Anda di halaman 1dari 10

IJPHN 2 (1) (2022) 112-121

Indonesian Journal of Public Health and Nutrition


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN

Hubungan Pola Makan, Sedentary Lifestyle, dan Durasi Tidur dengan Kejadian Gizi
Lebih Pada Remaja (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Demak)

Setya Ulil Amrynia, Galuh Nita Prameswari


Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Article Info Abstrak


Article History: Latar Belakang: Gizi lebih disebabkan oleh multifaktor, namun penyebab dasarnya adalah
Submitted 25 November 2021 ketidakseimbangan energi. Prevalensi gizi lebih pada remaja umur 16-18 tahun di Kabupaten
Accepted 08 Januari 2022 Demak tahun 2018 melebihi angka nasional yaitu sebesar 14,23% terdiri dari 12,49% gemuk
Published 31 Maret 2022 dan 1,74% obesitas. Gizi lebih pada remaja berlanjut hingga dewasa dan berisiko terjadinya
penyakit degeneratif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola
Keywords: makan, sedentary lifestyle, dan durasi tidur dengan kejadian gizi lebih pada remaja.
Sleep duration, over-
Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional.
weight, dietary pat-
Perhitungan sampel dengan teknik proportionate stratified random sampling sehingga dida-
tern, sedentary lifestyle
patkan sampel penelitian sebanyak 99 responden. Instrumen yang digunakan berupa timban-
DOI: gan digital, microtoise, dan kuesioner. Analisis data menggunakan uji Chi-square untuk uji
https://doi.org/10.15294/ bivariat dan regresi logistik untuk uji multivariat.
ijphn.v2i1.52044 Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola makan (p value = 0,038), sedentary lifestyle
(p value = 0,029), dan durasi tidur (p value = 0,04) berhubungan dengan kejadian gizi lebih
pada remaja. Kesimpulan: Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada
remaja adalah pola makan, sedentary lifestyle (≥ 6 jam/hari), dan durasi tidur (< 8 jam/hari).
Maka diharapkan remaja dapat menjaga pola makan seimbang, melakukan aktivitas fisik, dan
mengatur durasi tidur dengan baik untuk menekan angka kejadian gizi lebih.

Abstract
Background: The Overweight is caused by multiple factors, but the basic cause is energy
imbalance. The prevalence of overweight in adolescents aged 16-18 years at Demak Re-
gency on 2018 exceeded the national figure of 14,23% consisting of 12,49% overweight and
1,74% obesity. Overweight in adolescents continues into adults and the risk of degenerative
diseases. The purpose of this study was to associated between dietary pattern, sedentary
lifestyle, and sleep duration with overweight incidence in adolescents.
Methods: The type of this research is analytic observational with cross sectional design.
Sample calculation by proportionate stratified random sampling until got 99 respondents
as the samples’s research. The instrument used was a digital scales, microtoise, and ques-
tionnaires. Data were analyzed by Chi-square test for bivariate test and logistic regres-
sion for multivariate test. Results: The result showed that dietary pattern (p value= 0,038),
sedentary lifestyle (p value= 0,029), and sleep duration (p value = 0,04) were related to
overweight incidence in adolescents.
Conclusion: Factors related to incidence of overweight in adolescents is dietary pattern,
sedentary lifestyle (≥ 6 hours/day), and sleep duration (< 8 hours/day). Therefore, it is ex-
pected that adolescents can maintain a balanced dietary pattern, do physical activity, and
manage sleep duration well to reduce the incidence of overweight.

© 2021 Universitas Negeri Semarang


Correspondence Address: pISSN 2798-4265
Universitas Negeri Semarang, Indonesia. eISSN 2776-9968
Email : setyaulil03@gmail.com

112
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / Hubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

