Anda di halaman 1dari 14

DETEKSI DINI MASALAH GIZI

ANALISIS DATA SDT 2014 DAN RISKESDAS 2018

Dosen Pembimbing :

1. Defriani Dwiyanti, S.SiT, M.Kes


2. Edmon, SKM, M.Kes
3. Marni Handayani, S.SiT, M.Kes

Oleh Kelompok 5 :
1. Ayu Fitriani (182210695)
2. Ainul Mardiah (192210650)
3. Annisa Yosvenia Deviani (192210653)
4. Rhewina Rushe (192210675)
5. Salma (192210678)
6. Yulmira (192210687)

SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA 3A


POLTEKKES KEMENKES PADANG
2020/2021
Identifikasi Perbandingan Survei Diet Total 2014 dengan Riskesdas
2018

1. ENERGI

Diagram di atas menunjukkan bahwa secara nasional, rerata tingkat kecukupan energi pada
penduduk Indonesia per orang per hari masih rendah yaitu sebesar 76,6 persen AKE.
Berdasarkan kelompok umur, rerata tingkat kecukupan energi tertinggi pada kelompok umur 0-
59 bulan (101,0%), diikuti kelompok umur 5-12 tahun (86,5%), kelompok umur > 55 tahun
(78,0%), kelompok umur 19-55 tahun (73,8%) dan terendah pada kelompok umur 13- 18 tahun
(72,3%). Proporsi penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi sangat kurang (<70% AKE),
secara nasional adalah sebanyak 45,7 persen dan menurut provinsi, berkisar antara 28,8 - 61,7
persen, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara (61,7%) dan terendah di DKI Jakarta (28,8%).

Secara nasional proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan energi tidak sesuai AKG yaitu
gabungan antara tingkat kecukupan energi sangat kurang (<70% AKE) dan tingkat kecukupan
energi kurang (70 - <100% AKE) menurut kelompok umur, terbanyak pada kelompok umur 13 –
18 tahun yaitu 82,8 persen dan terendah pada kelompok umur 0 – 59 bulan yaitu 55,7 persen.
Proporsi penduduk Indonesia dengan tingkat kecukupan energi sesuai AKG (100 - <130% AKE)
tertinggi pada kelompok umur 0-59 bulan (27,1%) dan terendah pada kelompok remaja umur 13-
18 tahun (12,2%).
Menurut jenis kelamin, secara nasional, proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan energi
kurang dari AKG, sesuai AKG dan lebih besar dari AKG relatif sama antara laki-laki dan
perempuan, kecuali pada tingkat kecukupan energi minimal lebih tinggi pada perempuan.

Menurut lokasi tempat tinggal, secara nasional, proporsi penduduk dengan tingkat
kecukupan energi minimal lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perdesaan yaitu 49,2
persen dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan yaitu 42,2 persen. Sedangkan proporsi
penduduk dengan tingkat kecukupan energi kurang, lebih tinggi pada penduduk yang bertempat
tinggal di perkotaan (34,8%) dibandingkan dengan di perdesaan (32,9%). Demikian pula
proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan energi lebih besar dari AKG, lebih tinggi pada
penduduk yang tinggal di perkotaan (6,9%) dibandingkan dengan di perdesaan (4,9%).

Dari data di atas jika dibandingkan dengan Riskesdas 2018 penyakit/masalah gizi yang timbul
adalah sebagai berikut :

a. Gizi Buruk dan Gizi Kurang

Proporsi penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi antara 70 – <100% AKE adalah
sebanyak 33,9 persen, tertinggi di Aceh (38,7%) dan terendah di Provinsi Papua (26,3%).
Proporsi penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi 100 - <130% AKE adalah sebanyak
14,5 persen, tertinggi di Kepulauan Riau (21,9%) dan terendah di Nusa Tenggara Timur (7,9%).
Adapun proporsi penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi >130% AKE terlihat paling
rendah yaitu sebanyak 5,9 persen, tertinggi di DKI Jakarta (12,4%) dan terendah di Lampung
(2,1%).

