Anda di halaman 1dari 53

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DAN KESADARAN

DIRI DENGAN KETERATURAN KONTROL KADAR GULA DARAH


PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DIWILAYAH PUSKESMAS
PAMEUNGPEUK KAB.BANDUNG

Pengajuan Penelitian Judul Skripsi


Diajukan untuk menyelesaikan program akademik Prodi Keperawatan
pada Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Bale Bandung

Megga Siti Nurlani


G1A160003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini telah terjadi transisi epidemologi yaitu

berubahnya pola penyebaran penyakit dari penyakit menular menjadi

penyakit tida menular.Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat yang

tidak sehat mulai dari pola konsumsi yang serba instan.Semakin

canggihnya teknologi yang menyebabkan seseorang kurang bergerak atau

melakukan aktifitas fisik, life style dan lain-lain. Salah satu penyakit tidak

menular yang banyak ditemeukan di masyarakat yaitu diabetes melitus

atau biasa juga disebut penyakit gula atau kencing manis (Waspadji,2013)

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme

kronis yang ditandai peningkatan gula glukosa darah (hiperglikemi),

disebabkan karena ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan

insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya

glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolism dan

pertumbuhan sel .berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa

tertahan didalam darah dan menibulkan peningkatan gula darah, sementara

sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam

kelangsungan dan fungsi sel. (Tarwoto,2012 dalam Faisal Anwar Rosyidin

2017).

Diabetes Melitus terbagi menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II.

Individu yag menderita diabetes melitus tipe I memerlukan suplai insulin


dari luar (eksogen insulin), seperti injeksi untuk mempertahankan hidup

tanpa insulin pasien akan mengalami diabetic ketoasidosis, kondisi yang

mengancam kehidupan yang dihasilkan dari asidosis metabolic. Individu

dengan diabetes melitus tipe II resisten terhadap insulin, suatu kondisi

dimana tubuh tidak berespon terhadap aksi dari insulin. Sehingga individu

tersebut hanya selalu menjaga pola makan, mencegah terjadinya

hipoglikemi atau hiperglikemi dan hal tersbut akan berlangsung secara

terus menerus sepanjang hidupnya (Izzati, W& Nirmala 2015).

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan

bahwa pada tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus di dunia adalah

sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe II

adalah 90-95% dari populasi dunia yang menderita diabetes melitus dan

hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes melitus tipe I. Indonesia

menempati urutan ke tujuh terbesar dari jumlah penderita diabetes mellitus

dengan prevalensi 6,2% (10 juta jiwa) dari total penduduk sedangkan

posisi urutan diatasnya yaitu China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia

dan Meksiko.

Studi penelitian pada pasien diabtes melitus yang telah melakukan

kontrol gula darah secara rutin akan mempunyai kualitas hidup yang lebih

baik dan akan mempunyai resiko komplikasi yang sangat rendah

(Mcculloch, 2009). Untuk itu kontrol gula darah bagi penderita DM

sangatlah penting dimana dapat membantu menentukan penangan medis

yang tepat sehingga dapat mengurangi resiko komplikasi yang berat dan
membantu penderita menyesuaikan atau mengatur pola makan, aktifitas

fisik dan juga kebutuhan kadar insulin untuk memperbaiki kadar gula

darah sehari-hari (Benjamin, 2010) dalam Anis Febriyani (2017).

Sehingga perlu adanya dukungan dan kesadaran diri dari keluarga terhadap

pasien Diabetes Melitus dalam melakukan kunjungan kontrol gula darah.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan

mengontrol kadar gula darah adalah dengan kombinasi antara pengaturan

diit, olahraga, obat anti diabetic, penilaian kontrol dan pendidikan.

Keberhasilan penatalaksaan diabetes melitus juga ditentukan oleh peranan

aktif dari penderita diabetes melitus itu sendiri, keluarganya dan

masyarakat dalam pengontrolan kadar gula darah, pencegahan komplikasi

akut maupun kronik ( Asdie, 2000).

American Diabetes Association, 2006 mengatakan bahwa

perencanaan pengelolaan diabetes melitus harus dibicarakan sebagai

teraupetik antara pasien dan keluarganya. Pasien harus menerima

perawatan medis secara terkoordinas dan integrasi dari tim kesehatan

sehingga keluarga menyadari pentingnya keikutsertaan dalam perawatan

penderita diabetes melitus agar kadar gula darah penderita dapat terkontrol

dengan baik.

Menurut (Friedman, M Jones & Bowden, 2010) dukungan keluarga

merupakan salah satu bentuk dari terapi keluarga, melalui keluarga

berbagai masalah yang kesehatan bisa muncul sekaligus dapat di


adaptasi.Dukungan keluarga memiliki empat jenis dimensi yaitu :

perhatian dan kasih sayang (dukungan emosional), menghrgai dan saling

memberikan umpan balik (dukungan penghargaan) dalam bentuk bantuan

tenaga, uang dan waktu (dukungan instrumental) maupun memberikan

sarah, nasehat dan informasi terkait dengan penyakit yang diderita

(dukungan informasi).

Individu mempunyai dukungan keluarga untuk mengubah prilaku

kesehatan lebih cenderung untuk mengadopsi dan mempertahankan

prilaku kesehatan yang baru dari pada individu yang yang tidak memiliki

dukungan keluarga untuk memngubah prilaku kesehatannya terutama

dalam perubahan gaya hidup (friedman, Bowden dan jones, 2003 dalam

yenni 2011).

Hal tersebut didukung oleh Anan Priharianto (2014), Albherta

(2011), dan Yeni & Handayani (2013) bahwa terdapat hubungan antara

dukungan keluarga dengan keteraturan kontrol kadar gula darah pada

penderita Diabetes Melitus dan ada factor lain selain dukungan keluarga

yang mempengaruhi keteraturan kontrol kadar gula darah antara lain yaitu

tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, waktu atau jarak tempuh, dan

dukungan tenaga kesehatan serta peran keluarga juga diharapkan

meningkatka keikutsertaan dalam merawat dan memotivasi pasien diabetes

mellitus. Berdasarkan hasil analisa data penelitian diketahui bahwa nilai

x 2 hit = 9,363 dan nilai probabilitas yaitu 0,009 yang nilainya lebih kecil

dari 0,05 sehingga HO ditolak. maka dikatakan bahwa dukungan keluarga


merupakan salah satu factor yang mempengaruhi keteraturan kontrol kadar

gula darah. .

Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

dalam Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menunjukkan

prevalensi DM di Indonesia berdasarkan pemeriksaan darah pada

penduduk umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter terjadi peningkatan

dari 6,9% di tahun 2013 meningkat menjadi 8,5% menurut konsesnsus

perkeni 2011. sedangkan prevelensi menurut konsensus perkeni 2015

prevalensi diabetes melitus pada penduduk umur ≥ 15 tahun 2018

meningkat menjadi 10,9% (Dinkes RI 2018).