Pendahuluan kematian terbesar kelima di dunia (Al-Hazzaa


Gizi lebih merupakan suatu epidemi et al., 2012).
global yang menjadi masalah kesehatan yang Permasalahan gizi pada remaja
diprioritaskan dan memerlukan penanganan diberbagai negara mengalami hal yang serupa.
segera. Status gizi lebih umumnya digambarkan Adanya perubahan transisi epidemiologi,
menjadi dua istilah yaitu kegemukan dan demografi, dan faktor urbanisasi dapat
obesitas yang dapat terjadi pada semua meningkatkan risiko terjadinya gizi lebih
kalangan usia, terutama pada usia remaja dan obesitas. Secara umum, status gizi lebih
(Al Rahmad, 2019). Remaja yang mengalami disebabkan karena multifaktor yaitu faktor
kegemukan memiliki risiko 80% mengalami genetik menyumbang 10-30%, sedangkan
kegemukan pula pada saat dewasa (Meidiana et faktor perilaku dan lingkungan mencapai
al., 2018). Masa remaja merupakan salah satu 70%. Perubahan gaya hidup pada remaja
periode kritis karena terjadi perkembangan dari traditional lifestyle menjadi sedentary
dan pertumbuhan fisik yang sangat pesat, lifestyle (kurang gerak) berpengaruh terhadap
sehingga membutuhkan asupan nutrisi peningkatan pola makan tinggi kalori, lemak,
yang semakin meningkat berkaitan dengan karbohidrat, kolesterol serta natrium, namun
terjadinya obesitas. Remaja yang mengalami rendah serat seperti konsumsi fast food
overweight akan meningkatkan risiko penyakit merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
degeneratif seperti diabetes melitus, penyakit obesitas pada remaja (Guo et al., 2012). Selain
jantung koroner, stroke, kanker, hipertensi, dan itu, sebagian besar remaja usia 16-20 tahun
bertambahnya jumlah obesitas (Putra, 2017). sering melewatkan waktu sarapan (Adesola
Berbagai penyakit yang ditimbulkan dapat et al., 2014). Remaja yang melewatkan waktu
menurunkan kualitas hidup remaja (Mushtaq sarapan berisiko 17 kali lebih besar memiliki
et al., 2011). status gizi tidak normal (Rosida & Adi, 2018).
Menurut data World Health Organization Sedentary lifestyle menjadi isu penting
(WHO) pada tahun 2016, prevalensi kelebihan dalam kesehatan masyarakat. Sedentary
berat badan dan obesitas pada anak-anak dan lifestyle merupakan kebiasaan seseorang yang
remaja berusia 5-19 tahun sebanyak 340 juta tidak banyak melakukan aktivitas fisik, seperti
yang terdiri dari 19% pada laki-laki dan 18% duduk atau berbaring sambil menonton televisi,
pada perempuan. Berdasarkan data Riset bermain game, membaca, tetapi tidak termasuk
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 waktu tidur. Kemajuan teknologi dengan
menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih di berbagai bentuk kemudahan menyebabkan
Indonesia pada remaja umur 16-18 tahun penurunan aktivitas fisik dan peningkatan
mengalami peningkatan yang signifikan dari sedentary lifestyle yang berakibat terhadap
tahun 2013 sebesar 7,3% menjadi 13,5%, terdiri obesitas (Arundhana et al., 2013). Tren
dari 9,5% gemuk dan 4% obesitas (Riskesdas, sedentary lifestyle di Indonesia mengalami
2018). Prevalensi gizi lebih pada remaja umur peningkatan dari 26,1% pada tahun 2013
16-18 tahun di provinsi Jawa Tengah pada menjadi 33,5% pada tahun 2018 (Riskesdas,
tahun 2018 juga mengalami peningkatan dari 2018). Proporsi penduduk Indonesia dengan
7,1% menjadi 11,6%, terdiri dari 7,9% gemuk perilaku sedentari ≥ 6 jam perhari sebesar
dan 3,7% obesitas. Di Kabupaten Demak, 24,1%, sedangkan di Jawa Tengah sebesar
prevalensi gizi lebih pada remaja umur 16-18 20,5% (Riskesdas, 2013).
tahun pada tahun 2018 melebihi angka nasional Berdasarkan penelitian yang dilakukan
yaitu sebesar 14,23% yang terdiri dari 12,49% oleh Hamalding et al. (2019) menyatakan
gemuk dan 1,74% obesitas (Kemenkes RI, bahwa rendahnya aktivitas fisik pada remaja
2018). Keadaan gizi lebih yang dibiarkan dalam overweight dan obesitas berkaitan dengan
jangka panjang dapat meningkatkan tumpukan perilaku sedentary lifestyle. Remaja yang
jaringan adiposa dan menyebabkan terjadinya overweight dan obesitas lebih banyak
obesitas (Mandriyarini et al., 2017). Menurut melakukan aktivitas pasif seperti menonton
WHO, kegemukan dan obesitas merupakan televisi, bermain gadget, bermain laptop, video
masalah kesehatan yang berisiko menyebabkan game dan tiduran disertai mendengarkan lagu.

113
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / KHubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan tidur yang pendek dengan kejadian obesitas
oleh Mandriyarini et al. (2017) menyatakan pada anak usia sekolah dasar di Kabupaten
bahwa remaja stunted dengan sedentary Bantul, Yogyakarta. Hal ini sejalan dengan
lifestyle ≥ 5 jam/hari berisiko 2,9 kali lebih penelitian yang dilakukan oleh Angels et al
besar menjadi obesitas dibandingkan dengan (2014), pola tidur yang singkat pada malam
< 5 jam/hari. Penelitian di Amerika mengenai hari berhubungan dengan meningkatnya
perilaku sedentari yang menggunakan cut hormon ghrelin dan menurunnya kadar
off points < 3 jam, 3-5,9 jam, dan ≥ 6 jam, hormon leptin yang memicu peningkatan pola
menunjukkan bahwa pengurangan aktivitas makan di malam hari sehingga menyebabkan
sedentari sampai dengan < 3 jam per hari dapat kegemukan. Semakin pendeknya durasi tidur,
meningkatkan umur harapan hidup sebesar 2 maka risiko terjadinya overweight dan obesitas
tahun (Katzmarzyk & Lee, 2012). semakin besar (Damayanti et al., 2019).
Sedentary lifestyle berhubungan dengan Perbedaan penelitian ini dengan
aktivitas fisik pada tingkat istirahat atau penelitian sebelumnya yaitu membahas
aktivitas ringan dengan pengeluaran energy mengenai gambaran faktor risiko yang
expenditure setara 1–1,5 metabolic equivalent berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada
(METs) (Costigan et al., 2013). Aktivitas fisik remaja umur 16-18 tahun di Kabupaten Demak
dapat meningkatkan pengeluaran energi terkhusus untuk siswa SMA, karena pada tahun
sebesar 20-50% dalam penurunan berat badan. 2018 prevalensi gizi lebih untuk remaja umur
Obesitas dan aktivitas fisik memiliki kaitan 16-8 tahun di Kabupaten Demak melebihi
yang erat dimana keduanya berhubungan angka nasional dan Jawa Tengah. Berdasarkan
dengan penumpukan lemak tubuh akibat hasil studi pendahuluan pada 20 remaja
dari ketidakseimbangan energi, hal tersebut berusia 16-18 tahun di SMA Negeri 1 Demak
dikarenakan energi yang masuk lebih besar ditemukan bahwa sebanyak 50% (10 orang)
dibandingkan dengan energi yang keluar (Setyo remaja mengalami status gizi lebih. Penelitian
et al., 2015). Tingginya asupan energi dan zat ini perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi
gizi disebabkan karena konsumsi makanan yang perbedaan hasil studi sebelumnya mengenai
berlebihan, sedangkan rendahnya energi yang hubungan antara pola makan, sedentary
dikeluarkan disebabkan kurangnya aktivitas lifestyle, dan durasi tidur dengan kejadian
fisik ditandai dengan minimnya olahraga gizi lebih pada remaja dan diharapkan dapat
(D’Addesa et al., 2010). Menurut Rahma & memberikan penjelasan terkait mekanisme gaya
Wirjatmadi (2020), siswa yang melakukan hidup sedentari dalam mempengaruhi kejadian
aktivitas fisik dengan kategori rendah memiliki gizi lebih pada remaja melalui perantara
risiko 0,218 kali lebih besar mengalami status peningkatan asupan makan dan penurunan
gizi lebih. durasi tidur, sehingga dapat dijadikan sebagai
Gangguan tidur juga merupakan salah bahan edukasi dan acuan bagi pihak sekolah
satu faktor penyebab terjadinya overweight. dalam pembuatan program pencegahan
Penurunan rata–rata durasi tidur dapat terjadinya gizi lebih. Tujuan penelitian ini yaitu
meningkatkan prevalensi obesitas pada untuk mengetahui dan menganalisis hubungan
remaja (Mitchell et al., 2013). Remaja lebih pola makan, sedentary lifestyle, dan durasi
sering tidur waktu larut malam dan bangun tidur dengan kejadian gizi lebih pada remaja.
lebih cepat karena tuntutan sekolah, sehingga
remaja seringkali mengantuk berlebihan pada Metode
siang hari (Syamsoedin et al., 2015). Salah satu Penelitian ini bersifat kuantitatif
faktor yang menyebabkan remaja mengalami menggunakan analisis observasional dengan
durasi tidur yang pendek diantaranya adalah rancangan cross sectional. Penelitian ini
perubahan gaya hidup termasuk penggunaan dilakukan di SMA Negeri 1 Demak pada bulan
smartphone. Berdasarkan penelitian yang Agustus-September tahun 2021. Variabel
dilakukan oleh Marfuah et al. (2013), bebas dalam penelitian ini yaitu pola makan,
menyatakan bahwa terdapat hubungan sedentary lifestyle, dan durasi tidur. Sedangkan
antara kualitas tidur yang buruk dan durasi variabel terikatnya yaitu kejadian gizi lebih pada

