Anda di halaman 1dari 10

Serambi Saintia Volume IX, No.

1, April 2021 pISSN 2337 – 9952


Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

Kejadian Obesitas Pasien Puskesmas Kuta Baro


Kabupaten Aceh Besar
Aris Winandar, Riski Muhammad, Sri Nurlisa

Universitas Serambi Mekkah


Email : ariswinandar@serambimekkah.ac.id

ABSTRAK

Berdasarkan wawancara awal yang peneliti lakukan pada 10 pada pasien yang
berkunjung ke Puskesmas yang memiliki obesitas, 7 orang mengatakan hal
tersebut dianggap biasa dikarenakan tidak sempat mereka untuk olah raga,
kurangnya kontrol dalam mengkonsumsi makanan dan didukung oleh
kemampuan daya beli yang mereka miliki, namun 3 orang mengatakan mereka
kurang nyaman dan ingin menurunkannya namun terkendala pada waktu yang
sibuk. Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui faktor pengaruh kejadian
obesitas pada pasien yang berkunjung di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh
Besar. Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan desain cross
sectional. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square bahwa
ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas (p-value = 0,119>
0,05.), ada hubungan antara konsumsi fast food dengan kejadian obesitas (p-value
= 0,041 < 0,05) ada hubungan antara genetik dengan kejadian obesitas. (p-value
= 0,032 < 0,05). Agar responden mengatur pola makan dan aktivitas fisik sehari-
hari yang dapat menjadi langkah preventif dalam kejadian obesitas meskipun
dalam penelitian ini hanya kuantitas mengonsumsi fast food yang berpengaruh.
Sehingga perlu edukasi pada kalangan masyarakat untuk menghindari faktor
risiko obesitas terutama edukasi tentang pola hidup yang sehat
Kata kunci : obesitas, Pasien

PENDAHULUAN
Berkembangnya zaman serta perubahan tren dan pola hidup
yang kurang sehat, saat ini banyak sekali jumlah masyarakat yang menderita
obesitas. Obesitas dianggap sebagai sinyal pertama munculnya kelompok
penyakit–penyakit non infeksi (Non Communicable Diseases) yang banyak
terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Fenomena ini sering
diberi nama “New World Syndrome” atau sindroma dunia baru dan hal ini
telah menimbulkan beban sosial–ekonomi serta kesehatan masyarakat yang
sangat besar di negara–negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia
(WHO, 2015)
Pada negara Australia Utara ditemukan bahwa pada anak usia 5-17 tahun
cenderung obesitas yang tampak pada kebiasaan aktivitas fisik yang kurang yang akan
menurunkan jumlah energi yang keluar (total energy expenditure / TEE). Suryaputra
dan Nadhiroh menemukan hal yang sama pada remaja di Surabaya. Sebagian besar
kelompok obesitas memiliki aktivitas fisik yang ringan dibanding kelompok yang tidak.
(Dewi, 2013)
61
Aris Winandar, dkk.

