Anda di halaman 1dari 55

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN

DIET PADA PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN

DI PUSKESMAS BANGGAE 1 KECAMATAN BANGGAE

ANDI NURUL ANUGRAH

B 0217517

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS


ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Secara perlahan, sesuai pergantian waktu maupun pertumbuhan penduduk,

penderita penyakit diabetes melitus (DM) meningkat drastis. Ini karena berubahnya

gaya hidup, serta kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat. Penanganan atau

pencegahan atas komplikasi pada pasien diabetes melitus, yaitu dengan terapi

diet/kontrol pola konsumei makanan (Prince & Wilson, 2008). Pasien diabetes

melitus yang mengikuti terapi nutrisi rutin, serta dengan kadar glukosa terkontrol bisa

menurunkan risiko komplikasi jangka pendek ataupun jangka panjang (Almatsier,

2005).

Dengan pengurangan risiko diabetes melitus ini, penderita bisa mempunyai

harapan hidup lebih baik dibanding penderita diabetes melitus dengan kadar gula

darahnya tidak dapat terkontrol. Langkah awal penatalaksanaan diabetes yang perlu

terlaksana, yaitu pengobatan nonobat, terutama dalam merencanakan pola konsumsi

makanan ataupun aktivitas fisik (Suyono S, 2005). Perencanaan makan untuk

penderita diabetes hampir sama seperti perencanaan makan untuk nonpenderita

diabetes. Namun, penderita diabetes perlu memberi perhatiannya kepada pola makan,

dan jumlah makanan. Mempertahankan rencana nutrisi jangka panjang adalah salah

satu aspek perawatan diabetes yang paling sulit.

1
3

Pada tahun 2030, prevalensi diabetes diprediksi mengalami lonjakan dengan

menyentuh angka 366 juta pasien di seluruh dunia. Angka ini berarti jumlahnya akan

meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2000 yang sekadar berada di angka 171 juta

penderita (WHO). Pravelensi diabetes di Indonesia pada 2010 adalah 8,926 juta, serta

diperkirakan akan twerjadi kenaikan ke angka 21,257 juta pada 2030. Di Provinsi

Sulawesi Barat, prevalensi penderita diabetes mencapai 1,3 % dari penduduk berusia

di atas 15 tahun dan Kabupaten Majene angka penderita mencapai 796 (1,82%).

Angka ini lebih tinggi disbanding angka prevalensi propinsi Sulawesi barat ( Dinkes

Provinsi Sulawesi Barat,2020 )

Menurut rekam medis Puskesmas Banggae 1 Kabupaten Banggae, jumlah

pasien diabetes yang dirawat di puskesmas banggae 1 kabupaten banggae pada tahun

2020 sebanyak 141 pasien: 63 pasien laki-laki (44,68%) dan 78 pasien (55,32%).

Berdasar studi pendahuluan ke lima pasien DM yang diwawancarai peneliti antara 01

dan 06 juni 2021, didapat hasil 2 pasien menemani keluarganya untuk pemeriksaan

rutin dan kelauarga selalu berpesan agar pasien menghargai makanan apa. Mereka

bias mendapatkan dan makan. Tidak makan seorang pasien mengatakan keluarganya

tidak pernah memperhatikan kebiasaan makan atau dietnya. Pasien hanya mengetahui

bila komsumsi makanan manis tidak diperbolehkan. Dua pasien lain tidak diawasi

oleh keluarga, serta menganggap bahwa keluarga tidak cukup memberi perhatian

terhadap pola makan pasien.

Biasanya, terkhusus di Indonesia, satu orang akan bertempat tinggal dengan

keluaraganya (Depkes RI, 2009). Keluarga merupakan satu kesatuan kelompok

manusia terkecil meliputi kepala keluarga, suami maupun istri, serta beberapa orang

yang hidup saling bergantung satu sama lain di satu atap. Adanya dukungan sosial
4

dari keluarga dapat membantu pasien melanjutkan pengobatan oleh dokter. Keluarga

merupakan unsur terpenting dalam mendukung tata laksana diabetes. Anggota

keluarga pun bisa berpartisipasi dalam bermacam kegiatan kesehatan bagi penderita

diabetes (Pratita, 2012).dukungan keluarga maupun perilaku perawatan pada diri

pasien diabetes berperan cukup vital, mengingat keterlibatan pasien maupun keluarga

diperlukan guna mengoptimalkan control glikemik, pencegahan terhadap komplikasi,

dan memperbaiki kondisi pasien (Kahfi, 2012).

Senuk dkk. (2013) memaparkan bila keterkaitan dukungan keluarga dengan

ketaatan diet pasien diabetes melitus, didapatkan 69 responden. Dari responden, 61

(88-4%) dukungan keluarga yang berkategori baik, 8 responden (11,6%) mendapat

dukungan keluarga kurang, sejumlah 37 (53%) responden berkategori patuh, dan 32

lainnya (46%) mendapat dukungan keluarga berkategori tidak sesuai. Simpulan dari

hasil kajian memperjelas bila dukungan keluarga berkaitan dengan penerapan

program diet pasien diabetes

Berdasar pernyataan di atas, peneliti mempunyai ketertarikan melaksanakan

kajian berjudul, Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet pada Pasien

Rawat Jalan di Puskesmas Banggae Kabupaten Banggae.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar pemaparan di atas, rumusan permasalahan pada kajian ini, yaitu

apakah dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan diet pada pasien diabetes

melitus rawat jalan di Puskesmas Banggae I, Kecamatan Banggae?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mencari tahu keterkaitan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet

pasien diabetes mellitus rawat jalan di Puskesmas Banggae I, Kecamatan Banggae.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mencari tahu dukungan keluarga selama melaksanakan diet pasien diabetes

melitus rawat jalan di Puskesmas banggae I, Kecamatan Banggae

2. Mencari tahu kepatuhan pasien selama melaksanakan diet diabetes melitus di

Rawat Jalan di Puskesmas Banggae I Kecamatan Banggae

3. Mencari tahu hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet diabetes

melitus pasien rawat jalan di Puskesmas Banggae I.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Teoretis

dijadikan media informasi ilmiah maupun menunjang teori keperawatan

keluarga maupun perawatan medis-bedah.

1.4.2 Praktis

keluarga bisa mendukung anggota keluarganya yang menderita diabetes,

terkhusus terkait mengatur pola makan.


24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) ialah penyakit dengan peningkatan gula darah

(hiperglikemia) disertai gangguan metabolisme akibat ketidakseimbangan hormon,

yang bisa mengakibatkan bermacam komplikasi kronis yang menyerang bagian mata,

ginjal, saraf maupun pembuluh darah (mansjoer et al, 2005). Smettzer & bare (2001)

memaparkan bila diabetes melitus merupakan kelompok penyakit dan diperlihatkan

dengan peningkatan gula darah atau hiperglikemia. Diabetes melitus ini meliputi

bermacam tipe, seperti.

1. tipe satu (diabetes remaja) atau insulin depedent diabetes mellitus (IDDM)

sebagai diabetes yang ditentukan oleh insulin. Diabates jenis ini merupakan

penyakit akibat penyakit pancreas. Pancreas tidak mampu memproduksi

insulin secara optimal fungsi pancreas yang kurang yang kurang optimal

dihasilkan dari penghancuran sel beta dipankreas, yang terlibat dalam produksi

hormon insulin. Faktor yang merusak maupun memicu kehancuran sel beta

acap terletak di reaksi autoimun, yakni sistem kekebalan tubuh yang salah

dalam mengidentifikasi sel beta sebagai benda asing. Respons autoimun ini

terpicu oleh keberadaan infeksi di dalam tubuh.

2. tipe dua atau noninsulin dependent diabetes (NIDDM), yakni diabetes melitus

yang tidak ditentukan oleh insulin. Perihal ini diakibatkan sel tubuh tidak

mempergunakan insulin sebagai sumber energinya atau sel tubuh tidak


24

merespons insulin yang dikeluarkan oleh pancreas atau resistensi insulin.

3. diabetes melitus gestasional, yaitu diabetes akibat kehamilan. Ketika pancreas

kesulitan atau terkendala dalam memproduksi insulin sebagai pengatur gula

darah ke tingkat yang menjamin keamanan bagi ibu maupun janin.

4. diabetes melitus sekunder diakibatkan penyakit pancreas yang memicu

kerusakan terhadap sel beta, sindrom hormonal maupun konsumsi obat yang

menghambat insulin.

5. diabetes melitus malnutrisi. WHO merekomendasikan jenis diabetes melitus ini

sebab muncul bermacam kasus yang diamati di negara berkembang, terkhusus

di daerah tropis. Diabetes melitus malnutrisi kerap memperlihatkan gejala pada

usia muda, berkisar sepuluh hingga empat puluh tahun (kerap di bawah tiga

puluh tahun). Kriteria klinis diabetes melitus adalah defisiensi protein.

2.1.2 Tata Laksana

PERKENI (2011), tata laksana diabetes melitus memiliki bermacam pilat,

seperti.

1. Pendidikan

sebagai usaha yang umum dipergunakan untuk mengoptimalkan pengetahuan

maupun dorongan bagi diri pasien demi memperoleh perubahan tingkah laku.