Sedangkan dari dinas kesehatan provinsi jawa barat pada tahun

2013 terdapat 15 kabupaten kota dengan angka kejadian diabetes melitus

melebihi angka kejadian diabetes melittus provinsi jawa barat . sedangkan

2012 sebanyak 10 kabupaten kota. Berarti pada tahun 2013 mengalami

peningkatan jumlah kabupaten kota dengan kejadian diabetes melitus

melebihi angka kejadian provinsi (Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2013).

Dari dinas kesehatan kabupaten bandung pada tahun (2019)

terdapat 20 puskesmas yang mengalami penyakit DM angka prevensi

Diabetes Melitus mencapai 12012 orang. Dari 20 puskesmas salah satu

Puskesmas Di Kabupaten Bandung yaitu puskesmas Pamengpeuk yang

berada di Jl.Raya Banjaran No 501 Sukasari Pamengpeuk Bandung jawa


barat pasien yang mengalami penyakit Diabetes Melitus sebanyak 384

orang.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 12

November 2019 di Puskesmas Pameungpek Desa pameungpeuk

kecamatan pamengpeuk didapatkan data dari bulan Januari - Oktober 2019

Diabetes Melitus termasuk ke dalam 10 besar penyakit di Puskesmas

tersebut.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dalam pengambilan data yang

dilakukan di Puskesmas Pamengpeuk Kabupaten Bandung. Data

kunjungan pasien diabetes dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1.1.
Data kunjungan pasien Diabetes Melitus di Puskesmas
Pamengpeuk pada Bulan Januari – Desember tahun 2019 di
Puskesmas Pamengepeuk.

BULAN JENIS PENYAKIT TOTAL


Januari Diabetes Melitus tidak spesifik 225
Februari Diabetes Melitus tidak spesifik 225
Maret Diabetes Melitus tidak spesifik 225
Juni Diabetes Melitus tidak spesifik 159
Jumlah
Sumber : Data Sekunder Buku Kunjungan Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas
Pamengpeuk,2019

Penjelasan tabel diatas maka kunjungan pasien diabetes melitus di

puskesmas pamengpeuk 2019 pada bulan januari hingga bulan juni yang

melakukan pemerisaan diabetes sebanyak 225 orang sedangkan pada bulan

juni menurun hanya sebanyak 159 orang yang melakukan pemeriksaan

diabetes melitus. Dilihat dari data peserta prolanis pada kasus Diabetes
Melitus di puskesmas pameungpeuk pada tanggal 19 juni 2019 hingga

bulan November sebanyak 25 orang yang sering kontrol terdiri dari

perempuan sebanyak 17 orang dan laki-laki sebanyak 8 orang.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 12 dan

21 November 2019 di Puskesmas Pameungpek dengan 25 orang yang

mengikuti prolanis Diabetes Melitus ternyata hanya ditemukan sampel

dengan jumlah 6 yaitu wanita 5 dan 1 laki-laki rata-rata berusia ± 50

tahun. 5 diantaranya mengatakan rutin melakukan kontrol gula darah

dengan waktu yang sudah ditentukan dan hanya 4 orang tidak adanya

anggota keluarga yang mengantar ke puskesmas, dan 1 orang lagi

mengatakan rutin melakukan kontrol hanya saja kadang berbeda hari

tanggalnya saja dan tidak didampingin anggota keluarga. Berdasarkan

wawancara yang sering dikeluhkan bahwa diabetes melitus harus

mengkonsumsi obat tiap hari, berobat rutin tiap bulan, ketakutan akan

terjadi komplikasi seperti ginjal hipertensi, kelemahan fisik sehingga

malas untuk berolahraga, dan harus berobat seumur hidup.


Tabel 1.2. Jumlah Penderita Diabetes Melitus Berdasarkan Usia Di
Puskesmas Pamengpeuk Kabupaten Bandung

USIA
DIAGNOSA
TOTAL

No 15-19th 20-44th 45-54th 55-59th 60-69th >70th

L P L P L P L P L P L P L P

1. DM pada FKTP 0 0 0 8 15 45 8 26 14 47 12 15 49 141

2. DM pada Prolanis 0 0 0 1 14 33 3 34 16 55 3 35 36 158

85 229
Jumlah Total
384

Sumber : Rekapitulasi Data Pasien Diabetes Melitus Di Daerah Puskesmas


Kab.Bandung 2019

Berdasarkan tabel di atas jumlah pendeirta Diabetes Melitus

berdasarkan usia dibagi dua yaitu DM pada FKTP dan DM pada Prolanis.

Penderita diabetes dimulai pada usia 20-44 tahun terdapat jumlah

perempuan 8 orang dan laki laki 1 orang, usia 45-54 tahun terdapat jumlah

perempuan 78 orang dan laki-laki 29 orang, usia 55-59 tahun terdapat

jumlah perempuan 60 orang dan laki-laki 11 orang, usia 60-69 tahun

terdapat jumlah perempuan 102 orang dan laki-laki 30 orang, usia > 70

tahun terdapat dengan jumlah perempuan 50 orang dan laki-laki 15 orang.

Berdasarkan dari hal-hal diatas , maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai ”hubungan antara dukungan keluarga d

dan kesadaran diri dengan keteraturan kontrol kadar gula darah pada
penderita Diabetes Melitus di wilayah puskesmas Pameungpek kecamatan

pamengpeuk”

B. Rumusan Masalah

sesuai dengan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui apakah ada “Hubungan antara dukungan keluarga dan

kesadaran diri dengan keteraturan kontrol kadar gula darah pada penderita

Diabetes Melitus di wilayah puskesmas Pamengpeuk kecamatan

pamengpeuk?”.

C. Tujuan

Adapun tujuan dan penelitian ini adalah sebagai berikut :

A. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara dukungan keluarga dengan

keteraturan kontrol kadar gula darah pada penderita Diabetes Melitus

di wilayah puskesmas Pameungpek kecamatan pamengpeuk.

B. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dukungan keluarga pada penderita Diabetes

Mellitus

2. Untuk mengetahui kesadaran diri pada penderita Diabetes Mellitus

3. Untuk mengetahui Keteratura Kontrol kadar gula darah pada

penderita Diabetes Mellitus


4. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan

keteraturan Kontrol kadar gula darah pada penderita Diabetes

Mellitus

5. Untuk mengetahui hubungan kesadaran diri dengan Kontrol kadar

gula darah pada penderita Diabetes Mellitus

D. Manfaat penelitian

Peneliti berharap penelitian ini dapatbermanfaat baik secara teroitis

maupun praktis.