114
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / Hubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

remaja. Selain itu, terdapat variabel perancu ini status gizi lebih diukur dengan metode
yaitu faktor genetik dan konsumsi obat-obatan antropometri dengan indeks IMT/U ≥ 1 SD.
yang dikendalikan dengan membatasi sampel Sumber data sekunder didapatkan secara tidak
penelitian. Instrumen yang digunakan berupa langsung melalui informasi yang dikumpulan
timbangan digital, microtoise, dan kuesioner. dari instansi terkait meliputi daftar nama dan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah siswa, serta data Riset Kesehatan Dasar
siswa/siswa SMA Negeri 1 Demak di kelas XI (Riskesdas) provinsi Jawa Tengah mengenai
dan XII pada tahun ajaran 2021/2022 berjumlah kejadian gizi lebih pada remaja.
819 orang. Besar populasi terjangkau yaitu kelas Analisis data dilakukan secara univariat,
XI sebanyak 63 siswa dan kelas XII sebanyak 68 bivariat dan multivariat. Dalam penelitian
siswa, total keseluruhan 131 siswa. ini analisis bivariat menggunakan uji statistik
Teknik pengambilan sampel Chi-square karena jenis hipotesisnya adalah
menggunakan proportionate stratified random hipotesis komparatif yang akan menjawab
sampling dengan kriteria inklusi responden apakah terdapat hubungan antara dua variabel
meliputi responden berusia 16-18 tahun yang dengan skala pengukuran variabel kategorik dan
bersedia melakukan pengukuran antropometri tidak berpasangan. Sedangkan untuk analisis
secara self reported measurement, dalam multivariat menggunakan uji regresi logistik,
keadaan sehat jasmani dan rohani. Sedangkan karena variabel bebasnya berskala ordinal
kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu dan variabel terikatnya berskala kategorik.
responden yang mengkonsumsi obat-obatan Penelitian ini telah lolos dari uji etik dengan
tertentu, memiliki keturunan gizi lebih dari No: 268/KEPK/EC/2021 yang dikeluarkan oleh
keluarga, berhenti atau mengundurkan diri komite etik penelitian kesehatan Universitas
pada saat penelitian, responden dalam keadaan Negeri Semarang.
sakit, dan sedang melakukan program diet
khusus yang memungkinkan terjadinya Hasil dan Pembahasan
penurunan atau peningkatan berat badan. Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa
Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI persebaran untuk masing-masing strata
dan XII SMA Negeri 1 Demak yang dihitung sama besar yaitu pada kelas XI sebanyak 48
menggunakan rumus dari Slovin sehingga responden (48,5%) dan kelas XII sebanyak 51
didapatkan sampel sebanyak 99 responden responden (51,5%). Usia responden berkisar
dengan pembagian masing-masing strata yaitu antara 16-18 tahun yang mayoritas responden
48 responden untuk kelas XI dan 51 responden berusia 16 tahun sebanyak 48 responden
untuk kelas XII. (48,5%). Selain itu, sebagian besar responden
Pengambilan data menggunakan teknik berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
observasi, wawancara, dan dokumentasi. 66 responden (66,7%). Berdasarkan variabel
Sumber data dalam penelitian ini yaitu data pola makan dapat diketahui bahwa responden
primer dan data sekunder. Sumber data dengan pola makan kurang sebanyak 52
primer diperoleh secara langsung dari hasil responden (52,5%) dan responden dengan pola
pengisian kuesioner oleh responden secara makan baik sebanyak 47 responden (47,5%).
daring melalui google formulir, sedangkan data Pada variabel sedentary lifestyle dapat diketahui
mengenai status gizi lebih diterima dari hasil bahwa mayoritas responden memiliki aktivitas
penimbangan berat badan dengan bantuan sedentari yang tinggi (≥ 6 jam/hari) sebanyak
alat timbangan digital dan pengukuran tinggi 53 responden (53,5%) dan aktivitas sedentari
badan dengan bantuan alat microtoise melalui ringan (< 6 jam/hari) sebanyak 46 responden
teknik self reported measurement, teknik (46,5%). Sementara pada variabel durasi tidur
ini digunakan karena penelitian dilakukan diketahui bahwa sebagian besar responden
ditengah pandemi Covid-19. Menurut memiliki durasi tidur yang kurang (< 8 jam/
Abernethy (2015), meskipun menggunakan hari) sebanyak 56 responden (56,6%) dan
teknik self reported hasil yang diperoleh hampir responden dengan durasi tidur yang cukup (≥ 8
sama dengan pengukuran yang dilakukan jam/hari) sebanyak 43 responden (43,4%).
secara langsung oleh peneliti. Dalam penelitian Diketahui pada variabel kejadian gizi

115
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / KHubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

lebih menunjukkan bahwa sebagian besar termasuk dalam kategori gizi lebih. Penentuan
responden termasuk dalam kategori tidak status gizi lebih pada responden diukur dengan
gizi lebih sebanyak 54 responden (54,5%), metode antropometri dengan indeks IMT/U ≥
sedangkan sebanyak 45 responden (45,5%) 1 SD.

Tabel 1. Hasil Analisis Univariat


Variabel Kategori Jumlah %
Kelas XI 48 48,5
XII 51 51,5
Usia 16 tahun 48 48,5
17 tahun 43 43,4
18 tahun 8 8,1
Jenis Kelamin Laki-Laki 33 33,3
Perempuan 66 66,7
Pola Makan Baik 47 47,5
Kurang 52 52,5
Sedentary Lifestyle Ringan 46 46,5
Tinggi 53 53,5
Durasi Tidur Kurang 56 56,6
Cukup 43 43,4
Kejadian Gizi Lebih Gizi Lebih 45 45,5
Tidak Gizi Lebih 54 54,5

Pada tabel 2 diperoleh dari hasil analisis lifestyle (p value = 0,029), dan durasi tidur (p
secara bivariat menggunakan uji Chi-square value = 0,04) dengan kejadian gizi lebih pada
yang menunjukkan bahwa ada hubungan remaja.
antara pola makan (p value = 0,038), sedentary
Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat
Kejadian Gizi Lebih
Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih
Variabel Bebas N % N % RP (95% CI) p value
Pola Makan
Baik 27 60,0 20 37,0 1,66 (1,06-2,60) 0,038
Kurang 18 40,0 34 63,0
Sedentary Lifestyle
Ringan 15 33,3 31 57,4 0,57 (0,35-0,92) 0,029
Tinggi 30 66,7 23 42,6
Durasi Tidur
Kurang 31 68,9 25 46,3 1,7 (1,04-2,78) 0,04
Cukup 14 31,1 29 53,7

Analisis hubungan antara pola makan yang mengakibatkan asupan makan dalam
dengan kejadian gizi lebih pada remaja sehari akan berlebih. Semakin banyak seseorang
menggunakan uji Chi-square, didapatkan nilai dalam mengkonsumsi makanan maka terdapat
p value = 0,038 (p<0,05) sehingga Ho ditolak kecenderungan untuk mengalami gizi lebih.
dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa ada Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang
hubungan antara pola makan dengan kejadian dilakukan oleh Dewita, (2021) yang menyatakan
gizi lebih pada remaja. Pola makan remaja bahwa terdapat hubungan antara pola makan
dengan frekuensi makan > 3 kali/hari lebih dengan kejadian obesitas pada remaja di SMA
besar dari pada frekuensi makan 2 kali/hari Negeri 2 Tambang (p = 0,000). Nilai Prevalence

116
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / Hubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

Odd Ratio = 3,691, hal ini menunjukkan bahwa kejadian gizi lebih pada remaja. Sedentary
remaja yang memiliki pola makan berlebih lifestyle dan kurangnya aktivitas fisik terus
mempunyai risiko 3,691 kali lebih besar meningkat sebagai akibat adanya transisi gaya
mengalami obesitas dibandingkan dengan hidup. Kemajuan teknologi bertujuan untuk
remaja yang memiliki pola makan kurang. Hasil memudahkan semua aktivitas menjadi lebih
yang serupa juga ditunjukkan oleh penelitian cepat, namun akibatnya seseorang menjadi
Mokolensang et al. (2016), Evan et al. (2017), kurang bergerak dan dapat meningkatkan
dan Sineke et al. (2019), yang menyatakan waktu screen-time terutama pada remaja.
bahwa terdapat hubungan antara pola makan Pada penelitian ini remaja lebih sering
dengan kejadian gizi lebih pada remaja. menghabiskan waktu dengan duduk sambil
Pola makan pada remaja erat kaitannya bermain handphone, mendengarkan musik,
dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan dan menggunakan komputer atau laptop untuk
cepat saji (fast food) terutama pada masyarakat keperluan tugas. Penggunaan handphone
di daerah perkotaan. Kebiasaan mengkonsumsi juga mengakibatkan kurangnya aktivitas fisik
fast food yang mengandung tinggi kalori, lemak, karena tersedianya berbagai fitur aplikasi
garam, dan gula secara berlebihan menjadi yang dapat memudahkan penggunanya dalam
penyebab terjadinya kegemukan. Penelitian ini melakukan kegiatan sehari-hari, seperti: jasa
juga mengungkapkan bahwa remaja dengan layanan ojek online, jasa mengirimkan barang,
status gizi lebih sering mengkonsumsi makanan jasa untuk membeli makanan atau minuman,
yang digoreng seperti bakwan, mendoan, bahkan tersedia juga jasa untuk berbelanja
martabak telur, sosis dan bakso goreng. ke supermarket yang diinginkan. Sehingga
Kebiasaan inilah yang dapat meningkatkan penggunanya hanya menggunakan handphone
risiko terjadinya gizi lebih pada remaja. Hal ini dalam genggamannya untuk memenuhi semua
sesuai dengan penelitian Mukhlisa et al (2018) kebutuhan yang diperlukan. Terlebih lagi
yang menyatakan bahwa semakin banyak perubahan perilaku juga sedang terjadi saat
remaja mengonsumsi makanan ringan maka ini akibat adanya pandemi Covid-19 yang
semakin berisiko untuk mengalami status gizi mengharuskan semua aktivitas dilakukan
lebih. didalam rumah, termasuk sekolah dari
Pola makan remaja dalam rumah (school from home). Mendominasinya
mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) aktivitas yang dilakukan didalam rumah dapat
dapat dipengaruhi oleh dukungan teman berpotensi terjadinya perilaku sedentari karena
sebaya dan iklan makanan diberbagai media terbatasnya aktivitas diluar rumah.
baik media cetak maupun media elektronik. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian
Remaja menganggap bahwa mengkonsumsi yang dilakukan oleh Asnita (2020) yang
makanan cepat saji (fast food) dapat menaikkan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
status sosial dan menaikkan gengsi agar aktivitas sedentari dengan kejadian obesitas
tidak ketinggalan globalitas di antara teman pada remaja di SMU Negeri 7 Banda Aceh (p
sebayanya (Evan et al., 2017). Makanan cepat = 0,025) dengan nilai Odd Ratio = 2,567, hal
saji (fast food) tidak memberikan rasa kenyang ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki
dan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan aktivitas sedentari tinggi memiliki risiko
remaja. Makanan cepat saji dikenal dengan 2,567 kali mengalami obesitas dibandingkan
istilah junk food diartikan sebagai makanan dengan remaja yang memiliki tingkat aktivitas
sampah atau makanan tidak bergizi yang dapat sedentari yang rendah. Pada penelitian Asnita
meyebabkan terjadinya gizi lebih dan berbagai (2020), mengkategorikan sedentary lifestyle
gangguan kesehatan lainnya (Pamelia, 2018). menjadi aktivitas sedentari tinggi > 2 jam/
Analisis hubungan antara sedentary hari dan aktivitas sedentari rendah < 2 jam/
lifestyle dengan kejadian gizi lebih pada remaja hari, berbeda halnya dengan penelitian ini
menggunakan uji Chi-square, didapatkan nilai yang mengkategorikan sedentary lifestyle
p value = 0,029 (p<0,05) sehingga Ho ditolak menjadi aktivitas sedentari tinggi ≥ 6 jam/hari
dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa ada dan aktivitas sedentari ringan < 6 jam/hari.
hubungan antara sedentary lifestyle dengan Hasil yang serupa juga ditunjukkan dengan

117
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / KHubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

penelitian yang dilakukan oleh Saputri et al. malam sehingga sulit untuk tidur kembali.
(2019), Hartaningrum at al. (2020), dan Sumilat Durasi tidur yang pendek dapat memberikan
& Fayasari (2020), yang menyatakan bahwa peluang peningkatan asupan kalori dan
terdapat hubungan antara sedentary lifestyle berkurangnya aktivitas fisik karena sebagian
dengan kejadian gizi lebih. besar waktunya dihabiskan dalam kegiatan
Aktivitas sedentari yang terlalu lama tidak aktif (sedentary lifestyle) seperti duduk
mengakibatkan ketidakseimbangan energi, hal sambil bermain handphone dan mendengarkan
ini dikarenakan masukan energi dalam tubuh musik diikuti dengan kebiasan ngemil atau
lebih besar dibandingkan dengan keluaran makan snack. Hal ini dapat mengakibatkan
energi sehingga berdampak pada status gizi terjadinya gizi lebih pada remaja.
lebih. Obesitas dapat menimbulkan efek Hal ini berarti bahwa ada hubungan
negatif terhadap psikososial yang berakibat antara durasi tidur dengan kejadian gizi lebih
pada rasa rendah diri, depresi dan menarik diri pada remaja. Hasil tersebut sejalan dengan
dari lingkungan (Setyo et al., 2015). Menurut penelitian yang dilakukan Nugraha et al.
hasil penelitian Sumilat & Fayasari (2020), (2019), yang menyatakan bahwa remaja yang
menunjukkan bahwa aktivitas sedentari mempunyai durasi tidur pendek berisiko 3 kali
didominasi oleh kegiatan berbasis layar dan lebih besar mengalami obesitas dibandingkan
duduk. Hal ini dimungkinkan karena kegiatan dengan remaja yang mempunyai durasi tidur
berbasis baca sudah lama ditinggalkan dan yang panjang (p value = 0,038). Hasil yang
digantikan dengan teknologi berbasis layar sejalan juga ditunjukkan oleh penelitian yang
yaitu laptop maupun gadget. Peningkatan dilakukan oleh Manja et al. (2020), yang
gaya hidup sedentari yang disebabkan karena menyatakan bahwa ada hubungan antara
rendahnya aktivitas fisik menjadi risiko lama tidur dengan kejadian obesitas (p value
terjadinya gizi lebih pada remaja. = 0,003, OR = 3,104, 95% CI = 1,391-6,927).
Analisis hubungan antara durasi tidur Hasil ini sesuai dengan penelitian di Italia yang
dengan kejadian gizi lebih pada remaja menyatakan bahwa durasi tidur yang pendek
menggunakan uji Chi-square, didapatkan berhubungan dengan peningkatan IMT dan
nilai p value = 0,04 (p<0,05) sehingga Ho massa lemak tubuh pada remaja (Ferranti et al.,
ditolak dan Ha diterima. Remaja merupakan 2016).
masa peralihan dari masa anak-anak menuju Durasi tidur yang pendek dapat
dewasa. Dalam masa peralihan ini tentunya meningkatkan rasa lapar, meningkatkan
diiringi perubahan jadwal dan aktivitas kesempatan untuk makan, terjadinya perubahan
kegiatan. Beberapa diantaranya tugas sekolah termoregulasi dan meningkatkan kelelahan
yang mulai padat dikarenakan selama pandemi (Ramadhaniah et al., 2014). Kurangnya durasi
Covid-19 sekolah dilakukan dari rumah. Hal tidur (2-4 jam/hari) dapat mengakibatkan
ini yang mengakibatkan remaja cepat merasa kehilangan 18% leptin dan meningkatkan 28%
jenuh dan bosan, sehingga membuat remaja ghrelin yang dapat menyebabkan bertambahnya
suka mencari hiburan dengan melakukan nafsu makan kira-kira 23-24% (Afriani et al.,
berbagai aktivitas sedentari. Salah satunya 2019). Remaja yang tidur selama 4 jam/hari
menggunakan handphone hingga berjam-jam mempunyai rasa lapar dan nafsu makan yang
sampai larut malam yang berakibat pada durasi lebih tinggi dibandingkan remaja yang tidur
tidur menjadi berkurang. selama 10 jam/hari (Ramadhaniah et al., 2014).
Berdasarkan National Sleep Foundation, Salah satu mekanisme durasi tidur pendek yang
remaja membutuhkan durasi tidur sekitar 8-10 dapat mempengaruhi kenaikan berat badan
jam setiap malamnya (Hirshkowitz et al., 2015). adalah dengan meningkatnya asupan energi.
Remaja dengan gizi lebih memiliki kebiasaan Pengurangan durasi tidur dapat meningkatkan
tidur setelah jam 10 malam dan bangun pagi asupan yang berlebih sebesar > 250 kkal/hari
sebelum jam 5, kondisi ini mengakibatkan (Marfuah et al., 2013). Durasi tidur yang cukup
remaja memiliki durasi tidur yang kurang. Hal diperlukan tubuh untuk proses recovery dan
ini dikarenakan adanya masalah gangguan tidur melakukan pengaturan sistem metabolisme
yang menyebabkan sering terbangun ditengah dengan meregenerasi atau mengganti sel-sel

118
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / Hubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

yang rusak pada waktu tidur karena pada saat remaja yang memiliki pola makan yang kurang
itu tubuh beristirahat yang pada akhirnya dapat beragam. Nilai OR untuk variabel sedentary
mencegah peningkatan indeks massa tubuh. lifestyle adalah 0,315, artinya remaja dengan
Pada tabel 3 diperoleh dari hasil analisis sedentary lifestyle yang tinggi (≥ 6 jam/hari)
secara multivariat menggunakan uji regresi memiliki risiko sebesar 0,315 kali lebih besar
logistik diketahui bahwa variabel pola makan, mengalami kejadian gizi lebih dibandingkan
sedentary lifestyle, dan durasi tidur memiliki remaja dengan sedentary lifestyle yang ringan
nilai p berturut-turut 0,009; 0,015; dan 0,125. (< 6 jam/hari). Nilai OR untuk variabel durasi
Nilai OR untuk variabel pola makan adalah tidur adalah 2,004, artinya remaja dengan
3,391, artinya remaja yang memiliki pola durasi tidur yang kurang (< 8 jam/hari) berisiko
makan baik yaitu mengkonsumi bahan pangan sebesar 2,004 kali lebih besar mengalami
yang lebih beragam berisiko 3,391 kali lebih kejadian gizi lebih dibandingkan remaja dengan
besar mengalami kejadian gizi lebih daripada durasi tidur yang cukup (≥ 8 jam/hari).

Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat


Variabel Bebas B Wald p OR 95% CI for EXP(B)
Lower Upper
Pola Makan 1,221 6,834 0,009 3,391 1,357 8,470
Sedentary Lifestyle -1,156 5,860 0,015 0,315 0,123 0,802
Durasi Tidur 0,695 2,348 0,125 2,004 0,824 4,876
Contant -0,652 2,116 0,146 0,521

Dari ketiga variabel tersebut, variabel Universal Journal of Psychology, 3(1), 22–27.
yang memiliki kontribusi terkuat untuk https://doi.org/10.13189/ujp.2015.030104
menduga kejadian gizi lebih pada remaja adalah Adesola, O. A., Ayodeji, R. M., Akorede, Q. J.,
pola makan. Hal ini dikarenakan variabel pola & Oluranti, O. (2014). Breakfast Habit
and Nutritional Status of Undergraduates
makan memiliki nilai p yang paling kecil atau
in Ekiti State, Nigeria. Science Journal of
nilai Wald yang paling besar. Public Health, 2(4), 252–256. https://doi.
org/10.11648/j.sjph.20140204.11
Kesimpulan Afriani, A. E., Margawati, A., & Dieny, F. F. (2019).
Kejadian gizi lebih pada remaja masih Tingkat Stres, Durasi dan Kualitas Tidur, serta
menjadi masalah gizi yang mengancam Sindrom Makan Malam Pada Mahasiswi
kesehatan masyarakat dan belum teratasi Obesitas dan Non Obesitas Fakultas
secara signifikan. Berdasarkan hasil penelitian Kedokteran. Sport and Nutrition Journal,
menunjukkan bahwa ada hubungan antara 1(2), 63–73. https://doi.org/10.15294/spnj.
v1i2.35014
pola makan, sedentary lifestyle, dan durasi
Al-Hazzaa, H. M., Abahussain, N. A., Al-Sobayel, H.
tidur dengan kejadian gizi lebih pada remaja. I., Qahwaji, D. M., & Musaiger, A. O. (2012).
Maka diharapkan remaja dapat menjaga Lifestyle Factors Associated with Overweight
pola makan seimbang, melakukan aktivitas and Obesity Among Saudi Adolescents.
fisik, mengurangi perilaku sedentari dengan BMC Public Health, 12(1), 2-11. https://doi.
membatasi penggunaan smartphone, dan org/10.1186/1471-2458-12-354
memperhatikan waktu tidur agar tidak kurang Al Rahmad, A. H. (2019). Sedentari Sebagai Faktor
dari 8 jam/hari. Selain itu sangat penting Kelebihan Berat Badan Remaja. Jurnal
dilakukan upaya secara promotif kepada Vokasi Kesehatan, 5(1), 16-21. https://doi.
remaja di SMA mengenai bahaya dan dampak org/10.30602/jvk.v5i1.163
Angels, M. R. (2014). Gambaran Durasi Tidur Pada
gizi lebih.
Remaja Dengan Kelebihan Berat Badan.
Jurnal E-Biomedik, 1(2), 849–853. https://
Daftar Pustaka doi.org/10.35790/ebm.1.2.2013.3246
Abernethy, M. (2015). Self-reports and Observer Arundhana, A. I., Hadi, H., & Julia, M. (2016).
Reports as Data Generation Methods : An Perilaku sedentari sebagai faktor risiko
Assessment of Issues of Both Methods. kejadian obesitas pada anak sekolah dasar

119
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / KHubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Overweight Dan Obesitas Pada Remaja
Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian Putri Di Sma Negeri 11 Makassar. Jurnal
Journal of Nutrition and Dietetics), 1(2), 71- Komunitas Kesehatan Masyarakat, 1(1), 1–6.
80. https://doi.org/10.21927/ijnd.2013.1(2). https://doi.org/10.36090/jkkm.v1i1.240
Asnita, Y. (2020). Pengaruh Pola Konsumsi Makanan Hartaningrum, P. I., Sutiari, N. K., Kurniati, D. P.
Jananan dan Gaya Hidup Sedentari Terhadap Y., & Susanto, V. (2020). Korelasi Sedentary
Kejadian Obesitas Pada Remaja di SMUN 7 Lifestyle, Durasi Tidur dan Asupan Gizi
Banda Aceh. Skripsi. Medan: Universitas dengan Status Gizi Remaja. Jurnal Penelitian
Sumatera Utara. Dan Kajian Ilmiah Kesehatan, 6(2), 128–142.
Costigan, S. A., Barnett, L., Plotnikoff, R. C., & Lubans, Hirshkowitz, M., Whiton, K., Albert, S. M., Alessi, C.,
D. R. (2013). The health indicators associated Bruni, O., DonCarlos, L., … Adams Hillard,
with screen-based sedentary behavior among P. J. (2015). National Sleep Foundation’s
adolescent girls: A systematic review. Journal Sleep Time Duration Recommendations:
of Adolescent Health, 52(4), 382–392. https:// Methodology and Results Summary. Sleep
doi.org/10.1016/j.jadohealth.2012.07.018 Health, 1(1), 40–43. https://doi.org/10.1016/j.
D’Addesa, D., D’Addezio, L., Martone, D., Censi, sleh.2014.12.010
L., Scanu, A., Cairella, G., Spagnolo, A., Katzmarzyk, P. T., & Lee, I. (2012). Sedentary
Menghetti, E. (2010). Dietary Intake and Behaviour and Life Expectancy in the
Physical Activity of Normal Weight and USA : a cause-deleted life table analysis.
Overweight/Obese Adolescents. International BMJ Open. 1–8. https://doi.org/10.1136/
Journal of Pediatrics, 2010(May), 1–9. https:// bmjopen-2012-000828
doi.org/10.1155/2010/785649 Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan
Damayanti, R. E., Sumarmi, S., & Mundiastuti, L. Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian
(2019). Hubungan Durasi Tidur dengan dan Pengembangan Kesehatan.
Kejadian Overweight dan Obesitas pada Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama
Tenaga Kependidikan di Lingkungan Kampus Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta:
C Universitas Airlangga . Amerta Nutrition, Badan Penelitian dan Pengembangan
3(2), 89–93. https://doi.org/10.2473/amnt. Kesehatan.
v3i2.2019.89-93 Kementerian Kesehatan RI. (2018). Laporan
Dewita, E. (2021). Hubungan Antara Pola Makan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.
Dengan Kejadian Obesitas Pada Mahasiswa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Jurnal Kesehatan Tambusai, 2(1), 595–606. Kesehatan.
Evan, Wiyono, J., & Candrawati, E. (2017). Kementerian Kesehatan RI. (2018). Laporan
Hubungan Antara Pola Makan Dengan Provinsi Jawa Tengah Riset Kesehatan Dasar
Kejadian Obesitas Pada Mahasiswa Di Tahun 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Pengembangan Kesehatan.
Nursing News : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Mandriyarini, R., Sulchan, M., & Nissa, C. (2017).
Keperawatan, 2(3), 708–717. Sedentary Lifestyle Sebagai Faktor Risiko
Ferranti, R., Marventano, S., Castellano, S., Kejadian Obesitas Pada Remaja SMA Stunted
Giogianni, G., Nolfo, F., Rametta, S., di Kota Semarang. Journal of Nutrition
Matalone, M., Mistretta, A. (2016). Sleep College, 6(2), 149-155.
Quality and Duration is Related with Diet and Manja, P., Marlenywati, & Mardjan. (2020).
Obesity in Young Adolescent Living in Sicily, Hubungan Antara Konsumsi Kafein, Screen
Southern Italy. Sleep Science, 9(2), 117–122. Time , Lama Tidur, Kebiasaan Olahraga
https://doi.org/10.1016/j.slsci.2016.04.003 dengan Obesitas pada Mahasiswa Fakultas
Guo, X., Zheng, L., Li, Y., Yu, S., Sun, G., Yang, Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
H., Zhou, X., Zhang, X., Sun, Y. (2012). Pontianak. Jurnal Mahasiswa Dan Penelitian
Differences in Lifestyle Behaviors, Dietary Kesehatan, 7(1), 1–9.
Habits, and Familial Factors Among Normal- Marfuah, D., & Hadi, H. (2013). Durasi dan Kualitas
Weight, Overweight, and Obese Chinese Tidur Hubungannya Dengan Obesitas Pada
Children and Adolescents. International Anak Sekolah Dasar Di Kota Yogyakarta
Journal of Behavioral Nutrition and Physical dan Kabupaten Bantul. Gizi Dan Dietetik
Activity, 9, 1–9. https://doi.org/10.1186/1479- Indonesia, 1(2), 93–101.
5868-9-120 Meidiana, R., Simbolon, D., & Wahyudi, A. (2018).
Hamalding, H., Risna, R., & Susanti, S. R. Pengaruh Edukasi Melalui Media Audio
(2019). Hubungan Gaya Hidup Terhadap Visual Terhadap Pengetahuan dan Sikap

120
Alfi Nur Baeti, Evi Widowati / Hubungan Pola Makan / IJPHN (2) (1) (2022)

Remaja Overweight. Jurnal Kesehatan, Rahma, E. N., & Wirjatmadi, B. (2020). Hubungan
9(3), 478-484. https://doi.org/10.26630/ antara Aktivitas Fisik dan Aktivitas Sedentari
jk.v9i3.961 dengan Status Gizi Lebih pada Anak Sekolah
Mitchell, J. A., Rodriguez, D., Schmitz, K. H., Dasar. Amerta Nutrition, 4(1), 79. https://doi.
& Audrain-McGovern, J. (2013). Sleep org/10.20473/amnt.v4i1.2020.79-84
Duration and Adolescent Obesity. Pediatrics, Ramadhaniah, R., Julia, M., & Huriyati, E. (2014).
131(5). https://doi.org/10.1542/peds.2012- Durasi Tidur, Asupan Energi, dan Aktivitas
2368 Fisik dengan Kejadian Obesitas Pada
Mokolensang, O. G., Manampiring, A. E., & Tenaga Kesehatan Puskesmas. Jurnal Gizi
Fatimawali. (2016). Hubungan Pola Makan Klinik Indonesia, 11(2), 85-96. https://doi.
dan Obesitas Pada Remaja di Kota Bitung. org/10.22146/ijcn.19011
Jurnal e-Biomedik, 4(1), 128-135. Rosida, H., & Adi, A. C. (2018). Hubungan
Mukhlisa, W. N. I., Rahayu, L. S., & Furqan, M. Kebiasaan Sarapan, Tingkat Kecukupan
(2018). Asupan Energi dan Konsumsi Energi Dan Gizi Makro Dengan Status Gizi
Makanan. Argipa, 3(2), 59–66. Retrieved Pada Siswa Pondok Pesantren Al-Fattah
from https://journal.uhamka.ac.id/index. Buduran, Sidoarjo. Media Gizi Indonesia,
php/argipa/article/download/944/1023 12(2), 116-122. https://doi.org/10.20473/
Mushtaq, M. U., Gull, S., Mushtaq, K., Shahid, U., mgi.v12i2.116-122
Shad, M. A., & Akram, J. (2011). Dietary Saputri, Y. V. S., Setyawan, H., Wuryanto, M. A.,
Behaviors, Physical Activity and Sedentary & Udiyono, A. (2019). Analisis Analisis
Lifestyle Associated with Overweight and Hubungan Antara Sedentary Lifestyle
Obesity, and Their Socio-Demographic Dengan Kejadian Obesitas Pada Usia Sekolah
Correlates, Among Pakistani Primary School Dasar Kelas 4-6 (Studi Di Kota Salatiga).
Children. International Journal of Behavioral Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal),
Nutrition and Physical Activity, 8(1), 130. 7(1), 236–245.
https://doi.org/10.1186/1479-5868-8-130 Setyo, I., Setyoadi, & Novitasari, T. (2015). (Sedentary
Nugraha, A. W., Sartono, A., & Handarsari, E. Behaviour) Dengan Obesitas Pada Anak Usia
(2019). Konsumsi Fast Food dan Kuantitas 9-11 Tahun di SD Negeri Beji 02 Kabupaten
Tidur Sebagai Faktor Risiko Obesitas Siswa Tulungagung. Ilmu Keperawatan, 3(2), 155–
SMA Institut Indonesia Semarang. Jurnal 167.
Gizi, 8(1), 10–17. Sineke, J., Kawulusan, M., Purba, R. B., & Dolang, A.
Pamelia, I. (2018). Perilaku Konsumsi Makanan (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi
Cepat Saji Pada Remaja dan Dampaknya Bagi Dan Pola Makan Dengan Kejadian Obesitas
Kesehatan Fast Food Consumption Behavior Pada Siswa Smk Negeri 1 Biaro. Jurnal
in Adolescent and ITS Impact for Health. GIZIDO, 11(01), 28–35.
Jurnal IKESMA, 14, 144–153. Retrieved from Sumilat, D. D., & Fayasari, A. (2020). Hubungan
http://jurnal.fk.unand.ac.id Aktivitas Sedentari dengan Kejadian Gizi
Pramudita, S. R., & Nadhiroh, S. R. (2017). Lebih Pada Mahasiswa Universitas Nasional.
Gambaran Aktivitas Sedentari dan Tingkat Jurnal Pangan Kesehatan Dan Gizi, 1(1),
Kecukupan Gizi Pada Remaja Gizi Lebih dan 1–10.
Gizi Normal. Media Gizi Indonesia, 12(1), Syamsoedin, W., Bidjuni, H., & Wowiling, F. (2015).
1-6. Hubungan Durasi Penggunaan Media Sosial
Putra, W. N. (2017). Hubungan Pola Makan, Dengan Kejadian Insomnia Pada Remaja Di
Aktivitas Fisik Dan Aktivitas Sedentari Sma Negeri 9 Manado. Jurnal Keperawatan
Dengan Overweight Di Sma Negeri 5 UNSRAT, 3(1), 113617.
Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi, WHO. (2016). Obesity and Overweight. WHO
5(3), 298–310. https://doi.org/10.20473/jbe. technical report series. https://www.who.int/
v5i3.2017. news-room/fact-sheets/detail/obesity-and-
overweight

121

Anda mungkin juga menyukai