Perubahan perilaku bermaksud guna memungkinkan penderita diabetes

mempunyai gaya hidup sehat. Pelatihan bisa terlaksana secara individu dengan

berinteraksi terhadap permasalahan.

2. Terapi nutrisi medis bermaksud guna.

a. memperoleh maupun mempertahankan hasil terbaik. Hasil metabolisme


24

yang maksimal terdiri atas normalnya kadar gula. Profil lipid yang baik,

serta tekanan darah yang diterima guna meminimalkan risiko penyakit

makro maupun mikrovaskuler.

b. pencegahan maupun mengobati komplikasi diabetes melitus kronis melalui

modifikasi asupan gizi atau gaya hidup agar berdasar pada tindakan untuk

mencegah dan pengobatan obesitas, dyslipidemia, penyakit kardiovaskular,

kelebihan berat badan ataupun nefropati.

c. Meningkatkan kesehatan dengan makan dan olahraga

3. Teratur dalam latihan fisik (olahraga) selama tiga sampai empat kali selama

satu pekan, dengan waktu sekitar tiga puluh menit. Perihal ini menjadi

manajemen diabetes melitus aktivitas fisik yang mendukung kebugaran, serta

bisa mengurnagi berat badan maupun sensivitas insulin, yang meningkatkan

kontrol glikemik

4. Farmakologis. Perawatan obat terlaksana bersamaan dengan diet maupun

latihan fisik (gaya hidup). Perawatan obat meliputi pengobatan oral (OHO) dan

injeksi. Pengobatan oral dibutuhkan terkait pengelolaan diabetes melitus tipe

dua ketika gaya hidup dan olahraga tidak berjalan maksimal dalam mengontrol

hiperglikemia. Insulin dan OHO berkontribusi terhadap upaya untuk

mengontrol glikemik pada pasien yang tidak merespons maksimal atau sekadar

dengan OHO.

5. Komplikasi yang disebabkan oleh diabetes melitus, seperti (Mansjoer et al,

2005; Smeltzer & Bare, 2001).

a. Akut, termasuk koma hiporglikemia, ketoasiadosis maupun koma


24

nonketoik hiperglikemik hyperosmolar (HHNK). Koma hipoglikemik

muncul karena pemberlakuan terapi insulin secara berulang kali, kejadian

ketoasiodosis karena tahap pemecahan terlaksana berulang kalu sehingga

menciptakan produk sampingan berupa keton yang sifatnya racun bagi

otak, kemudian HHNK sludge dihasilkan. Hiperosmolaritas maupun

hiperglikemia mengakibatkan penipisan cairan dn elektrolit yang

mengubah keadaan kesaran.

b. Kronis terdiri atas makrovaskular (memengaruhi pembuluh darah besar,

meliputi arteri koroner, pembuluh darah tepi fadan pembuluh darah otak),

mikrovaskular (memengaruhi pembuluh darah kecil retinopati diabetik,

nefropati diabetic), neuropati diabetic, kerentanan terhadap infeksi maupun

kaki diabetik. Komplikasi yang paling umum dan cukup vital, yaitu

neuropati perifer, memenifestasikan dirinya dalam kehilangan sensitivitas

distal maupun risiko tinggi ulkus diabetic atau amputasi (PERKENI, 2011).

2.2 Konsep Kepatuhan Diet

2.2.1 Pengertian Kepatuhan

Rowley (1999), konformitas atau konformitas, yaitu tindakan riil untuk patuh

terhadap peraturan dan tata cara demi mengubah perilaku atau sikap seseorang

(Niven, 2002). Kepatuhan beracuan ke seberapa jauh perilaku pasien berdasar pada

resep yang disediakan oleh tenaga kesehatan Kepatuhan merupakan perilaku yang

berubah dari tidak patuh menjadi perilaku yang mematuhi aturan (Lawrence Green

dalam Notoatmodjo, 2007) Kepatuhan mengacu ke kehendak atau kemampuan

seseorang untuk melibatkan diri dalam praktik terkait rekomendasi, peraturan yang
24

ditentukan, serta kepatuhan terhadap jadwal.

1.2.2. Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan

Faktor yang memengaruhi kepatuhan ditetapkan oleh (Lawrence Green dalam

Notoatmodjo, 2007):

1. Faktor predisposisi (push factor). Pemicu ialah faktor pendukung atau

memengaruhi seseorang untuk berperilaku dan meliputi:

a. kepercayaan/agama mampu mengarahkan aspek spiritual kehidupan

penderitaan ini. Patuh terhadap agama memicu individu untuk memiliki

jiwa yang teguh yang menerima situasi ataupun sopan santun akan lebih

baik siap guna terlaksana. Keyakinan pasien memengaruhi pengendalian

penyakit beberapa pasien Keyakinan kuat cenderung mematuhi arahan

atau larangan

b. tata karma/sikap adalah segala sesuatu yang sifatnya pribadi. Keinginan

tetap sehat memenhgaruhi kuat pada faktor-faktor yang berdasar pada

perilaku pasien dalam manajemen penyakit.

2. Kesadaran. Pasien yang tidak cukup patuh cenderung tidak dapat

mengidentifikasi adanya gejala penyakit. Mereka mengira dengan cara itu

mereka bisa sembuh dan sehat . Tidak perlu memantau kesehatan mereka.

3. Faktor penguat (supporting factor) adalah faktor pendorong atau penguat

perilaku yang ditampilkan melalui sikap maupun perilaku individu, seperti:

a. dukungan petugas kesehatan sangat berarti bagi pasien sebab mereka ialah

manajer pasien. Interaksi paling umum untuk memahami kebugaran lebih

baik secara psikologis, interaksi teratur. Tindakan tersebut tentunya akan


24

memengaruhi kepercayaan diri, serta penerimaan terhadap kehadiran

tenaga kesehatan setiap saat, begitu pula dengan nasehat yang diberikan

b. dukungan keluarga. Keluarga sebagai bagian terdekat dan tak terpisahkan

dari pasien. nyeri anda akan merasa senang dan nyaman ketika Anda

menarik perhatian dan dukungan dari keluarga, karena dukungan ini

menciptakan rasa percaya diri untuk menghadapi atau mengelola Setelah

penyakitnya sembuh, pasienberharap untuk mengikuti saran anggota

keluarga dan mendukung penatalaksanaannya penyakit ini

c. faktor yang menguntungkan atau penyedia fasilitas perilaku atau tindakan

yang dimaksudkan. Faktor pendukung, yaitu media untuk penampilan

perilaku kesehatan, seperti ketersediaan rumah sakit, pusat kesehatan

masyarakat, makanan bergizi, dan sebagainya.

2.2.2 Kepatuhan Diet Diabetes Melitus

Kepatuhan diet sebagai faktor terpenting dalam manajemen diabetes melitus.

Perihal itu terlaksana sebab rencana konsumsi makanan sebagai satu dari empat unsur

penting dalam mengelola diabetes melitus. Ellis (2010) menambahkan bila kepatuhan

diet sebagai permasalahan besar bagi pasien diabetes melitus. Sama halnya dengan

penjelasan Tovar (2007), menuturkan bila diet sebagai perubahan kebiasaan yang

tidak mudah dilaksanakan, serta tingkat kepatuhan yang tergolong rendah dalam tata

laksana pasien diabetes melitus.

Tata laksana diet diabetes melitus terdiri atas beberapa hal, seperti.

1. Jumlah konsumsi makanan. Secara umum, jumlah makanan ditentukan

berdasar pada tinggi maupun berat badan, jenis kegiatan, dan usia. Sesuai

perihal tersebut, hendak ditetapkan hitungan kalori untuk tiap pasien. Jumlah
24

bahan makanan dalam satu hari sesuai standar diet DM diperjelas sesuai satuan

penukar.

2. Jenis makanan. Pasien DM perlu tahu dan paham terkait jenis makanan yang

bisa dikonsumsi, dan jenis makanan yang perlu pasien batasi.

3. Jadwal makan merupakan waktu konsumsi makanan yang sesuai, seperti

makan pagi (07.00-08.00), siang (12.00-13.00), dan malam (17.00-18.00), serta

selingan pada pukul 10.30-11.00 maupun 15.30-16.00. Penjadwalan terlaksana

secara disiplin supaya menunjang pancreas dalam mengeluarkan insulin secara

rutin. Sebenarnya, diet diabetes melitus akan mendapat tiga kali makan pokok,

dua hingga tiga kali makanan selingan berinterval tiga jam.

2.3 Konsep Dukungan Keluarga

2.3.1 Definisi Keluarga

Duval (1986) dalam Jhonson & Leny (2010) memaparkan bahwasanya

keluarga merupakan kumpulan orang yang mempunyai ikatan penrikahan, kelahiran,

dan adopsi dengan maksud sebagai penciptaan, mempertahankan kebudayaan, serta

mengoptimalkan perkembangan fisik, emosi, mental, dan sosial antaranggota

keluarga. Keluarga merupakan dua atau beberapa orang yang menjadi satu karena

kebersamaan maupun kedekatan secara emosi, dan mengidentifikasikan diri sebagai

bagian dari keluarga. Keluarga pun diperjelas sebagai kelompok yang tinggal

bersama atau tanpa ada hubungan darah, perkawinan, adopsi maupun bukan sekadar

terbatas ke anggota di dalam rumah tangga (Friedman, 2010 dalam ummy, 2013).

2.3.2 Jenis keluarga

Terdapat jenis keluarga sesuai penuturan Jhonson & Leny (2010), seperti.
24

1. Keluarga utama, seperti suami, istri, dan anak.

2. Keluarga conjugal meliputi pasangan dewasa (ayah-ibu) dan anak: adanya

interaksi kekerabatan dari salah satu atau pihak orang tua.

3. Keluarga luas sesuai garis keturunan di atas keluarga asli, terdiri atas relasi

antara paman, bibi, keluarga kakek maupun nenek.

2.3.3 Fungsi Keluarga

Friedman (2010) dalam Ummy (2016) menyebut fungsi dasar keluarga, seperti.

1. Afektif sebagai peran dalam pertahanan kepribadian, yang menyediakan

fasilitas berupa kestabilan kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan

psikologis anggota keluarga.

2. Sosial, yang menyediakan fasilitas sosial antaranggota keluarga dengan

maksud mengarahkan anggota keluarga untuk makin produktif dan memberi

status ke antaranggota.

3. Reproduksi, mempertahankan keberlanjutan generasi dan keberlangsungan

hidup masyarakat.

4. Ekonomi, memfasilitasi sumber ekonomi yang mencukupi dan efektif dalam

mengalokasikannya.

5. perawatan kesehatan, memfasilitasi kebutuhan fisik, makanan, tempat tinggal,

dan merawat kesehatan.

2.3.4 Tugas Keluarga

Jhonson & Leny (2010) dalam Ummy (2016) keluarga bertugas utama, seperti.

1. memelihara fisik anggota keluarga.

2. memelihara sumber daya keluarga.


24

3. membagi tugas antaranggota berdasar pada kedudukan.

4. menyosialisasikan antaranggota keluarga.

5. aturan jumlah anggota keluarga.

6. memelihara tata tertib anggota keluarga.

7. mendorong dan menyemangati anggota.

2.3.5 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan tindakan, sikap maupun penerimaan keluarga

dengan anggota. Anggota keluarga mengasumsikan bila orang yang sifatnya

menunjang acap menolong dan membantu bila dibutuhkan (Friedman, 1998 dalam

Ummy, 2016). Taylor (2006) memaparkan jika dukungan keluarga diperjelas sebagai

bantuan yang didapat anggota keluarga lainnya, maka bisa memberi rasa nyaman

secara fisik atau psikologi dalam keadaan stres. Dukungan sosial keluarga, yaitu

proses selama manusia hidup, dengan sifat maupun jenis dukungan sosial di tiap

siklus kehidupan keluarga. Kendati begitu, di seluruh proses kehidupan, dukungan

sosial keluarga memberi peluang bagi keluarga untuk berperan secara utuh, serta

beradaptasi dalam hal kesehatan keluarga (Friedman, 2010 dalam Ummy, 2016).

Caplan (1964) dalam Friedman (1998) memperjelas bahwasanya keluarga

mempunyai bermacam dukungan, seperti:

1. Dukungan informasional, menyebut bila keluarga berperan selaku kolektor

maupun penyebar informasi terkait dunia. Memperjelas perihal menyediakan

saran, menyugesti, menyampaikan informasi yang bisa dipergunakan dalam

menyampaikan permasalahan. Dukungan ini bermanfaat guna mengantisipasi

kemunculan pemicu stres sebab informasi yang didapat mampu memberikan


24

respons sugesti khusus ke seseorang. Aspek pada dukungan ini, seperti

masukan, nasehat, arahan, dan memberikan informasi.

2. Dukungan penilaian menempatkan keluarga sebagai pengarah atau

pembimbing dan penengah dalam memecahkan permasalahan, sebagai sumber

maupun validator identitas keluarga, seperti memberi dukungan, penghargaan

atau perhatian.

3. Dukungan instrumental menempatkan keluarga sebagai sumber pertolongan

nyata dan praktis, seperti kesehatan penderita terkait ketercukupan konsumsi

makan/minum, istirahat, dan terhindar dari kelelahan.

4. Dukungan emosional menempatkan keluarga sebagai penyedia tempat teraman

dan damai untuk beristirahat atau memulihkan diri, dan membantu penderita

untuk menguasai emosi. Aspek dukungan emosional terdiri atas dukungan

yang terwujud ke afeksi, kepercayaan, simpati, mendengarkan atau

didengarkan.

2.3.6 Dimensi Dukungan Keluarga

Dimensi dukungan keluarga, sesuai pemaparan Hensarling (2009), dalam

Yusra (2010), seperti.

1. emosional/empati yang menyertakan perhatian, empati, dan ekspresi ke

individu agar ia merasa lebih baik dan merasa yakin untuk melawan stres, serta

merasa dicintai sewaktu stres. Dukungan ini memperjelas bila terdapat

dukungan dari keluarga, dan pengertian terhadap penderita diabetes melitus.

Komunikasi maupun interaksi antaranggota keluarga dibutuhkan agar bisa

mengerti keadaan anggota keluarga. Dukungan ini pun diperoleh melalui


24

penilaian sudut pandang pasien terkait dukungan keluarga berwujud simpati

dan kasih sayang dari anggota keluarga lainnya.

Diabetes melitus bisa mengakibatkan gangguan psikologis pada

penderita, mengingat diabetes melitus memicu risiko komplikasi dan sulit

untuk menyembuhkannya. Keadaan maca mini bisa memengaruhi penderita

dalam pengendalian emosinya. Jika permasalahan depresi muncul pada diri

penderita, maka memerlukan bantuan medis. Hanya saja, faktor penting

lainnya yang harus dilaksanakan ialah dukungan keluarga yang mengarahkan

pasien agar bisa mengendalikan emosi, serta mewaspadai segala sesuatu yang

berpotensi hadir.

2. Penilaian sebagai dimensi yang hadir dari ekspresi berwujud respons positif

dengan orang terdekat, dorongan atau persetujuan terhadap gagasan dan

perasaan seseorang. Dukungan ini bisa mengarahkan individu merasa berharga

dan mendapat perhatian. Dukungan ini pun hadir melalui penerimaan atau

penghargaan atas kehadiran seseorang secara menyeluruh, seperti keunggulan

atau kekurangan yang ada di diri penderita.

Bisa disebut bila dukungan penilaian yang didapat dari keluarga kepada

pasien diabetes melitus berwujud penghargaan, maka bisa mengoptimalkan

keadaan psikososial, menyemangati maupun meningkatkan harga diri

penderita. Dengan begitu, penderita bisa merancang perilaku yang sehat demi

mengoptimalkan status kesehatan.

3. Instrumental cenderung memperlihatkan sifat nyata. Dukungan ini berwujud

bantuan secara langsung, yang menjadi bantuan dari keluarga secara penuh

guna memberi dukungan berupa tenaga, keuangan, dan memfasilitasi waktu


24

dalam hal pelayanan atau mendengarkan anggota keluarga yang sakit untuk

mengutarakan perasaan. Tercukupinya dukungan ini, maka penderita diabetes

melitus paling tidak mampu menjaga dan mengontrol dirinya demi

mengoptimalkan status kesehatan mereka.

4. Informasi sebagai dukungan untuk memberikan masukan melalui umpan balik,

terutama terkait cara individu melaksanakan sesuatu, misal sewaktu mengalami

kendala dalam pengambilan keputusan, maka ia bakal memperoleh responsa

tau masukan terkait gagasan dari keluarga. Dukungan ini memperjelas bila

kehadiran keluarga mampu memberi bantuan bagi penderita DM dalam

menentukan keputusan, serta menolong penderita untuk memanajemen

penyakit yang ia derita.

Dukungan informasi dari keluarga sebagai peran dalam merawat

kesehatan kepada anggota keluarga yang menderita suatu penyakit. Peran

perawatan kesehatan menjadi peran keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik,

misal kebutuhan akan konsumsi makanan, pakaian, tempat berlindung (rumah)

maupun jaminan kesehatan. Friedman (2003) dalam Ummy (2016)

menambahkan jika keluarga menjadi sistem paling mendasar dalam

menempatkan perilaku kesehatan maupun peraturan, yang terlaksana dan

diupayakan. Keluarga akan memberikan penawaran maupun perawatan

kesehatan, dan berbagi perawatan ke anggota keluarga lain yang menderita

suatu penyakit.

2.3.7 Sumber Dukungan Keluarga

Dukungan sosial dari keluarga beracuan ke dukungan sosial yang


24

diasumsikan keluarga merupakan segala hal yang bisa disediakan bagi keluarga (bisa

mempergunakan atau tidak mempergunakan dukungan sosial, kendati anggota

keluarga mengasumsikan bila orang yang memberi dukungan acap bersedia untuk

menolong/membantu bila dibutuhkan). Dukungan sosial keluarga bisa berwujud

dukungan sosial keluarga internal, meliputi dukungan suami/istri atau dukungan dari

anggota keluarga lain, baik keluarga internal atau eksternal (Friedman, 2010).

2.3.8 Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga merupakan tahap yang dilakukan sepanjang hidup.