A. Manfaat Teoris

a. Peneliti ini menambahkan data kepustakan di dunia keperawatan

yang berhubungan dengan keteraturannya kontrol gula darah pada

penderita Diabetes Melitus.

b. Peneliti ini menambah kepustakan khususnya keperawatan

mengenai Diabetes Melitus yang berhubungan dengan dukungan

keluarga dan kesadaran diri pada penderita Diabetes Melitus.

B. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Peneliti diharapkan dapat memberi masukan bagi tenaga pengajar

dan mahasiwa menyangkut keteraturan kontrol gula darah pada

penderita DM.

b. Bagi Profesi

Peneliti ini diharapkan dapat memberikan kontrisbusi yang

bermakna terhadap kemajuan ilmu keperawatan dibidang


penelitian sehingga dapat dijadikan acuan baik dilingkungan

puskesmas, dilingkungan komunitas maupun di lingkungan

pendidikan keperawatan.

c. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar melaksanakan

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan keteraturan

kontrol gula darah pada pasien DM.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Landasan Teori

A. Konsep Diabetes Melitus dan Kadar Gula Darah

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebbkan oleh

penurunan sekresi insuin atau penurunan sensitivitas insulin atau

keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler,

makrovaskuler, dan neuropati.(Yuliana elin, 2009).

Diabetes mellitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu

mengahsilkan atau menggunakan insulin (hormone yang membawa

glukosa darah ke sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen).

Dengan demikian, terjadi hiperglikemia yang disetai berbagai kelainan

metabolic akibat gangguan hormonal, melibatkan kelainan metabolism

karbohidrat, protein, dan lemak serta menimbulkan bebagai komplikasi


kronis pada organ tubuh (Mansjoer dkk.,2000; Sukarmin dan S.Riyadi,

2008; Tambayong, J. 2000)

Menurut American Diabetes Association (2005), diabetes mellitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin kerja insulin

atau kedua-duanya (Nur Aini & Ledy Martha, 2016 : 19).

2. Pengertian Pemeriksaan Glukosa Darah dan Kontrol Gula Darah

Pemeriksaan kadar glukosa darah merupakan pemeriksaan

terhadap kadar gula atau glukosa dalam darah vena ketika pasien puasa

12 jam sebelum pemeriksaan yang bisa di sebut GDP (Glukosa Darah

Puasa) atau ketika 2 jam setelah makan (Postprandial) (Sutejdo, 2007

dalam Anan Priharianto 2014).

Kontrol kadar gula darah yaitu tindakan memonitor diabetes

yang menyangkut penguji yang sistematis dan teratur terhadap tingkat

diabetes oleh pasien sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan bantuan

kembar uji (tes strips) baik untuk urine maupun darah ( Niven 2002

dalam Safitri,2013).

3. Tujuan Pemeriksaan Glukosa Darah

1. Untuk mengetahui apakah sasaran tercapai

2. Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila tercapai sasaran

terapi. Guna mencapai tujuan tersebut perlu di lakukan

pemeriksaan kadar glukosa darah pada waktu yang lain secara

berkala sesuai dengan kebutuhan (Perkeni, 2011)


Pada penderita diabetes melitus, pemeriksaan darah untuk

mengukur kadar gula darah dianjurkan minimal sekali setiap bulan

(Niven 2002 dalam Safitri, 2013).

4. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes Melitus dibagi dua (Buku Aplikasi Asuha

Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc edisi

jilid 1: 188)

1. Klasifikasi Klinis :

a. DM

- Tipe I : IDDM

Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau

langerhans akibat proses autoimun

- Tipe II : NIIDM

Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan

resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya

kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati :

 Tipe II dengan besitas

 Tipe II tampa obesitas

b. Gangguan Toleransi Glukosa

c. Diabetes Kehamilan
2. Klasifikasi Resiko Statistik:

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b. Berpotensi menderita kelainan glukosa

5. Fatofisiologi Diabetes Melitus

Menurut (suyono, at al, 2009) bada memerlukan bahan untuk

membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Bahan makanan

yang kita makan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan

tepung tepungan), protein (asam amino) dan lemak ( asam lemak).

DM adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan

hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin atau

keduanya. Ada empat tipe utama DM. DM tipe 1 (5%-10% kasus

terdiagnosis), DM tipe 2 (90%-95% kasus terdiagnosis), DM

gestasional (2%-5% dari semua kehamilan), dan DM tipe spesifik lain

(1%-2% kasus tergdiagnosis).

a. Diabetes tipe 1

DM tipe 1 sering kali terjadi pada masa kanak-kanak dan

remaja, tetapi dapat terjadi pada berbagai usia, bahkan pada usia

80-an tahun 90-an .penyakit ini ditandai dengan

hhiperglikemia(kenaikan kadar gula glukosa darah), pemecahan

lemak dan protein tubuh dan pembentukan ketosis (penumpukan

badan keton yang diprosuksi selama oksidasi asam lemak). DM

tipe 1 terjadi akibat kerusakan sel beta islet Langerhans di


pankreas.Ketika sel beta rusak, insulin tidak lagi di produksi.Meski

DM tipe 1 dapat di klasifikasikan baik sebagai penyakit autoimun

maupun idiopatik, 90% kasus diperantaian imun.Penyakit ini

dimulai dengan insulitis suatu proses inflamatorik kronik yang

terjadi sebagai respons terhadap kerusakan autoimun sel islet.

Proses ini secara perlahan merusak produksi insulin, dengan awitan

hiperglikemia terjadi ketika 80% hingga 90% fungsi sel beta rusak.

Proses ini biasanya terjadi selama periode praklinis yang lama.

Diyakini bahwa fungsi sel alfa maupun sel beta tidak normal,

dengan kekurangan insulin dan kelebihan relatif glukagon yang

mengakibatkan hiperglikemia ( EGC,2012: 651-654)

b. Diabetes Tipe 2

DM tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa yang

terjadi meski tersedia insulin endogen. DM tipe 2 dapat terjadi

pada semua usia tetapi biasanya dijumpai pada usia paruh baya dan

lansia. DM tipe 2 merupakan bentuk paling umum DM. Hereditas

berperan dalam transmisi.Kadar insulin yang dihasilkan pada DM

tipe 2 berbeda-beda dan meski ada fungsinya dirusak oleh

resistensi insulin dijaringan perifer.Hati memproduksi glukosa

lebih dri normal, karbohidrat dalam makanan tidak dimetabolisme

dengan baik, dan akhirnya pankreas mengeluarkan jumlah insullin

yang kurang dari yang dibutuhkan (Port, 2007). Apapun

penyebabnya terdapat cukup produksi insulin untk mencegah


pemecahan lemak yang dapat menyebabkan ketosis sehingga DM

tipe 2 digolongkan sebagai bentuk DM non-ketosis .namun, jumlah

insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar gula

glukosa darah melalui ambilan glukosa oleh otot dan sel lemak.

Faktor utama pengemabangan DM tipe 2 adalah retensi selular

terhadap efek insulin. Retensi ini ditingkatkab oleh kegemukan,

tidak beraktivitas, penyakit, obat-obatan, dan penambahan usia.

( EGC,2012: 651-654)

6. Etiologi

Etiologi Diabetes sesuai dengan Buku Aplikasi Asuha Keperawatan

berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc edisi jilid 1: 188)

dibagi 2 yaitu :

1. DM tipe I

Diabetes yang tergantung insuin ditandai dengan penghancuran sel

sel beta pancreases yang disebabkan oleh :

- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu

sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan

genetic kearah terjadinya diabetes I.

- Faktor Imunologi ( autoimun)

- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu

proses autoimun yang menimbulkan estruksi si beta.

2. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relatie sel beta dan resistensi insulin

.faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes

tipe II : usia , obesitas, riwayat dan keluarga.

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi

menjadi 3 yaitu : (sudoyo Aru,dkk 2009).

1. <140 mg/dl → normal

2. 140-<200 mg/dl →toleransi glukosa terganggu

3. ≥200 mg/dl →diabetes

7. Diagnosa Diabetes Melitus

Menurut Kariadi 2009 (dalam Faisal Anwar Rosyidin 2017) di

diagnosis diabetes melitus dinyatakan pasti apabila kadar glukosa

darah sebagai berikut :

1. Kadar gula darah sesudah puasa selama 8-10 jam ≥ 126 mg/dl

(lebih atau sama dengan 126 mg/dl)

2. Pada TTOG 9Tes Toleransi Glukosa Oral) kadar gula darah 2 jam

sesudah minum 75 gram glukosa khusus ≥ 200 mg/dl atau sama

dengan 200 mg/dl).

8. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic

defisiensi insulin (price &Wilson)

1. Kadar glukosa puasa tidak normal


2. Hiperglikemia berat berakibat glukosa yang akan menjadi

dieresis osmotic yang meningkat pengeliuan urin (poliruria)

dan timbul rasa haus (polidipsia)

3. Rasa lapar yang semakin besar ( polifagia), BB berkurang

4. Lelah dan mengantuk

5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata

kabur, impotensi, peruritas vulva.

Kriteria diagnosis DM : ( sudoyo Aru, dkk 2009 )

1. Gejala klasik DM+glukosa pl1 asma sewaktu ≥ 200 mg/dl

(11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada

suatu hari tanpa memperhatika waktu

3. Gejala klasik DM-Glukosa plasma≥126 mg/dl (7,0 mmo/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan

sedikitnya 8 jam.

4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

glukosa yang setara dengan glukosa anhidrus dilarutkan

kedalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994): (sudoyo Aru,dkk 2009)

1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa

(dengan karbohidrat yang cukup)


2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum

pemeriksaan minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Periksa konsentrasi glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB

(anak-anak) dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam

waktu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan 2 jam setelah minum larutkan glukosa selesai

6. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istiraht

dan tidak merokok .(Amin Huda & Hardhi, 2015 : 189-190).

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjangmenurut Buku Aplikasi Asuha

Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc edisi

jilid 1: 190-191) yaitu:

1. Kadar glukosa darah

Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode

enzimatik sebagai patokan penyaring

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar Glukosa darah DM Belum pasti DM
sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-90
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar gula darah puasa DM Belum pasti DM
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-120
2. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2

kali pemeriksaan :

- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11.1 mmol/L)

- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial

(pp) > 200 mg/dl.

3. Tes laboratorium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik, tes

pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksikomplikasi

4. Tes saring

Tes-tes saring pada DM adalah :

- GDP,GDS

- Tes Glukosa Urin :

1. Tes konvensional (metode reduksi/benedict)

2. Tes carik celup (metode glukosa oxidase/hexokinase)

5. Tes diagnostik

Tes-tes diagnostik pada DM adalah : GDP,GDS, GD2PP (glukosa

darah 2 jam post prandial), glukosa jam ke-2 TTGO

6. Tes monitoring terapi

Tes-tes monitoring terapi DM adalah :

- GDP : plasma vena, darah kapiler

- GD2 PP : plasma vena


- A1c : darah vena, darah kapiler

7. Tes untuk mendeteksi komplkasi adalah :

- Mikroalbuminuria: urin

- Ureum, kreatinin,Asam Urat

- Kolestrol total : plasma vena (puasa)

- Kolestrol LDL : plasma vena (puasa)

- Kolestrol HDL : plasma vena (puasa)

- Trigliserida : plasma vena (puasa)

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Insulin DM tipe 2 diperlukan pada keadaan: (Buku

Aplikasi Asuha Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda

Nic-Noc edisi jilid 1: 191)

1. Penuruan berat badan yang cepat

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau hiperglikemiahiperosmolar non

ketotik (HONK)

4. Hipergelikemia dengan asidosis laktak

5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

6. Stres berat (infeski sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

7. Kehamilan dengan DM/Diabetes Mellitus gestasional yang tidak

terkednali dengan perencanaan makan

8. Gangguan fungs ginjal atau hati yang berat

9. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO


B. Konsep Dukungan Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan sekumpulan orang dua atau lebih yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan atau adopsi yang bertujuan untuk

menciptakan dan mempertahankan budaya umum, meningkatkan

perkembangan fisik mental, emosional dan yang mengidentifikaika diri

mereka sebagai bagian dari keluarga. (Marilyn M Friedman, 2014).

Keluarga sebagai individu dari tiap generasi berikutnya keluarga

merupakan fungsi paling dasar dari keluarga pun dipandang terpisah

dari keluarga, dengan pilihan menjadi konteks utama dilingkup

keluarga pascamodern. Oleh karena itu, terdapat banyak definisi

dengan berbaai teori yang membentuk definisi tersebut dan harapan

kita akan kehidupan keluarga. (Dunphy, 2001 Hal 09).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga dari beberapa orang yang berkumpul dan tinggal

disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan ketergantungan

menurut Dep Kes RI (1998 dalam Achar, 2012) .

2. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga mengacu pada seseorang yang dianggap

mampu memberikan bantuan ketika anggota keluarga yang lain

membutuhkan (Estu,2010). Friedman, Bowden & Jones (2003 dalam

Yeni,2011) menyataka bahwa dukungan keluarga adalah unsur penting

dalam keberhasilan individu anggota keluarga dalam melakukan dan

mempertahankan perilaku kesehatan baru. Seperti berhenti meroko

atau memperbaiki pola makan.

Dukungan keluarga adalah suatu proses yang terjadi sepanjang

kehidupan, sifat dan jenis dukungan keluarga berbeda dalam tahap

siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan ssosial

internal maupun dukungan sosial eksternal.Dukungan keluarga

berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal (Marilyn M Friedman,

2014).

Menurut Green & Kreuter (1991 dalam Yeni, 2011) dukungan

keluarga termasuk dalam faktor dalam penuat (enabiling faktor) yang

dapat mempengaruhi prilaku gaya hidup seseorang individu yang

mempunyai dukungan keluarga yang kuat untuk mengubah prilaku

kesehatan jauh lebih cenderung untuk mengadopsi dan

mempertahankan prilaku kesehatan yang baru dari pada individu yang

tidak memiliki dukungan keluarga untuk mengubah prilaku kesehatan

menurut Friedman, Bowden & Jones (2003 dalam Yeni, 2011).

3. Komponen-Komponen Dukungan Keluarga


Friedman (2010) menyatakan terdapat tiga dimensi utama dari

dukungan keluarga yaitu : dukungan instrumental, dukungan

informasional, serta dukungan emosional dan harga diri.

a. Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi penyedian dukungan jasmaniah

seperti pelayanan, bantuan finansial dan materi berupa bantuan

nyata (instrumental support material suport), suatu kondisi dimana

benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,

termasuk didalamnya bantuan langsung,seperti saat seseorang

memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-

hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan

merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat

membantu memecahkan masalah

Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan

menguraangi depresi individu.Pada dukungan nyata keluarga

sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

b. Dukungan Informasional

Dukungan ini merupakan dukungan yag diberikan keluarga

kepada anggota keluarganya melalui penyebaran informasi.

Seseorang yang tidak dapat menyelesaikan masalahnya maka


dukungan ini diberikan dengan cara memberikan informasi,

nasehat dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah. Keluarga

sebagai tempat dalam memberi semnagat serta pengawasan

terhadap kegiatan harian misalnya klien DM yang harus

melakukan kontrol rutin sehingga keluarga harus senantiasa

mengingatkan klien untuk kontrol dan pada dukungan informasi ini

keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

c. Dukungan Emosional dan Harga Diri

Dukungan ini mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan

perhatian dari orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga

yang mengalami masalah kesehatan. Keluarga merupakan tempat

yang aman untuk istiraht dan pemulihan dari penguasaan emosi

(Smet Bart, 1999 dalam Lutvi Choirunnisa 2018). Keluarga

bertindak sebagai pembimbing atau umpan balik serta validator

identitas keluarga yang ditunjukkan melalui penghargaan positif

misalnya penghargaan untuk klien DM. persetujuan dengan

gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positifpada klien

DM dengan klien lainnya seperti orang lain dengan kondisi yang

lebih buruk darinya. Hal tesebut dapat menambah harga

dirinya.Dukungan emosional dan harga diri juga dapat memberikan

semangat dalam berperilaku kesehatan, sebagai contohnya adalah

dukungan ini dapat diberikan pada klien DM dalam menjalani

pengobatan.
4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesehatan

Tiga aspek yang mempengaruhi dukungan keluarga terhadap

kesehatan secara langsung maupun tidak langsung antara lain :

1. Aspek prilaku (Behavioral Mediators)

Dukungan keluarga dapat mempengaruhi perubahan prilaku

seseorang

2. Aspek Psikologis (Psychological Mediators)

Dukungan keluarga dapat meningkatkan dan membangun harga

diri seseorang dan menyediakan hubungan yang saling

memuaskan.

3. Aspek Fisiologis (Physiological Mediators)

Dukungan keluarga dapat membantu mengatasi respon Fight or

Flight dan dapat memperkuat system imun seseorang.

5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Puspitaningrum (2013) dalam lutvi Choirunnisa (2018),

terdapat bukti yang kuat dari hasil penelitiannya bahwa keluarga besar

maupun keluarga kecil secara kualitatif dapat menggambarka

pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga

kecil dapat menerima lebih banyak perhatian dan keluarganya

dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga besar. Dukungan dari

orangtua tertutama ibu juga dipengaruhi oleh faktor usia.


Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga yang lainnya

adalah kelas sosial ekonomi keluarga.Kelas sosial ekonomi keluarga

meliputi tingkat pendidikan dan tingkat pendapat.Keluarga tingkat

kelas menengah lebih mungkin menjalani hubungan yang lebih

demokratis dan adil, sementara itu dalam keluarga kelas menengah

kebawah hubungannya lebih otoritas dan otokrasi. Orang tua dengan

kelas sosial menengah memiliki tingkat dukungan yang lebih tinggi

dari pada orangtua dengan kelas sosial bawah.

6. Manfaat dukungan keluarga

Manfaat dukungan sosial keluarga terhadap kesehatan secara

spesifik terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih

mudah sembuh dari sakit, meningkatkan fungsi kognitif, fisik, dan

kesehatan emosi atau psikologi. Selain itu, pengaruh positif dari

dukungan sosial keluarga adalah terdapat kejadian dalam kehidupan

yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008 dalam Faisal Anwar,2017 )

7. Peran Keluarga dalam perawatan penderita DM

Peran keluarga dalam perawatan DM sangatlah penting untuk

meminimalkan terjadinya komplikasi yang mungkin muncul,

memperbaiki kadar gula darah serta meningkatkan kualitas hidup

penderita (T. A. Miller & DiMatteo, 2013). Peran keluarga dibagi

dalam berbagai aspek yaitu penyuluhan, perencanaan makan, latihan


jasmani, terapi farmakologi, monitoring kadar gula darah serta

perawatan kaki DM. hal tersebut sangatlah penting sehingga tenaga

kesehatan menganjurkan kepala anggota keluarga penderita DM untuk

mempertahankan, memotivasikan dan meningkatkan perannya dalam

perawatan penderita DM (setyawati, 2006 dalam Lutvi Choirunnisa,

2018).

C. Konsep Kesadaran Diri

1. Pengertian Kesadaran Diri

Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali perasaan

dan mengapa seseorang merasakannya seperti itu dan pengruh perilaku

seseorang terhadap orang lain. Kemampuan tersebut diantarannya :

kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan

seseorang. Membela diri dan mempertahankan pedapat, kemampuan

untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan berdiri dengan kaki

sendiri (kemandirian), kemampuan untuk mengenali kekuatan

kelemahan orang dan menyenangi diri sendiri meskipun

seseorangmemiliki kelemahan (penghargaan diri), serta kemampuan

mewujudkan potensi yang seseorang miliki dan merasa senang (puas)

dengan potensi yang seseorang raih ditempat kerja mauppun

kehidupan pribadi.

Kesadaran Diri atau Self awareness adalah kemampuan untuk

mengenal dan memilah-milah perasaaan pada diri, memahami hal yang

sedang dirasakan dan mengapa hal tersebut bias dirasakan dan


mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut, serta pengaruh

prilaku individu terhadap orang lain.

Kesadaran diri menurut Dahlan et al (624-685, dalam Riyadi

Agus dan Hasyim Hasanah, 2015:105) merupakan aspek utama dalam

dimensi psikologis individu. Keberadaannya merupakan gambaran

umum mengenai pemahaman evaluasi dan pengenalan jati diri.

Kesadaran diri adalah sumber daya yang paling berharga bagi

seorang perawat adalah kemampuan untuk menggunakan diri sendiri

untuk membantu orang lain. Untuk memastikan penggunaan diri yang

paling efektif maka penting untuk menyadari kekuatan dan

keterbatasan pribadi.Setress pribadi dapat mengaganggu kemampuan

seseorang untuk berkomunikasi terapeutik dengan klien.Kesadaran diri

dalam setiap tindakan dan pengawasan yang berkelanjutan dapat

memabntu perawat fokus dalam pemenuhan kebutuhan klien. (Prinsip

dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart Hal : 497)

2. Kecakapan Dalam Self Awaraness atau Kesadaran Diri

Goleman menyebutkan ada tiga kecakapan dalam kesadaran

diri, yaitu (Daniel Goleman, Emational Intelligence Why it Can

Matter More Than IQ hal : 42) :

a. Kesadaran emosi, yaitu mengetahui tentang bagaimana

pengaruh emosi terhadap mood atau perasaan, dan kemampuan

menggunakan nilai-nilai untuk memandu pembuatan keputusan.


Seseorang dengan kemampuan ini ditandai dengan mengetahui

emosi mana yang sedang dirasakan, menyadari antara perasaan

dengan yang dipikirkan, diperbuat dan dikatakan, mengetahui

bagaimana perasaan mempengaruhi kinerja dan mempunyai

kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran-

sasaranindividu.

b. Penilaian diri secara akurat, yaitu perasaan yang tulus tentang

kelebihan-kelebihan dan batas-batas kemampuan pribadi, visi

yang jelas tentang mana yang perlu diperbaiki, dan kemampuan

untuk belajar dari pengalaman. Seseorang dengan kecakapan ini

ditandai dengan sadar tentang kelebihan dan kelemahannya,

mau belajar dari pengalaman, terbuka terhadap umpan balol

yang tulus, bersedia menerima perspektif baru dan mampu

menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri

dengan persepektif yang luas

c. Percaya diri, yaitu keberanian datang dari kepastian tentang

kemampuan, nilai-nilai dan tujuan. Seseorang dengan

kecakapan ini ditandai dengan berani tampil dengan keyakinan

diri atau berani menyatakan “keberadaannya”, berani

menyuarakan pandangan yang tidak populer dan bersedia

berkorban demi kebenaran, mampu membuat keputusan yang

baik kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan.


Campbeel (1980) kesadaran diri menurut model

keperawatan secara holistic meliputi :

a. Komponen psikologik yaitu pengetahuan, emosi, konsep diri

dan personality.

b. Komponen fisik yaitu pengetahuan tentang fisiologi

personal dan umum juga termasuk sensasi tubuh, gambaran

diri dan potensial fisik.

c. Komponen lingkungan berisi tentang lingkungan

sosiokultural, hubungan dengan orang lain dan pengetahuan

tentang hubungan antara manusia danalam.

d. Komponen filosofi yaitu perasaan tentang maknakehidupan.

Pilosopi diri berupa tentang kehidupan dan kematian baik

yang disadari maupun yang tidak disadari termasuk

kemampuan superior dan tanggung jawab terhadap perilaku

baik secara etik dan nyata.

Berdasarkan uraian kesadaran diri diatas dapat

disimpulkan bahwa komponen atau kecakapan kesadaran

diri meliputi kesadaran emosi, penilaian diri secara akurat

dan percaya diri, komponen psikologik, komponen fisik,

komponen lingkungan dan komponen pilosopi.

3. Faktor-faktor Pembentukan Kesadaran Diri


Menurut Soedarsono (2000, dalam Malikhah 2013:132-135) dalam

model visualisasinya kesadaran diri dibentuk oleh tiga factor antara

lain :

a. Sistem Nilai (ValueSystem)

Prinsip awal yang dibangun adalah manusia itu berfokus pada

faktor-faktor non-material dan hanya bersifat normatif

semata.Artinya dalam prinsip pertama ini, unsur pembentukan

kesadaran diri lebih mengarah kepada unsur kejiwaan (ruhani).

b. Cara Pandang (Attitude)

Attitude menjadi salah satu unsur pembentuk kesadaran diri. Di

dalamnya terdapat dua komponen pembentuk berupa :

kebersamaan dankecerdasan.

1. Kebersamaan

Sebagai makhluk sosial, unsur kebersamaan dan

bermasyarakat harus ada dan tertanam pada setiap

individu.Dalam upaya pembentukan kesadaran diri, unsur

kebersamaan dengan membangun relasi yang baik dengan

diri sendiri. Didalam kebersamaan yang dilakukan oleh

pribadi, didapatkan dua buah unsur pembentuk kesadaran

diri berupa : penilaian orang lain terhadap diri (kelebihan

dan kekurangan diri) dan keteladanan dari orang lain. Unsur

interaksi sosial yang terjalin di masyarakat dan penilaian

orang lain terhadap diri sangat mempengaruhi pembentukan


kesadaran diri pada manusia.

2. Kecerdasan

Dalam upaya pembentukan pribadi yang berkualitas,

terdapat landasan diri yang harus dilalui oleh manusia untuk

mencapai esensi ketahanan pribadi atau karakter

yangkuatyaitu kecerdasan hidup. Indikasi adanya kecerdasan

hidup pada diri manusia itu berupa : rasa percaya diri dalam

memegang prinsip hidup yang diiringi dengan kemandirian

yang kuat dan mempunyai visi untuk lebih mengedepankan

kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Unsur

kebersamaan dan kecerdasan yang terdapat dalam faktor cara

pandang (anittude) menumbuhkan sebuah gambaran diri yang

baik dalam tatanan sosial (kemasyarakatan). Dari sikap

pandang baik yang terdapatdalam diri manusia maka

masyarakat akan melihat diri sebagai sosok pribadi yang

dapat menjalankan fungsi sebenarnya dari hakikat penciptaan

manusia di bumi, yaitu makhluk sosial yang memiliki akal

budi, naluri dan intuisi yang khas.

c. Perilaku (Behavior)

Keramahan yang Tulus dan Santun adalah penghormatan dan

penghargaan terhadap orang lain. Artinya, orang lain mendapat

tempat di hati kita yang termasuk kategori pribadi yang sadar

terhadap diri pribadi adalah jika individu bersikap baik (ramah)


terhadap orang lain. Dengan keramahan yang tulus dan santun, ulet

dan tangguh , kreatifitas dan kelincahan dalam bertindak, ditambah

dengan kepemilikan jwa yang pantang menyerah.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Awareness atau

Kesadaran Diri

Menurut Bulecheck dalam Rahayu 2015 faktor yang

mempengaruhi self awareness yaitu :

1. Pikiran

Menurut khodijah (2006) mengatakan bahwa berfikir adalah

sebuah tepresentasi simbol dari beberapa peristiwa atau item.

Berfikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama

yang dimulai dengan adanya masalah. Pikiran sendiri ada dua

macam yaitu pikiran sadar dan bawah sadar.

2. Perasaan

Perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari

persepsi, sebagai akibat stimulus baik yang bersifat internal

maupun eksternal. Beberapa sifat tertentu yang ada umumnya

perasaan berkaitan persepsi, dan merupakan reaksi terhadap

stimulus yang mengenainya (chalpin, 1972)

3. Motivasi
Motivasi adalah kecendrungan yang timbul pada diri seseorang

secara sadar maupun tidak sadar melakukan tindakan dengan

tujuan tertentu (Wawan, 2010).

4. Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku suatu kegiatan atau

aktivitas organism atau mahluk hidup yang bersangkutan. Perilaku

manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

mengkonsumsi, membaca, menulis dan sebagainya.

5. Pengetahuan

Notoajmodjo (2014) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah

hal yang diketahui oleh orang atau responden terkain dengan sehat

dan sakit atau kesehatan, missal : tentang penyakit (penyebab, cara

penularan, cara pencegahan), gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan,

kesehatan llingkungan, keluarga berencara dan sebagainya.

6. Lingkungan

Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2011),

lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia

dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan

perilaku orang atau kelompok.

5. Strategi Meningkatkan Self Awwareness atau Kesadaran Diri pada

Pasien DM
Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran

diri diantaranya dengan introspeksi diri setiap saat. Introspeksi untuk

mengetahui kelemahan dan kelebihan diri. Introspeksi terhadap

perilaku adaptasi, terhadap situasi dan kondisi di sekitar. Introspeksi

akan meningkatkan pengetahuan tentang diri sendiri, posisi diri dan

kaitannya dengan individu lain. Ini semua akan meningkatkan

kesadaran diri dan biasanya akan timbul niat untuk memperbaiki diri.

Individu yang intensif berintrospeksi akan mampu menerima semua

kritik dan saran dari orang lain. Selain introspeksi, untuk meningkatkan

kesadaran diri, seorang individu harus melatih kepekaan untuk

memahami perubahan situasi (Santosa dalam Sri Yanti 2009).

Menurut Sri Yanti 2009 Strategi peningkatan self awareness

meliputi :

1. Program DSME

DSME (Diabetes Self Management Education) adalah suatu proses

pemberian edukasi kepada pasien mengenai aplikasi strategi

perawatan diri secara amandiri untuk mengoptimalkan kontrol

metabolik, mencegah komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup

pasien DM.

2. Penyediaan konselor DM

Pemberian pendidikan dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu

selalu dilakukan sebagai bahan dari upaya pencegahan dan

merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara


holistik.

3. Strategi kesadaran DM di sekolah

Pasien DM harus diedukasi agar dapat memanajemen diri sendiri

dengan baik karena ini merupakan salah satu kunci kesuksesan

program pengendalian DM. Dalam mengendalikan DM

membutuhkan kerja sama di semua elemen masyarakatdengan baik,

termasuk di dalamnya pendidikan dasar tentang DM yang dimulai

dari tingkat sekolah dasar dan seterusnya sehingga kesadaran

tentang DM yang masih rendah dapat ditingkatkan.

4. Empowerment

Pendekatan empowerment terhadap perawatan DM meliputi area

psikososial dengan cara membantu individu mengembangkan

keterampilan dan kesadaran diri dalam penentuan tujuan, pemecahan

masalah, manajemen stress, koping, dukungan sosial dan motivasi.

Hal ini memungkinkan bagi pasien untuk membuat keputusan

tentang perawatan DM. Empowerment memberikan suatu

perubahan konseptual padahubungan antara pasien dan edukator.

Pasien bukan lagi konsumen baru dari pelayanan kesehatan tetapi

mitra aktif dalam menetapkan perawatan DM.

5. Buku-buku

Dengan banyak membaca melalui buku akan menambah wawasan

pasien DM dan meningkatkan perawatan klinik DM secara

signifikan.
6. Adaptasi kultur komunikasi.

Kultur menjadi suatu petunjuk bagi seseorang dalam berfikir,

bersikap, dan bertindak sehingga menjadi suatu pola yang

mengekspresikan siapa mereka dan dapat meningkatkan perawatan

klinik DM secara signifikan, kesadaran diri, dan pemahaman

tentang DM pada populasi.


D. Penelitian yang relevan

No Judul Penulis Jurnal, tahun Variabel yang Hasil

. terbit terlibat

1. HUBUNGAN M. Yusuf1, Hamsiah jurnal Media Dependen : Analisis data menggunakan Chi Sqaure
DUKUNGAN KELUARGA
Hamzah2, Hariani3, Keperawatan: Diabetes mellitus dengan tingkat bermakna α
DENGAN
Hastina Melinda Politeknik = 0,05. Hasil penelitian untuk dukungan
KETERATURAN
KONTROL KADAR Kesehatan Independen : keluarga sebesar 90,9% dan dukungan
GULA DARAH PADA
Makassar hubungan yang kurang sebesar 9,1%. Adapun
PENDERITA DIABETES
Vol. 08. No.02. dukungan hasil penelitian untuk keteraturan kontrol
MELLITUS TIPE II DI
WILAYAH KERJA 2017 keluarga gula darah sebesar 90,9% dan yang tidak
PUSKESMAS MANGASA
e-issn : 2622-0148, teratur sebesar 9,1%. Dari hasil
KEC. RAPPOCINI KOTA
p-issn : 2087-0035 uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada
MAKASSAR
hubungan antara dukungan keluarga

dengan keteraturan kontrol kadar

gula darah (p value 0,004).


2. HUBUNGAN TINGKAT ANIS FEBRIYANI Jurnal Dependen : Hasil penelitian menunjukkan bahwa

DUKUNGAN DAN keperawatan , 2017 Diabetes Melitus keluarga penderita diabetes melitus di

PENGETAHUAN Wilayah Kerja Puskesmas Jayengan

KELUARGA Independen : mayoritas dukungan keluarga baik,

DENGAN TINGKAT Tingkat pengetahuan penderita diabetes millitus

KEPATUHAN KONTROL dukungan dan sebagian besar baik. Kepatuhan kontrol

GULA DARAH PADA pengetahuan gula darah pasien sebagaian besar baik.

