Anda di halaman 1dari 11

HIGEIA 5 (3) (2021)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Obesitas Sentral dengan Kejadian Hiperglikemia pada Pegawai Satuan Kerja


Perangkat Daerah

Junita Rosa Tiurma1, Syahrizal 2

Magister Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia


1

Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia


2

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai prevalensi obesitas
Diterima 24 Juli 2020 sentral lebih tinggi daripada obesitas umum yaitu 29,8% sedangkan menurut kabupaten/kota di
Disetujui Agustus 2021 Provinsi Sulawesi Selatan, kota Makassar menempati urutan kedua tertinggi prevalensi obesitas
Dipublikasikan Juli 2021 sentral sebesar 34,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan obesitas sentral
________________ terhadap kejadian hiperglikemi pada pegawai SKPD di Kota Makassar tahun 2015. Penelitian ini
Keywords: menggunakan desain cross sectional dengan populasi sumber adalah pegawai yang bekerja di 6
Central Obesity, SKPD Kota Makassar tahun 2016. Variabel independen yaitu obesitas sentral dan variabel
Hyperglycemia, Employee dependen adalah hiperglikemia. Pada analisis univariat, distribusi frekuensi obesitas sentral pada
____________________ responden lebih tinggi dibanding yang tidak obesitas sentral sebesar 258 orang (65,0%). Analisis
DOI: bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara obesitas sentral terhadap
https://doi.org/10.15294 kejadian hiperglikemia dengan p-value = 0,232; PR= 1,04 (95% CI= 0,99-1,10). Sedangkan faktor
/higeia/v5i3/39786 risiko umur ≥ 40 tahun, jenis kelamin perempuan dan riwayat DM pada keluarga memiliki
____________________ prevalensi lebih tinggi untuk mengalami hiperglikemi. Kesimpulan penelitian ini adalah obesitas
sentral tidak berhubungan terhadap kejadian hiperglikemi

Abstract
___________________________________________________________________
RISKESDAS 2013, central obesity prevalence in South Sulawesi province was higher than the general obesity,
namely 29.8% and Makassar ranked second highest in central obesity prevalence by 34.6%. The purpose of the
study was to determine association between central obesity and the hyperglycemia incident among the SKDP
employees in Makassar city year 2016. This study used a cross-sectional design with a source population was
the employees who worked in six SKDPs of Makassar city in 2016. The independent variable was central
obesity and the dependent variable was hyperglycemia. Univariate analysis, the central obesity frequency
distribution was higher than those without, reached 65.0%. Bivariate analysis showed that there was no
significant association between central obesity and incidence of hyperglycemia with p-value = 0.232; PR =
1.04 (95% Cl = 0.99-1.10). Meanwhile, the risk for aged ≥ 40 years, female, and a family history of DM had a
higher prevalence of developed hyperglycemia. This study concluded that central obesity wasn’t associated with
the incidence of hyperglycemia.

© 2021 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kampus Baru UI
Depok, Jawa Barat – 16424 e ISSN 1475-222656
E-mail: rosa12siregar@gmail.com

354
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

PENDAHULUAN dewasa dengan diabetes pada tahun 2030, dan


700 juta pada tahun 2045 (International
Hiperglikemia adalah suatu kondisi Diabetes Federation, 2019).
medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
darah melebihi batas normal. (Riskesdas) 2013, prevalensi diabetes mellitus
Hiperglikemiaa merupakan salah satu tanda tipe 2 di Indonesia untuk usia 15 tahun ke atas
khas penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun sebesar 2,1% (berdasarkan terdiagnosis dokter
juga mungkin didapatkan pada beberapa atau gejala). Salah satu Provinsi yang
keadaan yang lain (PB. PERKENI, 2015). mempunyai prevalensi diabetes diatas angka
Diabetes adalah kelompok penyakit metabolik nasional adalah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu
yang ditandai oleh hiperglikemia akibat sebesar 3,4% (Kementerian Kesehatan RI,
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau 2013). Berdasarkan hal tersebut, pada tahun
keduanya (American Diabetes 2016, Kementerian Kesehatan melakukan
Association,2014). Pada diabetes tipe 2, kegiatan skrining gula darah pada pegawai
hiperglikemia merupakan awal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di
ketidakmampuan sel-sel tubuh untuk merespon Provinsi Sulawesi Selatan dengan tujuan untuk
sepenuhnya terhadap insulin, kondisi ini disebut mengukur kadar gula darah sewaktu pada
'resistensi insulin'. Selama keadaan resistensi pegawai di lingkungan SKPD. Kegiatan ini
insulin, hormon tidak efektif dan, pada rutin dilakukan melalui Posbindu di tempat
waktunya, mendorong peningkatan produksi kerja yang bertujuan untuk mencegah dan
insulin. Seiring waktu, produksi insulin yang mengendalikan penyakit tidak menular (PTM)
tidak memadai dapat berkembang sebagai pada kelompok pekerja. Sebanyak enam (6)
akibat dari kegagalan sel beta pankreas untuk SKPD yang telah memperoleh sosialisasi dari
memenuhi kebutuhan. Kekurangan insulin, atau Kementerian Kesehatan dan aktif melakukan
ketidakmampuan sel untuk meresponnya, skrining gula darah melalui kegiatan Posbindu
menyebabkan tingginya kadar glukosa darah yaitu Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
(hiperglikemia), yang merupakan indikator Selatan, BAPPEDA, Biro Hukum, Dinas
klinis diabetes (International Diabetes Pendidikan, Kementerian Agama, dan Satpol
Federation, 2019).). PP di jajaran Pemerintah Daerah Provinsi
WHO memprediksikan kenaikan jumlah Sulawesi Selatan. Posbindu adalah suatu
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada kegiatan deteksi dini dan monitoring faktor
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun risiko PTM yang meliputi wawancara (riwayat
2030. Laporan ini menunjukkan adanya penyakit dalam keluarga, kebiasaan merokok,
peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak aktifitas fisik, konsumsi sayur buah, konsumsi
2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan alkohol) serta pengukuran berat badan dan
International Diabetes Federation (IDF) tinggi badan (untuk menghitung IMT), lingkar
memprediksi adanya kenaikan jumlah perut, tekanan darah, pemeriksaan gula darah
penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada sewaktu dan kolesterol..
tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 Faktor risiko yang berhubungan terhadap
(PB. PERKENI, 2015). Meningkatnya terjadinya diabetes antara lain umur (≥45
prevalensi diabetes di seluruh dunia didorong tahun), riwayat DM pada keluarga, aktifitas
oleh faktor sosial ekonomi, demografi, fisik, obesitas, hipertensi, dan kadar kolesterol
lingkungan dan genetik. Peningkatan yang (Trisnawati, 2013). Pada penelitian case control
berkelanjutan ini sebagian besar disebabkan oleh yang dilakukan Kurniawaty, menunjukkan hasil
peningkatan faktor risiko terkait, yang meliputi bahwa obesitas sentral dan umur terbukti
meningkatnya angka obesitas, diet yang tidak meningkatkan kejadian DM tipe 2 (Kurniawaty,
sehat dan kurangnya aktivitas fisik. IDF 2016). Bo (2011) memperoleh variabel jenis
memperkirakan bahwa akan ada 578 juta orang kelamin, obesitas sentral, asupan lemak jenuh,

355
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

konsumsi alkohol, konsumsi serat dan aktifitas hubungan obesitas sentral dengan hiperglikemia
fisik dapat sebagai faktor risiko yang dapat pada peserta skrining gula darah di Provinsi
berkembang menjadi hiperglikemia (Bo, 2011). Sulawesi Selatan Tahun 2016.
Obesitas sentral merupakan salah satu
faktor risiko dari diabetes yang mengalami METODE
peningkatan prevalensinya. Berdasarkan
Riskesdas tahun 2013, prevalensi obesitas Penelitian ini merupakan penelitian
sentral secara nasional adalah 26,6 % meningkat kuantitatif dengan menggunakan desain cross
dari tahun 2007 sebesar 18,8%. Obesitas sentral sectional. Sumber data pada penelitian ini
adalah kondisi dimana terjadi akumulasi lemak menggunakan data sekunder hasil kegiatan
abnormal (WHO, 2000). Obesitas sentral bila pemeriksaan skrining gula darah pada pegawai
ukuran lingkar perut pada pria > 90 cm dan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota
wanita > 80 cm (untuk penduduk Asia Selatan. Makassar yang dilakukan oleh Direktorat
Populasi China, Melayu dan Asia-India) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
(Kementerian Kesehatan RI, 2015). Lingkar Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI
perut adalah pengukuran yang mudah dan pada bulan Juli 2016. Populasi target pada
sederhana, dan merupakan indeks perkiraan penelitian adalah semua pegawai yang bekerja
massa lemak intra-abdominal dan total lemak di enam SKPD kota Makassar yaitu di Dinas
tubuh (WHO, 2000). Kesehatan Provinsi, BAPPEDA, Biro Hukum,
Berdasarkan penelitian cross sectional Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, dan
Febriza (2019) didapatkan hubungan signifikan Satpol PP di Kota Makassar pada tahun 2016.
antara IMT terhadap GDS dengan nilai p = Populasi sumber adalah pegawai yang bekerja di
0,017 dan lingkar perut terhadap kadar GDS enam SKPD Kota Makassar Tahun 2016 dan
dengan nilai p = 0,023. Rahmy (2014), terdaftar sebagai peserta skrining gula darah
mendapatkan hasil bahwa adanya hubungan yaitu sebanyak 530 orang. Sedangkan populasi
antara rasio lingkar pinggang pinggul dengan eligible adalah semua pegawai pada populasi
kadar gula darah sewaktu pada PNS dengan sumber yang memenuhi kriteria inklusi dan
nilai p < 0,05 (Rahmy, 2015). Pada penelitian eksklusi penelitian. Kriteria Inklusi meliputi :
deskriptif analitik observasional, didapatkan tidak terdiagnosa sebagai penderita DM tipe 2
hubungan signifikan antara obesitas sentral dan tidak mempunyai riwayat minum obat
terhadap Diabetes Mellitus tipe 2 dengan nilai diabetes serta mempunyai data hasil
p=0,001 (Putri, 2019). Hasil ini tidak sejalan pemeriksaan gula darah sewaktu dan
dengan hasil penelitian observasional analitik pengukuran lingkar perut. Sedangkan kriteria
yang dilakukan oleh Dwi Rokmah (2015) eksklusi yaitu Ibu hamil, tidak memiliki data
dengan menggunakan uji contingency hasil pemeriksaan lengkap terkait variabel-
coefficient diperoleh nilai p= 0,066 dan variabel yang akan diteliti. Berdasarkan kriteria
menggunakan uji Spearman Correlation tersebut maka didapatkan sebanyak 133 orang
diperoleh nilai korelasi (r=0,091) dan p (pvalue) yang tidak dapat dimasukkan sebagai responden
0,435. Artinya, tidak ada hubungan yang penelitian sehingga diperoleh subyek penelitian
signifikan antara lingkar perut dengan kadar yang eligible sebesar 397 responden. Teknik
glukosa plasma TTGO (p>0,05) (Rokhmah, pemilihan sampel dilakukan dengan cara total
2015). sampling dimana seluruh subyek penelitian yang
Obesitas sentral sebagai faktor risiko eligible masuk dalam partisipan studi yaitu
hipergiikemia pada beberapa studi dapat sebesar 397 responden.
dibuktikan mempunyai hubungan yang Dalam penelitian ini yang menjadi
signifikan namun studi lainnya tidak didapatkan variabel independen adalah obesitas sentral,
adanya hubungan yang signifikan. Oleh sebab variabel dependen adalah hiperglikemia
itu, penulis bertujuan untuk mengetahui sedangkan variabel kovariat adalah jenis