Di Indonesia, masalah obesitas pada kelompok umur 5-12 tahun


tergolong tinggi yaitu 18,8%. Kemudian pada kelompok umur 13-15 tahun
prevalensi obesitas sebesar 10,8%. Selanjutnya pada kelompok umur 16-18
tahun prevalensi obesitas sebesar 7,3%,, pada kelompok umur diatas 18
tahun sebesar 15,4% , pada kelompuk remaja umur 18-21 tahun sebesar 23,4% dan
pada dewasa diatas 22 tahun yakni sebesar 16,7% (Rikesdas, 2013).
Disamping itu obesitas merupakan salah satu permasalahan gizi.
Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013,
prevalensi obesitas pada penduduk berusia ≥18 tahun berdasarkan Indeks
Massa Tubuh (IMT) adalah 15,4%. Prevalensi penduduk laki-laki dewasa
obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, lebih tinggi dari tahun 2007
(13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Pada tahun 2013, prevalensi obesitas
perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik 18,1 persen dari tahun
2007 (13,9%) dan 17,5 persen dari tahun 2010 (15,5%) (Kemenkes, 2013).
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran
berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Obesitas digolongkan
menjadi 3 kelompok: Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%, Obesitas
sedang : kelebihan berat badan 41-100%, Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%
(Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk)
(Riskesdas, 2013).
Lingkungan dalam permasalahan mengenai obesitas dan overweight tersebut,
dapat dilihat dari lingkungan keluarga yang memiliki gaya konsumsi makanan tanpa
kontrol yang berisiko terhadap obesitas, serta ditambah lagi lingkungan sekolah yang
sering terlepas dari pantauan orang tua terhadap tingkat konsumsi asupan kalori yang
ditunjang lagi dengan kemampuan daya beli (Rina, 2013)
Berbagai penelitian menunjukan bahwa lingkungan mempengaruhi kejadian
obesitas sebesar 70% dan genetik sebesar 30%. Interaksi tersebut menjadi dasar
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar yang akan
meningkatkan jaringan adiposa. Hampir tidak ada kejadian overweight dan obesitas
yang hanya disebabkan oleh kelebihan makan (overeating) melainkan interaksi yang
kompleks dari faktor lingkungan dan genetik. Salah satu faktor lingkungan tersebut
adalah aktivitas fisik. Di beberapa negara, aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor
utama penyebab overweight dan obesitas. Obeservasi Valery, (Ainur, 2009).
Selain itu, rendahnya konsumsi serat diyakini sebagai pencetus obesitas
Makanan dengan kandungan serat biasanya mengandung kalori, gula dan lemak yang
rendah serta mempunyai kemampuan menahan air dan memberikan rasa kenyang lebih
lama sehingga mencegah konsumsi yang berlebihan. Pengaruh tidak langsung seperti
kurangnya berolah raga juga akan meningkatkan perilaku yang menyebaban obesitas
(Ni Putu, 2016).
Berdasarkan Riskesdas (2018) disebutkan bahwa masih banyak
penduduk yang tidak cukup mengonsumsi sayuran dan buah-buahan6.
dan menyebutkan sebanyak 93,5% penduduk usia > 10 tahun mengkonsumsi sayuran
dan buah-buahan di bawah anjuran. Menurut Buku Panduan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (GERMAS) bahwa anjuran konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk
remaja adalah 400-600 gram per hari untuk tiap individu, yang mana duapertiga dari