Dari data-data di atas terlihat bahwa ketidaksamaan antara SDT 2014 dengan Riskesdas
2018. Dimana tingakt konsumsi energi kurang pada SDT 2014 tertinggi di Aceh, dan pada
Riskesdas 2018 kejadian gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di NTT.

b. Gemuk

Proporsi penduduk Indonesia dengan tingkat kecukupan energi lebih besar dari AKG
(>130% AKE) terlihat tertinggi pada pada kelompok umur 0 – 59 bulan yaitu 17,1 persen. Jadi
terlihat bahwa data SDT 2014 dengan Riskesdas 2018 sesuai dimana usia balita banyak
terjadinya kegemukan.

c. Overweight dan obesitas


Dari data-data di atas terlihat bahwa terdapatnya hubungan yang saling berkaitan antara SDT
2014 dengan Riskesdas 2018.

2. PROTEIN

Secara nasional proporsi penduduk Indonesia yang mengonsumsi protein minimal (<80%
AKP) sebanyak 36,1 persen dengan kisaran antara 18,0 – 67,1 persen. Menurut provinsi,
tertinggi di Provinsi Papua (67,1%) dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau (18,0%).

Proporsi penduduk yang mengonsumsi protein >120 persen AKP adalah sebanyak 32,1
persen yang berkisar antara 17,7 - 52,2 persen. Tingkat kecukupan protein lebih besar dari AKG
tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (52,2%) dan terendah di Provinsi Papua (17,7%).

Secara nasional proporsi penduduk dengan 4 (empat) klasifikasi tingkat kecukupan protein,
menurut umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan kuintil indeks kepemilikan. Proporsi penduduk
dengan tingkat kecukupan protein minimal (< 80% AKP) dan tingkat kecukupan protein kurang
(80 - <100% AKP) tertinggi pada kelompok umur 13- 18 tahun yaitu sebesar 48,1 persen dan
18,1 persen dan terendah pada kelompok balita (0- 59 bulan) yaitu sebesar 23,6 persen dan 10,6
persen. Proporsi penduduk Indonesia dengan tingkat kecukupan protein (>120% AKP) tertinggi
pada kelompok umur balita (54,2%) dan terendah pada kelompok umur remaja (20,1%).
Bila dibandingkan antara tempat tinggal, proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan
protein minimal (<80% AKP) lebih tinggi di perdesaan (41,2%) dibandingkan di perkotaan
(31,1%). Sedangkan proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan protein kurang (80- <100%
AKP) relatif sama antara perkotaan dan perdesaan. Proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan
protein (100 - <120% AKP), dan tingkat kecukupan protein (>120% AKP) lebih tinggi di
perkotaan dibandingkan dengan pada perdesaan.Proporsi penduduk Indonesia dengan tingkat
kecukupan protein minimal (<80% AKP).

Dari data di atas jika dibandingkan dengan Riskesdas 2018 penyakit yang timbul adalah sebagai
berikut :

a. Stunted dan Several Stunted

Proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan protein kurang (80 - <100% AKP) secara
nasional adalah sebanyak 17,3 persen dengan kisaran antara 9,1 – 21,8 persen. Tertinggi di
Provinsi Sulawesi Barat (21,8%) dan terendah di Provinsi Papua (9,1%). Dari data tersebut
bahwa data SDT 2014 dan Riskesdas 2018 tidak sesuai dimana prevalensi asupan protein
terendah di Sulawesi Barat, sedangkan pada Riskesdas 2018 yang tertinggi mengalami status gizi
pendek di NTT.

b. Anemia

Dari data-data di atas terlihat bahwa terdapatnya hubungan yang saling berkaitan antara SDT
2014 dengan Riskesdas 2018. Dimana berdasarkan jenis kelamin, proporsi penduduk dengan
tingkat kecukupan protein minimal (<80% AKP) tertinggi pada perempuan (39,0%)
dibandingkan laki-laki (33,3%). Sedangkan proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan
protein kurang (80 - <100% AKP) dan tingkat kecukupan protein sesuai AKG (100 - <120%
AKP) relatif sama antara laki-laki dan perempuan. Proporsi penduduk dengan tingkat kecukupan
protein (>120% AKP) tertinggi pada laki-laki (34,4%) dibandingkan pada perempuan (29,7%).