PENDERITA DIABETES keluarga Ada hubungan antara dukungan keluarga

MELITUS DI WILAYAH dengan tingkat kepatuhan kontrol gula

KERJA darah pada penderita diabetes melitus Di

PUSKESMAS JAYENGAN Wilayah Kerja Puskesmas Jayengan nilai

KOTA SURAKARTA p value 0,003 < 0,05. Ada hubungan

antara pengetahuan keluarga dengan

tingkat kepatuhan kontrol gula darah

pada

penderita diabetes melitus Di Wilayah

Kerja Puskesmas Jayengan nilai p value


0,001 < 0,05, Hasil penelitian menjadi

masukan tentang pentingnya .Dukungan

keluarga dan pengetahuan keluarga

dengan tingkat kepatuhan kontrol gula

darah

pada penderita diabetes melitus.

3. HUBUNGAN Wulan Meidikayanti1, Jurnal kesehatan 31 Dependen : Hasil uji dengan chi square

DUKUNGAN Chatarina Umbul August 2017 Diabetes mellitus dengan tingkat kemaknaan 5% (α = 0,05)

KELUARGA Wahyuni2 menunjukkan variabel yang berhubungan

DENGAN Independen : signifikan dengan variabel

KUALITAS hubungan kualitas hidup DM tipe 2 adalah

HIDUP dukungan dukungan keluarga (p = 0,001) dan

DIABETES keluarga komplikasi DM (p = 0,011).

MELITUS TIPE Kesimpulannya

2 DI adalah variabel dukungan keluarga dan

PUSKESMAS komplikasi mempunyai hubungan yang

PADEMAWU signifikan dengan kualitas


hidup DM tipe 2 di Puskesmas

Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

Saran penelitian, diharapkan bagi petugas

kesehatan di Puskesmas Pademawu lebih

meningkatkan promosi kesehatan

mengenai pentingnya dukungan

keluarga terhadap penderita dan keluarga

untuk memperpanjang umur penderita

DM tipe 2.

4. Hubungan Peran Keluarga Honesty Putriª, Fitra NERS JURNAL Dependen : Data dikumpulkan dengan kuesioner dan

Dengan Pengendalian Kadar Yenia, Tutwuri KEPERAWATAN Diabetes Melitus pemeriksaan kadar gula darah. Sampel

Gula Handayanib VOLUME 9, No 2, berjumlah 90 responden yang diambil

Darah Pada Pasien Diabetes Oktober 2013 : Independen : dengan teknik simple random

Melitus 133-139 Peran keluarga sampling. Data dianalisa secara univariat

di Wilayah Kerja Puskesmas 134 dengan menggunakan stastistik deskriptif berupa

Pauh Padang pengendalian distribusi frekuensi dan

kadar gula analisa bivariat dilakukan dengan uji chi-


square dengan tingkat kemaknaan α 0,05.

Hasil penelitian

menunjukkan 53,3% responden memiliki

peran keluarga yang kurang baik pada

pasien diabetes melitus, 57,8

% dengan kadar gula darah tidak normal.

Hasil analisis bivariat menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara hubungan peran

keluarga dengan kadar gula darah pada

pasien diabetes melitus (p<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan

peran keluarga mempunyai peranan

dalam pengendalian kadar gula

darah. Oleh karena itu diharapkan

keluarga meningkatkan keikutsertaan

dalam merawat dan memotivasi


pasien diabetes melitus dalam

mengendalikan kadar gula darah supaya

kadar gula darah dalam keadaan

terkendali.

5. HUBUNGAN ANTARA Anan Priharianto1, Arina JURNAL Dependen : penelitian ini menggunakan teknik

DUKUNGAN KELUARGA Maliya2, Fahrun Nur KESEHATAN Diabetes Melitus sampling yaitu

DENGAN Rosyid 2014 cluster sampling dan proportionate

KETERATURAN Independen : random sampling. Instrumen penelitian

KONTROL KADAR dukungan berupa kuesioner. Analisis data hasil

GULA DARAH PADA keluarga dengan penelitian menggunakan uji chi

PENDERITA DIABETES keteraturan square(x²) dengan nilai kemaknaan

MELITUS DI WILAYAH control (α=0,05). Berdasarkan hasil analisa data

PUSKESMAS penelitian

BENDOSARI diketahui bahwa nilai x²hit = 9,363 dan

SUKOHARJO nilai probabilitas yaitu 0,009 yang

nilainya

lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak.


Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu

ada hubungan antara dukungan keluarga

dengan keteraturan kontrol kadar gula

darah pada penderita Diabetes Melitus di

wilayah Puskesmas Bendosari


E. Kerangka Teori

Dikembangkan menjadi kerangka sebagai berikut :

Pasien diabetes
keluarga

Kesadaran diri Dukungan


Keluarga

Keteraturan
Kontrol Gula

Factor yang Faktor yang mempengaruhi Dapat meningkatkan


mempengaruhi self kontrol gula darah : fungsi kognitif fisik
awareness : dan kesehatan emosi
 Peningkatan dan psikologi
a. Pikiran pengetahuan tentang
b. Perasaan penyakit DM
c. Motivasi  Kadar gula darah
d. Perilaku terkontrol
e. Pengetahuan  Komplikasi tidak
f. ligkungan terjadi
 Factor genetic atau
keturunan

Sumber : dimodifikasi dari konsep : Penkes RI, 2016 dalam Lutvi Choirunnisa 2017,
Friedman (2010),

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti


DAFTAR PUSTAKA

Waspadji. (2013). Ende Diabetes Study: Diabetes And Its CharacteristiIn Rural

Area Of East Nusa Tenggara. Medical JournalOf Indonesia, Vol


22 no 1.

Tarwoto. (2012). Keperawata Medical Bedah Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta

Trans Info Media.

Izzati, W & Nirmala (2015) Hubungan Tingkat Stress Dengan Peningkatan

Kadar gula dara pada pasien Diabetes Melitus Di Wilayah


Kerja Puskesmas.program studi D III Keperawatan Stikes Yarsi
Sumbar Bukittinggi.

Anan Priharianto.(2014). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan

Keteraturan KOntrol Kadar Gula Darah Pada Penderita


Diabetes Melitus Di Wilayah Puskesmas Bendosari Sukoharjo.

Rizky. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Stres Pada

Penderita Diabetes Melitus.Skipsi Program Studi ILmu


Keperawatan Dan Kesehatan Universitas Ahmad Yani.

Riskesdas RI .(2018). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018.

Friedman, M. Jones & Bowden. (2010). Buku Ajar Keperawatan


Keluarga: Riset

Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Gail W.Struart (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart,
Ist Indonesia edication, By Budi Anna Keliat And Jesika pasaribu elsevier
Singapore Pre Ltd.

Nur Aini, Ledy Marrtha Aridiana (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem
Endokrin dengan pendekatan NANDA NIC NOC.Jakarta : salemba Medika.

Steven J. Stein and Book, Howard E, Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecedasan


Emosional Meraih Sukses, terj. Trinanda Rainy Janursari dan Yudhi Murtanto
Kaifa, Bandung 2003, Hal : 39.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan Jakarta : Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai