Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obesitas merupakan suatu keadaan kelebihan berat badan berdasarkan

tinggi badan yang tidak normal. Obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi

daripada energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi

makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang

rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary life style

(Kemenkes RI, 2012).

Laporan World Health Organization (WHO) sampai tahun 2016 sebanyak 1,9

milyar (39%) penduduk dunia usia ≥18 tahun menderita overweight dansebanyak

650 juta (13%) menderita obesitas (WHO, 2018). Prevalensi obesitas di wilayah Asia

Tenggara pada tahun 2016 tertinggi terjadi di Negara Malaysia (32%) dan Indonesia

sendiri berada di urutan keempat (14,3%) (Grafik 1.1).

35 32
30
25 20.6
18.6
20 14.3
11.8 13.4
15 10.9
7.9 6.8
10 4.4
5 2.7
0

Grafik 1.1Prevalensi Obesitas di Asia Tenggara Tahun 2016


(Source: NCD.RisC, 2017)
Hasil riskesdas (2018) menunjukkan obesitas merupakan salah satu masalah

kesehatan yang terus meningkat di Indonesia. Hal tersebut juga dapat dilihat pada

grafik 1.2dimana prevalensi obesitas terus mengalami peningkatan, hingga tahun

2018 tercatat 21,8% penduduk dewasa di Indonesia mengalami obesitas. Begitu

pula di Provinsi Aceh kejadian obesitas terus mengalami peningkatan, hingga tahun

2018 tercatat 25% penduduk dewasa Aceh mengalami obesitas, persentase

tersebut lebih besar dibandingkanpersentase nasional sebesar 21,8% (Grafik 1.2).

Aceh juga beradapada peringkat 10 prevalensi obesitas tertinggi secara nasional.

30

25

20

15

10

0
2007 2010 2013 2018
Indonesia (%) 10.5 11.7 14.8 21.8
Aceh (%) 8.6 13.4 16.3 25

Grafik 1.2 Prevalensi Obesitas (IMT ≥27) pada Dewasa >18 Tahun
Di Indonesia & Aceh Tahun 2007 – 2018
(Source: Riskesdas, 2018)

Laporan Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi obesitas di Kota

Banda Aceh sebesar 16,3% danberada pada peringkat 5 tertinggi secara provinsi.

Prevalensi obesitas di Kota Banda Aceh menunjukkan peningkatan dari tahun 2016

sebesar 19,86% menjadi 38,6% pada tahun 2017 (Grafik 1.3). Data sekunder Dinas

Kesehatan Kota Banda Aceh tahun 2018 menunjukkan jumlah kasus penderita

obesitas pada orang dewasa sampai Bulan November 2018 sebanyak 647 penderita.

2
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
2016 2017
% 19.86 38.6

Grafik 1.3 Prevalensi Obesitas (IMT ≥27) pada Dewasa >18 Tahun
Di Kota Banda Aceh Tahun 2016 – 2017
(Source: Dinkes Kota Banda Aceh, 2017 & PSG Aceh, 2017)

Peningkatan prevalensi obesitas hampir diseluruh negara termasuk

Indonesia. Obesitas merupakan ancaman tidak hanya untuk individu yang

menderita tetapi juga sistem sosial ekonomi negara. Biaya untuk mengobati

obesitas dan penyakit yang terkait dengan obesitas cukup besar untuk sistem

kesehatan masyarakat. Biaya tersebut termasuk biaya perawatan kesehatan,

kehilangan pendapatan ekonomi, dan hilangnya produktivitas hidup.

The Economist Intelligence Unit(2017) membuat survei terkait obesitas di

negara-negara ASEAN, didapatkan dua jenis biaya yang dikeluarkan untuk penyakit

obesitas. Pertama, biaya langsung yaitu untuk biaya untuk mengobati penyakit

terkait obesitas seperti diabetes mellitus tipe 2, stroke, hipertensi, kanker

kolorektal, dan penyakit jantung koroner. Kedua, biaya tidak langsung yaitu

mengukur biaya yang lebih luas terutama hal produktivitas kerja seperti dalam

masa sakit yang lebih intens, absen dari pekerjaan, atau keluar dari pekerjaan

sepenuhnya karena kematian dini (pensiun dini).

3
Hasil penelitian Sudikno, dkk. tahun 2015 menggunakan data sekunder

Riskesdas 2013, didapatkan hasil bahwa pekerjaan seperti PNS/TNI/POLRI dan

pegawai swasta/wiraswasta lebih berisiko untuk mengalami obesitas dengan OR

berturut-turut 4,25 dan 2,77. Artinya, pekerjaan tersebut lebih berisiko 4,25 dan

2,77 kali untuk seseorang menderita obesitas dibandingkan dengan jenis pekerjaan

fisik seperti petani, nelayan, dan buruh dengan OR= 1.

Dosen dan sivitas akademikaFKM Unmuha merupakan bagian dari tenaga

pegawai swasta dan beberapa pegawai negeri sipil yang memiliki tingkat pendidikan

tinggi karena telah lulus strata satu bahkan lebih, baik di dalam negeri maupun luar

negeri. Berdasarkan penelitian Mamarimbing dkk. (2016) diketahui bahwa semakin

tinggi pendidikan seseorang maka semakin meningkat kejadian obesitas dengan p

value= 0,003 dan OR= 1,467. Artinya seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi

(sampai perguruan tinggi) 1,467 kali lebih berisiko untuk mengalami obesitas

dibandingkan pendidikan rendah (SD, SMP, dan SMA).

Obesitas banyak terjadi pada dosen dan sivitas akademika karena prolonged

sitting dan jam kerja yang panjang serta aktivitas fisik yang ringan. Hal tersebut

didukung oleh penelitian Alfianita dkk. Pada tahun 2015 tentang hubungan gaya

hidup dengan kejadian obesitas pada dosen Universitas Hasanuddin Makassar,

didapatkan hasil bahwa umur (p value= 0,025), jenis kelamin (p value=0,018),

kebiasaan makan (p value= 0,003) dan perilaku sedentari (p value= 0,0032)

berhubungan dengan kejadian obesitas. Sedangkan aktivitas fisik tidak

berhubungan dengan kejadian obesitas pada dosenUniversitas Hasanuddin

Makassar (p value= 0,648).

4
Hasil penelitian Djohan (2018) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan

antara perilaku sedentari dengan kejadian obesitas pada karyawan Universitas

Lampung dengan p value= 0,002. Perilaku sedentari adalah suatu perilaku menetap

dengan aktivitas yang tidak memerlukan banyak gerak (seperti duduk saat bekerja,

membaca, di depan komputer, duduk saat di kendaraan, menonton tv, atau

berbaring), tetapi tidak termasuk waktu yang dihabiskan untuk tidur.

Menurut WHO sekarang ini masyarakat memiliki kebiasaan mengonsumsi

gula harian sebanyak 12 sendok teh/hari. Lebih dari setengah konsumsi gula harian

(7 sendok teh) berasal dari minuman, 4 sendok teh atau lebih dari setengah

diantaranya (64%) berasal dari minuman kemasan. Kebiasaan mengonsumsi 250 ml

minuman kemasan yang mengandung gula tambahan setiap hari dapat

meningkatkan risiko obesitas mencapai 26% (Ministry of Health Singapore, 2018).

Minuman kemasan dapat meningkatkan berat badandengan cepat.Hal

tersebut dapat terjadi karena minuman kemasan banyak mengandung substansi

kalori akan tetapi tidak menimbulkan rasa kenyang (kalori kosong). Sehingga

membuat seseorang minum secara berlebihan dan menambah banyak kalori dalam

diet(Ministry of Health Singapore, 2018).

Pemerintah diberbagai negara telah mencanangkan berbagai intervensi

untuk membatasi konsumsi minuman siap saji atau Sugar-Sweetened Beverages

(SSB), seperti larangan menjual minuman siap saji di sekolah dan tempat kerja

pemerintahan di Singapura ataupenerapan pajak SSBdi Filipina dan Inggris (Global

Nutrition Report, 2018).Singapura juga telah melarang produsen menjual minuman

kemasan yang mengandung tinggi gula guna mencegah tingginya angka konsumsi

5
minuman kemasan, bahkan membatasi iklan produk minuman kemasan baik

melalui televisi, internet, koran, radio maupun iklan outdoor (Ministry of Health

Singapore, 2018).

Di Indonesia, kebijakan terkait belum dibuat. Kebijakan yang selaras dengan

hal tersebut yaitu Permenkes No. 30 tahun 2013 tentang pencantuman informasi

kandungan gula, garam, dan lemak serta pesan kesehatan untuk pangan olahan dan

pangan siap saji. Namun, implementasi peraturan tersebut masih kurang efektif

sehingga konsumsi masih tinggi. Pesan kesehatan akibat minum minuman siap saji

juga tidak ada dicantumkan pada produk makanan dan minuman siap saji. Anjuran

mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak seperti Germas juga belum efektif.