Proporsi penduduk yang mengonsumsi kelompok minyak, lemak dan olahannya menurut
kelompok umur, Indonesia 2014
Pada Tabel 3.2.22 terlihat bahwa proporsi penduduk terbanyak yang mengonsumsi minyak.
Lemak dan olahannya terlihat pada minyak kelapa sawit dan minyak kelapa (92,6%), diikuti
kelapa dan olahannya (29,4%) dan terendah minyak lainnya (7,1%). Pada semua kelompok
umur, proporsi penduduk tertinggi terlihat mengonsumsi minyak kelapa sawit dan minyak
kelapa.

Proporsi penduduk menurut umur yang paling banyak mengonsumsi mintak kelapa sawit yaitu
kelompok umur 19-55 tahun yaitu 93,9%, terendah kelompok umur 1-59 bulan yaitu 71,2%.

Proporsi penduduk menurut umur yang paling banyak mengonsumsi kelapa dan olahannya yaitu
kelompok umur > 55 tahun tahun yaitu 32,8 %, terendah kelompok umur 1-59 bulan yaitu
17,7%.

Konsumsi lemak yang berlebihan dapat berdampak tidak baik pada kesehatan, berikut dampak
yang disebabkan konsumsi lemak berlebihan :

Obesitas

Penumpukan lemak ini dapat menyebabkan obesitas yang merupakan sumber dari berbagai
penyakit membahayakan seperti penyakit jantung, stroke dan paru-paru.

Penyakit jantung

Lemak yang menumpuk di tubuh mampu mempengaruhi fungsi jantung. Sebab jantung akan
gagal memompa darah yang dipenuhi lemak dengan normal dan akan menyebabkan beberapa
masalah jantung.

Hipertensi
Ketika lemak tubuh meningkat, otomatis darah juga dipenuhi dengan lemak. Hasilnya akan
muncul penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.

Kanker

Tebalnya lemak akan mempengaruhi produksi hormon dan pertumbuhan sel. Hal ini membuat
risiko beberapa jenis kanker seperti kanker payudara dan kanker usus meningkat.

3. LEMAK

Analisis hubungan konsumsi lemak beradasarkan SDT dengan hasil Riskesdas 2018

1. Pada kejadian Obesitas

Berdasarkan hasil riskesdas 2018 proporsi berat badan lebih pada dewasa umur >18 tahun pada
tahun 2007 sebanyak 8,6% tahun 2013 11,5%, dan pada tahun 2018 13,6%. Berdasarkan hasil
riskesdas 2018 proporsi obesitas pada dewasa umur >18 tahun pada tahun 2007 sebanyak 10,5 %
tahun 2013 14,8%, dan pada tahun 2018 21,8 %.

Kesimpulan :

Sehingga dapat dilihat bahwa adanya korelasi antara asupan lemak pada data Studi Diet Total
dengan kejadian berat badan lebih dan obesitas, Proporsi penduduk menurut umur yang paling
banyak mengonsumsi minyak kelapa sawit yaitu kelompok umur 19-55 tahun yaitu 93,9%, dan
didaptkan data hasil riskesdas pada kelompok umur >18 tahun kejadian berta badan lebih dan
obesitas tinggi pada tahun 2018 sebanyak 13,6 unutk berat badan lebih, dan 21,8 untuk obesitas.

2. Pada penyakit Jantung

Berdasarkan hasil riskesdas 2018 prevalensi penyakit jantung menurut umur terjadi paling
banyak pada usia >75 tahun yaitu 4,7 sedangkan pada usia > 55 tahun yaitu 3,9. Proporsi
kelompok umur >55 tahun yang mengonsumsi lemak sebanyak 91,4%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi lemak yang berlebih dengan penyakit
jantung pada usia > 55 tahun
3. Pada penyakit Hipertensi

Berdasarkan hasil riskesdas 2018 prevalensi penyakit hipertensi menurut umur terjadi paling
banyak pada usia >75 tahun yaitu 69,5 sedangkan pada usia > 55 tahun yaitu 55,2. Proporsi
kelompok umur >55 tahun yang mengonsumsi lemak sebanyak 91,4%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi lemak yang berlebih dengan penyakit
hipertensi pada usia > 55 tahun

4. Pada penyakit kanker

Berdasarkan hasil riskesdas 2018 prevalensi penyakit jantung menurut umur terjadi paling
banyak pada usia >75 tahun yaitu 4,62. Proporsi kelompok umur >55 tahun yang mengonsumsi
lemak sebanyak 91,4%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi
lemak yang berlebih dengan penyakit jantung pada usia > 55 tahun

4 KARBOHIDRAT

Proporsi penduduk yang mengonsumsi kelompok serealia dan olahannya menurut


kelompok umur, Indonesia 2014
Tabel 3.2.2 menunjukkan bahwa hampir seluruh penduduk Indonesia mengonsumsi beras dan
olahannya yaitu sebesar 97,7 persen. Hal ini menunjukkan masyarakat masih sangat tergantung
kepada beras sebagai bahan makanan pokok. Jenis makanan berbahan terigu merupakan bahan
makanan kedua yang dikonsumsi oleh cukup banyak penduduk (30,2%),dan di urutan ketiga
adalah midengan jumlah penduduk23,4 persen.Proporsi anak umur 0-59 bulan merupakan
kelompok penduduk yang terendah mengonsumsi beras dibanding dengan kelompok umur
lainnya (83,6%), hal ini wajar karena pada kelompok umur ini masih terdapat bayi yang hanya
diberi ASI saja (0-6 bulan).

Konsumsi Karbohidrat yang berlebihan dapat berdampak tidak baik pada kesehatan, berikut
dampak yang disebabkan konsumsi karbohidrat berlebihan :

1. Obesitas

Dalam satu gram karbohidrat, terdapat 4 kalori. Jadi, semakin banyak karbohidrat yang dimakan
akan banyak kalori yang masuk dan akan membuat berat badan meningkat.Karbohidrat yang
seharusnya diubah menjadi energi justru terkumpul, menumpuk, dan akhirnya disimpan sebagai
lemak cadangan oleh tubuh

2. Diabetes Melitus

Orang yang kelebihan karbohidrat, berpotensi mengalami peningkatan berat badan lebih mudah.
Berat badan yang melonjak drastis akan mengganggu kerja hormon insulin

Analisis hubungan konsumsi lemak beradasarkan SDT dengan hasil Riskesdas 2018

1. Pada kejadian Obesitas

Berdasarkan hasil riskesdas 2018 proporsi berat badan lebih pada dewasa umur >18 tahun 13,6%
sedangkan proporsi obesitas pada dewasa umur >18 tahun 21,8 %. Proporsi penduduk menurut
umur yang paling banyak mengonsumsi minyak kelapa sawit yaitu kelompok umur 19-55 tahun
yaitu 93,9%, Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi lemak yang
berlebih dengan penyakit hipertensi pada usia > 18 tahun
2. Pada kejadian Diabetes

Berdasarkan hasil riskesdas 2018 prevalensi penyakit diabetes menurut umur terjadi paling
banyak pada usia >55 tahun yaitu 6,3. Proporsi kelompok umur >55 tahun yang mengonsumsi
lemak sebanyak 91,4%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi
lemak yang berlebih dengan penyakit diabetes melitus pada usia > 55 tahun.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai