Abstract
___________________________________________________________________
RISKESDAS 2013, central obesity prevalence in South Sulawesi province was higher than the general obesity,
namely 29.8% and Makassar ranked second highest in central obesity prevalence by 34.6%. The purpose of the
study was to determine association between central obesity and the hyperglycemia incident among the SKDP
employees in Makassar city year 2016. This study used a cross-sectional design with a source population was
the employees who worked in six SKDPs of Makassar city in 2016. The independent variable was central
obesity and the dependent variable was hyperglycemia. Univariate analysis, the central obesity frequency
distribution was higher than those without, reached 65.0%. Bivariate analysis showed that there was no
significant association between central obesity and incidence of hyperglycemia with p-value = 0.232; PR =
1.04 (95% Cl = 0.99-1.10). Meanwhile, the risk for aged ≥ 40 years, female, and a family history of DM had a
higher prevalence of developed hyperglycemia. This study concluded that central obesity wasn’t associated with
the incidence of hyperglycemia.
Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kampus Baru UI
Depok, Jawa Barat – 16424 e ISSN 1475-222656
E-mail: rosa12siregar@gmail.com
354
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
355
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
konsumsi alkohol, konsumsi serat dan aktifitas hubungan obesitas sentral dengan hiperglikemia
fisik dapat sebagai faktor risiko yang dapat pada peserta skrining gula darah di Provinsi
berkembang menjadi hiperglikemia (Bo, 2011). Sulawesi Selatan Tahun 2016.
Obesitas sentral merupakan salah satu
faktor risiko dari diabetes yang mengalami METODE
peningkatan prevalensinya. Berdasarkan
Riskesdas tahun 2013, prevalensi obesitas Penelitian ini merupakan penelitian
sentral secara nasional adalah 26,6 % meningkat kuantitatif dengan menggunakan desain cross
dari tahun 2007 sebesar 18,8%. Obesitas sentral sectional. Sumber data pada penelitian ini
adalah kondisi dimana terjadi akumulasi lemak menggunakan data sekunder hasil kegiatan
abnormal (WHO, 2000). Obesitas sentral bila pemeriksaan skrining gula darah pada pegawai
ukuran lingkar perut pada pria > 90 cm dan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota
wanita > 80 cm (untuk penduduk Asia Selatan. Makassar yang dilakukan oleh Direktorat
Populasi China, Melayu dan Asia-India) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
(Kementerian Kesehatan RI, 2015). Lingkar Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI
perut adalah pengukuran yang mudah dan pada bulan Juli 2016. Populasi target pada
sederhana, dan merupakan indeks perkiraan penelitian adalah semua pegawai yang bekerja
massa lemak intra-abdominal dan total lemak di enam SKPD kota Makassar yaitu di Dinas
tubuh (WHO, 2000). Kesehatan Provinsi, BAPPEDA, Biro Hukum,
Berdasarkan penelitian cross sectional Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, dan
Febriza (2019) didapatkan hubungan signifikan Satpol PP di Kota Makassar pada tahun 2016.
antara IMT terhadap GDS dengan nilai p = Populasi sumber adalah pegawai yang bekerja di
0,017 dan lingkar perut terhadap kadar GDS enam SKPD Kota Makassar Tahun 2016 dan
dengan nilai p = 0,023. Rahmy (2014), terdaftar sebagai peserta skrining gula darah
mendapatkan hasil bahwa adanya hubungan yaitu sebanyak 530 orang. Sedangkan populasi
antara rasio lingkar pinggang pinggul dengan eligible adalah semua pegawai pada populasi
kadar gula darah sewaktu pada PNS dengan sumber yang memenuhi kriteria inklusi dan
nilai p < 0,05 (Rahmy, 2015). Pada penelitian eksklusi penelitian. Kriteria Inklusi meliputi :
deskriptif analitik observasional, didapatkan tidak terdiagnosa sebagai penderita DM tipe 2
hubungan signifikan antara obesitas sentral dan tidak mempunyai riwayat minum obat
terhadap Diabetes Mellitus tipe 2 dengan nilai diabetes serta mempunyai data hasil
p=0,001 (Putri, 2019). Hasil ini tidak sejalan pemeriksaan gula darah sewaktu dan
dengan hasil penelitian observasional analitik pengukuran lingkar perut. Sedangkan kriteria
yang dilakukan oleh Dwi Rokmah (2015) eksklusi yaitu Ibu hamil, tidak memiliki data
dengan menggunakan uji contingency hasil pemeriksaan lengkap terkait variabel-
coefficient diperoleh nilai p= 0,066 dan variabel yang akan diteliti. Berdasarkan kriteria
menggunakan uji Spearman Correlation tersebut maka didapatkan sebanyak 133 orang
diperoleh nilai korelasi (r=0,091) dan p (pvalue) yang tidak dapat dimasukkan sebagai responden
0,435. Artinya, tidak ada hubungan yang penelitian sehingga diperoleh subyek penelitian
signifikan antara lingkar perut dengan kadar yang eligible sebesar 397 responden. Teknik
glukosa plasma TTGO (p>0,05) (Rokhmah, pemilihan sampel dilakukan dengan cara total
2015). sampling dimana seluruh subyek penelitian yang
Obesitas sentral sebagai faktor risiko eligible masuk dalam partisipan studi yaitu
hipergiikemia pada beberapa studi dapat sebesar 397 responden.
dibuktikan mempunyai hubungan yang Dalam penelitian ini yang menjadi
signifikan namun studi lainnya tidak didapatkan variabel independen adalah obesitas sentral,
adanya hubungan yang signifikan. Oleh sebab variabel dependen adalah hiperglikemia
itu, penulis bertujuan untuk mengetahui sedangkan variabel kovariat adalah jenis
356
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
kelamin, usia, riwayat diabetes dalam keluarga, skrining, transformasi data dengan pemberian
aktifitas fisik, merokok, dan hipertensi. Variabel kode sesuai kategori penelitian (coding),
obesitas sentral diketahui dari hasil pengukuran kemudian dilakukan pembersihan data
lingkar perut dengan menggunakan (cleaning) untuk memeriksa data missing
myotape/pita meteran. Lingkar perut adalah sehingga seluruh data yang diperoleh terbebas
ukuran yang sederhana dan berkorelasi erat dari kesalahan sebelum dilakukan analisa.
dengan BMI dan WHR dan merupakan indeks Teknik analisis data menggunakan analisis
perkiraan massa lemak intra-abdominal dan univariat dan bivariate dengan uji Chi-square.
total lemak tubuh. Lingkar perut diukur pada Ukuran asosiasi yang dihasilkan dari analisa
titik tengah antara batas bawah tulang rusuk dan bivariat menggunakan Prevalance Ratio (PR)
puncak iliaka. Responden dikatakan obesitas dengan rentang tingkat kepercayaan (CI) 95%.
sentral bila hasil pengukuran lingkar perut pada Data yang terkumpul kemudian diolah dan
laki-laki >90 cm dan perempuan >80 cm. disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis
Sedangkan untuk variabel hiperglikemia secara deskriptif dalam bentuk distribusi
ditegakkan dengan cara mengukur kadar gula frekuensi dan persentase.
darah sewaktu menggunakan darah kapiler
dengan memakai alat glukometer. Responden HASIL DAN PEMBAHASAN
dikategorikan hiperglikemia bila hasil
pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥ Berdasarkan tabel.1 diketahui proporsi
200mg/dl. Selain pengukuran lingkar perut dan responden yang memiliki status hiperglikemia
kadar gula darah sewaktu, dilakukan juga yaitu 7,6 % lebih sedikit dibandingkan tidak
pengukuran tekanan darah dengan hiperglikemia (92,4%). Proporsi responden yang
menggunakan tensimeter digital. Responden obesitas sentral sebesar 65%, lebih banyak dari
dikategorikan sebagai hipertensi bila pada yang tidak obesitas sentral (35%). Karakteristik
pengukuran tekanan darah didapatkan hasil responden pada penelitian ini antara lain
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau sebagian besar pegawai di Satuan Kerja
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Pada Perangkat Daerah (SKPD) Kota Makassar
pengukuran kadar gula darah sewaktu dan memiliki umur ≥40 tahun yaitu sebesar 78,1%.
tekanan darah dilakukan oleh tenaga kesehatan Berdasarkan jenis kelamin, proporsi responden
yang sudah terlatih. Pada variabel umur hanya yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ≥ 40 yaitu sebesar 52,1% dibanding dengan jenis
tahun dan < dari 40 tahun, hal ini didasari kelamin laki-laki (47,9%), dan hanya sebagian
bahwa salah satu faktor risko DM tipe 2 yang kecil responden yang memiliki riwayat diabetes
tidak dapat dimodifikasi adalah pada usia ≥ 40 mellitus pada keluarga yaitu sebesar 8,3%.
tahun. Selain pengukuran, pada penelitian ini Untuk aktifitas fisik, proporsi yang cukup
dilakukan juga wawancara dengan aktifitas fisik sebesar 62,5%, lebih banyak
menggunakan kuesioner untuk memperoleh dibandingkan dengan yang kurang aktifitas fisik
data tentang riwayat penyakit diabetes mellitus (37,5%). Proporsi pegawai yang yang hipertensi
pada keluarga, aktifitas fisik dan kebiasaan sebesar 26,2% sangat sedikit dibanding dengan
merokok. Untuk variabel aktifitas fisik, yang tidak hipertensi (73,8%). Sedangkan
dikategorikan cukup aktifitas fisik apabila proporsi yang merokok, lebih banyak responden
melakukan gerakan tubuh yang meningkatkan yang tidak merokok (87,4%) dibandingkan
pengeluaran tenaga dan energi dengan frekuensi dengan yang merokok (12,6%).
3-5 kali seminggu dengan durasi minimal 150 Tabel 2. menunjukkan bahwa dari 30
menit/minggu. responden yang hiperglikemia sebanyak 23
Tahapan pengolahan data yang dilakukan orang (8,9%) obesitas sentral dan 7 orang (5,0%)
meliputi pemeriksaan data (editing) untuk tidak obesitas sentral.
melihat kelengkapan data pada formulir
357
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan koefisien relasi (r) = 0,424 artinya bahwa lingkar
karakteristik responden penelitian perut mempunyai hubungan positif yang
No Variabel Frekuensi Persentase signifikan terhadap kadar gula darah. Obesitas
(n) (%) sentral yang ditunjukkan dengan lingkar perut
1 Hiperglikemia umumnya lebih erat hubungannya dengan
Hiperglikemia 30 7,6
diabetes mellitus tipe 2 atau kadar gula darah
Tidak 367 92,4
hiperglikemia dibandingkan dengan obesitas umum (He,
2 Obesitas 2009). Obesitas sentral merupakan contoh
Sentral penimbunan lemak tubuh yang berbahaya
Obesitas 258 65,0 disebabkan karena lipolisis di daerah ini sangat
Sentral
efisien dan lebih resisten terhadap efek insulin
Tidak Obesitas 139 35,0
Sentral dibandingkan adiposit didaerah lain (Pusparini,
3 Umur 2007). Hal ini sesuai dengan Hwa Jung (2016),
≥40 Tahun 310 78,1 bahwa lemak visceral lebih berbahaya daripada
<40 Tahun 87 21,9 lemak subkutan dimana sel-sel lemak visceral
4 Jenis Kelamin
melepaskan protein yang berkontribusi terhadap
Perempuan 207 52,1
Laki-laki 190 47,9 peradangan, aterosklerosis, dislipidemia, dan
5 Riwayat hipertensi. Akibatnya, jaringan adiposa visceral
Diabetes mungkin lebih erat terkait dengan diabetes tipe 2
Mellitus daripada indeks obesitas lainnya. Obesitas
Memiliki 33 8,3
sentral dapat menyebabkan diabetes mellitus
riwayat
Tidak memiliki 364 91,7 tipe 2 disebabkan oleh adanya resistensi insulin
6 Hipertensi yang terjadi bersamaan dengan peningkatan
Hipertensi 104 26,2 kadar lemak dalam tubuh (Fatimah, 2018).
Tidak 293 73,8 Menurut Surywan (2015) bahwa adanya
hipertensi
peningkatan konsentrasi asam lemak plasma
7 Aktifitas fisik
Kurang 149 37,5 dapat mengakibatkan resistensi insulin. Hal ini
aktifitas fisik disebabkan adanya kompetisi antara kadar asam
Cukup aktifitas 248 62,5 lemak yang meningkat dalam sirkulasi dan
fisik glukosa untuk metabolisme oksidatif pada sel-
8 Status Merokok
sel yang responsif terhadap insulin. Secara
Merokok 50 12,6
Tidak Merokok 347 87,4 fisiologis peningkatan asam lemak plasma
dalam 2-6 jam setelah masukan lipid kedalam
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,232 tubuh dapat meningkatkan sekresi insulin, tetapi
berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan apabila peningkatan asam lemak plasma terjadi
antara hiperglikemia dengan obesitas sentral, dalam jangka waktu yang lama (seperti pada
dari analisis juga didapatkan PR=1,04 (95% penderita obesitas) dapat menyebabkan
CI:0,99-1,10) yang berarti responden yang gangguan respon sel β terhadap glukosa,
obesitas sentral memiliki risiko 1,04 kali lebih sehingga akan terjadi gangguan sekresi insulin
besar untuk mengalami hiperglikemia (Surywan, 2015).
dibandingkan dengan responden yang tidak Resistensi insulin merupakan suatu
obesitas sentral. Hasil ini sejalan dengan keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan
penelitian He (2009) bahwa lingkar perut tidak jaringan yang sensitif terhadap insulin untuk
mempunyai hubungan signifikan terhadap merespon insulin secara normal pada tingkat
kadar gula darah dengan nilai p=0,794. Tetapi seluler. Penurunan kemampuan tersebut
hasil penelitian ini tidak sesuai dengan disebabkan karena faktor genetik, metabolik,
penelitian Septyaningrum (2014), pada analisa dan nutrisi. Adipositas viseral meningkatkan
data didapatkan hasil nilai p = 0,001 dan resistensi insulin ke tingkat yang lebih
358
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
tinggi daripada adipositas subkutan. Pada dibandingkan dengan responden pada usia <40
kondisi awal intoleransi glukosa, insulin yang tahun. Hal Ini sejalan dengan penelitian Irawan
diproduksi sel β pankreas masih dapat (2010) tentang Prevalensi dan Faktor Risiko
melakukan kompensasi dengan meningkatkan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Daerah
sekresi insulin. Keadaan hiperinsulinemia Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder
kompensasi ini dapat mempertahankan kadar Riskesdas 2007) bahwa prevalensi diabetes
glukosa darah pada keadaan normal. mellitus terlihat semakin meningkat sesuai
Sensitivitas insulin dan sekresi insulin dengan peningkatan umur. Berdasarkan
berhubungan secara terbalik dan proporsional. Kementerian Kesehatan RI (2016) bahwa salah
Apabila sensitivitas insulin semakin rendah satu faktor risiko DM yang tidak dapat di
(makin besar resistensi insulin) maka semakin modifikasi adalah usia ≥ 40 tahun. Rudi (2017)
banyak insulin yang disekresikan. berpendapat bahwa dengan adanya peningkatan
Keseimbangan antara sensitivitas insulin dan umur maka intoleransi terhadap glukosa juga
sekresi insulin adalah suatu konstanta yang meningkat. Intoleransi glukosa pada usia lanjut
disebut sebagai glucose disposition index. Apabila sering dihubungkan dengan adanya obesitas,
sensitivitas insulin menurun, maka sekresi sel β kurangnya aktifitas fisik, berkurangnya masa
pankreas harus meningkat sehingga dapat otot serta adanya penyakit penyerta. Selain itu
mempertahankan glucose disposition index yang adanya penurunan sekresi insulin dan terjadinya
sama pada individu . Pada titik tertentu, respon resistensi insulin. Peningkatan risiko terjadinya
sel kompensasi ini gagal dan indeks disposisi diabetes seiring dengan bertambahnya umur,
glukosa menurun. Kegagalan sel β pankreas khususnya pada usia lebih dari 40 tahun. Hal ini
mengakibatkan sekresi insulin yang tidak disebabkan karena pada usia tersebut mulai
mencukupi, sehingga terjadi transisi dari kondisi terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Selain
resistensi insulin ke diabetes yang manifes itu dengan adanya proses penuaan
secara klinis. Sebagai akibatnya proses awal menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β
penyakit ini berlangsung tanpa gejala, sampai pancreas dalam memproduksi insulin. Pada
terjadi kegagalan fungsi sel β pankreas dan individu yang berusia lebih tua terdapat
pasien memerlukan terapi (Hannon, 2005). penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot
Tabel 3. menunjukkan bahwa dari 30 sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan
responden yang hiperglikemia sebanyak 28 peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30%
orang (9,0%) dengan umur ≥ 40 tahun dan dan memicu terjadinya resistensi insulin
sebanyak 2 orang (2,3%) dengan umur < 40 (Trisnawati, 2013).
tahun. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = Berdasarkan hubungan dengan jenis
0,061 berarti tidak terdapat hubungan yang kelamin, prevalensi perempuan (8,2%) dengan
signifikan antara hiperglikemia dengan umur hasil hiperglikemia sedikit lebih besar
responden sedangkan PR=1,07 (95% CI:1,02- dibandingkan dengan laki-laki (6,8%). hasil
1,13) yang berarti bahwa responden yang penelitian ini sesuai dengan penelitian Irawan
dengan umur ≥ 40 tahun memiliki risiko 1,07 (2010) bahwa prevalensi diabetes mellitus tipe 2
kali lebih besar untuk mengalami hiperglikemia lebih tinggi pada perempuan. Pada uji statistik
359
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
diperoleh nilai p = 0,744 berarti tidak terdapat peningkatan 1 cm rasio lingkar pinggang
hubungan yang signifikan antara hiperglikemia mempunyai risiko insiden diabetes sebesar 31%
dengan jenis kelamin responden dimana PR per tahun, dibandingkan bila mengalami
=1,02 (95% CI:0,96-1,07) yang berarti peningkatan berat badan 1 kg maka
responden yang berjenis kelamin perempuan kemungkinan mengalami diabetes sebesar 28%.
memiliki risiko 1,02 kali lebih besar untuk Sedangkan bagi laki-laki peningkatan 1cm rasio
mengalami hiperglikemia dibandingkan dengan lingkar pinggang memiliki peningkatan risiko
responden berjenis kelamin laki-laki. Penelitian terkena diabetes sebesar 29% per tahun dan
ini sejalan dengan Komariah (2020) bahwa peningkatan risiko sebesar 34% per tahun jika
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan laki-laki tersebut memiliki peningkatan berat
kadar gula darah puasa dengan nilai p = 0,331. badan 1kg (Kautzky-Willer, 2016).
Begitu juga dengan penelitian dengan Rahayu Berdasarkan hubungan dengan riwayat
(2011), pada hasil uji statistik diperoleh nilai p diabetes mellitus pada keluarga, hasil uji
= 0,157 (p > 0,05) artinya tidak ada hubungan statistik diperoleh nilai p= <0,001 berarti
yang bermakna antara jenis kelamin dengan terdapat hubungan yang signifikan antara
kejadian diabetes mellitus. Tetapi hasil hiperglikemia dengan riwayat diabetes mellitus
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian pada keluarga dimana PR=1,42 (95% CI:1,12-
Rudi (2017), bahwa ada hubungan signifikan 1,81) yang berarti responden yang mempunyai
antara jenis kelamin dengan kadar gula darah riwayat diabetes mellitus pada keluarga
puasa dengan nilai p=0,043. Perempuan lebih memiliki risiko 1,42 kali lebih besar untuk
banyak menderita diabetes mellitus mengalami hiperglikemia dibandingkan dengan
dibandingkan dengan laki-laki dihubungkan responden yang tidak memiliki riwayat diabetes
dengan kurangnya aktifitas fisik pada mellitus pada keluarga. Hasil ini sejalan dengan
perempuan terutama pada ibu rumah tangga. teori bahwa salah satu faktor risiko yang tidak
Prevalensi kejadian diabetes mellitus tipe 2 pada dapat dimodifikasi untuk terjadinya diabetes
perempuan lebih berisiko dibandingkan pada mellitus tipe 2 adalah adanya riwayat diabetes
lakil-laki, hal ini dimungkinkan dari segi fisik mellitus pada keluarga (Kementerian Kesehatan
perempuan memiliki peluang terjadinya RI, 2016).
peningkatan indeks massa tubuh yang lebih Individu yamg mempunyai salah satu
besar (Komariah, 2020). Pada penelitian Azimi- dari orang tua yang menderita diabetes
Nezhad (2008), prevalensi diabetes mellitus mempunyai risiko menderita diabetes sebesar
lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki- 15%, tetapi bila kedua orangtuanya menderita
laki, meskipun tidak bermakna. Mungkin diabetes maka risiko kemungkinan untuk
karena perempuan umumnya memiliki aktifitas menderita diabetes sebesar 75% (Diabetes Uk,
yang lebih sedikit dan menghabiskan sebagian 2010). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
besar waktunya di rumah. Menurut Kautzky- penelitian Nuraini (2016) bahwa tidak terdapat
Willer (2016), Perempuan memiliki peningkatan hubungan antara riwayat diabetes mellitus pada
rasio lingkar pinggang yang lebih menonjol keluarga terhadap diabetes dengan nilai p=0,102
dengan bertambahnya usia dibandingkan laki- (Nuraini, 2019). Sedangkan pada penelitian
laki. Pada subjek lansia di Inggris, lingkar Rudi (2017) bahwa terdapat hubungan antara
pinggang merupakan prediktor terbaik diabetes riwayat diabetes mellitus dalam keluarga
mellitus pada perempuan, sedangkan pada laki- terhadap kadar gula darah puasa dengan nilai
laki nilai prediksi BMI dan lingkar pinggang p=0,025. Namun, apabila orang tua mengidap
mempunyai nilai sebanding. Hasil ini penyakit diabetes bukan berarti mempunyai
dikonfirmasi oleh penelitian kohort lain dari anak yang pasti akan mengidap diabetes pula,
berbagai negara. Dalam analisis gabungan dari hal ini dapat dicegah bila dapat menghindari
2 studi kohort berbasis populasi prospektif, faktor risiko untuk terjadinya diabetes mellitus
perempuan di Jerman yang memiliki (Rudi, 2017).
360
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
361
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
secara fisik untuk orang dewasa, dengan bahwa tidak ada hubungan antara obesitas
akumulasi waktu minimal 30 menit selama 5 sentral dengan kejadian hiperglikemia (p-value
hari atau lebih dalam seminggu untuk aktivitas = 0,232 > 0,05). Dari penelitian ini juga
fisik aerobik intensitas sedang atau aktivitas fisik disimpulakan bahwa yang artinya responden
aerobik intensitas kuat setidaknya 20 menit 3 yang obesitas sentral memiliki risiko 1,04 kali
hari seminggu (Balkau, 2008). Pada Exercise (95% CI ; 0,99-1,10) lebih tinggi untuk
training studies mendukung anggapan bahwa mengalami hipergikemi dibandingkan dengan
aktifitas fisik meningkatkan sensitivitas insulin yang tidak obesitas sentral. Perubahan gaya
secara independen dari efek aktivitas apa pun hidup pada individu yang mempunyai faktor
pada penurunan berat badan dan distribusi risiko dapat mencegah terjadinya diabetes
lemak. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup mellitus. Semua jenis aktivitas fisik baik itu
aktif secara fisik berkaitan terhadap rendahnya olahraga, pekerjaan rumah tangga, berkebun,
insiden diabetes mellitus tipe 2 (Kriska, 2003) atau aktivitas fisik lainnya yang berhubungan
Berdasarkan hubungan dengan kebiasaan dengan pekerjaan memiliki manfaat yang sama
merokok, hasil uji statistik diperoleh nilai p = dalam mencegah terjadinya diabetes. Intervensi
0,873 berarti tidak terdapat hubungan yang gaya hidup tersebut diharapkan dapat mencegah
signifikan antara hiperglikemia dengan atau menunda terjadinya diabetes mellitus
kebiasaan merokok dimana PR=0,98 (95% maupun komplikasi yang terkait dengan
CI;0,91-1,06) yang berarti responden yang diabetes mellitus.
merokok memiliki risiko 0,98 kali lebih besar Pada penelitian ini memakai desain studi
untuk mengalami hiperglikemia dibandingkan cross sectional yang memiliki kelemahan dimana
dengan responden yang tidak merokok. Pada hubungan obesitas sentral dan hiperglikemia
penelitian Beziaud (2004), menunjukkan bahwa tidak dapat dijelaskan kausalitasnya. Penelitian
ada hubungan signifikant antara merokok selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan
terhadap risiko terjadinya diabetes mellitus, desain yang lebih baik sehingga dapat
tetapi pada wanita kurang signifikan. Konsumsi menjelaskan pengaruh obesitas sentral terhadap
tembakau menyebabkan peningkatan asam kejadian hiperglikemia berdasarkan asas
lemak bebas. Beziaud. (2004), memperkirakan temporal yang jelas. Saran bagi responden
bahwa mungkin disebabkan oleh resistensi penelitian ini adalah agar dapat melakukan gaya
insulin oleh gangguan translokasi GLUT4 oleh hidup sehat dengan melakukan aktifitas fisik
yang dirangsang insulin di otot rangka. Menurut minimal 150 menit dalam seminggu dan
Taringan (2009) dalam Irawan (2010) merokok menjaga pola makan yang sehat untuk dapat
adalah salah satu faktor risiko untuk terjadinya mengendalikan faktor risiko terjadinya
penyakit diabetes melitus tipe 2. Menurut hiperglikemia. Selain itu disarankan untuk
Amarican Diabetes Associations, asap rokok melakukan pemeriksaan fisik secara berkala di
dapat menyebabkan kadar oksigen dalam Posbindu PTM disekitarnya.
jaringan menjadi berkurang, meningkatkan
kadar kolesterol dan tekanan darah dan dapat DAFTAR PUSTAKA
meningkatkan kadar gula darah. Oleh karena
itu, pada orang yang sering terpapar asap rokok American Diabetes Association. 2014. Standards of
memiliki risiko lebih mudah untuk terkena Medical Care In Diabetes. Diabetes Care,
37(SUPPL.1), pp. 14–80.
penyakit dabetes melitus dibanding dengan
Azimi-Nezhad, M. et al. 2008. Prevalence of Type 2
orang yang tidak terpapar asap rokok (Irawan,
Diabetes Mellitus in Iran and Its Relationship
2010).
With Gender, Urbanisation, Education,
Marital Status And Occupation. Singapore
PENUTUP Medical Journal, 49(7), pp. 571–576.
Balkau, B. et al. 2008. Physical Activity And Insulin
Hasil dari penelitian ini menunjukkan Sensitivity The RISC Study. Diabetes, 57(10),
362
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
363
Junita, R, T., Syahrizal. / Obesitas Sentral dengan / HIGEIA 5 (3) (2021)
364