356
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

kelamin, usia, riwayat diabetes dalam keluarga, skrining, transformasi data dengan pemberian
aktifitas fisik, merokok, dan hipertensi. Variabel kode sesuai kategori penelitian (coding),
obesitas sentral diketahui dari hasil pengukuran kemudian dilakukan pembersihan data
lingkar perut dengan menggunakan (cleaning) untuk memeriksa data missing
myotape/pita meteran. Lingkar perut adalah sehingga seluruh data yang diperoleh terbebas
ukuran yang sederhana dan berkorelasi erat dari kesalahan sebelum dilakukan analisa.
dengan BMI dan WHR dan merupakan indeks Teknik analisis data menggunakan analisis
perkiraan massa lemak intra-abdominal dan univariat dan bivariate dengan uji Chi-square.
total lemak tubuh. Lingkar perut diukur pada Ukuran asosiasi yang dihasilkan dari analisa
titik tengah antara batas bawah tulang rusuk dan bivariat menggunakan Prevalance Ratio (PR)
puncak iliaka. Responden dikatakan obesitas dengan rentang tingkat kepercayaan (CI) 95%.
sentral bila hasil pengukuran lingkar perut pada Data yang terkumpul kemudian diolah dan
laki-laki >90 cm dan perempuan >80 cm. disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis
Sedangkan untuk variabel hiperglikemia secara deskriptif dalam bentuk distribusi
ditegakkan dengan cara mengukur kadar gula frekuensi dan persentase.
darah sewaktu menggunakan darah kapiler
dengan memakai alat glukometer. Responden HASIL DAN PEMBAHASAN
dikategorikan hiperglikemia bila hasil
pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥ Berdasarkan tabel.1 diketahui proporsi
200mg/dl. Selain pengukuran lingkar perut dan responden yang memiliki status hiperglikemia
kadar gula darah sewaktu, dilakukan juga yaitu 7,6 % lebih sedikit dibandingkan tidak
pengukuran tekanan darah dengan hiperglikemia (92,4%). Proporsi responden yang
menggunakan tensimeter digital. Responden obesitas sentral sebesar 65%, lebih banyak dari
dikategorikan sebagai hipertensi bila pada yang tidak obesitas sentral (35%). Karakteristik
pengukuran tekanan darah didapatkan hasil responden pada penelitian ini antara lain
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau sebagian besar pegawai di Satuan Kerja
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Pada Perangkat Daerah (SKPD) Kota Makassar
pengukuran kadar gula darah sewaktu dan memiliki umur ≥40 tahun yaitu sebesar 78,1%.
tekanan darah dilakukan oleh tenaga kesehatan Berdasarkan jenis kelamin, proporsi responden
yang sudah terlatih. Pada variabel umur hanya yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ≥ 40 yaitu sebesar 52,1% dibanding dengan jenis
tahun dan < dari 40 tahun, hal ini didasari kelamin laki-laki (47,9%), dan hanya sebagian
bahwa salah satu faktor risko DM tipe 2 yang kecil responden yang memiliki riwayat diabetes
tidak dapat dimodifikasi adalah pada usia ≥ 40 mellitus pada keluarga yaitu sebesar 8,3%.
tahun. Selain pengukuran, pada penelitian ini Untuk aktifitas fisik, proporsi yang cukup
dilakukan juga wawancara dengan aktifitas fisik sebesar 62,5%, lebih banyak
menggunakan kuesioner untuk memperoleh dibandingkan dengan yang kurang aktifitas fisik
data tentang riwayat penyakit diabetes mellitus (37,5%). Proporsi pegawai yang yang hipertensi
pada keluarga, aktifitas fisik dan kebiasaan sebesar 26,2% sangat sedikit dibanding dengan
merokok. Untuk variabel aktifitas fisik, yang tidak hipertensi (73,8%). Sedangkan
dikategorikan cukup aktifitas fisik apabila proporsi yang merokok, lebih banyak responden
melakukan gerakan tubuh yang meningkatkan yang tidak merokok (87,4%) dibandingkan
pengeluaran tenaga dan energi dengan frekuensi dengan yang merokok (12,6%).
3-5 kali seminggu dengan durasi minimal 150 Tabel 2. menunjukkan bahwa dari 30
menit/minggu. responden yang hiperglikemia sebanyak 23
Tahapan pengolahan data yang dilakukan orang (8,9%) obesitas sentral dan 7 orang (5,0%)
meliputi pemeriksaan data (editing) untuk tidak obesitas sentral.
melihat kelengkapan data pada formulir

357
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan koefisien relasi (r) = 0,424 artinya bahwa lingkar
karakteristik responden penelitian perut mempunyai hubungan positif yang
No Variabel Frekuensi Persentase signifikan terhadap kadar gula darah. Obesitas
(n) (%) sentral yang ditunjukkan dengan lingkar perut
1 Hiperglikemia umumnya lebih erat hubungannya dengan
Hiperglikemia 30 7,6
diabetes mellitus tipe 2 atau kadar gula darah
Tidak 367 92,4
hiperglikemia dibandingkan dengan obesitas umum (He,
2 Obesitas 2009). Obesitas sentral merupakan contoh
Sentral penimbunan lemak tubuh yang berbahaya
Obesitas 258 65,0 disebabkan karena lipolisis di daerah ini sangat
Sentral
efisien dan lebih resisten terhadap efek insulin
Tidak Obesitas 139 35,0
Sentral dibandingkan adiposit didaerah lain (Pusparini,
3 Umur 2007). Hal ini sesuai dengan Hwa Jung (2016),
≥40 Tahun 310 78,1 bahwa lemak visceral lebih berbahaya daripada
<40 Tahun 87 21,9 lemak subkutan dimana sel-sel lemak visceral
4 Jenis Kelamin
melepaskan protein yang berkontribusi terhadap
Perempuan 207 52,1
Laki-laki 190 47,9 peradangan, aterosklerosis, dislipidemia, dan
5 Riwayat hipertensi. Akibatnya, jaringan adiposa visceral
Diabetes mungkin lebih erat terkait dengan diabetes tipe 2
Mellitus daripada indeks obesitas lainnya. Obesitas
Memiliki 33 8,3
sentral dapat menyebabkan diabetes mellitus
riwayat
Tidak memiliki 364 91,7 tipe 2 disebabkan oleh adanya resistensi insulin
6 Hipertensi yang terjadi bersamaan dengan peningkatan
Hipertensi 104 26,2 kadar lemak dalam tubuh (Fatimah, 2018).
Tidak 293 73,8 Menurut Surywan (2015) bahwa adanya
hipertensi
peningkatan konsentrasi asam lemak plasma
7 Aktifitas fisik
Kurang 149 37,5 dapat mengakibatkan resistensi insulin. Hal ini
aktifitas fisik disebabkan adanya kompetisi antara kadar asam
Cukup aktifitas 248 62,5 lemak yang meningkat dalam sirkulasi dan
fisik glukosa untuk metabolisme oksidatif pada sel-
8 Status Merokok
sel yang responsif terhadap insulin. Secara
Merokok 50 12,6
Tidak Merokok 347 87,4 fisiologis peningkatan asam lemak plasma
dalam 2-6 jam setelah masukan lipid kedalam
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,232 tubuh dapat meningkatkan sekresi insulin, tetapi
berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan apabila peningkatan asam lemak plasma terjadi
antara hiperglikemia dengan obesitas sentral, dalam jangka waktu yang lama (seperti pada
dari analisis juga didapatkan PR=1,04 (95% penderita obesitas) dapat menyebabkan
CI:0,99-1,10) yang berarti responden yang gangguan respon sel β terhadap glukosa,
obesitas sentral memiliki risiko 1,04 kali lebih sehingga akan terjadi gangguan sekresi insulin
besar untuk mengalami hiperglikemia (Surywan, 2015).
dibandingkan dengan responden yang tidak Resistensi insulin merupakan suatu
obesitas sentral. Hasil ini sejalan dengan keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan
penelitian He (2009) bahwa lingkar perut tidak jaringan yang sensitif terhadap insulin untuk
mempunyai hubungan signifikan terhadap merespon insulin secara normal pada tingkat
kadar gula darah dengan nilai p=0,794. Tetapi seluler. Penurunan kemampuan tersebut
hasil penelitian ini tidak sesuai dengan disebabkan karena faktor genetik, metabolik,
penelitian Septyaningrum (2014), pada analisa dan nutrisi. Adipositas viseral meningkatkan
data didapatkan hasil nilai p = 0,001 dan resistensi insulin ke tingkat yang lebih

358
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

Tabel 2. Distribusi Hubungan antara Hiperglikemia dengan Obesitas Sentral


Variabel Hiperglikemia Total PR P Value
Hiperglikemia Tidak (95% CI)
Hiperglikemia
n % n % n %
Obesitas Sentral
Obesitas Sentral 23 8,9 235 91,1 258 100 1,04 0,232
Tidak obesitas 7 5,0 132 95,0 139 100 (0,99-1,10)
sentral

tinggi daripada adipositas subkutan. Pada dibandingkan dengan responden pada usia <40
kondisi awal intoleransi glukosa, insulin yang tahun. Hal Ini sejalan dengan penelitian Irawan
diproduksi sel β pankreas masih dapat (2010) tentang Prevalensi dan Faktor Risiko
melakukan kompensasi dengan meningkatkan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Daerah
sekresi insulin. Keadaan hiperinsulinemia Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder
kompensasi ini dapat mempertahankan kadar Riskesdas 2007) bahwa prevalensi diabetes
glukosa darah pada keadaan normal. mellitus terlihat semakin meningkat sesuai
Sensitivitas insulin dan sekresi insulin dengan peningkatan umur. Berdasarkan
berhubungan secara terbalik dan proporsional. Kementerian Kesehatan RI (2016) bahwa salah
Apabila sensitivitas insulin semakin rendah satu faktor risiko DM yang tidak dapat di
(makin besar resistensi insulin) maka semakin modifikasi adalah usia ≥ 40 tahun. Rudi (2017)
banyak insulin yang disekresikan. berpendapat bahwa dengan adanya peningkatan
Keseimbangan antara sensitivitas insulin dan umur maka intoleransi terhadap glukosa juga
sekresi insulin adalah suatu konstanta yang meningkat. Intoleransi glukosa pada usia lanjut
disebut sebagai glucose disposition index. Apabila sering dihubungkan dengan adanya obesitas,
sensitivitas insulin menurun, maka sekresi sel β kurangnya aktifitas fisik, berkurangnya masa
pankreas harus meningkat sehingga dapat otot serta adanya penyakit penyerta. Selain itu
mempertahankan glucose disposition index yang adanya penurunan sekresi insulin dan terjadinya
sama pada individu . Pada titik tertentu, respon resistensi insulin. Peningkatan risiko terjadinya
sel kompensasi ini gagal dan indeks disposisi diabetes seiring dengan bertambahnya umur,
glukosa menurun. Kegagalan sel β pankreas khususnya pada usia lebih dari 40 tahun. Hal ini
mengakibatkan sekresi insulin yang tidak disebabkan karena pada usia tersebut mulai
mencukupi, sehingga terjadi transisi dari kondisi terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Selain
resistensi insulin ke diabetes yang manifes itu dengan adanya proses penuaan
secara klinis. Sebagai akibatnya proses awal menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β
penyakit ini berlangsung tanpa gejala, sampai pancreas dalam memproduksi insulin. Pada
terjadi kegagalan fungsi sel β pankreas dan individu yang berusia lebih tua terdapat
pasien memerlukan terapi (Hannon, 2005). penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot
Tabel 3. menunjukkan bahwa dari 30 sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan
responden yang hiperglikemia sebanyak 28 peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30%
orang (9,0%) dengan umur ≥ 40 tahun dan dan memicu terjadinya resistensi insulin
sebanyak 2 orang (2,3%) dengan umur < 40 (Trisnawati, 2013).
tahun. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = Berdasarkan hubungan dengan jenis
0,061 berarti tidak terdapat hubungan yang kelamin, prevalensi perempuan (8,2%) dengan
signifikan antara hiperglikemia dengan umur hasil hiperglikemia sedikit lebih besar
responden sedangkan PR=1,07 (95% CI:1,02- dibandingkan dengan laki-laki (6,8%). hasil
1,13) yang berarti bahwa responden yang penelitian ini sesuai dengan penelitian Irawan
dengan umur ≥ 40 tahun memiliki risiko 1,07 (2010) bahwa prevalensi diabetes mellitus tipe 2
kali lebih besar untuk mengalami hiperglikemia lebih tinggi pada perempuan. Pada uji statistik

359
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

diperoleh nilai p = 0,744 berarti tidak terdapat peningkatan 1 cm rasio lingkar pinggang
hubungan yang signifikan antara hiperglikemia mempunyai risiko insiden diabetes sebesar 31%
dengan jenis kelamin responden dimana PR per tahun, dibandingkan bila mengalami
=1,02 (95% CI:0,96-1,07) yang berarti peningkatan berat badan 1 kg maka
responden yang berjenis kelamin perempuan kemungkinan mengalami diabetes sebesar 28%.
memiliki risiko 1,02 kali lebih besar untuk Sedangkan bagi laki-laki peningkatan 1cm rasio
mengalami hiperglikemia dibandingkan dengan lingkar pinggang memiliki peningkatan risiko
responden berjenis kelamin laki-laki. Penelitian terkena diabetes sebesar 29% per tahun dan
ini sejalan dengan Komariah (2020) bahwa peningkatan risiko sebesar 34% per tahun jika
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan laki-laki tersebut memiliki peningkatan berat
kadar gula darah puasa dengan nilai p = 0,331. badan 1kg (Kautzky-Willer, 2016).
Begitu juga dengan penelitian dengan Rahayu Berdasarkan hubungan dengan riwayat
(2011), pada hasil uji statistik diperoleh nilai p diabetes mellitus pada keluarga, hasil uji
= 0,157 (p > 0,05) artinya tidak ada hubungan statistik diperoleh nilai p= <0,001 berarti
yang bermakna antara jenis kelamin dengan terdapat hubungan yang signifikan antara
kejadian diabetes mellitus. Tetapi hasil hiperglikemia dengan riwayat diabetes mellitus
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian pada keluarga dimana PR=1,42 (95% CI:1,12-
Rudi (2017), bahwa ada hubungan signifikan 1,81) yang berarti responden yang mempunyai
antara jenis kelamin dengan kadar gula darah riwayat diabetes mellitus pada keluarga
puasa dengan nilai p=0,043. Perempuan lebih memiliki risiko 1,42 kali lebih besar untuk
banyak menderita diabetes mellitus mengalami hiperglikemia dibandingkan dengan
dibandingkan dengan laki-laki dihubungkan responden yang tidak memiliki riwayat diabetes
dengan kurangnya aktifitas fisik pada mellitus pada keluarga. Hasil ini sejalan dengan
perempuan terutama pada ibu rumah tangga. teori bahwa salah satu faktor risiko yang tidak
Prevalensi kejadian diabetes mellitus tipe 2 pada dapat dimodifikasi untuk terjadinya diabetes
perempuan lebih berisiko dibandingkan pada mellitus tipe 2 adalah adanya riwayat diabetes
lakil-laki, hal ini dimungkinkan dari segi fisik mellitus pada keluarga (Kementerian Kesehatan
perempuan memiliki peluang terjadinya RI, 2016).
peningkatan indeks massa tubuh yang lebih Individu yamg mempunyai salah satu
besar (Komariah, 2020). Pada penelitian Azimi- dari orang tua yang menderita diabetes
Nezhad (2008), prevalensi diabetes mellitus mempunyai risiko menderita diabetes sebesar
lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki- 15%, tetapi bila kedua orangtuanya menderita
laki, meskipun tidak bermakna. Mungkin diabetes maka risiko kemungkinan untuk
karena perempuan umumnya memiliki aktifitas menderita diabetes sebesar 75% (Diabetes Uk,
yang lebih sedikit dan menghabiskan sebagian 2010). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
besar waktunya di rumah. Menurut Kautzky- penelitian Nuraini (2016) bahwa tidak terdapat
Willer (2016), Perempuan memiliki peningkatan hubungan antara riwayat diabetes mellitus pada
rasio lingkar pinggang yang lebih menonjol keluarga terhadap diabetes dengan nilai p=0,102
dengan bertambahnya usia dibandingkan laki- (Nuraini, 2019). Sedangkan pada penelitian
laki. Pada subjek lansia di Inggris, lingkar Rudi (2017) bahwa terdapat hubungan antara
pinggang merupakan prediktor terbaik diabetes riwayat diabetes mellitus dalam keluarga
mellitus pada perempuan, sedangkan pada laki- terhadap kadar gula darah puasa dengan nilai
laki nilai prediksi BMI dan lingkar pinggang p=0,025. Namun, apabila orang tua mengidap
mempunyai nilai sebanding. Hasil ini penyakit diabetes bukan berarti mempunyai
dikonfirmasi oleh penelitian kohort lain dari anak yang pasti akan mengidap diabetes pula,
berbagai negara. Dalam analisis gabungan dari hal ini dapat dicegah bila dapat menghindari
2 studi kohort berbasis populasi prospektif, faktor risiko untuk terjadinya diabetes mellitus
perempuan di Jerman yang memiliki (Rudi, 2017).

360
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

Tabel 3. Hubungan Variabel kovariat terhadap kejadian hperglikemi


Variabel Hiperglikemia Total PR P-Value
Hiperglikemia Tidak (95% CI)
Hiperglikemia
n % n % n %
Umur
Umur < 40 tahun 2 2,3 85 97,7 87 100 ref
Umur ≥ 40 tahun 28 9,0 282 91,0 310 100 1,07 0,061
(1,02-1,13)
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 6,8 177 93,2 190 100 ref
Perempuan 17 8,2 190 91,8 207 100 1,02 0,744
(0,96-1,07)
Riwayat Diabetes Mellitus
Tidak memiliki 19 5,2 345 94,8 364 100 ref
Memiliki Riwayat 11 33,3 22 66,7 33 100 1,42 <0,001
(1,12-1,81)
Hipertensi
Tidak hipertensi 15 5,1 278 94,9 293 100 ref

Hipertensi 15 14,4 89 85,6 104 100 1,12 0,004


(1,02-1,21)
Aktivitas Fisik
Cukup 13 5,2 235 94,8 248 100 ref
Kurang 17 11,4 132 88,6 149 100 1,07 0,040
(1,00-1,14)
Merokok
Tidak merokok 27 7,8 320 92,2 347 100 ref
Merokok 3 6,0 47 94,0 50 100 0,98 0,873
(0,91-1,06)

Hasil uji statistik terhadap variabel Berdasarkan hubungan dengan aktivitas


hipertensi diperoleh nilai p = 0,004 berarti fisik, hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,040
terdapat hubungan yang signifikan antara berarti terdapat hubungan yang signifikan
hiperglikemia dengan hipertensi. Berdasarkan antara hiperglikemia dengan aktivitas fisik
hasil analisis diperoleh PR=1,12 (95% CI:1,02- dimana PR=1,07 (95% CI:1,00-1,14) yang
1,21) yang berarti responden dengan hipertensi berarti responden yang kurang aktivitas fisik
memiliki risiko1,12 kali lebih besar untuk memiliki risiko 1,07 kali lebih besar untuk
mengalami hiperglikemia dibandingkan mengalami hiperglikemia dibandingkan dengan
responden yang tidak hipertensi. Pada yang cukup aktivitas fisik.hal ini sejalan dengan
penelitian Midha (2015), tekanan darah penelitian (Kriska, 2003) bahwa aktifitas fisik
diastolik mempunyai hubungan signifikan berhubungan terhadap terjadinya diabetes
dengan kadar gua darah puasa dengan nilai mellitus dengan nilai p <0,05. Aktivitas fisik
p<0,001. Hal ini ditunjukkan bahwa setiap merupakan komponen utama dalam
peningkatan 1 mmHg pada tekanan darah pencegahan diabetes mellitus tipe 2; bahkan
diastolik, glukosa plasma puasa diperkirakan untuk aktivitas sehari-hari seperti berjalan.
meningkat sebesar 0,375 mg / dL (β = 0,375) Dalam analisis post hoc dari Studi Pencegahan
dan hubungan ini ditemukan signifikan. Tetapi Diabetes Finlandia, olahraga berjalan kaki
hasil ini tidak sejalan dengan Rahayu (2011) setidaknya 2,5 jam seminggu dibandingkan
dimana pada hasil uji statistik diperoleh nilai p dengan yang kurang dari 1 jam dihubungkan
= 0,784 (p > 0,05) artinya tidak ada hubungan dengan penurunan risiko terjadinya diabetes
yang bermakna antara hipertensi dengan sebesar 63-69% lebih rendah. Berbagai
kejadian diabetes mellitus. konsensus merekomendasikan gaya hidup aktif

361
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

secara fisik untuk orang dewasa, dengan bahwa tidak ada hubungan antara obesitas
akumulasi waktu minimal 30 menit selama 5 sentral dengan kejadian hiperglikemia (p-value
hari atau lebih dalam seminggu untuk aktivitas = 0,232 > 0,05). Dari penelitian ini juga
fisik aerobik intensitas sedang atau aktivitas fisik disimpulakan bahwa yang artinya responden
aerobik intensitas kuat setidaknya 20 menit 3 yang obesitas sentral memiliki risiko 1,04 kali
hari seminggu (Balkau, 2008). Pada Exercise (95% CI ; 0,99-1,10) lebih tinggi untuk
training studies mendukung anggapan bahwa mengalami hipergikemi dibandingkan dengan
aktifitas fisik meningkatkan sensitivitas insulin yang tidak obesitas sentral. Perubahan gaya
secara independen dari efek aktivitas apa pun hidup pada individu yang mempunyai faktor
pada penurunan berat badan dan distribusi risiko dapat mencegah terjadinya diabetes
lemak. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup mellitus. Semua jenis aktivitas fisik baik itu
aktif secara fisik berkaitan terhadap rendahnya olahraga, pekerjaan rumah tangga, berkebun,
insiden diabetes mellitus tipe 2 (Kriska, 2003) atau aktivitas fisik lainnya yang berhubungan
Berdasarkan hubungan dengan kebiasaan dengan pekerjaan memiliki manfaat yang sama
merokok, hasil uji statistik diperoleh nilai p = dalam mencegah terjadinya diabetes. Intervensi
0,873 berarti tidak terdapat hubungan yang gaya hidup tersebut diharapkan dapat mencegah
signifikan antara hiperglikemia dengan atau menunda terjadinya diabetes mellitus
kebiasaan merokok dimana PR=0,98 (95% maupun komplikasi yang terkait dengan
CI;0,91-1,06) yang berarti responden yang diabetes mellitus.
merokok memiliki risiko 0,98 kali lebih besar Pada penelitian ini memakai desain studi
untuk mengalami hiperglikemia dibandingkan cross sectional yang memiliki kelemahan dimana
dengan responden yang tidak merokok. Pada hubungan obesitas sentral dan hiperglikemia
penelitian Beziaud (2004), menunjukkan bahwa tidak dapat dijelaskan kausalitasnya. Penelitian
ada hubungan signifikant antara merokok selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan
terhadap risiko terjadinya diabetes mellitus, desain yang lebih baik sehingga dapat
tetapi pada wanita kurang signifikan. Konsumsi menjelaskan pengaruh obesitas sentral terhadap
tembakau menyebabkan peningkatan asam kejadian hiperglikemia berdasarkan asas
lemak bebas. Beziaud. (2004), memperkirakan temporal yang jelas. Saran bagi responden
bahwa mungkin disebabkan oleh resistensi penelitian ini adalah agar dapat melakukan gaya
insulin oleh gangguan translokasi GLUT4 oleh hidup sehat dengan melakukan aktifitas fisik
yang dirangsang insulin di otot rangka. Menurut minimal 150 menit dalam seminggu dan
Taringan (2009) dalam Irawan (2010) merokok menjaga pola makan yang sehat untuk dapat
adalah salah satu faktor risiko untuk terjadinya mengendalikan faktor risiko terjadinya
penyakit diabetes melitus tipe 2. Menurut hiperglikemia. Selain itu disarankan untuk
Amarican Diabetes Associations, asap rokok melakukan pemeriksaan fisik secara berkala di
dapat menyebabkan kadar oksigen dalam Posbindu PTM disekitarnya.
jaringan menjadi berkurang, meningkatkan
kadar kolesterol dan tekanan darah dan dapat DAFTAR PUSTAKA
meningkatkan kadar gula darah. Oleh karena
itu, pada orang yang sering terpapar asap rokok American Diabetes Association. 2014. Standards of
memiliki risiko lebih mudah untuk terkena Medical Care In Diabetes. Diabetes Care,
37(SUPPL.1), pp. 14–80.
penyakit dabetes melitus dibanding dengan
Azimi-Nezhad, M. et al. 2008. Prevalence of Type 2
orang yang tidak terpapar asap rokok (Irawan,
Diabetes Mellitus in Iran and Its Relationship
2010).
With Gender, Urbanisation, Education,
Marital Status And Occupation. Singapore
PENUTUP Medical Journal, 49(7), pp. 571–576.
Balkau, B. et al. 2008. Physical Activity And Insulin
Hasil dari penelitian ini menunjukkan Sensitivity The RISC Study. Diabetes, 57(10),

362
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

pp. 2613–2618. edn. Jakarta : Direktorat Jenderal Pencegahan


Beziaud, F. et al. 2004. Cigarette Smoking And dan Pengendalian Penyakit.
Diabetes Mellitus. Diabetes and Metabolism, Komariah, S. R. .2020. Hubungan Usia, Jenis
30(2), pp. 161–166. Kelamin Dan Indeks Masa Tubuh Dengan
Bo, S. et al. 2011. Contributors to The Obesity And Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien
Hyperglycemia Epidemics. A Prospective Diabetes Melitus Tipe 2 Di Klinik Pratama
Study In A Population-Based Cohort, Rawat Jalan. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada,
International Journal of Obesity, 35(11), pp. (Dm). 41–50.
1442–1449. Kriska, A. M. et al. 2003. Physical Activity, Obesity,
Diabetes Uk. 2010. Key Statistics On Diabetes. And The Incidence Of Type 2 Diabetes In A
Diabetes UK, 692(March), pp. 1–21. High-Risk Population. American Journal of
Fatimah, S. and Indrawati, F. 2018. Faktor Kejadian Epidemiology, 158(7). 669–675.
Obesitas Sentral Pada Usia Dewasa. Higeia Kurniawaty, Evi; Yanita, B. 2016. Faktor-Faktor
Journal of Public Health Research and yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes
Development, 1(3). 84–94. Melitus Tipe II’, Majority, 5(2). 27–31.
Febriza, A., Faradiana, S. and Dewi, A. M. 2019. Midha, T. 2015. Correlation Between Hypertension
Hubungan Status Gizi terhadap Kadar Gula And Hyperglycemia Among Young Adults In
Darah Sewaktu dan Tekanan Darah’, Celebes India. World Journal of Clinical Cases, 3(2). 171-
Health Journal, 1(1). 40–48. 179.
Hannon, T. S., Rao, G. and Arslanian, S. A. 2005. Nuraini, H. Y. and Supriatna, R. 2019. Hubungan
Childhood Obesity And Type 2 Diabetes Pola Makan, Aktivitas Fisik dan Riwayat
Mellitus’, Pediatrics, 116(2). 473–480. Penyakit Keluarga Terhadap Diabetes Melitus
He, Y. et al. 2009. Abdominal Obesity And The Tipe 2. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5(1).
Prevalence Of Diabetes And Intermediate 5–14.
Hyperglycaemia In Chinese Adults, Public PB. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan
Health Nutrition, 12(8). 1078–1084. Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Hwa Jung, S., Hwa Ha, K. and Jung Kim, D. 2016. Indonesia 2015. 1st edn. Jakarta: PB.
Visceral Fat Mass Has Stronger Associations PERKENI
with Diabetes and Prediabetes than Other Pusparini. 2007. ‘Obesitas Sentral, Sindroma
Anthropometric Obesity Indicators among Metabolik Dan Diabetes Melitus Tipe Dua.
Korean Adults. Yonsei Medical Journal, 57(3). Universa Medicina, (26). 195–204.
674–680. Putri, A. B. 2019. Obesitas Sentral terhadap Kadar
International Diabetes Federation. 2019. IDF Diabetes Gula Darah Postprandial pada Pegawai Laki-
Atlas Ninth edition 2019. 9th edn. International Laki Dewasa di Lingkungan Kerja. Jurnal
Diabetes Federation. 1-168 Kesehatan, 10(November). 445–452.
Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Rahayu, P., Utomo, M. and Setiawan, M. R. 2011.
Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Hubungan Antara Faktor Karakteristik ,
Indonesia. Tesis. Depok : Universitas Hipertensi dan Obesitas dengan Diabetes
Indonesia. Mellitus di RSU Dr . H . Soewondo Kenda.,
Kautzky-Willer, A., Harreiter, J. and Pacini, G. 2016. (2). 26–32.
Sex And Gender Differences In Risk, Rahmy, H. A., Triyanti And Sartika, R. A. D. 2015.
Pathophysiology And Complications Of Type Hubungan IMT, RLPP Dan Riwayat
2 Diabetes Mellitus. Endocrine Reviews, 37(3). Diabetes Pada Keluarga Dengan Kadar Gula
278–316. Darah Sewaktu Pada PNS’, Jurnal Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Masyarakat Andalas. 9(1). 17–22.
Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Rokhmah, F. D., Handayani, D. and Al-Rasyid, H.
Pengembangan Kesehatan. 2015. Korelasi Lingkar Pinggang Dan Rasio
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Umum Lingkar Pinggang-Panggul Terhadap Kadar
Pengendalian Obesitas. 1st edn. Jakarta : Glukosa Plasma Menggunakan Tes Toleransi
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Glukosa Oral. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
Pengendalian Penyakit 12(1). 28-35.
Kementerian Kesehatan RI .2016. Pedoman Umum Rudi, A. and Kwureh, H. N. 2017. Faktor Risiko
Pencegahan dan Pengendalian DM Tipe 2. 1st Yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah

363
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)

Puasa Pada Pengguna Layanan Malahayati’, Jurnal Medika Malahayati, 1(4).


Laboratorium. Wawasan Kesehatan. 3(2). 99– 192–197.
136. Trisnawati, S. K. and Setyorogo, S. 2013. Faktor
Septyaningrum, N. and Martini, S. 2014. Lingkar Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di
Perut Mempunyai Hubungan Paling Kuat Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta
Dengan Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan,
Epidemiologi, 2(Januari). 50–51. 5(1). 6–11.
Surywan, B. 2015. Hubungan Obesitas Sentral WHO. 2000. Obesity: Preventing And Managing The
Dengan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Global Epidemic. Report of a WHO
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Consultation. World Health Organization -
Technical Report Series, 894.

364

Anda mungkin juga menyukai