Sifat maupun jenis dukungan sosial tidak sama di bermacam proses atau siklus hidup

seseorang. Hanya saja, di seluruh siklus hidup, dukungan sosial keluarga memicu

keluarga untuk bisa berperan dengan bermacam kecerdasan. Dampaknya, perihal ini

bisa mengoptimalkan kesehatan dan penyesuaian diri antaranggota keluarga

(Friedman, 1998).

Wills (1985) dalam Friedman (1998) memberi simpulan bila pengaruh

pendukung (dukungan sosial penahan pengaruh buruk dari stres terhadap

kesehatan) dan pengaruh utama (dukungan sosial memengaruhi langsung ke akibat

dari kesehatan) juga dijumpai. Sebenarnya, pengaruh pendukung atau dukungan

sosial terhadap kesehatan bisa saja berperan secara serentak. Secara perinci,

kehadiran dukungan sosial yang adekuat membuktikan bila ada keterkaitan dengan

penurunan mortalitas, mudah sembuh dari sakit bagi kalangan tua, serta peningkatan

kognitif, fisik maupun kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam Friedman, 1998)

2.3.9 Faktor yang Memengaruhi Dukungan

Sarafino (2006) memaparkan bila ada bermacam faktor yang memengaruhi


24

individu untuk mendapatkan dukungan ataukah tidak. Faktor yang peneliti maksud,

seperti.

1. Faktor penerima dukungan. Individu yang tidak mendapatkan dukungan orang

lain apabila ia enggan tergabung dalam lingkungan sosialnya, enggan

menolong orang lain, dan abai terhadap segala sesuatu yang terjadi di

dekatnya. Tidak jarang beberapa pihak tidak cukup tegas dalam memahami

bila ia sesungguhnya memerlukan bantuan dari pihak lain, atau beranggapan

bila ia sepatutnya mandiri dan tidak menganggu pihak lain, serta tidak

merasakan kenyamanan bila pihak lain memberi pertolongan atau tidak

mengetahui alasan untuk meminta tolong.

2. Faktor pemberian dukungan. Individu tidak jarang enggan mendukung pihak

lain sewaktu ia tidak mempunyai kemampuan dalam memberi pertolongan atau

sedang stres, yang mengharuskannya menolong diri sendiri atau kurangnya

respons atau reaksi terhadap lingkungan sekitar sehingga tidak sadar bila ada

pihak yang memerlukan dukungan dari individu tersebut.


27

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka konseptual

Kerangka konseptual merupakan pemisahan dari suatu kenyataan supaya bisa

disampaikan, serta menciptakan teori yang memperjelas perihal hubungan

antarvariabel, baik variabel yang dikaji atau yang tidak dikaji (Nursalam, 2008).

Kerangka konseptual dalam kajian ini, seperti:

Dukungan keluarga, seperti dukungan informasional,


Baik penilaian, in
Faktor yang
memengaruhi dukungan
berasal dari penerima
Cukup
dukungan dan yang
memberi dukungan
Kurang

Faktor yang memengaruhi


kepatuhan:
a. predisposisi
- Kepercayaan
- Sikap
- pengetahuan
b. reinforcing
- Dukungan petugas
kesehatan
- Dukungan keluarga
c. enabling
- Sarana-prasarana
27

- Kadar gula darah


tidak terkontrol (meningkat)
- Risiko kompikasi tidak
Keterangan : terkendali

: diteliti : berpengaruh
: tidak diteliti : berhubungan
Gambar 3.1 Kerangka konseptual dukungan keluarga yang berhubungan dengan
kepatuhan diet pasien diabetes melitus rawat jalan di Puskesmas
Banggae 1, Kecamatan Banggae.

Uraian di atas memperjelas sistematika dukungan keluarga terhadap kepatuhan

menjalankan diet DM di Puskesmas Banggae 1, Kecamatan Banggae. Faktor

penerima maupun pemberi dukungan bisa mendukung pasien/penderita, terutama

melalui dukungan informasional, penilaian, instrumental maupun emosional.

Faktor predisposisi, reinforcing maupun enabling mampu memengaruhi

ketaatan pasien untuk melaksanakan diet DM, seperti jumlah, jenis maupun jadwal

mengonsumsi makanan. Dukungan keluarga bisa memengaruhi kepatuhan seseorang

untuk melaksanakan diet DM dalam kajian ini. Melalui kepatuhan melaksanakan diet

DM, maka peneliti hendak membaginya menjadi kategori patuh dan tidak patuh. Jika

pasien mematuhi diet diabetes melitus, kadar gula darahnya akan bisa dikontrol

(normal), serta risiko komplikasi bisa dikendalikan, hanya saja pada kajian ini tidak

diteliti. Jika pasien tidak mematuhi diet diabetes melitus, maka sulit mengontrol kadar

gula daranya dan risiko komplikasi mengalami peningkatan, yang tidak diteliti pada
27

kajian ini.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis ialah jawaban sesaat, berpatokan ke dugaan atau dalil sesaat, yang

sesungguhnya diperlihatkan pada kajian itu. Sesuah dibuktikan dari hasil kajian,

hipotesis ini bisa diuji kebenaran atau kesalahannya, atau menerima atau menolak

hipotesis (Notoadmodjo, 2010).

H1: dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan diet pasien diabetes

melitus rawat jalan di Puskesmas Banggae 1, Kecamatan Banggae.


31

BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian, yaitu prosedur dalam menangani permasalahan

mempergunakan metode ilmiah. Bab ini hendak menyajikan jenis kajian, desain

kajian, waktu maupun tempat pelaksanaan kajian, populasi, sampel atau sampling,

kerangka kerja dalam mengidentifikasi variabel ataupun definisi operasional,

instrumen kajian, serta prosedur mengumpulkan data, olah data, uji keabsahan atau

analisis data, dan etika dalam pelaksanaan kajian.

4.1 Jenis Penelitian

Kajian ini berjenis kuantitatif sebagai kajian dengan data berupa data

kuantitatif, maka analisis data mempergunakan analisis kuantitatif/inferensi. Data

kuantitatif berbentuk angka.

4.2 Rancangan/Desain Penelitian

Desain penelitian, yaitu segala hal yang memiliki peranan vital untuk suatu

kajian yang memberi peluang dalam memaksimalkan kontrol ke bermacam faktor

yang mampu memengaruhi ketepatan suatu hasil hasil (Nursalam, 2003). Desain pada

kajian ini, yaitu desain noneksperimen berstudi korelasi (correlation study), yang

menjadi desain untuk mencermati signifikansi korelasi antarvariabel. Faktor yang

melatarbelakangi peneliti mempergunakan desain ini, yaitu keinginan peneliti

melakukan penyelidikan atas dukungan keluarga yang berhubungan dengan

kepatuhan melaksanakan diet pada pasien diabetes melitus dengan uji hipotesis.

Pendekatan pada kajian ini, yaitu lintas bagian atau belah lintang (cross sectional)
31

karena sekadar satu kali sampling saja.

Studi belah lintang merupakan kajian dengan maksud menganalisis dinamika

houngan antara faktor risiko dengan pengaruh, melalui penggunaan pendekatan,

pengamatan atau dengan mengumpulkan data. Penggunaan pendekatan ini

disebabkan oleh penilaian dukungan keluarga maupun kepatuhan terlaksana di satu

waktu. Peneliti menggunakan pendekatan tersebut pun dimaksudkan agar bisa

mendapat data terkait dukungan keluarga yang patuh untuk melaksanakan diet

diabetes melitus, yang terlaksana sekali, sebagai pembuktian validitas data, terkhusus

pengukur dukungan keluarga dengan kepatuhan, maka kajian ini mempergunakan

angket.

4.3 Waktu maupun Tempat Penelitian

4.3.1 Kajian terlaksana sejak Mei hingga Juli 2021.

4.3.2 Kajian terlaksana di Puskesmas Banggae 1 Kec. Banggae.

4.4 Populasi, Sampel, dan Sampling

4.4.1 Populasi

Nursalam (2003) menyebut bila populasi, yaitu tiap subjek kajian yang sesuai

kriteria yang peneliti tentukan. Dalam kajian ini, pasien diabetes melitus yang kontrol

di Puskesmas Banggae I Kecamatan Banggae sebagai populasi kajian.

4.4.2 Sampel

Sampel ialah bagian dari jumlah ataupun karakteristik pada populasi (Sugiono,

2012). Dalam kajian ini, sampel yang dianalisis, yaitu berdasar pada kriteria inklusi

maupun eksklusi, yakni pasien DM yang kontrol di Puskesmas Banggae I,


31

Kecamatan Banggae selama satu pekan sesuai persyaratan pelaksanaan kajian.

1. inklusi ialah karakteristik yang general pada subjek kajian dari populasi sasaran

yang dijangkau atau yang hendak peneliti kaji (Nursalam, 2003). Kriteria

inklusi dalam kajian ini ialah pasien diabetes melitus yang kontrol di

Puskesmas Banggae I, Kec. Banggae; mengidap diabetes melitus lebih dari

satu tahun; mampu membaca maupun menulis; dan berkenan untuk dijadikan

responden.

2. eksklusi ialah membuang subjek yang sesuai kriteria inklusi dari studi, seperti

pasien DM menderita komplikasi diabetes akut maupun kronis, misal

penglihatan dan ginjal mengalami gangguan, yang tidak berpeluang peneliti

jadikan sebagai informan.

4.4.3 Sampling

Sampling sebagai tahap penyeleksian porsi populasi agar bisa menjadi

perwakilan atas populasi. Teknik sampling ialah metode untuk mengambil sampel,

yang nantinya dimaksudkan guna mendapatkan sampel berdasar pada subjek kajian

(Nursalam, 2003). Pada kajian ini, teknik penetapan responden/informan

mempergunakan nonprobability sampling berjenis consecutive sampling, yakni

metode untuk memilih sampel berurutan melalui penentuan subjek sesuai kriteria,

yang termuat pada kajian hingga rentang waktu tertentu, maka bisa memenuhi jumlah

pasien yang dibutuhkan (Nursalam, 2003).

4.5 Kerangka kerja penelitian (Frame Work)

Kerangka kerja sebagai prosedur yang terlaksana dengan bentuk alur atau

kerangka kajian (Alimul Aziz 2009). Kerangka pada kajian ini terkait dukungan
31

keluarga yang berhubungan dengan kepatuhan dalam melaksanakan diet pasien

diabetes melitus di Puskesmas Banggae I Kecamatan Banggae.


32

Populasi
Semua klien diabetes melitus yang kontrol di Puskesmas Banggae I Kecamatan
Banggae.

Sampel
Klien DM yang kontrol di Puskesmas Banggae I Kecamatan Banggae selama satu
pekan

Sampling
Consecutif Sampling

Desain Penelitian
Cross Sectional

Mengumpulkan Data
angket

Variabel Bebas: Dukungan keluarga Variabel Terikat: kepatuhan diet pasien diabetes melitu

Olah Data
Editing, Coding, Scoring dan Tabulating

Analisis Data
Analisis Univariate, Analisis Bivariate, Analisis Uji Statistik Rank Spearman Program

Menyajikan Hasil

Gambar 4.1 Kerangka kerja hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet
pasien diabetes mellitus di Puskesmas Banggae I Kecamatan Banggae.
40

4.6 Identifikasi Variabel

Variabel merupakan konsep yang terbagi atas variabel yang sifatnya kuantitatif

dan kualitatif (Hidayat, 2007). Dalam kajian ini, variabelnya terdiri atas.

1. Variabel bebas/independen, yaitu variabel dengan nilai penentu variabel

lainnya (Nursalam, 2003). Variabel bebas merupakan variabel penyebab

variabel dependen muncul/berubah. Variabel bebas kerap memengaruhi

variabel lainnya (Hidayat, 2007). Variabel pada kajian ini, yaitu dukungan

keluarga pasien diabetes melitus yang terkontril di Puskesmas Banggae I,

Kecamatan Banggae.

2. Variabel terikat, yaitu variabel dengan nilai yang ditetapkan oleh variabel

lainnya (Nursalam, 2003). Variabel terikat merupakan variabel yang

terpengaruh atau muncul akibat adanya variabel independen (Hidayat, 2016:

78). Pada kajian ini, variabel terikatnya ialah kepatuhan diet pasien diabetes

melitus rawat jalan yang kontrol di Puskesmas Banggae I Kecamatan Banggae.

4.7 Definisi Operasional

Definisi operasional menjabarkan variabel secara opsional atau berdasar

ketentuan yang peneliti amati, yang memberi peluang bagi peneliti untuk

mengobservasi ataupun mengukur objek/fenomena secara perinci (A.Aziz A.H,

2007). Definisi operasional bisa ditetapkan indikator yang menjadi ukuran pada

kajian. Terdapat bermacam metode dalam menjabarkan variabel, yang tidak jarang

definisi itu sekadar persamaan kata atau konseptual, persamaan dari variabel yang

kerap terdapat di kampus. Lain dengan definisi konseptual yang kerap terdapat pada

buku teks ditentukan.


40

4.8 Instrumen Penelitian dan Prosedur Mengumpulkan Data

4.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan media untuk menilai variabel yang peneliti

amati. Pada kajian ini, teknik dalam mengumpulkan data mempergunakan

angket/kuesioner. Kuesioner ialah daftar pertanyaan yang tersusun secara tertulis

guna mengumpulkan data suatu kajian. Melalui keberadaan angket/kuesioner ini,

peneliti bisa menyusun data yang dibutuhkan melalui bermacam responden dengan

waktu singkat dan dengan data berukuran kecil, mengingat jawaban maupun

pertanyaan bisa terlaksana melalui wawancara/tertulis.

Penyusunan kuesioner perlu dilaksanakan secara terstruktur berdasar pada

permasalahan yang dianalisis agar data yang dikumpulkan benar-benar valid atau

terpercaya (Nursalam dan Pariani, 2003). Dalam kajian ini, peneliti mempergunakan

pertanyaan tertutup atau seluruh jawaban sudah tersedia dan informan sekadar

menentukan jawabannya. Jumlah pertanyaan sebanyak 32 item, terbagi atas tiga

bagian. Bagian A mengenai data umum, meliputi enam pertanyaan; Bagian B

mengenai dukungan keluarga yang meliputi enam belas pernyataan; dan Bagian C

memuat kepatuhan pasien dalam melaksanakan diet DM yang meliputi sepuluh

pernyataan.

4.8.2 Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data sebagai prosedur dalam menyusun karakteristik subjek

yang dibutuhkan bagi suatu kajian. Tata cara dalam mengumpulkan data bergantung

ke desain maupun teknik instrumen yang peneliti gunakan. Selama mengumpulkan

data, peneliti fokus ke menyelidiki subjek, pelatihan terhadap tenaga pengumpul data
40

(bila dibutuhkan), memberi perhatian ke prinsip validitas atau reabilitas dalam

menangani permasalahan supaya data dikumpulkan berdasar pada rencana (Nursalam,

2003: 115).

Ada bermacam faktor yang patut mendapat perhatian selama mengumpulkan

data, seperti:

 Pengurusan atas izin pelaksanaan kajian ke pihak Fakultas Ilmu Kesehatan

Unsulbar.

 Pengurusan izin pelaksanaan kajian ke Puskesmas Banggae I, Kec. Banggae.

 Penyeleksian terhadap calon responden.

 Menjabarkan ke calon responden/informan. Apabila berkenan, maka

dipersilakan untuk memberikan tanda tangan ke lembar informed consent.

 Membagikan angket ke informan.

 Responden diharuskan mengisikan seluruh daftar pertanyaan yang tertera di

angket, selanjutnya diberikan ke peneliti.

 Peneliti mengumpulkan maupun mengolah data.

4.9 Mengolah, Menguji Keabsahan, dan Menganalisis Data

4.9.1 Mengolah Data

Sesudah peneliti mengumpulkan data, tahap berikutnya ialah mengolah data

melalui prosedur di bawah ini.

1. Penyuntingan bermaksud guna meneliti ulang apakah isi dari lembar

angket/lembar data yang informan isi sudah cukup baik. Hal ini dilaksanakan

untuk memastikan kualitas data supaya nantinya bisa peneliti proses lebih

lanjut (Moh. Nasir, 2005). Prosedur penyuntingan, terdiri atas.


40

a. Kelengkapan dalam pengisian: perlu mengisi format secara lengkap.

b. Antarjawaban sesuai.

c. Jawaban sesuai dengan lembar pengamatan.

d. Keanekaragaman satuan data.

2. Pengodean merupakan mengklasifikasikan jawaban responden sesuai ketentuan

tertentu. Pengklasifikasian secara umum diperlihatkan oleh kode tertentu, yang

kerap berwujud angka (Moh. Nasir, 2005). Pada kajian ini, angka yang sudah

terkumpul akan peneliti cantumkan ke lembar tabel kerja untuk memudahkan

dalam membaca. Pada kajian ini, pengodean terlaksana melalui prosedur:

a. Data Umum

1) Responden

 responden pertama : R1

 responden kedua : R2

 dan selanjutnya

2) Usia

 35 hingga 45 tahun: U1

 46 hingga 55 tahun: U2

 56 hingga 65 tahun: U3

3) Jenis kelamin

 Laki-laki : JK1

 Perempuan : JK2

4) Status pernikahan

 Menikah : SP1
40

: P1

: P2

: P3

 D3/S2 : P4

5) Pekerjaan

 Swasta : PK1

 Wiraswasta : PK2

 PNS : PK3

6) Lama mengidap diabetes melitus

 satu hingga tiga tahun : LM1

 empat hingga enam tahun : LM2

 di atas enam tahun : LM3

b. Data khusus

1) Dukungan keluarga

 baik : DK1

 cukup : DK2

 kurang : DK3

2) Variabel kepatuhan diet

 patuh : KD1

 tidak patuh : KD2

3. Scoring merupakan penilaian ke tiga aspek yang tertera pada angket berdasar

pada instrumen yang ada di kajian.


40

1) Data umum berisikan karakteristik responden/informan yang hendak

menjadi pertimbangan dalam meneliti karakteristik responden. Data

hendak peneliti analisis mempergunakan persentase seperti:

f
P 100%
n

penjelasan:

P = persentase

n = jumlah responden

f = frekuensi jawaban
42

hasil olah data akan peneliti interpretasikan mempergunakan skala:

100% : keseluruhan

75-99% : hampir menyeluruh

51-74% : mayoritas

50% : setengah

25-49% : hampir bagian setengah

1-24% : sebagian kecil

0% : tidak satupun (Arikunto, 2002).

guna memudahkan hitungan, maka kajian sekadar mengklasifikasikan

variabel bebas menjadi:

 Baik : 76 hingga 100%

 Cukup : 60 hingga 75%

 Kurang : di bawah 60%

2) Data khusus (variabel bebas dan terikat). Variabel bebas terkait dukungan keluarga

meliputi pernyataan positif/negatif yang beracuan ke skala dukungan keluarga.

Jawaban berupa data ordinal, memeriksa, dan menggolongkannya menjadi rentang

kurang dukungan dan dukungan baik.

variabel terikat mengenai kepatuhan informan, maka bisa

mempergunakan rumus t-skor (Azwar S. 2003: 156-157):

xx
T  50  10 
 s 
penjelasan:

x = Skor responden
42

x = Nilai rerata kelompok


s = Standar deviasi kelompok (simpangan

baku). Menghitung MT mempergunakan:

MT 
T
n
penjelasan:

T = skor kepatuhan

MT = mean

Tn = jumlah sampel

Rumus simpangan baku (Sugiyono, 2004) terdiri atas:

S  x  x  2

n 1
penjelasan:

S = simpangan baku sampel

x = skor informan
44

x = nilai rerata kelompok

n = jumlah sampel

memudahkan dalam menghitung sehingga kajian ini sekadar

mengklasifikasikan variabel terikat menjadi:

- kepatuhan pasien (positif) bila T di atas MT

- ketidakpatuhan pasien (negatif) bila T di bawah MT

4. Tabulasi merupakan upaya menyusun data berbentuk tabel (Moh. Nasir, 2005).

Bahwa tabulasi ialah cara mengorganisasikan data supaya bisa mudah dalam

menjumlahkan, menyusun, dan menata agar bisa peneliti analisis/sajikan.

Tahap tabulasi bisa terlaksana dengan bermacam metode, seperti metode tally,

mempergunakan kartu atau komputer (Budiarto, 2002). Pada kajian ini, data

berbentuk tabel sebagai pendistribusian frekuensi informan berdasar

karakteristik dan tujuan kajian.

4.9.2 Uji Keabsahan Data

1. Validitas

merupakan ukuran untuk memperlihatkan tingkat keabsahan/kevalidan

instrumen. Instrumen dikatakan absah bila bervaliditas tinggi. Berbeda bila

instrumen yang tidak cukup absah, maka bervaliditas rendah (Suharsimi

Arikunto, 2006). Tinggi rendah keabsahan instrumen menampakkan seberapa

jauh data yang terkumpulkan tidak menyimpang dari validitas.

Uji validitas instrumen bermaksud guna memperoleh alat ukur yang

absah dan memiliki kredibilitas tinggi. Validitas ini terkait masalah, yaitu

instrumen yang dimaksud sebagai pengukur bisa mengukur secara tepat


44

terhadap sesuatu yang hendak diukur. Hitungan validitas mempergunakan

program SPSS sebagai penentu apakah instrumen valid ataukan tidak, yang

nantinya akan mendapatkan r-hitung (corrected item-total correlation) di atas

r-tabel, di tingkat signifikansi 5%. Seandainya koefisien di bawah harga r=tabel

5%, hubungan disebut tidak valid. Uji validitas dalam kajian ini peneliti olah

mempergunakan SPSS versi 20.

Apabila r-hitung di bawah r-tabel, berarti terjadi penolakan pada H

sehingga variabel itu dianggap valid. Bila mempergunakan program komputer,

persyaratan validitas koefisien korelasi ® suatu butir, yaitu bila r di atas r

variabel dengan mengurangi tingkat kebebasan 2 (dk = n – 2) (Santoso, 2001;

dikutip Setiawan dan Saryono, 2010).

Instrumen dukungan keluarga maupun kepatuhan yang ada di kajian ini,

awalnya sudah peneliti uji validitasnya ke angket dengan jumlah enam belas

angket terkait dukungan keluarga, sedangkan kepatuhan diet diabetes melitus

sejumlah sepuluh angket. Jawaban informan tersebut memberi hasil bila nilai

validitas dukungan (r 0,704 hingga 0,914), serta nilai validitas kepatuhan (r

0,949 hingga 0,983). Sesuai uji cob aini, simpulan yang diperoleh ialah

penggunaan angket sudah valid.


47

2. Reliabilitas

merupakan indeks untuk memperlihatkan seberapa jauh alat pengukur

terpercaya atau bisa diandalkan. Perihal ini memperjelas bila seberapa jauh

hasil pengukuran akan konsisten atay tetap sama bila digunakan untuk

mengukur sebanyak dua atau lebih terhadap gejala yang sama,

mempergunakan alat yang sama pula (Notoatmojo, 2010). Uji reliabilitas

instrumen peneliti olah mempergunakan SPSS versi 20.

Instrumen dukungan keluarga dan kepatuhan yang sudah peneliti

gunakan, sudah peneliti uji reliabilitasnya ke angket dukungan keluarga dengan

enam belas angket, sedangkan kepatuhan diet diabetes melitus sepuluh angket.

Sesuai jawaban informan, didapat nilai reliabilitas dukungan (alpha cronbach

0,957), serta nilai reliabilitas kepatuhan (alpha cronbach 0,957). Sesuai uji

coba yang peneliti peroleh, memberi simpulan jika angket yang dipergunakan

sudah reliabel.

4.9.3 Analisis Data

Analisis data yang peneliti lakukan, seperti:

1. Analisis univariate, yaitu menganalisis variabel secara deskriptifdengan

menentukan pendistribusian proporsi maupun frekuensinya agar bisa tahu

karakteristik objek kajian.

2. Analisis bivariate ialah analisis guna mencermati hubungan dua variabel,

seperti variabel dependen dengan independen (Notoatmodjo, 2002). Data yang

sudah peneliti peroleh bakal dikaji menggunakan uji statistik. Uji statistik pada

kajian, yaitu corelasi rank spearman, yang dimaksudkan agar bisa tahu
47

korelasi antara variabel independen dengan dependen. Olah data maupun

analisis data terlaksana mempergunakan SPSS di taraf keyakinan 95% (α =

0,05). Selanjutnya, menganalisis data secara deskriptif mempergunakan logika

berdasar realitas atau mengombinasikan rujukan yang tersedia. Kriteria

penilaiannya, seperti.

1) bila p-value di bawah α: menerima H1 atau dukungan keluarga

berhubungan dengan kepatuhan melaksanakan diet DM.

2) bila p-value di atas α: menolak Ho atau dukungan keluarga tidak

berhubungan dengan kepatuhan melaksanakan diet DM.

4.10 Etika penelitian

Kajian ini menyampaikan permohonan ke pihak rumah sakit terkait demi

mendapat persetujuan. Sesudah memperoleh persetujuan, peneliti akan

mewawancarai atau memberi angket ke informan terkait permasalahan etika,

meliputi:

1. Lembar persetujuan hendak diserahkan ke informan/subjek sebelum

melaksanakan kajian, yang dimaksudkan agar informan tahu terkait

pelaksanaan kajian. Bila subjek berkenan untuk diteliti, maka perlu

menandatangani lembar persetujuan. Apabila tidak berkenan, peneliti perlu

menghormati keputusan informan.

2. Tanpa memuat identitas. Kerahasiaan informan sebagai sampel pada kajian ini

merupakan prioritas utama. Peneliti tidak bisa secara serampangan

menyebutkan identitas informan ke dalam angket, serta sekadar menamakannya

dengan kode.
47

3. Bersifat rahasia. Informasi yang sudah peneliti kumpulkan dari subjek, maka

peneliti akan menjamin kerahasiaan. Sekadar kelompok tertentu saja yang

hendak disampaikan atau tersaji pada hasil kajian.


62

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Bab kelima hendak menjabarkan hasil kajian yang terlaksana di Puskesmas

Banggae 1, Kecamatan Banggae yang diselenggarakan sejak 17 Mei 2021 hingga 30

Juli 2021, dengan informan sejumlah tiga puluh lima orang. Hasil kajian tersaji ke

dua bagian, meliputi data umum maupun data khusus. Data khusus berisikan usia

informan, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, mata pencarian, dan rentang

waktu informan menderita diabetes melitus. Kemudian, data khusus meliputi

dukungan keluarga dan kepatuhan selama melaksanakan diet diabetes melitus pada

informan berbentuk tabel distribusi frekuensi.

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Banggae 1, Kec. Banggae merupakan satu dari beberapa puskesmas

di Kab. Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Puskesmas Banggae 1 terletak di

kelurahan banggae, kecamatan Banggae, Kabupaten Majene tepat berlokasi di jalan

azis bustam. Puskesmas Banggae 1 adalah termasuk puskesmas unggulan dengan

segala kelbihan dan prestasi yang dimiliki dan merupakan salah satu puskesmas

keberhasilannya sangat memengaruhi cukup penting bagi perkembangan capaian

kesehatan di Kabupaten Majene.

Sebelas puskesmas di Kab. Majene, Puskesmas Banggae I ialah puskesmas

dengan perolehan nilai indeks keluarga sehat paling tinggi dengan IKS 0,354 atau ada

35,4% keluarga berkategori sehat atau IKS lebih dari 0,800 di wilayah kerja

Puskesmas Banggae 1. Puskesmas Banggae I ialah puskesmas yang berada di Kec.


62

Banggae dengan target penduduk sejumlah 20.293 jiwa, serta terdapat tiga

desa/kelurahan wilayah kerja, meliputi Banggae, Pangaliali, dan Galung. Tiga

kelurahan di wilayah kerja puskesmas, perolehan status keluarga sehat terbaik

didapatkan oleh Kel. Banggae dengan IKS IKS 0,39, diikuti oleh Pangaliali dengan

IKS 0,354. Perolehan paling rendah didapatkan Kel. Galung dengan IKS 0,289.

5.2 Pembahasan

1. Dukungan keluarga penderita diabetes melitus

Sesuai Tabel 5.7, memperlihatkan bila mayoritas keluarga mendukung

penuh kepada pasien diabetes melitus dengan total ada delapan belas informan

(51,43%). Sama seperti peran keluarga, sesuai pemaparan Friedman (2010),

peran mendasar dari keluarga ialah perawatan kesehatan, meliputi memfasilitasi

perawatan kesehatan, tempat tinggal maupun kebutuhan fisik. Kehadiran

dukungan keluarga kepada penderita DM pun sama seperti tugas utama

keluarga, sesuai pemaparan Jhonson dan Lenny (2010), yakni memelihara fisik

keluarga maupun anggota, serta mendorong atau menyemangati anggota.

Berdasar hasil yang didapat, kerap kali penderita DM memperoleh

dukungan keluarga sebab keluarga berperan sebagai orang terdekat bagi

informan. Sewaktu ada anggota keluarga yang sakit, keluarga tentu bakal

memberi dukungan atau perawatan, terutama kepada penderita DM. dengan

begitu, kehadiran keluarga pun akan mendukung pasien/penderita secara

informasi, instrumental maupun penghargaan.

Keluarga pun berperran sebagai bagian dari pasien yang terdekat dan

memiliki hubungan cukup kuat. Pasien akan merasa nyaman, tenang, dan

senang bila diperhatikan maupun didukung oleh keluarga, mengingat dukungan


62

keluarga itu bisa memunculkan rasa percaya ke diri pasien dalam menghadapi

atau memanajemen penyakit secara maksimal, serta pasien bersedia untuk

mematuhi arahan yang disampaikan keluarga demi mendukung tata

kelola/manajemen penyakit.

Sesuai kajian terkait dukungan keluarga terbesar ada di dukungan

penilaian dengan jumlah skor rerata, yaitu 3,16. Dimensi ini muncul dari

ekspresi, seperti sambutan positif dari orang terdekat, dukungan ataupun

pernyataan setuju atas gagasan atau perasaan. Dukungan ini memicu individu

untuk merasa dihargai, mendapat perhatian, dan makin berkompeten.

Dukungan tersebut pun hadir melalui penerimaan maupun penghargaan atas

kehadiran seseorang secara total, seperti keunggulan atau kekurangan yang ada

di dirinya (Hensarling, 2009). Bisa disebut bila kehadiran penilaian dari

keluarga kepada pasien diabetes melitus sebagai bentuk penghargaan, mampu

memaksimalkan status kondisi psikososial, dorongan, serta meningkatkan harga

diri, mengingat diasumsikan bila ia, pasien, masih bermanfaat bagi keluarga,

serta mampu menciptakan perilaku yang sehat kepada pasien diabetes melitus

guna memaksimalkan status kesehatan.

Dukungan emosional menempati urutan kedua dalam kajian ini, dengan

skor rerata 3,05. Dukungan emosional mengikutsertakan ekspresi, empati, dan

perhatian kepada seseorang agar mengarahkan dirinya lebih baik, memperoleh

rasa yakin, seakan dicintai ketika stres. Dimensi ini menunjukkan dukungan

keluarga, perhatian keluarga lainnya bagi pasien DM. Komunikasi maupun

interaksi antaranggota keluarga dibutuhkan agar saling memahami kondisi

anggota keluarga. Dimensi ini diperoleh melalui pengukuran sudut pandang


62

penderita terkait dukungan keluarga, terkhusus mengenai pengertian atau kasih

sayang dari keluarga.

Diabetes melitus bisa menganggu secara psikologis bagi pasiennya.

Perihal ini diakibatkan penyakit diabetes melitus tidak mampu sembuh atau

memiliki risiko adanya komplikasi. Keadaan maca mini bisa memengaruhi

individu/penderita dalam mengatur emosinya. Jika terdapat permasalahan

terkait depresi pada pasien, tentu akan memerlukan bantuan medis. Hanya saja,

tetap memerlukan dukungan keluarga untuk mengendalikan emosinya dan

mewaspadai segala sesuatu yang berpotensi terjadi.

2. Kepatuhan diet penderita diabetes melitus

Sesuai pemaparan di atas, memperlihatkan bila mayoritas informan

mematuhi dalam melaksanakan diet diabetes melitus dengan jumlah dua puluh

lima informan (71,43%). Patuh untuk diet menjadi peraturan atau peirlaku yang

perawat, dokter atau tenaga kesehatan sarankan untuk penderita diabetes

melitus. Perilaku yang disampaikan ke pasien, seperti pola makan maupun

ketepatan dalam mengonsumsi makanan bagi pasien. Diet pada diri penderita

DM menampakkan asupan makanan, jenis, serta jadwal makan supaya tetap

bisa mengontrol kadar gula (Novian,3013).

Hasil terkait kepatuhan diet terbesar terlaksana saat jadwal makan,

dengan skor rerata 0,87. Jadwal makan, yaitu waktu mengonsumsi makanan,

seperti pagi (07.00 hingga 08.00), siang (12.00 hingga 13.00), dan sore (17.00

hingga 18.00), atau bisa selingan pada pukul 10.30 hingga 11.00 hingga 15.30

hingga 16.00. Penentuan jadwal tersebut terlaksana secara disiplin supaya

mendukung pankreas rutin dalam mengeluarkan insulin. Sebenarnya, diet


62

kepada penderita diabetes melitus terlaksana tiga kali makan utama, dua hingga

tiga kali makanan selingan dengan interval setiap tiga jam.

Kepatuhan diet kedua yang ada di kajian ini, yaitu jenis makanan dengan

skor rerata 0,78. Pasien DM perlu tahu dan paham terkait jenis makanan yang

bisa mereka konsumsi secara bebas, dan makanan yang perlu mereka batasi.

Jenis makanan yang disarankan ke pasien diabetes melitus, seperti nasi, roti,

mie, kentang, singkong, sagu, ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tahu, tempe,

dan sebagainya. Jenis makanan yang harus pasien diabetes melitus

hindari/batasi, terdiri atas gula jawa, gula pasir, sirup, susu kental manis,

minuman botol, dan lain sebagainya.

Lawrence Green (1980 dalam Notoatmodjo, 2007) menambahkan bila

kepatuhan terpengaruh oleh bermacam faktor, seperti predisposisi

(pendorong), meliputi kepercayaan/agama yang pasien anut, sikap maupun

pengetahuan. Selanjutnya, faktor reinforcing (pendukung) seperti dukungan

petugas kesehatan maupun keluarga, dan faktor enabling (pemungkin) seperti

sarana-prasarana kesehatan, misal rumah sakit, puskesmas, makanan bergizi,

dan lain-lain.

Berdasar hasil terkait kepatuhan diet dalam kajian ini, memperjelas bila

pengetahuan pasien maupun keluarga tergolong baik. Penderita yang taat

melaksanakan diet terpengaruh oleh pengetahuannya. Pengetahuan terpengaruh

oleh latar belakang pendidikan. Data terkait pendidikan memperliahtkan dua

puluh enam informan taat melaksanakan diet, dengan sebelas informan

(42,31%) berlatar belakang pendidikan D3/S1. Pendidikan merupakan proses

belajar yang memuat pertumbuhan, perkembangan ataupun perubahan ke arah


62

yang lebih baik pada diri perseorangan atau kelompok (Notoatmodjo, 2003).

Kian tinggi pendidikan seseorang, kian mudah ia memperoleh informasi, maka

pengetahuannya pun kian banyak.

Selanjutnya, faktor dukungan keluarga. Data terkait dukungan keluarga

memperlihatkan bila mayoritas ada delapan belas informan (51,43%) yang

mendapat dukungan baik. Keluarga ialah bagian terdekat dengan pasien. Para

pasien bakal merasakan rasa tenang dan senang jika keluarga memberikan

perhatian kepadanya, mengingat dukungan itu bisa memunculkan kepercayaan

diri untuk menangani atau memanajemen penyakit secara maksimal, dan pasien

pun bersedia patuh terhadap masukan dari keluarga untuk menunjang tata

kelola penyakit yang ia derita.

3. Dukungan keluarga berhubungan dengan ketaatan dalam diet diabetes melitus.

Sesuai kajian yang peneliti lakukan, memperlihatkan bila ada lima belas

informan (42,86%) mendapat dukungan dari keluarga, serta taat dalam

melaksanakan diet diabetes melitus. Sama seperti kajian Ireme Go. (2020),

memperlihatkan bila dukungan keluarga berpersentase setengah dari informan

atau berkategori cukup atau baik. Kajian milik Sulistiarini dan Susansti (2013)

menambahkan bila dukungan keluarga memicu peningkatan atas ketaatan

pasien DM untuk diet, mengingat dukungann keluarga ini bisa mengendalikan

penyakit DM dan meminimalkan potensi komplikasi.

Sama seperti kajian Hifmi dkk., (2017), memaparkan bila keluarga

berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes. Perihal ini memperlihatkan bila

dukungan keluarga, terkhusus keluarga utama, amat diperlukan oleh penderita

DM utamanya dalam pengaturan diet. Ningrum Dkk (2017) menyampaikan


62

melalui kajiannya, bila dukungan keluarga mempunyai peranan penting terkait

diet DM. Mayoritas didapati dari informan, yaitu dukungan keluarga yang

cukup karena adanya faktor emosional, maka penderita merasa adanya

perhatian dan kasih sayang. Kajian milik Anggita Puspita Dwianti (2015)

memaparkan bila kian tingginya dukungan keluarga, kian tinggi kepatuhan diet

DM pada diri informan.

Berdasar hasil yang didapat, dukungan keluarga peneliti harapkan supaya

keadaan pasien kian membaik. Perawat pun menginginkan agar pasien

mendapat dorongan/motivasi dari keluarga pasien supaya ketaatan diet DM bisa

terlaksana secara optimal. Dengan begitu, pasien bakal menaati ketentuan atau

prosedur diet yang telah diarahkan dari petugas kesehatan. Pasien

membutuhkan dukungan agar taat kepada pelaksanaan diet. Pasien bakal

merasakan mutu kesehatan atau hidupnya mengalami peningkatan ketika

mereka taat terhadap diet. Jika pasien mampu menjaga konsumsi makanan atau

minuman, tentu ia bisa menghindar dari bermacam komplikasi yang

memperburuk kesehatannya.

Sama seperti penuturan Friedman (2010), memperjelas bila peranan

mendasar dari keluarga ialah perawatan kesehatan, meliputi penyediaan

perawatan kesehatan, kebutuhan fisik maupun tempat tinggal. Dukungan

keluarga bagi pasien DM pun sama seperti tugas utama keluarga (Jhonson dan

Lenny, 2010), yakni memelihara fisik keluarga maupun anggota, serta

mendorong atau menyemangati anggota keluarga.

Mills (2008) memaparkan bila terdapat bermacam aspek penting guna

memberi dukungan bagi pasien diabetes melitus. Aspek tersebut, seperti


62

peningkatan kesadaran diri terhadap pasien agar mengenali penyakit, memberi

pemahaman bila tidak ada upaya untuk menyembuhkan penyakit itu, maka

pasien perlu sadar untuk mengatur/memanajemen penyakit yang ia derita.

Dukungan keluarga, bukan sekadar memberi bantuan bagi pasien untuk kian

sadar dalam memanajemen penyakit, pun tetap bisa memunculkan kenyamanan

dan keamanan akibat ada dukungan informasional, penilaian instrumental

maupun instrumental keluarga .

Tabel 5.9 memperjelas bila ada dua informan (5,71%) yang mendapat

dukungan keluarga, kendati ia tidak mematuhi/taat untuk melaksanakan diet

diabetes melitus. Perihal ini diakibatkan dua informan itu sudah lama mengidap

diabetes melitus, dengan rerata sekitar enam tahun, maka bisa memengaruhi

perilakunya (Notoatmodjo, 2007). Sesuai pemahaman peneliti, keadaan ini

muncul akibat adanya pendapat bila mereka mempunyai kebebasan dalam

bertindak apa pun sesuai keinginan, serta menganggap jika dukungan keluarga

atas kepatuhan diet hanya memicu pasien/penderita merasakan

kebosanan/terkenang. Selain itu, motivasi pasien pun bisa saja menurun

sehingga enggan melaksanakan diet yang disampaikan petugas kesehatan.

Estimasi dalam menderita penyakit berhubungan buruk dengan kepatuhan.

Kian lama seseorang menderita penyakit, kian kecil peluangnya menjadi taat

kepada pengobatan (World Health Organization, 2003).

Pasien dengan riwayat menderita diabetes melitus lebih kerap

mengonsumsi makanan yang tidak sesuai, dengan proporsi lemak jenuh besar,

dan tidak patuh atau tidak melakukan diet secara tepat. Delamater (2006)

menuturkan bila ketidaktaatan kerap hadir ketika keadaan kesehatan kronik,


62

sewaktu penyebab munculnya bervariasi, atau bila gejala tidak tampak,

program pengobatan komplek dan rumit, dan saat pengobatan memerlukan

perubahan gaya hidup. Kebermaknaan durasi menderita penyakit ini akibat

munculnya perasaan jenuh, bosan maupun depresi pada mayoritas pasien

diabetes melitus yang melaksanakan terapi jangka panjang (Ciechhnowski,

2000).

Sesudah menganalisisnya mempergunakan uji Rank Spearman, didapat

nilai p-value sejumlah 0,002, maka p value di bawah 0,05 atau menerima H1,

yang memperjelas bila dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan diet

diabetes melitus pasien rawat jalan dipuskesmas banggae 1 Kecamatan

Banggae bulan Mei 2021


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab keenam memuat simpulan maupun saran yang peneliti sampaikan sebagai

hasil dari pembahasan kajian.

6.1 Simpulan

Beracuan ke hasil kajian maupun pembahasan terkait dukungan keluarga yang

mempunyai hubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus pasien rawat di

Puskesmas Banggae 1, Kecamatan Banggae, simpulannya ialah:

1. Dukungan keluarga pasien diabetes melitus di Puskesmas Banggae 1

Kecamatan Banggae mayoritas berkategori baik.

2. Kepatuhan pasien selama melaksanakan diet diabetes melitus di Puskesmas

Banggae 1 Kecamatan Banggae hampir keseluruhannya berkategori patuh.

3. Dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus

pasien rawat jalan di Puskesmas Banggae 1 Kecamatan Banggae.

6.2 Saran

Sesuai simpulan di atas, peneliti memberi saran, seperti:

1. pasien diabetes melitus, sepatutnya acap patuh terhadap peraturan terkait diet

yang direkomendasikan dokter, perawat maupun petugas kesehatan lain,

terkhusus konsumsi jumlah makanan.

2. keluarga maupun masyarakat tetap mendukung atau memotivasi pasien

diabetes melitus untuk patuh terhadap peraturan diet, terkhusus dukungan

instrumental.
3. petugas kesehatan, terkhusus perawat di Puskesmas Banggae 1 Kecamatan

Banggae, yang sepatutnya acap memberi pendidikan kesehatan maupun

dorongan ke keluarga penderita diabetes melitus, terkhusus dukungan

instrumental demi mengoptimalkan ketaatan pasien untuk melaksanakan diet

diabetes melitus.

4. peneliti berikutnya agar meneliti maupun menjabarkan hubungan dukungan

keluarga dengan ketaatan melaksanakan diet diabetes melitus, terkhusus

dukungan instrumental.
66

DARTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.

Jakarta: Salemba Medika

Almatsier Sunita. 2013. Penuntun Diet.Jakarta; Kompas Gramedia.

Arief Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi

Revisi V. Jakarta: PT Asdi Mahastya

Budiarto, E. 2002. Biostatika untuk kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :

EGC. 11-28.v

Budiarta. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu

Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC

Ellis. 2010. Dalam: Lestari, Tri Suci.Hubungan Psikososial dan Penyuluhan Gizi

dengan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUP

Fatmawati Tahun 2012. Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia:2012.

Friedman. 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.

Friedman, Marilyn M. 2010. Buku ajar keperawatan keluarga : Riset, Teori dan

Praktek. Jakarta : EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik

Analisis Data. Penerbit Salemba Medika: Jakarta

Jhonson,R & Leny,R. 2010. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia


66

Niven. 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmojo,S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Riset Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika

Nursalam dan Pariani. 2003. Pendekatan Praktis Metodologi Riset

Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2

di Indonesia.Jakarta.

Pratita. 2012. Hubungan Dukungan Pasangan Dan Health Locus Of Control Dengan

Kepatuhan Dalam Menjalankan Proses Pengobatan Pada Penderita Diabetes

Mellitus Tipe-2. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 No.1.

Prince & Wilson. 2008. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi

6. Volume 1. Jakarta: EGC

Rowley. 1999. Penderita DM melakukan perubahan gaya hidup yang sesuai

dengan anjuran kesehatan. Jakarta: FKUI.

Sarafino, E.P. 2004. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction (2nd ed).

New York: John Wilky and Sons Inc.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2001. “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah

Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta.

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&B, Bandung:Alfabeta Sugiono.

2012. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta


67

Sugiono. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Suyono, S. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Cetakan kelima,

FKUI. Jakarta

World Health Organization. Diabetes. http:www.who.int/mediacenter/factsheets/

frs312/en/index.html (diakses 23 Desember 2017)

Yusra,Aini. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Fatmawati

Jakarta.(Tesis).Jakarta. Program Magister Ilmu Keperawatan Khusus Medikal

Bedah. Fakult as Keperawatan Universitas Indonesia

Dinas, kesehatan Provinsi Sulawesi Barat (2020, Profil kesehatan provinsi Sulawesi

Barat tahun 2020


Lampiran 1
90

Anda mungkin juga menyukai