62
Serambi Saintia Volume IX, No.1, April 2021 pISSN 2337 – 9952
Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

porsi anjuran konsumsi sayuran dan buah adalah porsi


sayur (Budiyati, 2011)
Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa, prevalensi gizi lebih
secara nasional pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10,8%,
terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas. Prevalensi gizi lebih
pada remaja umur 16-18 tahun mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2010
sebesar 1,4% menjadi 7,3% pada tahun 2013, pada usia dewasa umur 18-35 tahun
mengalami peningkatan sebesar 2,3 menjadi 5,2% pada tahun 2014. Berdasarkan data
Riskesdas 2015, kejadian Overweight di Provinsi Aceh Khususnya pada remaja usia 15
tahun keatas mencapai 18,4%.
Berdasarkan Riskesdas Provinsi Aceh Tahun (2018) proporsi penduduk umur
≥10 tahun sesuai jenis aktivitas fisik menunjukkan Aceh besar memiliki proporsi
terendah aktivitas fisik kategori aktif sebesar 19,4% dan proporsi tertinggi aktivitas
fisik kategori kurang aktifsebesar 80,6% dibandingkan kabupaten lainnya.
Disamping itu angka prevalensi obesitas pada usia 13-18 tahun di Aceh Besar
sebesar 1,3% dari penduduk usia tersebut. Wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro
termasuk dalam angka prevalensi obesitas lebih tinggi daripada angka prevalensi
obesitas pada wilayah kerja puskesmas lainnya, yaitu pada tahun 2014 sebesar 2,7%
serta bahwa kejadian obesitas pada tahun 2015 sebesar 29,17% pada tahun 2016
sebesar 56,52% anak obesitas sering mengonsumsi fast food pada tahun 2017 sebesar
31,25% anak obesitas melakukan aktivitas fisik ringan pada tahun 2018 sebesar 43,18%
anak obesitas mempunyai tingkat kecukupan energi lebih pada tahun 2019 sebesar
64,71% anak obesitas memiliki orang tua yang keduanya kegemukan (Dewi, 2013)
Damapak Obesitas pada anak akan menimbulkan berbagai keluhan dan
gangguan penyakit. Pada umumnya, gangguan kesehatan yang terjadi pada anak
obesitas adalah gangguan secara klinis mental dan sosial. Terdapat banyak gangguan
klinis yang ditimbulkan akibat obesitas anatra lain kencig manis (diabetes mellitus tipe
II ) asma bronkhiale hipertensi sleep apnea dan gangguan tulang sendi ( Nabila, 2015)
Menurut Soetjiningsi (2006), beberapa komplikasi yang ditimbulkan oleh
obesitas pada remaja adalah gangguan pernafasan gangguan tidur gangguan kulit,
ortopedi hipertensi penyakit jantung coroner diabetes maturitas seksual lebih awal
menstruasi tidak teratur sindroma pickwikian (obesitas disertai wajah kemerahan
underventilasi dan ngantuk) gangguan psikologi.
Berdasarkan survei pendahuluan awal penelitian melihat mayoritas fisik pasien
yang berkinjung ke puskesmas Kuta Baro menunjukkan bobot tubuh yang lebih atau
dengan kata lain gemuk hal tersebut didukung lagi dengan mayoritas dalam pemilihan
makanan menyukai jajaran fas food dan hal tersebut dipengaruhi juga dipengaruhi juga
oleh kemampuan daya beli.
Berdasarkan laporan Dinas kesehatan Banda Aceh tahun 2016 prevalensi berat
badan lebih (overweight) dan obesitas pada umur diatas 15 tahun di kota Banda Aceh
sebesar 12,5% dan 12,1% dengan prevalensi provinsi sebesar 10,,8% dan 9,9%.
Overweight dan dipengaruhi oleh bayak faktor termasuk sosial budaya, lingkungan
genetik dan kebiasaan (Dinkes Aceh, 2015).
.Hasil wawancara awal kepada 10 responden yang mengalami obesitas.
Diketahui 8 orang terjadinya obesitas dikarenakan adanya faktor keturunan selanjutnya
responden juga sering mengakonsumsi fast food dan kurang memperhatikan pola
63
Aris Winandar, dkk.

makan, tangka asupan gizi, tingkat aktivitas fisik yang bias membakar kalori didalam
tubuh. Ketiganya menjadi faktor risiko terjadinya obesitas.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional. Penelitian
diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan rancangan
penelitian cross sectional yang bertujuan menjelaskan berbagai faktor – faktor yang
mempengaruhi kejadian obesitas pada Di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2020.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Pasein yang berkunjung Di
Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2019 sebanyak 86 orang
berdasarkan data kunjungan dari Puskesmas Kuta Baro. Sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari
anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili
populasinya. sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Selanjutnya
sampel ini diambil menggunakan tekhnik yang total sampling. Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu :
1. Data primer melalui wawancara dan observasi langsung dengan
menggunakan kuesioner yang telah di adopsi dari skripsi yang tahun lalu.
2. Data sekunder yaitu dengan cara memperoleh data dari studi dokumentasi
nama responden melalui arsip data, sedangkan tehnik pengumpulan data dilakukan
dengan membagikan kuesioner kepada responden dengan terlebih dahulu meminta
persetujuan responden untuk dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini.
Langkah selanjutnya adalah mengolah data sedemikian rupa dengan menggunakan
program komputer tertentu sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki, mengemukakan
bahwa langkah-langkah pengolahan data meliputi editing, coding, processing, cleaning,
dan tabulating. Data dianalisis dengan analisis univariat dan multivariate.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisa univariat
1. Obesitas
Hasil penelitian tentang distribusi responden berdasarkan tingkat obesitas di
Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Obesitas Di Puskesmas Kuta
Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020
No. Obesitas Frekuensi %
1. Obesitas tingkat I 55 64,0
2. Obesitas tingkat II 21 24,4
3 Obesitas tingkat III 10 11,6
Jumlah 86 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2020)
Tabel 1 Menunjukkan bahwa dari 86 responden sebagian besar responden 55 orang
(64,0%) mengalami obesitas tingkat I.

2. Aktifitas fisik
Hasil penelitian tentang distribusi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik pada
pasien di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar ditunjukkan dalam Tabel 2.
64
Serambi Saintia Volume IX, No.1, April 2021 pISSN 2337 – 9952
Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik pada pasien Di


Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020
No. Aktifitas fisik Frekuensi %
1. Ringan 48 55,8
2. Sedang 38 44,2
Jumlah 86 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2020)
Tabel 2 Menunjukkan bahwa dari 86 responden sebagian besar responden 48 orang
(55,8%) dengan aktifitas sedang.

3. Konsumsi fast food


Hasil penelitian tentang distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Fastfood
pada pasien di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar ditunjukkan dalam Tabel
3.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Fastfood Di Puskesmas
Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020
No. Konsumsi fastfood Frekuensi %
1. > 2 kali pe minggu 34 39,5
2. < 2 kali per minggu 52 60,5
Jumlah 86 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2020)
Tabel 3. Menunjukkan bahwa dari 86 responden sebagian besar responden 52 orang
(60,5%) dengan konsumsi fastfood dibawah dua kali per minggu.

4. Genetik
Hasil penelitian tentang distribusi Responden Berdasarkan Genetik pada pasien
di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar ditunjukkan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Genetik Di Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020
No. Genetik Frekuensi %
1. Memiliki riwayat 50 58,1
2. Tidak memiliki riwayat 36 41,9
Jumlah 86 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2020)
Tabel 4. Menunjukkan bahwa dari 86 responden sebagian besar responden 50 orang
(58,1%) dengan genetik yang memiliki riwayat.

Analisis Bivariat
1. Hubungan aktifitas fisik dengan kejadian obesitas
Hasil analisis bivariate tentang Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Kejadian
Obesitas Di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar ditunjukkan dalam Tabel 5.

65
Aris Winandar, dkk.

Tabel 5. Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas Di Puskesmas


Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020
Obesitas
Aktifitas Obesitas Obesitas Obesitas Total α P
fisik tingkat I tingkat II tingkat III value
N % n % n % N %
Ringan 28 73,6 8 21,0 2 5,2 38 100
Sedang 26 54,1 14 29,1 8 16,6 48 100 0,05 0,119
Jumlah 55 62,7 21 25,5 10 11,6 86 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2020)
Tabel 5. Menunjukkan bahwa dari 86 responden yang mengalami obesitas
ternyata 38 responden yang aktifitas fisiknya ringan sebanyak 28 responden (73,6%)
yang mengalami obesitas tingkat I, sedangkan dari 48 responden yang aktifitas fisiknya
sedang sebanyak 26 responden (54,1%) yang mengalami obesitas tingkat I.
Berdasarakan tabel di atas terlihat hasil uji person chi-square mempunyai nilai
signifikan (p-value) = 0,119<0,05, yang artinya Ho ditolak dimana ada hubungan
aktifitas fisik dengan kejadian obesitas.

2. Hubungan fastfood dengan kejadian obesitas


Hasil analisis bivariate tentang Hubungan fastfood dengan Kejadian Obesitas Di
Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar ditunjukkan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Hubungan Fastfood Dengan Kejadian Obesitas Di Puskesmas Kuta
Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020
Obesitas
Obesitas Obesitas Obesitas Total α P
Fastfood
tingkat I tingkat II tingkat III value
N % n % n % N %
> 2x per-
16 47,1 13 38,2 5 14,7 34 100
minggu 0,05
< 2x per- 0,025
39 75,0 8 15,4 5 9,6 52 100
minggu
Jumlah 55 64,0 21 24,4 10 11,6 86 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2020)

Tabel 6 Menunjukkan bahwa dari 86 responden yang mengalami obesitas


ternyata 52 responden yang fastfood < 2x per-minggu sebanyak 39 responden (75,0%)
yang mengalami obesitas tingkat I, sedangkan dari 34 responden yang fastfood > 2x
per-minggu sebanyak 16 responden (47,1%) yang mengalami obesitas tingkat I.
Berdasarakan tabel di atas terlihat hasil uji person chi-square mempunyai
nilai signifikan (p-value) = 0,025<0,05, yang artinya Ho ditolak dimana ada hubungan
fastfood dengan kejadian obesitas.

3. Hubungan genetik dengan kejadian obesitas


Hasil analisis bivariate tentang Hubungan Genetik Dengan Kejadian Obesitas
Di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar ditunjukkan dalam Tabel 7.

66
Serambi Saintia Volume IX, No.1, April 2021 pISSN 2337 – 9952
Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

Tabel 7. Hubungan Genetik Dengan Kejadian Obesitas Di Puskesmas Kuta


Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020
Obesitas
Obesitas Obesitas Obesitas Total α P
Genetik
tingkat I tingkat II tingkat III value
N % n % n % N %
Memiliki
35 70,0 13 26,0 2 4,0 50 100
riwayat 0,05
Tidak memiliki 0,034
20 55,6 8 22,2 8 22,2 36 100
riwayat
Jumlah 55 64,0 21 24,4 10 11,6 86 100
Sumber: Data primer (diolah tahun 2020)
Tabel 7 Menunjukkan bahwa dari 86 responden yang mengalami obesitas
ternyata 50 responden yang genetiknya memiliki riwayat sebanyak 35 responden
(70,0%) yang mengalami obesitas tingkat I, sedangkan dari 36 responden yang
genetiknya tidak memiliki riwayat sebanyak 20 responden (55.6%) yang mengalami
obesitas tingkat I.
Berdasarakan tabel di atas terlihat hasil uji person chi-square mempunyai nilai
signifikan (p-value) = 0,034<0,05, yang artinya Ho ditolak dimana ada hubungan
genetik dengan kejadian obesitas.

Pembahasan
1. Hubungan aktifitas fisik dengan kejadian obesitas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 86 responden yang
mengalami obesitas ternyata 39 responden yang aktifitas fisiknya ringan sebanyak 29
responden (74,4%) mengalami obesitas tingkat I, sedangkan dari 47 responden yang
aktifitas fisiknya sedang sebanyak 26 responden (55,3%) yang mengalami obesitas
tingkat I.
Berdasarakan tabel di atas terlihat hasil uji person chi-square mempunyai nilai
signifikan (p-value) = 0,120<0,05, yang artinya Ho ditolak dimana ada hubungan
aktifitas fisik dengan kejadian obesitas
Menurut (Almatsier, 2012), aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang dilakukan
oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik / berolahaga dapat membantu
menurunkan berat badan, karena dapat membakar lebih banyak kalori. Banyaknya
kalori yang dibakar tergantung dari frekuensi, durasi, dan intensitas latihan yang
dilakukan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hani pratiwi tahun
2015 di Banjarmasin mdenunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji statistik yaitu p.value
0,103<0,05 yang artinya dimana ada hubungan aktifitas fisik dengan kejadian obesitas.
Menurut asumsi peneliti, hasil dari penelitian bahwa responden banyak
melakukan aktifitas fisik yang ringan saja dan juga kurang melakukan olahraga.
Padahal bagi responden yang mengalami obesitas sangat dianjurkan untuk melakukan
aktifitas fisik yang sedang agar berat badannya turun. Olahraga sangat penting dalam
penuruna berat badan karena dapat membakar kalori dan juga dapat membantu
mengatur berfungsinya metabolism tubuh agar tetap normal.

67
Aris Winandar, dkk.

Disamping itu individu dengan aktifitas fisik yang kurang atau tidak melakukan
aktifitas fisik yang seimbang dan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak akan
cenderung mengalami obesitas. Sehingga gerakan tubuh oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya yang memerlukan pengeluaran energi. Seseorang dengan aktifitas fisik
yang kurang dapat meningkatkan prevalensi terjadinya obesitas.

2. Hubungan fastfood dengan kejadian obesitas


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 86 responden yang
mengalami obesitas ternyata 52 responden yang fastfood < 2x per-minggu sebanyak 39
responden (75,0%) yang mengalami obesitas tingkat I, sedangkan dari 34 responden
yang fastfood > 2x per-minggu sebanyak 16 responden (47,1%) yang mengalami
obesitas tingkat I.
Berdasarakan hasil uji person chi-square mempunyai nilai signifikan (p-value)
= 0,025<0,05, yang artinya Ho ditolak dimana ada hubungan fastfood dengan kejadian
obesitas
Menurut Ni putu, 2016, Jenis-jenis makanan cepat saji yang banyak dikonsumsi
oleh remaja antara lain: hamburger, fried chicken, pizza dan donat. Misalnya
hamburger MC Donald memiliki kadar garam sebesar 2 gram/100 gram. Dengan kata
lain, jika seseorang mengonsumsi 300 gram hamburger MC Donald saja sama dengan
mengonsumsi 6 gram garam, sedangkan asupan garam per hari yang direkomendasikan
WHO hanya 5 gram. Contoh lainnya adalah fried chicken KFC memiliki kadar lemak
trans sebesar 0,7 gram/100 gram. Dengan kata lain, jika seseorang mengonsumsi 300
gram fried chicken KFC saja hampir mencapai batas maksimal asupan lemak trans yang
direkomendasikan sebesar 2,6
Penelitian ini sejalan dengan. Penelitian yang dilakukan Yulia tahun 2016 di
Manado pada anak SD umur 6-12 tahun yang dilakukan oleh Domopolli, Mayulu, dan
Masi (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi fast food dengan
obesitas pada anak-anak. Dari penelitian yang dilakukan oeh Virgianto (2005) tentang
konsumsi fast food terhadap kejadian obesitas pada remaja umur 15-17 tahun di
puskesmas kota baro mendapatkan bahwa variasi jenis makanan cepat saji tidak
meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Meskipun begitu, berdasarkan perhitungan
odds ratio pada kontribusi kalori yang berasal dari makanan cepat saji terhadap
terjadinya obesitas, menunjukkan bahwa responden yang intake kalori setiap hari yang
berasal dari fast food ≥6%, mempunyai risiko terjadinya obesitas sebesar 4,2 kali lebih
tinggi dibandingkan responden yang intake kalori setiap hari yang berasal dari makanan
cepat saji < 6%.
Menurut asumsi peneliti hasil dari penelitian bahwa semakin besar intake
kalori, semakin besar kemungkinan terjadinya obesitas. Jadi jelas bahwa total intake
kalori yang dikonsumsi tiap hari sedikit banyaknya berperan terhadap terjadinya
obesitas. Selanjutnya studi ini memperkuat pernyataan beberapa peneliti lainnya
dimana peningkatan masukan energi dan konsumsi makanan memberikan kontribusi
besar untuk terjadinya obesitas.

3. Hubungan genetik dengan kejadian obesitas


Berdasarkan hasil penelitian mnunjukkan bahwa dari 86 responden yang
mengalami obesitas ternyata 50 responden yang genetiknya memiliki riwayat sebanyak
35 responden (70,0%) yang mengalami obesitas tingkat I, sedangkan dari 36 responden
68
Serambi Saintia Volume IX, No.1, April 2021 pISSN 2337 – 9952
Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

yang genetiknya tidak memiliki riwayat sebanyak 20 responden (55.6%) yang


mengalami obesitas tingkat I.
Berdasarakan hasil uji person chi-square mempunyai nilai signifikan (p-value) =
0,034<0,05, yang artinya Ho ditolak dimana ada hubungan genetik dengan kejadian
obesitas.
Menurut Budiyati, 2011 Faktor genetik merupakan faktor utama terjadinya
obesitas. Obesitas diduga cenderung diturunkan kerana mempunyai penyebab genetik.
Tetapi pola pemakanan dan kebiasaan gaya hidup turut mendorong kepada obesitas.
Faktor genetik dan faktor gaya hidup sangat sukar untuk dipisahkan. Lingkungan ini
termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali
seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat
mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh
sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rina tahun 2013 di
Surakarta yang menunjukan tidak ada perbedaan signifikan resting metabolic rate
dalam satu keluarga. Gen yang diduga paling berpengaruh pada energi metabolisme
adalah gen uncoupling protein. Uncoupling protein-1 (UPC-1) memiliki kontribusi dan
juga proteksi pada metabolic syndrome. Kemudian uncoupling protein-2 berpengaruh
pada metabolic syndrome melalui mekanisme down-regulation sekresi insulin dan pada
obesitas belum menunjukan pengaruh yang jelas.
Menurut asumsi peneliti, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
responden yang memiliki orang tua dengan status obesitas berisiko lebih besar menjadi
obesitas dibandingkan dengan responden yang orang tuanya tidak obesitas. dari
penelitian berdasarkan ilmu genetika, identifikasi dan karakterisasi single-gene dan
polygenic pada obesitas membuktikan seberapa bermakna pengaruh keturunan
Screening genom pada populasi etnik yang berbeda menunjukan lokasi kromosom 2, 4 ,
10, 11, dan 20.
Selain itu juga kebiasaan makan keluarga juga menjadi pencetus terjadinya
oesitas dimana keluarga yang memiliki selera makan yang hampir sama dengan
kebiasaan mengkonsumsi junk fast food dibanding makanan sehat yang kurang
terkontrol.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, maka dapat disimpulkan
hasil sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada pasien di
Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020 dengan p-value =
0,032 < 0,05.
2. Ada hubungan antara konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada pasien
di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020 dengan p-value =
0,041 < 0,05.
3. Ada hubungan antara genetik dengan kejadian obesitas pada pasien di
Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2020 dengan p-value =
0,032 < 0,05.

69
Aris Winandar, dkk.

DAFTAR PUSTAKA

Ainur., 2009. Persentase lemak tubuh dan lingkar pinggang sebagai faktor risiko bagi
ketidakteraturan siklus menstruasi pada remaja putri artikel studi ilmu gizi,
Fakultas kedokteran Hal 1-10.
Budiyati., 2018. Perilaku Orangtua Dalam Pencegahan
Obesitas Anak Prasekolah Berbasis Theory Of Planned Behaviour (Tpb) jurnal
ners dan kebidanan, vol 5 no 1 hal 08-14.
Dewi Nur., 2013. Analisis faktor penyebab obesitas dan cara mengatasi obesitas pada
remaja putri (studi kasus pada siswi sma negeri 3 temanggung) Skripsi
Universitas Hegeri Semarang (diakses pada 22 desember 2019).
Rina., 2013. Hubungan konsumsi serat dengan kejadian overweight pada remaja putri
sma batik 1 Surakarta. Skripsi universitas muhammadiyah Surakarta
(diakses pada 22 desember 2019).
Nabila., 2015. Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada
pelajar putri sma kelas 1 di Denpasar Utara. Tesis univeritas udayana
Denpasar
Ni Putu., 2016. Hubungan kebiasaan konsumsi lawar dengan status gizi pada siswa
usia 16-18 tahun di sma negeri 8 Denpasar jurnal gizi dan kesehatan vol. 9
no 21 hal 57-63.

70

Anda mungkin juga menyukai