiologi Obesitas

Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari


tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan
penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen, 2008). Penelitian yang
dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan
seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang
dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal psikologis. Pengaturan
keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu
pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan
regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi
melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan
sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa, usus dan jaringan otot).

Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan


pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik(anoreksia, meningkatkan
pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal
panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta
berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang
diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa
lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang
mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi (Sherwood, 2012).

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah.
Kemudian, leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan
produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian
pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan
adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas
terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan
penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2009).

2.2.3 Klasifikasi Obesitas


Klasifikasi obesitas dapat dibedakan berdasarkan distribusi jaringan lemak,
yaitu:

1. Apple-shapedd body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada


dan pinggang)

2. Pear-shapedd body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian


panggul dan paha) (Sugondo, 2009).

a. Obesitas tipe apple shaped atau yang lebih dikenal sebagai “android
obesity” merupakan obesitas dengan distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian
atas (upper body obesity) yaitu pinggang dan rongga perut, sehingga tubuh cenderung
menyerupai buah apel. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes,
hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah
(Sugianti, 2009). Rasio lingkar pinggang dan panggul untuk perempuan diatas 0,85
dan untuk laki-laki diatas 0,95 maka berkaitan dengan obesitas sentral/ apple shaped
obesity (WHO, 2008).

b. Obesitas pear shaped, pada obesitas tipe ini, distribusi jaringan lemak lebih
banyak dibagian panggul dan paha, sehingga tubuh menyerupai buah pir (Boivin,
2007). Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut
“gynoid obesity” (David, 2004). Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi
dibandingkan dengan tipe menyerupai buah pear karena sel-sel lemak di sekitar perut
lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-
sel lemak ditempat lain atau perifer (Adam, 2009). Rasio untuk lingkar pinggang dan
panggul pada obesitas perifer/pear shaped obesity untuk perempuan dibawah 0,85 dan
untuk laki-laki dibawah 0,95 (WHO, 2008).
2.2.4 Faktor-faktor yang mendukung kejadian obesitas

1. Pola makan

Menurut Virgianto dan Purwaningsih(2006) bahwa pola makan di kota-kota


besar telah berubah menjadi pola makan yang siap saji dan apabila dikonsumsi tidak
rasional maka akan menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan
obesitas. Sehingga mengandung tinggi lemak, gula, dan garam, tetapi rendah serat
dan vitamin serta memiliki mutu gizi yang tidak seimbang. Orang yang banyak
makan akan memiliki gejala cenderung untuk terjadi obesitas. Kebiasaan
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang serat merupakan factor penunjang
timbulnya masalah kegemukan(Salam, 1989)

Remaja umumnya suka makan di luar rumah. Makanan jajanan yang dijual oleh
kantin sekolah nampaknya menjual makanan dengan kandungan energi dan lemak
yang tinggi, tetapi rendah serat, vitamin, dan mineral. Makanan fast food memang
sangat terkenal dengan rasanya yang enak, mudah didapat dan juga praktis. Ketika
seseorang telah merasakan sebuah makanan yang sangat enak, asupan makanan yang
ia makan pun akan berlebih dan ketika pola makan yang berlebih atau disebut tidak
seimbang dikarenakan tingginya mengkonsumsi makanan siap saji yang akan
mendorong timbulnya peningkatan penyimpanan lemak di dalam tubuh, karena
makanan siap saji mengandung 40-50% lemak (Wulandari et al. 2016). Selain
makanan siap saji, remaja pun juga memiliki kebiasaan dalam mengkonsumsi
makanan ringan. Makanan ringan ini akan memberikan kontribusi sekitar 20-75%
total intake kalori(Berdanier et.al, 2008). Biasanya apabila anak remaja yang
mengalami obesitas akan sedikit makan di waktu pagi dan akan banyak makan di
waktu siang. Jenis fast food yang sering dikonsumsi adalah fast food local seperti
burger, es krim, steak, mie ayam, bakso, mie instan, batagor, sosis, siomay. (Kurdanti
et al. 2015). Ada penelitian yang dilakukan Handayani(2018) bahwa ada hubungan
yang signifikan antara konsumsi fast food dengan kejadian obesitas. Ada studi yang
dilakukan di Australia yang menunjukkan bahwa remaja yang obesitas
mengkonsumsi fastfood lebih banyak dibanding remaja normal. Pada studi lainnya
yang dilakukan oleh Bowman et al menyebutkan bahwa kontribusi energy pada
fastfood sebesar 187 kkal/hari. Remaja sering mengkonsumsi western fast food dan
makanan local.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hafidz dan Hanapi(2019) ditemukan bahwa
meskipun seorang remaja mengkonsumsi fast food jarang tetapi tetap mengalami
obesitas karena setiap mengkonsumsinya dalam porsi yang lebih banyak yang
memiliki nilai p value = 0,002.

2. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik menyebabkan terjadinya proses pembakaran energi sehingga


semakin remaja beraktivitas maka semakin banyak energi yang terpakai. Apabila
seseorang tersebut berkategori inaktif maka kandungan lemak dan kalori di dalam
tubuh akan semakin menumpuk tanpa ada proses pembakaran. Sebaliknya, obesitas
juga dapat mempengaruhi aktivitas fisik. Massa tubuh yang tinggi dapat memicu
orang untuk cenderung malas melakukan kegiatan dan lebih memilih tidur, duduk,
atau istirahat dan makan (Candra dkk, 2016).

Sebagian besar energy yang masuk melalui makanan pada anak remaja dan orang
dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik
menyebabkan banyak energy yang tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-orang
yang kurang melakukan aktivitas fisik cenderung menjadi gemuk. Apabila seseorang
semakin lama menonton TV maka prevalensi obesitas meningkat karena menonton
TV tanpa mengeluarkan energy dan cenderung mengurangi waktu untuk aktivitas
lain(Herini, 1999).

Aktivitas fisik yang rendah berhubungan dengan kemajuan teknologi. Kemajuan


teknologi di bidang transportasi misalnya, telah mengurangi aktivitas berjalan kaki
sehingga berakibat ketergantungan pada kendaraan bermotor dan perkembangan
video game juga dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik (Pramono &
Sulchan, 2014) . Oleh sebab itu terdapat cut off point dalam melakukan aktivitas fisik
seminggu 2x selama 10-30 menit perhari. Ada 2 jenis aktivitas fisik : aktivitas fisik
ringan dan sedang. Contoh aktivitas fisik ringan seperti berjalan santai, membaca,
menulis, berdiri, dan lain-lain. sedangkan contoh aktivitas fisik sedang seperti
menyusun balok kayu, mengepel lantai, mencuci mobil dan lain-lain.

Aktivitas fisik yang biasa dilakukan oleh remaja obesitas berdasarkan penelitian
seperti menonton televise, tiduran, bermain handphone, duduk di kantin, dan lain-
lain. Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartika&Siti (2012) bahwa remaja
yang obesitas memiliki tingkat aktivitas ringan. Beberapa penelitian epidemiologi
menyebutkan bahwa obesitas pada remaja terjadi karena interaksi antara makan yang
banyak dan sedikitnya aktivitas.

Menurut penelitian Hafidz dan Hanapi (2019) ditemukan bahwa aktivitas fisik
seseorang yang sedang tetapi tetap mengalami obesitas karena dipengaruhi oleh
aktivitas fisik yang tidak dipatuhi atau aktivitas fisik 30 menit per hari seminggu 2
kali tetapi setiap hari mengkonsumsi makan yang tinggi kalori. Pada penelitian ini
memiliki nilai p value = 0,027 yang menjelaskan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas remaja.

3. Kualitas tidur

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua
orang. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk
mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal. Pola tidur
yang baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan. Waktu tidur
yang pendek di dapati pada yang memiliki waktu menonton atau bermain game yang
tinggi (Kaar et al., 2018). Waktu tidur rata-rata 9 jam pada hari sekolah dan 10 jam
pada akhir pekan (Garmy et al., 2018). Cut off point durasi tidur sekitar 7-8 jam/hari

Penurunan durasi tidur remaja terjadi akibat penundaan waktu tidur, tetapi waktu
bangun tidak berubah, kenyataan nya banyak menganggap tidur menjadi buangbuang
waktu saja,kesehatan tidur sering diabaikan sebagai komponen penting dalam gaya
hidup (Chaput & Dutil, 2016).

Durasi tidur yang pendek dapat menyebabkan peningkatan berat badan yang
disebabkan oleh adanya peningkatan rasa lapar (nafsu makan). Dua hormon kunci
yang mengatur nafsu makan yaitu leptin dan grelin. Leptin dan grelin adalah dua
hormon yang telah diakui memiliki pengaruh besar pada keseimbangan energi. Leptin
adalah mediator regulasi jangka panjang keseimbangan energi, menekan asupan
makanan dan dengan demikian mendorong penurunan berat badan. Grelin sebagian
besar adalah peptide yang berasal dari abdomen yang menstimulasi nafsu makan
(Klok et al. 2007 & Garcia et al. 2008).

Penurunan waktu tidur pada seseorang akan mengakibatkan berbagai efek bagi tubuh
dan pikiran. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan yang
dekat antara penurunan waktu tidur seseorang dengan kejadian hipertensi, diabetes
melitus dan hiperlipidemia. Selain itu beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
pemendekan waktu tidur seseorang bisa mengakibatkan obesitas yang memiliki
hubungan dengan terjadinya beberapa penyakit yang berkaitan dengan gaya hidup
seperti hipertensi dan diabetes melitus(Kaneita dkk, 2008). Adamkova dkk (2009)
dalam penelitiannya terhadap suatu populasi dengan rentang umur 18-65 tahun
menunjukkan bahwa responden yang tidur kurang dari 7 jam perhari menunjukkan
Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih tinggi. Selain itu Adamkova dkk (2009) juga
mengkonfirmasi waktu tidur yang lebih lama yang tidak disertai dengan aktivitas fisik
dan pengurangan asupan energi juga bisa menaikkan IMT.
Capuccio dkk (2008) juga melakukan pendekatan secara meta-analisis terhadap
hubungan durasi tidur dengan obesitas dan menyimpulkan pada orang dewasa setiap
pengurangan waktu tidur selama satu jam perharinya, bisa menaikkan IMT sebanyak
0,35 kg/m² .

Menurut penelitian di Kanada, kurangnya waktu tidur dapat menyebabkan


keseimbangan energy yang positif karena remaja pun akan memiliki waktu lebih
banyak untuk makan snack atau ngemil. Selain itu, waktu tidur yang pendek dapat
menyebabkan kelelahan pada siang harinya yang akan memungkinkan terjadi
penurunan aktivitas fisik(Chaput et al. 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth&Wanda (2020) bahwa aspek tidur yang
mempengaruhi obesitas pada remaja adalah durasi tidur, waktu mulai tidur, gangguan
saat ini. Sebaiknya mereka tidur mulai pukul 21.00 sehingga memiliki waktu tidur
yang lama sekitar 9-10 jam. Penelitian yang dilakukan Garaulet dkk(2011) hubungan
antara durasi tidur yang pendek dengan peningkatan resiko obesitas remaja di Eropa
memiliki nilai yang tinggi (p<0,05)

4. Asupan serat

Di Indonesia, dapat dikatakan konsumsi serat setiap orang masih terbilang


rendah karena beberapa hal seperti keterbatasan makanan sumber serat, lebih
menyukai untuk mengkonsumsi junkfood daripada makanan yang diolah dengan
sendirinya yang dapat dikatakan memenuhi gizi tiap orang. Padahal mengkonsumsi
serat pun sangat penting bagi kesehatan seperti dapat menurunkan kadar kolesterol,
membantu di dalam pencernaan, menurunkan kadar gula darah dan mempertahankan
berat badan normal. Apabila remaja terus menerus mengkonsumsi junkfood yang
tidak ada batasnya dan sangat kurang atau bahkan jarang sekali mengkonsumsi
sumber serat maka akan berdampak ke tubuh sendiri yaitu berat badan akan naik dan
susah untuk dikontrol dalam hal penurunan berat badannya. Ketika berat badan sudah
naik maka akan berdampak lebih buruk ke kesehatan remaja tersebut karena ketika
mereka sudah obesitas dan obesitas merupakan pencetus dari penyakit tidak menular
yang sifatnya sangat berbahaya. Berdasarkan ketentuan dari isi piringku, diwajibkan
seseorang mengkonsumsi makanan sumber serat seperti buah dan sayur.

Konsumsi buah sekitar 2-3 porsi sehari serta konsumsi sayur 3-4 porsi sehari. Contoh
buah yang dapat dikonsumsi dan kaya sumber serat seperti : anggur, apel, belimbing,
blewah, cempedak, jambu, jeruk, kedondong, kiwi, manggis, markisa, melon, nangka,
pear, papaya, pisang, salak, plum, sirsak, srikaya, strawberry. Sedangkan contoh
sayur yang dapat dikonsumsi dan kaya sumber serat seperti : oyong, timun, brokoli,
buncis, jagung muda, kangkung, buncis, kacang panjang, kecipir, kembang kol, kol,
sawi, terong, wortel, bayam merah, daun katuk, daun singkong(Waspadji dkk, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Septiana dkk(2018) bahwa rata-rata frekuensi remaja
dalam konsumsi makanan sumber serat terbilang rendah karena hanya mengkonsumsi
2-3x seminggu. Menurut Dietary Guidelines for Americans (1990) telah
merekomendasikan bahwa konsumsi buah 2x/hari dan sayur 3x/hari.

Adapun cut off point dari asupan serat untuk remaja sekitar 400-600 gram/hari yang
terdiri dari buah dan sayur.

5. Faktor genetic

Faktor genetic juga dapat menjadi penyebab terjadinya obesitas, dikarenakan


sudah menjadi keturunan dari pihak keluarga. Berdasarkan penelitian menunjukkan
bahwa remaja yang memiliki ayah dan ibu dengan status obesitas berisiko lebih besar
menjadi obesitas sekitar 70-80% dibandingkan dengan remaja yang memiliki ayah
dan ibu yang tidak obesitas (Kurdianti et al. 2015). Berdasarkan penelitian bahwa
pola makan dan gaya hidup seorang anak dapat dipengaruhi dari orangtua, apabila
pola makan dan gaya hidup orangtuanya tersebut berkontribusi dengan kejadian
obesitas maka anak-anaknya pun akan obesitas.

Menurut Whitney dkk(1990) dan Hegarty(1996) genetic memegang peranan penting


dalam mempengaruhi berat dan komposisi tubuh seseorang.Cut off point dari factor
genetic : jika kedua orangtua mengalami obesitas, kemungkinan bahwa anak-anak
mereka akan mengalami obesitas(75-80%), jika salah satu orangtuanya mengalami
obesitas tersebut hanya 40%, sedangkan jika tidak seorangpun dari orang tuanya
mengalami obesitas, peluangnya relative kecil(kurang dari 10%).

Faktor genetik sangat berperan dalam peningkatan berat badan. Data dari berbagai
studi genetik menunjukkan adanya beberapa alel yang menunjukkan predisposisi
untuk menimbulkan obesitas. Di samping itu, terdapat interaksi antara faktor genetik
dengan kelebihan asupan makanan padat dan penurunan aktivitas fisik. Studi genetik
terbaru telah mengidentifikasi adanya mutasi gen yang mendasari obesitas. Terdapat
sejumlah besar gen pada manusia yang diyakini mempengaruhi berat badan dan
adipositas. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil
maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara
otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak
heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatifsama
besar(Salam, 2010) .

6. Stress

Stress merupakan kondisi dimana seseorang mengalami ketidakcocokan


antara dari segi fisiologis dan psikologis berdasarkan sumber biologis, psikologis dan
social (Sarafino dan Timothy, 2011). Stres bisa disebabkan oleh banyak faktor
termasuk tipe perilaku. Orang dengan tipe perilaku A lebih cepat mengalami stres
dari pada dengan mereka yang bertipe perilaku B. Stres pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya penyakit Jantung Koroner (PJK) (Nelwan et al, 2017). Stres
dapat berupa perubahan peristiwa kehidupan yang terjadi, baik di lingkungan sekolah,
tempat tinggal maupun masyarakat. Stres psikososial yang terjadi pada remaja
menuntut penyesuaian tersendiri. Bila penyesuaian tersebut gagal, individu dapat
mengalami beberapa gangguan, salah satunya adalah gangguan makan (Tienne et al,
2013).

Dalam keadaan stres remaja mengalami perubahan nafsu makan, remaja dengan
status gizi lebih mereka lebih banyak makan, konsumsi energi lebih banyak yaitu
makan makanan tinggi kalori dan lemak. Sedangkan pada remaja dengan status gizi
kurang mereka lebih banyak mengurangi konsumsi energi atau susah untuk makan.
Saat mengalami stres otak akan merangsang sekresi adrenalin dan akan menuju ginjal
untuk memicu proses perubahan glikogen menjadi glukosa sehingga mempercepat
peredaran darah tekanan darah akan meningkat, pernafasan semakin cepat (untuk
meningkatkan asupan oksigen) dan pencernaan terkena dampaknya (Tienne et al,
2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Nishitani dan Sakakibara (2006) yang menyatakan
kondisi seseorang yang mengalami stres akan mempengaruhi perilaku makan. Begitu
juga dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa pada remaja, gambaran kondisi
emosional yang tidak stabil menyebabkan individu cenderung melakukan pelarian
diri dengan cara banyak makan makanan yang mengandung kalori atau kolesterol
tinggi, energi dan protein, sehingga berakibat pada kegemukan. Hal ini terutama
ditemukan pada kondisi kehidupan yang penuh stres (Dariyo, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Masdar dkk(2016) ditemukan bahwa remaja


perempuan lebih banyak(41,0%) dibandingkan laki-laki(28,8%). Sehingga terdapat
hubungan yang bermakna antara stress dengan status gizi responden(p=0,003)

7. Asupan lemak

Lemak merupakan salah satu zat gizi makro yang sangat berpengaruh
terhadap status gizi seseorang apabila tidak diseimbangi dengan aktivitas fisik.
Konsumsi makanan yang tinggi lemak dalam jangka waktu yang lama akan
meningkatkan resiko obesitas oleh karena itu asupan lemak yang dikonsumsi juga
perlu diperhatikan. ( Laquatra, 2004). Pada usia remaja biasanya yang paling sering
dikonsumsi adalah makanan yang tinggi lemak karena makanan tinggi lemak
memiliki rasa yang lezat dan kemampuan membuat seseorang kenyang lebih rendah
sehingga seseorang dapat mengkonsumsi lebih banyak. Lemak itu sendiri memiliki
kemampuan dalam hal penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak
tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan
dalam tubuh. (Silvia, 2012)

Penelitian yang dilakukan Gillis yang menyatakan bahwa trigliserida merupakan


lipida utama dalam makanan. Gliserol dan asam lemak diperoleh dari hasil
pemecahan trigliserida melalui proses lipolisis. Gliserol memasuki jalur metabolisme
diantara glukosa dan piruvat dan dapat diubah menjadi glukosa atau piruvat. Piruvat
kemudian diubah menjadi asetil KoA untuk kemudian memasuki siklus TCA untuk
menghasilkan energi. Bila sel tidak membutuhkan energi, asetil KoA yang berasal
dari oksidasi asam lemak akan membentuk lemak. Simpanan lemak dalam tubuh
terutama dilakukan didalam sel lemak dalam jaringan adiposa. Tubuh mempunyai
kapasitas tak terhingga untuk menyimpan lemak. (Almatsier, 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Putu&Apoina(2017) menyatakan bahwa tingkat


asupan lemak pada remaja obesitas lebih tinggi sebesar 72,5% dan memiliki hasil
(p=0,000) yang menjelaskan bahwa antara tingkat asupan lemak dengan kejadian
obesitas memiliki hubungan yang bermakna. Adapun cut off point dari asupan lemak
berdasarkan permenkes no 30 tahun 2013 : 67 g/hari (sekitar 5 sendok makan ) atau
tidak lebih dari 25% kebutuhan energy per hari.

8. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan pada dasarnya merupakan bagian dari perilaku dari seseorang, tetapi
tidak menjamin bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik juga memiliki
perilaku yang baik. Karena perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh factor lainnya.
Apabila tingkat pengetahuan seseorang tinggi dalam hal memilih bahan makanan
yang baik dari segi jumlah, frekuensi, kandungan dalam makanan, jenis, cara
pemberian dan manfaat zat gizi, maka tidak akan sembarang dalam memilih makanan
dan memikirkan bagaimana dampak dari makanan tersebut apabila dikonsumsi. .
Apabila seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan kurang biasanya akan sering
memilih makanan yang akan membuatnya kenyang tanpa memperhatikan nilai gizi
makanan tersebut sehingga akan terjadi ketidakseimbangan zat gizi yang benar-benar
diperlukan oleh tubuh. Sehingga akan terlalu banyak karbohidrat yang akan
dikonsumsi dalam satu porsi makanan, dan akan berdampak kepada tubuh sendiri
yaitu indeks massa tubuh akan naik atau melebihi dari batas normal. Apabila terus
menerus seperti itu seseorang akan menjadi obesitas kecuali ia berniat untuk
mengubah gaya hidup yang hanya memikirkan ia makan untuk membuat kenyang
tanpa memikirkan kandungan zat gizi makanan tersebut.

Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin memperhitungkan jenis dan
jumlah makan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang pengetahuan gizinya
rendah akan berperilaku memilih makan yang menarik pada indra dan tidak
mengadakan pemilihan berdasarkan nilai gizi makan tersebut (Sediaotama, 2000).

Kategori pengetahuan gizi dibagi dalam tiga kelompok yaitu: baik, cukup dan kurang.
Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang
dijadikan persen.

9. Tingkat social ekonomi

Menurut Hidayati, dkk(2006) peningkatan pendapatan juga dapat


mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang akan dikonsumsi.
Peningkatan kemakmuran masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan
dapat mengubah gaya hidup dan pola makan dari pola makan tradisional menjadi pola
makan makanan praktis dan siap saji yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak
seimbang. Aritonang berpendapat bahwa tingkat social ekonomi yang tinggi tidak
selalu menjamin beragam dan bermutu bahan pangan yang dikonsumsi tetapi juga
dapat mengarah pada pemilihan bahan makanan yang enak, siap santap, cepat dan
lebih banyak mengandung lemak, dan bahan lainnya dapat menyebabkan obesitas.

Pola makan praktis dan siap saji terutama terlihat di kota-kota besar di Indonesia, dan
jika dikonsumsi secara tidak rasional akan menyebabkan kelebihan masukan kalori
yang akan menimbulkan obesitas(Virgianto dan Purwaningsih, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Hadi dkk (2005) tingkat social ekonomi keluarga juga
mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja.

2.2.4 Dampak dari obesitas

1. Masalah fisik seperti ortopedik termasuk nyeri punggung bagian bawah,


memperburuk osteoarthritis(terutama di bagian pinggul, lutut, pergelangan kaki).

2. Edema yaitu adanya pembengkakan yang terjadi akibat penimbunan


sejumlah cairan di daerah tungkai dan pergelangan kaki. Disebabkan permukaan
tubuh seseorang yang obesitas relative lebih sempit dibandingkan dengan berat
badan, sehingga panas tubuh tidak terbuang dan tidak mengeluarkan keringat lebih
banyak.

3. Masalah psikis, seseorang yang obesitas tidak memiliki control diri dan
motivasi yang kuat, rasa rendah diri, merasa berbeda, dan juga keterbatasan fisik.

4. Gangguan pernafasan, individu yang obesitas akan sering terkena infeksi


saluran pernafasan, akan merasakan sleep upnea pada malam hari, sering mengantuk
di siang hari.

5. Penyakit degeneratif dan penyakit metabolic seperti hipertensi, penyakit


jantung coroner, diabetes mellitus tipe 1 dan 2, arthritis, penyakit kandung empedu,
penyakit hiperkolesterolemia, kanker, dan lain-lain.

2.3 Metode penilaian status gizi

Menurut Supriasa dkk(2002), metode penilaian status gizi dapat dilakukan


secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dibagi
menjadi 4 penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan
penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 penilaian yaitu
survey konsumsi makanan, statistic vital, dan factor ekologi.

2.3.1 Antropometri
2.3.1.1 Berat badan
Menurut Clement dan Ferre (2003), seorang anak yang mempunyai
kelebihan lemak tubuh atau mempunyai BMI lebih dari 30. Rata-rata wanita
memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan
yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25- 30%
pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari
30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami
obesitas.

Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah
kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Obesitas
digolongkan menjadi 3 kelompok: Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-
40% , obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100% dan obesitas berat :
kelebihan berat badan >100%. Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari
antara orang-orang yang gemuk..

2.3.1.2 IMT

Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi


tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. Metode ini
dilakukan dengan cara menghitung BB/TB2 dimana BB adalah berat badan
dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam meter (Arora, 2008).

BMI menurut WHO :

KLASIFIKASI BMI
Berat badan kurang(underweight) < 18,5
Berat badan normal 18,5-22,9
Kelebihan berat badan(overweight) 23-24,9
Obesitas I 25-29,9
Obesitas II ≥ 30

BMI menurut Kemenkes :

KLASIFIKASI IMT
Kurus tingkat berat < 17,0
Kurus tingkat ringan 17,0-18,4
Normal 18,5-25,0
Gemuk tingkat ringan 25,1-27,0
Gemuk tingkat berat >27
2.3.1.3 Lingkar pinggang dan panggul

Lingkar pinggang menunjukkan simpanan lemak. Kandungan lemak yang


terdapat di sekitar perut menunjukkan adanya perubahan metabolisme dalam tubuh.
Perubahan metabolisme tersebut dapat berupa terjadinya penurunan efektivitas
insulin karena beban kerja yang terlalu berat. Peningkatan jumlah lemak di sekitar
perut juga dapat menunjukkan terjadinya peningkatan produksi asam lemak yang
bersifat radikal bebas.

Pada penelitian lain yang dilakukan Wang et al. (2005), ukuran lingkar pinggang
yang besar berhubungan dengan peningkatan faktor risiko terhadap penyakit
kardiovaskular karena lingkar pinggang dapat menggambarkan akumulasi dari lemak
intraabdominal atau lemak visceral.

Lingkar panggul juga merupakan salah satu indikator untuk menentukan jenis
obesitas yang diperoleh melalui hasil pengukuran panjang lingkar maksimal dari
pantat dan pada bagian atas simphysis ossis pubis. Lingkar panggul yang besar (tanpa
menilai IMT dan lingkar pinggang) memiliki risiko diabetes melitus dan penyakit
kardiovaskular yang lebih rendah dibandingkan dengan obesitas apple shaped
(Oviyanti, 2010).

2.3.2 Biokimia

Penentuan status gizi dengan biokimia adalah salah satu metode yang
dilakukan secara langsung pada tubuh atau bagian tubuh. Tujuan penilaian status gizi
ini adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan zat gizi dalam tubuh sebagai akibat
dari asupan gizi dari makanan.

2.3.3 Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan metode klinis yang dapat digunakan untuk
mendeteksi gejala dan tanda yang berkaitan dengan melihat dari keadaan klinis
seseorang. Mengukur status gizi dengan melakukan pemeriksaan bagian-bagian tubuh
dengan tujuan untuk mengetahui gejala akibat kekurangan atau kelebihan gizi.

2.3.4 Survey konsumsi

Metode yang digunakan di dalam penilaian status gizi secara tidak langsung
dengan melihat gambaran asupan zat gizi serta mengetahui kebiasaan dan pola makan
dari segi individu, rumah tangga dan nasional apakah tidak mencukupi atau kelebihan
asupan.

2.4 Kerangka Teori

POLA MAKAN
TIDAK BAIK ASUPAN SERAT
ASUPAN LEMAK

GENETIK TINGKAT
PENGETAHUAN
GIZI

AKTIVITAS FISIK FAKTOR SOSIAL


OBESITAS EKONOMI

STRESS
KUALITAS TIDUR

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

1.1 KERANGKA KONSEP


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan
lemak, asupan serat, kualitas tidur, aktivitas fisik, dan tingkat pengetahuan
terhadap kejadian obesitas pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta
Selatan.

Variabel Independen
Variabel Dependen

ASUPAN SERAT

OBESITAS KUALITAS TIDUR

TINGKAT PENGETAHUAN
1.2 DEFINISI OPERASIONAL

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Asupan serat Rata-rata jumlah Wawancara Food Recall 24 1. Kurang : <80% AKG Ordinal
serat yang Jam 2. Baik : 80-110% AKG
dikonsumsi oleh 3. Lebih : >110% AKG
individu dalam (WNPG, 2004)
sehari dalam satuan
gram
2. Kualitas tidur Kualitas tidur Pengisian Pittsburgh sleep 1. Baik, skor nilai 1-5 Rating
merupakan kepuasan kuesioner PSQI quality index 2. ringan, skor nilai 6-7 scale
seseorang terhadap (PSQI). Kuesioner 3. sedang, skor nilai 8-14
tidurnya, sehingga PSQI terdiri dari 9 4. buruk, skor nilai mencapai
seseorang tidak pertanyaan 15-21.
merasakan
kelelahan, sering
menguap dan
mengantuk di pagi
hari.
3. Tingkat Suatu proses yang Wawancara Kuesioner 1. Kurang jika nilainya <60% Ordinal
pengetahuan gizi merupakan hasil dari 2. Cukup jika nilainya 60 – 80 %
pembelajaran guna 3. Baik jika nilainya >80 %
untuk meningkatkan (Ali Khomsan,2000)
pemahaman dari
masing-masing
individu yang
berkaitan dengan
gizi individu

3.3 HIPOTESIS
1. Ada pengaruh asupan serat dengan kejadian obesitas pada remaja
2. Ada pengaruh kualitas tidur dengan kejadian obesitas pada remaja
3. Ada pengaruh tingkat pengetahuan gizi dengan kejadian obesitas pada remaja
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yang digunakan
yaitu observational analitik melalui pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui
pengaruh tingkat pengetahuan gizi, asupan serat dan kualitas tidur dengan kejadian
obesitas pada remaja dengan cara mengumpulkan data-data mengenai ketiga factor yang
berhubungan dengan obesitas

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada
4.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta

4.3. Variabel Penelitian


4.3.1 Variabel Dependen
Variable dependen yaitu variable yang dipengaruhi akibat variable bebas atau
variable independen . Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian
obesitas pada remaja
4.3.2 Variabel Independen
Variable independen yaitu variable yang menjadi penyebab berubahnya atau
timbulnya variable dependen. Variable independen dalam penelitian ini adalah
pengaruh tingkat pengetahuan gizi, asupan serat dan kualitas tidur.

4.4. Populasi dan Sampel


4.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 10 di SMA Muhammadiyah 3
Jakarta sebanyak 130 siswa yang terdiri dari kelas 10 IPA dan IPS
4.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 10 di SMA Muhammadiyah 3
Jakarta. Jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak 30 siswa dengan
menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu sistematik random sampling.

4.5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi


4.5.1 Kriteria Inklusi
a. Siswa kelas 10 di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta
b. Bersedia mengikuti penelitian
c. Memiliki IMT >25
4.5.2 Kriteria Eksklusi
a. Bukan siswa kelas 10 di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta
b. Tidak bersedia mengikuti penelitian
c. Tidak memiliki IMT >25

4.6 Teknik Pengumpulan Data

4.6.1 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian kuesioner kepada siswa


yang dipilih menjadi sampel yang telah dibuat oleh peneliti.

4.6.2 Instrument Pengumpulan Data

1. Kuesioner

2. Timbangan

3. Microtoise

4. Formulir recall 24 jam

5. Alat tulis

4.6.3 Jenis dan Sumber Data

1. Data primer

Pengumpulan data primer pada penelitian ini dapat menggunakan lembar


kuesioner yang telah dibuat
2. Data sekunder

Pengumpulan data sekunder pada penelitian ini dapat diperoleh dari dokumen-
dokumen atau catatan tertulis yang dapat menunjang proses penelitian.

4.7 Pengolahan Data


Pengolahan data menurut Notoadmojo (2012) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Editing
Editing merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan pengisian, kesalahan,
konsistensi, dan relevansi dari setiap jawaban yang diberikan oleh responden dalam
wawancara (Notoadmojo, 2012)
2. Coding
Setelah semua wawancara diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean
atau coding, yakni mengubah data dalam bentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan (Notoadmojo, 2012)
3. Processing
Kegiatan entering yaitu memasukkan data hasil penelitian ke dalam table distribusi
frekuensi (Notoadmojo, 2012). Dalam kegiatan mengentry data dapat menggunakan
program atau software yaitu SPSS
4. Cleaning
Pada tahap ini data yang ada ditandai dan diperiksa kembali untuk mengoreksi
kemungkinan suatu kesalahan yang ada (Hidayat, 2007)
4.8 Analisis Data
Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program
komputer dimana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa
bivariat.
a. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan
variabel terkait.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik
DAFTAR PUSTAKA

Adamkova V, Hubacek JA, Lanska V, Vrablik M, Lesna IK, Suchanek P, et al. (2009).
Association between duration of the sleep and body weight. Physiological. Res, 58, 27-31.

Adriani, Merryana & Bambang WirjadMadi. (2014). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta:
Kencana

Almatsier S. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka, p. 30-35

Arisman, (2004). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Berdanier CD, Dwyer JT, Feldman EB. (2008). Handbook Nutrition and Food. 2nd Ed.
USA: CRC Press, Taylor and Francis Group.

Barasi ME.(2007). At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.

Bjorvatn B, Sagen IM, Oyane N, Waage S, Fetveit A, Pallesen S, et al. (2007). The
association between sleep duration, body mass index and metabolic measures in Hordaland
Health Study. J Sleep Res; 16, 66-76

Candra, Alfianto, Tavip Dwi Wahyuni, Ani. Sutriningsih. (2016). Hubungan Antara
Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja di SMA
Laboratorium Malang. Nursing News : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keperawatan, 1(1), 1–6

Cappuccio FP, Taggart FM, Kandala NB, Currie A, Peile E, Stranges S, et al. (2008). Meta-
analysis of short sleep duration and obsety in children and adults. SLEEP; 31, 619-26.

Chaput, J. P., & Dutil, C. (2016). Lack of sleep as a contributor to obesity in adolescents:
Impacts on eating and activity behaviors. International Journal of Behavioral Nutrition and
Physical Activity, 13(1), 1–10.

Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia

Desmita. (2011).Psikologi Perkembangan Peserta Didik; Panduan Bagi Orang Tua Dan
Guru Dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP,dan SMA. Bandung : Rosda Karya.
DL Franko, RH Striegel-Moore, D Thompson, et.al. The relationship between meal
frequency and body mass index in black and white.

Garcia EL, Faubel R, Leon-Munoz L, Zuluaga MC, Banegas JR, Artalejo FR. 2008. Sleep
duration, general and abdominal obesity, and weight change among the older adult
population of Spain. Journal of Clinical Nutrition. 87: 310-6

Garmy, P., Clausson, E. K., Nyberg, P., & Jakobsson, U. (2018). Insufficient sleep is
associated with obesity and excessive screen time amongst ten-year-old children in Sweden.
Journal of Pediatric Nursing, 39, e1–e5.

Gottlieb DJ, Redline S, Nieto FJ, Baldwin CM, Newman AB, Resnick HE, et al. (2006).
Association of usual sleep duration with hypertension: the sleep heart health study. SLEEP ,
29, 1009-14

Hall MH, Muldoon MF, Jennings JR, Buysse DJ, Flory JD, Manuck SB. (2008). Self-
reported sleep duration is associated with metabolic syndrome in midlife adult. SLEEP, 31 ,
635-43

Hegarty, V. (1996). Nutrition, Food and Environment. USA : Eagon Press, Minnesotta.

Herini, E.S., P. Hagung, W., E.P. Prawirohartono, dan T. Sadjimin. (1999). Karakteristik
Keluarga dengan Anak Obesitas. Berita Kedokteran Masyarakat. XV.2.41-85

Hidayati, N.S., Irawan, R., dan Hidayat, B.(2006). Obesitas Pada Anak.

Hurlock, B.E. (1990). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Idamarie Laquatra. (2004). Nutritional For Health and Fitness. In: Mahan LK, Stump SE.
Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapi 11th Ed. United States of America : Elsevier, p
567.

Kaar, J. L., Schmiege, S. J., Vadiveloo, M., Simon, S. L., & Tovar, A. (2018). Sleep duration
mediates the relationship between health behavior patterns and obesity. Sleep Health, 4(5),
442–447.
Kadek Hartini,dkk, (2014). Korelasi Derajat Obesitas dengan Prestasi Belajar Siswa
Sekolah Dasar . Sari Pediatri, Vol. 16, No. 1, Juni 2014.

Kaneita Y, Uchiyama M, Yoshiike N, Ohida T. (2008). Association of Usual Sleep Duration


with Serum Lipid and Lipoprotein Levels. SLEEP; 31: 645-52.

Kurdanti Weni, Diana Mustikaningsih. (2015). Risk Factors For Obesity In Adolescent.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(4), 179–190

Klok MD, Jakobsdottir S, Drent ML. (2007). The role of leptin and ghrelin in the regulation of food
intake and body weight in humans: a review. Natioanal Institutes of Health. 8(1):21-34.

Knutson KL, Van Cauter E. (2008). Association Between Sleep Loss and Increased Risk
Obesity and Diabetes. Ann N Y Acad Sci, 1129, 287-304.

Labuza, T.P. (1991). Obesity, Weight Control and Dieting in Food and Your Well Being.
New York : Chapman and Hall

Nelwan, E.J., Widjajanto, E., Andarini, S. and Djati, M.S., (2017). Modified Risk Factors for
Coronary Heart Disease (CHD) in Minahasa Ethnic Group From Manado City Indonesia.
The Journal of Experimental Life Science, 6(2), pp.88-94

Purwati, S., dkk. (2005). Perencanaan Menu untuk Penderita Kegemukan. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Pramono, A., & Sulchan, M. (2014). Kontribusi makanan jajan dan aktivitas fisik terhadap
kejadian obesitas pada remaja di kota Semarang. Jurnal Gizi Indonesia, 2(2), 59–64

Safarino, E., & Timothy W. (2011). Health Psychology Biopsychosocial Interaction Seventh
Edition. United States of America

Salam. A. (2010). “Faktor Risiko Kejadian Obesitas Pada Remaja”.Jurnal MKMI Vol 6 No.3
Juli 2010, Hal 185-190

Salam, M.A. (1989). Epidemiologi dan Psikologi Obesitas dalam Obesitas, Permasalahan
dan Penanggulangannya. Yogyakarta : Laboratorium Farmakologi Klinis Fakultas
Kedokteran UGM.
Sediaoetama, A.D. (2006). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Cetakan V. Jakarta :
Dian Rakyat.

Seoroso, S. (2001). Masalah Kesehatan Anak. Sari Pediatri, vol 3, no 3.

Silvia A. (2012). Hubungan Usia Menarche Dengan Obesitas Pada Remaja Putri Di Sma
Theresiana 1. Semarang (skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.

Singh M, Drake CL, Roehrs T, Hudgel DW, Roth T. (2005). The association between obesity
and short sleep duration: a population-based study. J Clin Sleep Med , 1: 357-63

Suandi IKG.(2004). Obesitas Pada Remaja. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. Tumbuh


Kembang Remaja dan Permasalahan- nya. Edisi ke-1. Jakarta: Sagung Seto

Tchernof, A. & Despres, J.P. (2013). Pathophysiology of Human Visceral Obesity: An


Update. Physiol Rev, 93(1):359-404

Virgianto, G., dan Purwaningsih, E. (2006). Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Obesitas Pada Remaja.

Waspadji, S., Surkadji, K., Suharyati. (2013). Menyusun Diet Berbagai Penyakit(4rd ed.).
Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

Widyaningtyas Silvia Agus, Kartini Apoina. (2013). Hubungan Usia Menarche Dengan
Obesitas Pada Remaja Putri di SMA Theresiana 1 Semarang. Journal of Nutrition College, 2
(1) : 10–17

Wulandari, A. (2014). Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja dan Implikasinya


Terhadap Masalah Kesehatan Dan Keperawatannya. Jurnal Keperawatan Anak. Vol 2, No
1, 39-43.

Wulandari, Syamsinar, Hariati, Lestari., & Andi, Faizal Fachlevy. (2016). Faktor Yang
Berhubungan dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja di SMA Negeri 4 Kendari. Skripsi.
Kendari : Universitas Halu Oleo

Whitney, E.N., Cataldo, C.B., dan Rolfes, S.R. (1990). Weight Control : Over Weight and
Under Weight. Fifth Edition. USA : West/Wadsworth.
LAMPIRAN 1

KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN GIZI

BIODATA RESPONDEN

No. Sampel :

Nama :

Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

Umur :

Alamat rumah :

Nomor telepon/Hp :

Tanggal wawancara :

Karakteristik Individu dan Keluarga :

1. Apakah ada riwayat obesitas pada orangtua :

2. Jika ya, siapakah anggota keluarga yang obesitas :

3. Banyaknya anggota keluarga :

A. Tingkat pengetahuan gizi


1. Sarapan pagi sangat penting karena dapat membantu anak remaja untuk
a. Untuk meningkatkan konsentrasi belajar di sekolah
b. Menurunkan daya tahan tubuh
c. Menurunkan produktivitas seseorang
d. Tidak tahu
2. Sebelum membeli makanan kemasan atau snack, sebaiknya kita
a. Melihat harga dari makanan tersebut
b. Membaca label makanan yang terdapat di belakang kemasan
c. Mencicipi makanan
d. Tidak tahu
3. Manakah dari zat-zat gizi dibawah ini yang berperan sebagai sumber tenaga bagi
tubuh?
a. Protein
b. Lemak
c. Karbohidrat
d. Tidak tahu
4. Berapa banyak anjuran untuk anak remaja dalam hal mengkonsumsi sayur dan buah?
a. 100-200 gram perhari
b. 200-300 gram perhari
c. 300-400 gram perhari
d. Tidak tahu
5. Manakah susunan menu dibawah ini yang bergizi seimbang
a. Hamburger, pizza
b. Nasi, ayam goreng, sayur bayam dan buah apel
c. Nasi, ikan goreng, tahu goreng
d. Tidak tahu
6. Factor yang dapat memicu terjadinya obesitas pada remaja
a. Factor genetic
b. Kebiasaan konsumsi sayur dan buah
c. Sering melakukan aktivitas fisik
d. Tidak tahu
7. Makanan yang dapat memicu terjadinya obesitas pada remaja
a. Makanan tinggi serat
b. Makanan tinggi lemak
c. Makanan rendah karbohidrat
d. Tidak tahu
8. Gangguan yang akan muncul pada penderita obesitas
a. Gangguan tidur
b. Gangguan makan
c. Gangguan bernafas
d. Tidak tahu
9. Berapakah waktu yang dibutuhkan untuk tidur ?
a. 7 jam
b. 8 jam
c. 9 jam
d. Tidak tahu
10. Berapa banyak waktu yang diperlukan dalam melakukan aktivitas fisik ?
a. 1x seminggu selama 15-30 menit
b. 2x seminggu selama 15-30 menit
c. 1x seminggu selama 10-15 menit
d. Tidak tahu
LAMPIRAN 2

KUESIONER ASUPAN SERAT

No. Sampel :
Tanggal/ Jam wawancara :
Nama responden :
Nama pewawancara :

Waktu Nama Cara Bahan Makanan


Bahan Makanan Banyaknya
Makan Masakan Pengolahan
URT Gram
No Bahan Berat rata-rata sehari Kandungan zat gizi
Hari Hari Hari Rata- Energi Protein Lemak Karbohidrat
Makanan
ke 1 ke 2 ke 3 rata (kkal) (Gram) (Gram) (Gram)
(Gram)

LAMPIRAN 3

KUESIONER KUALITAS TIDUR

No. Sampel :
Tanggal/ Jam wawancara :
Nama responden :
Nama pewawancara :

A. Jawablah pertanyaan berikut!


Selama sebulan yang lalu
1. Pukul berapa biasanya anda tidur di malam hari?
2. Berapa lama anda perlukan untuk dapat tertidur di malam hari?
3. Pukul berapa biasanya anda bangun di pagi hari?
4. Berapa lama jam tidur yang anda perlukan tiap malam?

B. Berikan tanda(√) pada salah satu jawaban yang dianggap sesuai!

No Pertanyaan Tidak 1x 2x 3x
pernah seminggu seminggu seminggu

5 Selama seminggu yang lalu, seberapa sering anda


mengalami
a. Tidak dapat tidur di malam hari dalam waktu 30
menit
b. Bangun tengah malam
c. Harus bangun di malam hari untuk ke kamar
mandi
d. Tidak dapat bernapas dengan nyaman saat tidur
di malam hari
e. Batuk atau mendengkur keras saat tidur di
malam hari
f. Merasa kedinginan atau menggigil demam saat
tidur di malam hari
g. Merasa terlalu kepanasan saat tidur di malam
hari
h. Mengalami mimpi buruk saat tidur di malam hari
i. Merasa kesakitan saat tidur di malam hari(seperti
kram, pegal, nyeri)
j. Hal lain yang membuat tidur anda terganggu di
malam hari, mohon dijelaskan :
………………….................................................
…………………………………………………
…………………………………………………
Berapa seringkali anda mengalami kesulitan
tidur karena alasan tersebut?
6 Selama seminggu yang lalu, seberapa sering anda
mengkonsumsi obat yang bisa menyebabkan rasa
kantuk?(diresepkan dokter atau obat bebas)
7 Selama seminggu yang lalu, seberapa sering anda
mengalami kesulitan untuk tetap terjaga/segar/tidak
merasa ngantuk ketika makan atau melakukan aktivitas?

No Pertanyaan Tidak Kecil Sedang Besar


antusias
8 Seberapa antusias
anda ingin
menyelesaikan
masalah yang sedang
anda hadapi

No Pertanyaan Sangat baik Baik Kurang Sangat kurang


9 Pre-intervensi :
Bagaimana kualitas
tidur anda selama 1
bulan yang lalu
Post-intervensi :
Bagaimana kualitas
tidur anda selama 1
minggu yang lalu
Komponen No item Penilaian
Jawaban Skor
Kualitas tidur secara 9 Sangat baik 0
Cukup baik 1
subyektif
Buruk 2
Sangat buruk 3
Durasi tidur(lamanya waktu 4 >7 jam 0
6-7 jam 1
tidur)
5-6 jam 2
<5 jam 3
Skor latensi tidur 2+5a 0 0
1-2 1
3-4 2
5-6 3
Latensi tidur 2 ≤ 15 menit 0
16-30 menit 1
(waktu yang perlukan untuk
31.60enit 2
memulai tidur) >60 menit 3
Efisiensi tidur 1+3 >85% 0
75-84% 1
Rumus :
65-74% 2
jumlah lama tidur <65% 3
jumlah lamanya ditempat tidur
x1
Gangguan tidur pada malam 5b,5c, 5d,5e, 5f,5g, 0 0
1-9 1
hari 5h,5i,5j
10-18 2
19-27 3
Disfungsi tidur siang hari 7+8 0 0
1-2 1
3-4 2
5-6 3
Penggunaan obat tidur 6 0 0
<1 1
1-2 2
>3 3
Sumber : Curcio et al. (2012)
Penulis Judul Tahun Permasala Tujuan Metode Data Sampel Tempat
han
1. Wahyu Hubungan 2019 Kurangnya untuk observasio Data yang 275 SMAN 1
ni Hafid Aktivitas aktivitas mengetah nal digunakan orang Telaga,
2. Sunarti Fisik dan fisik dan ui analitik. adalah data SMAN 1
Hanapi Konsumsi suka hubungan sekunder Bongome
Fast Food mengkonsu aktivitas dan data me, dan
dengan msi fast fisik dan primer. SMAN 1
Kejadian food konsumsi Pulubala
Obesitas fast food
Pada dengan
Remaja kejadian
obesitas
pada
remaja di
Kabupaten
Gorontalo
1. Kartika Perbedaan 2012 Perbedaan Ingin Cross Primer 40 Surabaya
suryapu pola makan pola makan mengetah sectional sampel
tra dan dan ui
2. Siti aktivitas aktivitas Perbedaan
rahayu fisik antara fisik antara pola
nadhiro remaja remaja makan
h obesitas obesitas dan
dengan non dengan non aktivitas
obesitas obesitas fisik
antara
remaja
obesitas
dengan
non
obesitas
1. Adriyan KONTRIB 2014 Kurangnya untuk Penelitian Data 1040 SMP N
Pramon USI aktivitas mengetah ini primer orang Semarang
o MAKANA fisik karena ui merupaka
2. Moham N JAJAN kemajuan kontribusi n studi
mad DAN teknologi makanan observasio
Sulchan AKTIVIT dan suka dan nal
AS FISIK mengkonsu aktivitas dengan
TERHAD msi jajanan fisik pendekata
AP pada remaja terhadap n kasus
KEJADIA di semarang kejadian kontrol
N obesitas (case
OBESITA pada control).
S PADA remaja di
REMAJA Semarang
DI KOTA
SEMARA
NG
1. Rumais Hubungan 2019 Asupan Mengetah Penelitian Data 69 SMA di
ha Asupan makanan ui ini sekunder subjek Jakarta
hasna Kalori yang hubungan merupaka
Ibrahim Total dan berlebih antara n studi
2. Aryono Makronutri dapat asupan potong
hendart en dengan memicu total lintang
o Derajat kenaikan kalori dan
3. Saptaw Obesitas IMT dan jenis
ati pada akan makronutr
bardoto Remaja memberika ien,
no Obesitas n dampak terhadap
4. Ali Usia 14-18 yaitu IMT
khomai Tahun di berupa remaja
ni Jakarta obesitas obesitas
alhadar pada usia usia 14-18
remaja tahun.
1. Beatrix Kualitas 2020 Pengaruh Untuk Studi Data Amerika ,
Elizabet tidur dan dari mengetah literature didapat eropa, asia
h kejadian kualitas ui apakah 2015- dari
2. Dessie obesitas tidur anak kualitas 2019 database
wanda pada usia sekolah tidur dapat mengguna meliputi
anak yang dapat berdampa kan ScienceDir
sekolah menyebabk k kepada bahasa ect,
an obesitas obesitas inggris ProQuest
dan Wiley
Online
dengan
kata kunci
obesity,
overweight
, fat, child,
child
school,
sleep, sleep
quality
1. Frensy STRES 2018 Pengaruh untuk penelitian primer 87 Manado
Bitty DENGAN stress mengetah kuantitatif orang
2. Afnal STATUS terhadap ui dengan
Asrifud GIZI status gizi hubungan desain
din REMAJA anak SMA antara studi
3. Jeini DI di Manado stres potong
Ester SEKOLAH dengan lintang
Nelwan MENENG status gizi
AH di Sekolah
PERTAM Menengah
A NEGERI Pertama
2 Negeri 2
MANADO Manado
1. Huriatu Depresi, 2016 Pengaruh Mengetah Penelitian Primer 132 Pekanbaru
l ansietas, depresi, ui depresi, potong orang
masdar dan stres ansietas dan ansietas lintang
2. Pragita serta stress dan stres
ayu hubungann terhadap pada
saputri ya dengan obesitas di remaja di
3. Dani obesitas kalangan Pekanbaru
rosdian pada remaja serta
a remaja hubungan
4. Fifia nya
Chandr dengan
a obesitas
5. Darma
wi
1. Putu HUBUNG 2017 Pengaruh untuk Rancanga Primer 60 Semarang
lina AN tingkat mengetah n orang
paramit PENGETA pengetahua ui penelitian
ha dewi HUAN n gizi, hubungan adalah
2. Apoina GIZI, aktivitas pengetahu case
kartini AKTIVIT fisik, an gizi, control
AS FISIK , asupan aktivitas yang
ASUPAN lemak dan fisik, dilakukan
ENERGI, energy asupan pada 60
DAN dengan lemak dan remaja
ASUPAN kejadian energi SMP usia
LEMAK obesitas dengan 11–15
DENGAN kejadian tahun
KEJADIA obesitas
N pada
OBESITA remaja
S PADA SMPN 11
REMAJA Semarang
SEKOLAH
MENENG
AH
PERTAM
A
1. Munim Prospective 2016 Association to This study
Manna Association s between evaluate was
n s between Depression the bi- performed
2. Abdulla Depression and Obesity directional following
h and for associatio the
Mamun Obesity for Adolescent ns Preferred
3. Sulhai Adolescent Males and between Reporting
Doi Males and Females obesity Items for
4. Alexand Females- A and Systemati
ra Systematic depression c Reviews
Clavari Review in and Meta-
no and adolescent Analysis
MetaAnaly s using (PRISMA
sis of longitudin )
Longitudin al studies statement
al Studies for
reporting
systematic
reviews
and meta-
analyses
[38]
(detailed
in Table A
in S1 File,
PRISMA
checklist).
1. Marwa Correlation 2019 Correlation Correlatio Cross 216 Faculty of
Moham between between n between sectional student Medicine
med physical physical physical study s Al-
Yousif activity, activity, activity, Neelain
2. Lamis eating eating eating University
AbdelG behavior behavior behavior
adir and obesity and obesity and
Kadda among among obesity
m Sudanese Sudanese among
3. Humed medical medical Sudanese
a Suekit students students medical
Humed Sudan Sudan students
a Sudan
1. Pipit Konsumsi 2017 Pengaruh Ingin Metode Data 9 orang Malang
septiana junk food pengkonsu mengetah purposive dikumpulk
2. Fajar dan Serat msian ui sampling an dengan
ari pada makanan pengaruh metode
3. Catur Remaja siapa saji makanan wawancara
saptani Putri dan dan asupan siap saji
ng Obesitas serat dan
yang terhadap asupan
Indekos remaja serat
yang remaja di
indekos indekos
1. Jayanti Asupan 2018 Pengkonsu Ingin Metode Primer 32 Surabaya
ayu lemak, msian mengetah case siswi
praditas aktivitas makanan ui apakah control
ari fisik dan tinggi ada dengan
2. Sri kegemukan lemak dan hubungan pendekata
sumarm pada aktivitas antara n
i remaja fisik yang asupan retrospecti
putri di rendah lemak dan ve
SMP Bina terhadap aktivitas
Insani remaja fisik yang
Surabaya yang rendah
kegemukan terhadap
kejadian
kegemuka
n
1. Rifai ali SOSIAL 2018 Pengaruh Untuk Case Primer 670 Gorontalo
2. Nuryani EKONOMI tingkat menganali control siswa
, sosek , sis risiko
KONSUM konsumsi actor
SI FAST fast food ekonomi,
FOOD dan factor riwayat
DAN genetic di obesitas
RIWAYAT keluarga orang tua,
OBESITA terhadap pengetahu
S kejadian an remaja
SEBAGAI obesitas di dan
FAKTOR kalangan kebiasaan
RISIKO remaja konsumsi
OBESITA fast food
S terhadap
REMAJA kejadian
obesitas
pada
remaja.
Weni kurdanti Faktor- 2015 Faktor- Mengetah Case Primer total SMA 1
dkk faktor yang faktor yang ui actor- Control sampel BOPKRI,
mempengar mempengar faktor peneliti SMA 2
uhi uhi yang an BOPKRI,
kejadian kejadian mempeng adalah SMAN 6
obesitas obesitas aruhi 144 Yogyakart
pada pada remaja kejadian sampel a, SMAN
remaja obesitas yang 9
pada terdiri Yogyakart
remaja dari 72 a, dan
sampel SMA N 3
kasus Yogyakart
dan 72 a
sampel
kontrol
Karina Prevalensi 2013 Prevalensi Ingin Cross Primer Pengam SMK kota
Kussoy, dkk obesitas obesitas mengetah sectional bilan Tondano
pada pada remaja ui sampel
remaja di seberapa dengan
kabupaten besar kriteria
Minahasa prevalensi inklusi
obesitas yang
pada berumu
remaja r 13-18
tahun
Syamsinar Factor 2016 Factor yang Mengetah Cross Primer 89 SMA N 4
Wulandari, yang berhubunga ui factor sectional orang Kendari
dkk berhubunga n dengan yang sampel
n dengan kejadian berhubung
kejadian obesitas an dengan
obesitas pada remaja kejadian
pada obesitas
remaja di pada
sma negeri remaja
4 di
kendari
Ade wulandari Karakteristi 2014 Karakteristi Mengetah
k k ui
pertumbuh pertumbuha Karakteris
an n tik
perkemban perkemban pertumbuh
gan remaja gan remaja an
dan dan perkemba
implikasiny implikasiny ngan
a terhadap a terhadap remaja
masalah masalah dan
kesehatan kesehatan implikasin
dan dan ya
keperawata keperawata terhadap
nnya nnya masalah
kesehatan
dan
keperawat
annya
Khoirul Konsep 2016 Konsep Mengetah Propotion Primer 50 Proboling
Barriyah diri, diri, ui Konsep al random orang go
Hidayati dan adversity adversity diri, sampling
M. Farid quotient quotient adversity
dan dan quotient
penyesuaia penyesuaia dan
n diri pada n diri pada penyesuai
remaja remaja an diri
pada
remaja

Anda mungkin juga menyukai