Pencegahan yang dapat dilakukan ketika konsumsi makanan dan minuman

siap saji tidak dapat dikontrol yaitu dengan konsumsi air putih. Konsumsi air putih

dapat mengontrol kalori yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan penelitian

Lakoro dkk. (2013) konsumsi air putih ≥8 gelas perhari merupakan faktor proteksi

terhadap kejadian obesitas.

Sarapan pagi ≤ jam 9 baik untuk orang dewasa dan terbukti dapat mencegah

obesitas. Sarapan dapat memenuhi gizi harian mencapai 15%-30% sehingga dapat

mencegah seseorang makan berlebihan di siang hari (Kemenkes RI, 2014). Tidur

malam yang kurang juga terbukti dapat memicu kejadian overweight dan obesitas.

Begadang di malam hari membuat tubuh merasa lapar sehingga membuat

kebiasaan seseorang makan di malam hari (P2PTM Kemenkes RI, 2018).

Obesitas memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Penyakit yang akan

diderita oleh penderita obesitas seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), kolesterol

6
LDL tinggi, kolesterol HDL rendah, atau kadar trigliserida yang tinggi (dyslipidemia),

diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit kantong

empedu, kanker, dan lain-lain (CDC, 2015). Sehingga perlu diketahui faktor yang

berhubungan dengan kejadian obesitas agar dapat mencegah dampak yang buruk

bagi kesehatan manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit degeratif

seperti diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, jantung, stroke, kanker, dll. Prevalensi

kejadian obesitas di Kota Banda Aceh masih cukup tinggi (38,6%) bahkan lebih besar

dari prevalensi obesitas Provinsi Aceh (25%) dan prevalensi obesitas nasional

(21,8%). Belum pernah ada penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan

kejadian obesitas pada dosen dan sivitas akademika di Universitas Muhammadiyah

Aceh, padahal pekerjaan tersebut sangat berisiko untuk menderita obesitas karena

berbagai kebiasaan hidup yang dilakukan. Faktorapayang mempengaruhi kejadian

obesitas di Universitas Muhammadiyah Aceh?Apakah karena pengetahuandalam

memilih makanan, konsumsi soft drink, konsumsi fast food, konsumsi air putih,

frekuensi makan di luar rumah, kebiasaan sarapan pagi, atau apakah karena durasi

tidur? Penelitian ini akan menganalisis hubunganketujuh variabel tersebut.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Banyak faktoryang berhubungan dengan kejadian obesitas. Sesuai dengan

peminatan peneliti (Gizi Kesehatan Masyarakat)maka penelitian ini hanya dibatasi

faktor gizi yang berhubungan dengan obesitas yaitu melihat faktor

pengetahuandalam memilih makanan,konsumsi soft drink, konsumsi fast food,

7
konsumsi air putih, frekuensi makan di luar rumah, kebiasaan sarapan pagi dan

durasi tidur.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui aspek-aspek faktor yang berhubungan dengan kejadian

obesitas pada dosen dan sivitas akademika di Universitas Muhammadiyah Aceh

Tahun 2019.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuandalam memilih makanan

dengan kejadian obesitas pada dosen dan sivitas akademika Universitas

Muhammadiyah Aceh Tahun 2019.

1.4.2.2 Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi soft drink dengan kejadian

obesitas pada dosen dan sivitas akademikaUniversitas Muhammadiyah Aceh

Tahun 2019.

1.4.2.3Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi fast food dengan kejadian

obesitas pada dosen dan sivitas akademika Universitas Muhammadiyah

Aceh Tahun 2019.

1.4.2.4Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi air putihdengan kejadian

obesitas pada dosen dan sivitas akademika Universitas Muhammadiyah

Aceh Tahun 2019.

1.4.2.5 Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi makan di luar rumah dengan

kejadian obesitas pada dosen dan sivitas akademikaUniversitas

Muhammadiyah Aceh Tahun 2019.

8
1.4.2.6 Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan

kejadian obesitas pada dosen dan sivitas akademika Universitas

Muhammadiyah Aceh Tahun 2019

1.4.2.7 Untuk mengetahui hubungan antara durasi tidur dengan kejadian obesitas

pada dosen dan sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Aceh Tahun

2019.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti: Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selamamasa

kuliah dan membandingkan dengan kenyataan yang ada dilapangan.

1.5.2 Bagi Fakultas: Sebagai bahan bacaan diperpustakaan dan referensi bagi

peneliti lain yang ingin meneliti hal yang sama dan dapat mencegah kejadian

obesitas pada dosen dan sivitas akademika karena telah diketahui faktor yang

berhubungan dengan kejadian obesitas.

Anda mungkin juga menyukai