Anda di halaman 1dari 8

Perbedaan Faktor Risiko Obesitas di Pedesaan dan Perkotaan pada

Orang Dewasa di Indonesia; Analisis Data Riskesdas 2018

Lulu’ul Badriyah, Annisa Yuri Ekaningrum


Program Studi Sarjana Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Indonesia Maju

Abstract
Latar belakang: Obesitas menjadi tantangan besar masalah kesehatan masyarakat global yang terkait
dengan peningkatan risiko penyakit. Tempat tinggal menjadi faktor risiko paling dominan berhubungan
obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan faktor risiko obesitas pada orang dewasa
di Indonesia di pedesaan dan perkotaan.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2018. Populasi penelitian adalah seluruh
individu berusia >18 tahun di Indonesia. Sampel penelitian adalah semua individu yang memiliki
kelengkapan variabel penelitian yaitu ada 467.198 responden. Data dianalisis menggunakan uji Chi-
Square.
Hasil: Hasil penelitian ditemukan bahwa faktor yang berhubungan dengan obesitas di perkotaan adalah
jenis kelamin (0,001), umur (0,001), pendidikan (0,001), konsumsi makanan dan minuman manis (0,001),
konsumsi minuman soft drink (0,001), konsumsi sayur dan buah (p=0,017, kebiasaan merokok (0,001),
aktifitas fisik (0,004), dan depresi (0,002). Sedangkan faktor yang berhubungan dengan obesitas di
pedesaan adalah jenis kelamin (0,001), umur (0,001), pendidikan (0,001), konsumsi minuman manis
(0,001), konsumsi makanan berlemak/berkolesterol/gorengan (0,001), konsumsi minuman soft drink
(0,001), kebiasaan merokok (0,001), aktifitas fisik (0,001), dan depresi (0,005).
Kesimpulan: Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian obesitas di Indonesia baik di pedesaan
maupun perkotaan adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, depresi,
dan pola makan. Perlu adanya peningkatan program pencegahan obesitas terutama edukasi gizi
seimbang baik itu di pedesaan maupun di perkotaan.
Kata kunci: Aktifitas fisik, Obesitas, Pola makan, Status gizi.

Differences of Adults Obesity Risk Factors in Rural and Urban in


Indonesia; an Analysis of Indonesia’s Basic Health Research 2018

Abstract
Background: Obesity is a major global public health challenge associated with an increased risk of
disease. Place of residence is the most dominant risk factor related to obesity. This study aimed to
determine the differences in risk factors for obesity in adults in Indonesia in rural and urban areas.
Methods: This study used secondary data of Riskesdas 2018. The research population was all
individuals aged > 18 years in Indonesia. The research sample was all individuals who have complete
research variables, namely there are 467,198 respondents. Furthermore, the data were analyzed using
the chi-square test.
Result: This study found that the factors associated with obesity in urban areas were gender (0.001), age
(0.001), education (0.001), consumption of sweet foods and drinks (0.001), consumption of soft drinks
(0.001), consumption of vegetables and fruit (p = 0.017, smoking habits (0.001), physical activity (0.004),
and depression (0.002).While factors related to obesity in rural areas were gender (0.001), age (0.001),
education (0.001), consumption of sweet drinks ( 0.001), consumption of fatty/cholesterol/fried foods
(0.001), consumption of soft drinks (0.001), smoking habits (0.001), physical activity (0.001), and
depression (0.005).
Conclusion: Risk factors associated with the incidence of obesity in Indonesia, both in rural and urban
areas, were gender, age, education, smoking habits, physical activity, depression, and eating patterns.
Increasing obesity prevention programs, especially education on balanced nutrition, both in rural and
urban areas, is urgently needed.
Keywords: Diet, Nutritional status, Obesity, Physical activity.

Korespondensi: Lulu’ul Badriyah


e-mail: lulubadriyah91@gmail.com
185 Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Volume 14 Edisi 4, 2022
PENDAHULUAN tahun 1980 menjadi 6,2% pada tahun 2015.
Obesitas menjadi tantangan besar masalah Secara keseluruhan terjadi tren peningkatan
kesehatan masyarakat global yang terkait overweight dan obesitas di semua wilayah
dengan peningkatan risiko penyakit selama 35 tahun terakhir.8
kardiovaskular, diabetes melitus tipe 2, Prevalensi obesitas di Indonesia juga
penyakit ginjal kronis, kanker, gangguan meningkat pesat. Data menunjukkan
sistem musculoskeletal, dan menjadi masalah prevalensi obesitas meningkat dari 10,5%
body image.1–4 Selain hasil studi juga pada tahun 2007 menjadi 21,8% pada tahun
menunjukkan bahwa obesitas pada masa anak 2018 dan prevalensi overweight meningkat
dan remaja meningkatkan faktor risiko dari 8,6% pada tahun 2007 menjadi 13,6%
morbiditas dan mortalitas penyakit pada tahun 2018.9 Berdasarkan tempat
kardiovaskular ketika dewasa.5 Obesitas juga tinggal, prevalensi obesitas di Indonesia lebih
mengakibatkan dampak ekonomi global yang tinggi di perkotaan dibandingkan di pedesaan
hampir setara dengan rokok dan konflik baik pada laki-laki maupun perempuan.10
global termasuk di dalamnya biaya kesehatan Hasil penelitian menunjukkan tempat
dan kehilangan produktivitas yaitu sebesar tinggal menjadi faktor risiko paling dominan
$ 2 triliun per tahun.6 berhubungan obesitas. Risiko terjadinya
Prevalensi obesitas di seluruh dunia obesitas dengan pengukuran proporsi lemak
meningkat hampir tiga kali lipat sejak tahun tubuh di perkotaan lebih tinggi 2,51 kali
1975 dan terus meningkat pada hingga dibandingkan di pedesaan. Sedangkan risiko
menjadi pandemi.7 Saat ini jumlah penduduk terjadinya obesitas dengan pengukuran
overweight dan obesitas saat ini hampir indeks massa tubuh (IMT)di perkotaan lebih
sepertiga dari jumlah populasi dunia. tinggi 2,11 dibandingkan di pedesaan.11
Prevalensi obesitas telah meningkat pada Maka dari itu, penelitian bertujuan untuk
semua kelompok umur dan jenis kelamin, mengetahui perbedaan faktor risiko obesitas
meskipun umumnya lebih tinggi pada orang pada orang dewasa di Indonesia di pedesaan
tua dan perempuan. Pada tahun 2015 dan perkotaan berdasarkan data Riskesdas
diestimasikan ada sebanyak 1,9 miliar dan 2018.
609 juta orang dewasa mengalami overweight
dan obesitas. Dari data tersebut prevalensi METODE
overweight pada kelompok 20-44 tahun lebih Penelitian ini menggunakan data sekunder
rendah pada perempuan dibandingkan laki- survei nasional Riskesdas 2018 yang berasal
laki, tetapi tren ini berbalik setelah usia 45-49 dari Badan Kebijakan Pembangunan
tahun, dan prevalensinya meningkat seiring Kesehatan. Populasi Riskesdas 2018 adalah
bertambah usia hingga mencapai puncak seluruh rumah tangga di Indonesia. Sampel
pada umur 50-65 tahun, lalu sedikit menurun Riskesdas 2018 menggunakan kerangka
setelahnya.8 sampel Susenas 2018 yang dilaksanakan pada
Amerika dan Eropa adalah dua wilayah bulan Maret 2018.10
dengan prevalensi overweight dan obesitas Desain studi penelitian ini adalah cross
tertinggi. Di Amerika prevalensi overweight sectional. Populasi yang digunakan dalam
meningkat dari 45,3% pada tahun 1980 penelitian adalah seluruh individu yang
menjadi 64,2% pada tahun 2015 dan berusia >18-60 tahun di Indonesia.
prevalensi obesitas meningkat dari 12,9% Sementara sampel penelitian adalah semua
pada tahun 1980 menjadi 28,3% pada tahun penduduk dewasa berusia >18 tahun yang
2015. Di Eropa, prevalensi overweight memiliki kelengkapan data variabel
meningkat dari 48% pada tahun 1980 penelitian. Data yang dibutuhkan dalam
menjadi 59,6% pada tahun 2015 dan penelitian meliputi tempat tinggal, data status
prevalensi obesitas dari 14,5% pada tahun gizi, jenis kelamin, umur, pendidikan,
1980 menjadi 22,9% pada tahun 2015. Tren konsumsi makanan manis, konsumsi
serupa juga terjadi di wilayah Asia Tenggara, minuman manis, konsumsi soft drink,
prevalensi overweight meningkat dari 10,9% konsumsi sayur dan buah, kebiasaan
pada tahun 1980 menjadi 24,3% pada tahun merokok, aktivitas fisik, dan depresi. Jumlah
2015 dan prevalensi obesitas dari 1,7% pada sampel awal penelitian adalah 471.519

Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Volume 14 Edisi 4, 2022 186


responden dan setelah dilakukan cleaning HASIL
data, jumlah sampel yang memiliki Penelitian ini mendapatkan prevalensi
kelengkapan data penelitian ada 467.198 obesitas di perkotaan lebih tinggi pada
responden. perempuan (50,8%) dan lebih tinggi pada
Status gizi obesitas dikategorikan jika IMT usia ≥ 40 tahun (52,2%). Berdasarkan
responden >25. Jenis kelamin dikategorikan tingkat pendidikan, prevalensi obesitas di
laki-laki dan perempuan. Umur responden perkotaan lebih tinggi pada responden yang
dikategorikan ≥40 tahun dan <40 tahun. mempunyai pendidikan tinggi (44,2%)
Pendidikan responden dikategorikan rendah (Tabel 1). Berdasarkan konsumsi makanan
jika tidak sekolah, sekolah dasar (SD), dan dan minuman manis, prevalensi obesitas
sekolah menengah pertama (SMP). lebih tinggi pada responden yang jarang
Pendidikan tinggi jika tamat sekolah konsumsi makanan manis (48,2%) dan jarang
menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi. konsumsi minuman manis (52,3%).
Pola konsumsi makanan dan minuman Berdasarkan konsumsi makanan
responden dikategorikan jarang jika berlemak/berkolesterol/gorengan, prevalensi
konsumsi <3 kali/bulan. Konsumsi sayur dan obesitas sama antara yang sering dan jarang
buah dikategorikan cukup jika konsumsi konsumsi makanan makanan
sayur dan atau buah (kombinasi sayur dan berlemak/berkolesterol/gorengan.
buah) minimal 5 porsi/hari selama 7 hari Berdasarkan konsumsi soft drink,
dalam seminggu. Kebiaaan merokok prevalensi responden yang obesitas di
dikategorikan menjadi perokok, mantan perkotaan lebih tinggi pada responden yang
perokok, dan tidak merokok. Aktivitas fisik jarang konsumsi softdrink (45,0%).
dikategorikan tinggi jika total nilai minimal Berdasarkan konsumsi sayur dan buah,
aktifitas fisik 3000 METs/menit/minggu. prevalensi responden yang obesitas di
Responden dikategorikan depresi jika perkotaan lebih tinggi pada responden yang
minimal 2 jawaban “ya” pada pertanyaan 1-3 kurang konsumsi sayur dan buah (43,9%).
dan minimal 2 jawaban “ya” pada pertanyaan Berdasarkan kebiasaan merokok, prevalensi
4-10 berdasarkan Mini International responden yang obesitas di perkotaan lebih
Neuropsychiatric Interview dalam Riskesdas tinggi pada responden yang tidak merokok
2018. Selanjutnya, data dianalisis (48,8%). Berdasarkan tingkat aktivitas fisik,
menggunakan Uji Chi-Square untuk melihat prevalensi responden yang obesitas di
hubungan antara variabel independen dengan perkotaan lebih tinggi pada responden yang
obesitas pada responden menggunakan mempunyai aktivitas fisik rendah (44,3%),
perangkat lunak analisis statistik. dan berdasarkan tingkat depresi, prevalensi
responden yang obesitas di perkotaan lebih
tinggi pada responden yang tidak depresi
(44,0%).

187 Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Volume 14 Edisi 4, 2022


Tabel 1 Faktor Risiko Obesitas Penduduk Dewasa di Indonesia di Perkotaan
Obesitas
Variabel Ya Tidak Nilai P
N (%) N (%)
Jenis kelamin
58.309 (50,8) 56.437 (49,2)
Perempuan 0,001
35.275 (35,8) 63.189 (64,2)
Laki-laki
Umur
49.542 (52,2) 45.304 (47,8)
≥ 40 tahun 0,001
44.042 (37,2) 74.322 (62,8)
< 40 tahun
Pendidikan
38.270 (43,5) 49.764 (56,5)
Rendah 0,001
55.314 (44,2) 69.862 (55,8)
Tinggi
Konsumsi makanan manis
80.885 (43,3) 105.993 (56,7)
Sering 0,001
12.699 (48,2) 13.633 (51,8)
Jarang
Konsumsi minuman manis 9.799 (47,7)
82.859 (43,0)
Sering 119.626 (56,1) 0,001
10.725 (52,3)
Jarang
Konsumsi makanan
berlemak/ berkolesterol/
82.012 (43,9) 104.859 (56,1)
gorengan 0,889
11.572 (43,9) 14.767 (56,1)
Sering
Jarang
Konsumsi minuman
softdrink 10.375 (36,6) 17.977 (63,4)
0,001
Sering 83.209 (45,0) 101.649 (55,0)
Jarang
Konsumsi sayur dan buah
93,.110 (43,9) 118.927 (56,1)
Kurang 0,017
474 (40,4) 699 (59,6)
Cukup
Kebiasaan merokok
20.212 (32,3) 42.338 (67,7)
Perokok
5.728 (47,5) 6.330 (52,5) 0,001
Mantan perokok
67.644 (48,8) 70.958 (51,2)
Tidak merokok
Aktifitas fisik
42.786 (44,3) 53.868 (55,7)
Rendah 0,002
50.798 (43,6) 65.758 (56,4)
Tinggi
Depresi
4.570 (42,6) 6.169 (57,4)
Ya 0,004
89.014 (44,0) 113.457 (56,0)
Tidak

Kemudian didapatkan hubungan signifikan mempunyai pendidikan tinggi (36,3%).


antara jenis kelamin, umur, pendidikan, Berdasarkan konsumsi makanan dan
konsumsi makanan dan minuman manis, minuman manis, prevalensi obesitas di
konsumsi minuman soft drink, konsumsi pedesaan lebih tinggi pada responden yang
sayur dan buah, kebiasaan merokok, aktifitas sering konsumsi makanan manis (34,6%) dan
fisik, dan depresi dengan obesitas pada jarang konsumsi minuman manis (40,7%).
penduduk dewasa di wilayah perkotaan Berdasarkan konsumsi makanan
dengan nilai p <0,05. berlemak/berkolesterol/ gorengan, prevalensi
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa obesitas lebih tinggi pada responden yang
prevalensi obesitas di pedesaan lebih tinggi sering makanan makanan
pada perempuan (44,2%) dan lebih tinggi berlemak/berkolesterol/ gorengan (35,3%).
pada usia ≥ 40 tahun (38,4%), Berdasarkan Berdasarkan konsumsi soft drink, prevalensi
tingkat pendidikan, prevalensi obesitas di responden yang obesitas di pedesaan lebih
pedesaan lebih tinggi pada responden yang tinggi pada responden yang jarang konsumsi

Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Volume 14 Edisi 4, 2022 188


soft drink (35,2%). Berdasarkan konsumsi Konsumsi
76.673 144.804
sayur dan buah, prevalensi responden yang makanan
(34,6) (65,4)
obesitas di pedesaan lebih tinggi pada manis 0,169
11.128 21.383
responden yang kurang konsumsi sayur dan Sering
(34,2) (65,8)
Jarang
buah (34,6%), Berdasarkan kebiasaan
merokok, prevalensi responden yang obesitas Konsumsi
78.513 152.630
minuman
di pedesaan lebih tinggi pada responden yang manis
(34,0) (66,0)
0,001
tidak merokok (41,6%). Berdasarkan tingkat Sering
9.288 14.557
aktivitas fisik, prevalensi responden yang (40,7) (59,3)
Jarang
obesitas di pedesaan lebih tinggi pada Konsumsi
responden yang mempunyai aktivitas fisik makanan
kurang (37,0%), dan berdasarkan tingkat berlemak/ 75.244 138.050
depresi, prevalensi responden yang obesitas berkolester (35,3) (64,7)
0,001
di pedesaan lebih tinggi pada responden yang ol/ 12.557 28.137
tidak depresi (34,6%). Selanjutnya, gorengan (30,9) (69,1)
ditemukan adanya hubungan signifikan Sering
Jarang
antara jenis kelamin, umur, pendidikan,
Konsumsi
konsumsi minuman manis, konsumsi minuman
10.160 23.345
makanan berlemak/berkolesterol/ gorengan, (30,3) (69,7)
softdrink 0,001
konsumsi minuman soft drink, kebiasaan 77.641 142.842
Sering
merokok, aktifitas fisik, dan depresi dengan (35,2) (64,8)
Jarang
obesitas pada penduduk dewasa di wilayah Konsumsi
164.859
pedesaan dengan nilai p <0,05. sayur dan 87.121
(65,4)
buah (34,6) 0,520
1.328
PEMBAHASAN Kurang 680 (33,9)
(66,1)
Jenis Kelamin dengan Obesitas Cukup
Hasil penelitian ini menunjukkan Kebiasaan 18.217 66.827
merokok (21,4) (78,6)
prevalensi obesitas lebih tinggi pada
Perokok 3.129 6.003
perempuan baik di pedesaan maupun di Mantan (34,3) (65,7) 0,001
perkotaan dan hasil perokok
Tidak 66.455 93.357
Tabel 2. Faktor Risiko Obesitas Penduduk merokok (41,6) (58,4)
Dewasa di Indonesia di Pedesaan Aktifitas 28.561 48.607
Obesitas fisik (37,0) (63,0)
Nilai 0,001
Variabel Ya Tidak Rendah 59.240 117.580
P
N(%) N(%) Tinggi (33,5) (66,5)
Jenis Depresi 4.544 9.045
59.233
kelamin 74.819 Ya (33,4) (66,6)
(44,2) 0,005
Perempuan (55,8) 0,001 Tidak 83.257 157.142
28.568
Laki-laki 91.368 (34,6) (65,4)
(23,8)
(76,2)
Umur Uji statistik menunjukkan ada hubungan
42.402 68.134
≥ 40 signifikan antara jenis kelamin dengan
(38,4) (61,6)
tahun 0,001 obesitas. Perempuan mempunyai
45.399 98.053
< 40
(31,6) (68,4) metabolisme lebih lambat dibandingkan laki-
tahun
Pendidikan 58.444 114.732 laki. Oleh karena itu, perempuan cenderung
Rendah (33,7) (66,3) lebih banyak mengubah makanan menjadi
0,001 lemak, sedangkan laki-laki lebih banyak
Tinggi 29.357 51.455
(36,3) (63,7) mengubah makanan menjadi otot dan
cadangan energi siap pakai. Perempuan juga
memiliki lebih sedikit otot dibandingkan laki-
laki. Otot membakar lebih banyak lemak
daripada sel-sel lainnya, sehingga

189 Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Volume 14 Edisi 4, 2022


memperoleh kesempatan yang lebih kecil dan soft drink semakin beragam dan mudah
untuk membakar lemak.12 ditemui baik itu di warung, restoran, café,
dan toko minuman. Variabel pola makan lain
Umur dengan Obesitas yang berhubungan dengan obesitas di
Hasil penelitian ini menunjukkan perkotaan adalah konsumsi makanan manis
prevalensi obesitas lebih tinggi pada dan konsumsi sayur buah. Sayur dan buah
responden berumur > 40 tahun baik di lebih mudah dijumpai di pedesaan karena
pedesaan maupun di perkotaan dan hasil uji masyarakat bisa mendapatkannya dari
statistik menunjukkan ada hubungan pekarangan sendiri. Sedangkan variabel pola
signifikan antara umur dengan obesitas. makan lain yang berhubungan dengan
Sejalan dengan penelitian terdahulu obesitas di pedesaan adalah konsumsi
menunjukkan bahwa obesitas meningkat makanan berlemak/ berkolesterol/ gorengan.
seiring dengan bertambahnya usia. Seiring Buruknya pola makan masyarakat ini
bertambahnya umur, massa lemak tubuh dimungkinkan karena pengetahuan gizi
meningkat dan massa otot menurun. Massa masyaraka masih kurang. Semakin baik
lemak tubuh meningkat ketika memasuki usia pengetahuan gizi akan mempengaruhi sikap
pralansia lalu menurun pada usia lansia. dan perilaku seseorang dalam memenuhi
Kehilangan massa otot dimulai dari sekitar makanan yang bergizi seimbang. Penelitian
umur 50 tahun dan dipercepat setelah usia 60 di Banjarbaru menunjukkan ada hubungan
tahun. Sementara itu, massa lemak tubuh yang signifikan antara pengetahuan gizi
meningkat sampai sekitar usia 75 tahun.13 responden dengan status gizi di pedesaan
maupun di perkotaan.16
Pendidikan dengan Obesitas Konsumsi makanan yang berlebih dapat
Hasil penelitian ini menunjukkan menjadi faktor risiko terjadinya obesitas.
prevalensi obesitas lebih tinggi pada Obesitas terjadi jika seseorang konsumsi
responden yang mempunyai pendidikan kalori melebihi jumlah kalori yang
tinggi baik di pedesaan maupun di perkotaan dikeluarkan. Pada dasarnya, tubuh
dan hasil uji statistik menunjukkan ada memerlukan asupan kalori untuk
hubungan signifikan antara tingkat kelangsungan hidup dan aktivitas fisik, akan
pendidikan dengan obesitas. Sejalan dengan tetapi perlu adanya keseimbangan antara
hasil penelitian terdahulu juga ditemukan energi yang masuk dengan energi yang
bahwa kelebihan berat badan di perkotaan keluar untuk menjaga berat badan tetap ideal.
banyak dialami oleh subjek yang Ketidakseimbangan energi dapat
berpendidikan sekolah menengah atas.14 mengakibatkan tubuh mengalami berat badan
Semakin tinggi pendidikan seseorang sejalan berlebih. Asupan makanan berlebih yang
dengan tingkat pendapatan dan kesejahteraan berasal dapat berasal jenis makanan olahan
sehingga mempengaruhi gaya hidup dan pola serba instan, minuman ringan dan makanan
makan. Orang yang berpendidikan tinggi jajanan seperti cepat saji serta makanan siap
mempunyai akses yang lebih luas dalam saji lainnya yang tersedia di gerai makanan.12
pemilihan makanan termasuk makanan Konsumsi sayuran dan buah yang cukup
junkfood yang tinggi lemak dan kalori.15 berhubungan dengan menurunnya risiko
Sebagian masyarakat juga mengganggap obesitas. Serat dalam sayur dan buah dapat
bahwa berat badan berlebih berhubungan mencegah terjadinya obesitas dengan cara
dengan tingkat kesejahteraan dan memperlama rasa kenyang, menurunkan
kemakmuran.14 absorpsi zat gizi makro, dan mengubah
pengeluaran hormon di usus.15
Pola Makan dengan Obesitas Akan tetapi, hasil penelitian ini juga
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ditemukan bahwa prevalensi obesitas lebih
konsumsi minuman manis dan konsumsi tinggi pada responden yang jarang konsumsi
sofdrink berhubungan signifikan dengan makanan dan minuman manis di perkotaan
obesitas baik itu di pedesaan maupun di dan jarang konsumsi soft drink baik di
perkotaan. Hal ini dimungkinkan karena saat pedesaan dan perkotaan. Hal tersebut
ini perkembangan jenis-jenis minuman manis dimungkinkan karena adanya bias dalam

Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Volume 14 Edisi 4, 2022 190


proses pengumpulan data. Pengukuran Depresi dengan Obesitas
variabel konsumsi makanan dan minuman Hasil penelitian ini menunjukkan
sebaiknya menggunakan survei konsumsi prevalensi obesitas lebih tinggi pada
pangan dengan re-call minimal 2 x 24 jam responden tidak depresi baik di pedesaan
untuk menghasilkan data konsumsi yang maupun di perkotaan dan hasil uji statistik
lebih valid dan menggambarkan pola menunjukkan ada hubungan signifikan antara
konsumsi makanan pada responden. depresi dengan obesitas. Orang-orang yang
menderita depresi memiliki kecenderungan
Merokok dengan Obesitas tidak memperhatikan kebutuhan dasar seperti
Hasil penelitian ini menunjukkan kebutuhan akan makanan, kebersihan diri dan
prevalensi obesitas lebih tinggi pada istirahat yang mengakibatkan gangguan
responden yang tidak merokok baik di makan baik nafsu makan berkurang atau
pedesaan maupun di perkotaan dan hasil uji meningkat. Apabila asupan makanan rendah
statistik menunjukkan ada hubungan dan berlangsung dalam jangka waktu yang
signifikan antara merokok dengan obesitas. relatif panjang, seseorang akan mengalami
Penelitian terdahulu juga menunjukkan ada defisiensi zat gizi yang berakibat pada
hubungan signifikan antara kebiasaan penurunan status gizi,20 Maka dari itu, pada
merokok dengan kejadian obesitas. orang yang tidak depresi lebih tenang dan
Responden yang tidak merokok memiliki bahagia, sehingga bisa mengonsumsi
risiko mengalami obesitas sebesar 2,5 kali makanan dengan bebas, yang nantinya dapat
dibandingkan responden yang merokok.11 berdampak terhadap obesitas.
Penelitian di kota Surabaya juga
menunjukkan prevalensi obesitas abdominal KESIMPULAN
lebih tinggi pada orang yang tidak Faktor risiko yang berhubungan dengan
merokok.17 Hal ini dikarenakan zat kimia di kejadian obesitas di Indonesia baik di
dalam rokok mempengaruhi status gizi. pedesaan maupun perkotaan adalah jenis
Nikotin dalam rokok dapat meningkatan kelamin, umur, pendidikan, kebiasaan
pengeluaran energi dan menurunkan nafsu merokok, aktivitas fisik, depresi, dan pola
makan.18 makan. Pola makan yang berhubungan
dengan obesitas di perkotaan adalah
Aktifitas Fisik dengan Obesitas konsumsi makanan dan minuman manis,
Hasil penelitian ini menunjukkan konsumsi minuman sofdrink, serta konsumsi
prevalensi obesitas lebih tinggi pada sayur dan buah, sedangkan di pedesaan
responden yang mempunyai aktivitas fisik adalah konsumsi minuman manis, konsumsi
rendah baik di pedesaan maupun di perkotaan makanan berlemak/ berkolesterol/ gorengan,
dan hasil uji statistik menunjukkan ada dan konsumsi minuman soft drink.
hubungan signifikan antara aktivitas fisik Perlu adanya peningkatan program
dengan obesitas. Obesitas terjadi jika energi pencegahan tentang obesitas pada penduduk
yang dikeluarkan individu untuk beraktivitas dewasa baik itu di pedesaan maupun di
semakin sedikit. Aktivitas fisik dapat perkotaan terutama tentang edukasi gizi pada
meningkatkan pengeluaran energi yang masyarakat mengenai makanan yang bergizi
didapatkan dari konsumsi makanan. Berbagai seimbang.
penelitian menyatakan bahwa aktivitas fisik
menjadi faktor protektif terhadap terjadinya DAFTAR PUSTAKA
obesitas.19 Minimnya aktivitas fisik yang 1. Pérez-Rodrigo C, Hervás Bárbara G,
dilakukan oleh masyarakat saat ini Gianzo Citores M, et al, Prevalence of
menyumbang risiko terjadinya obesitas. obesity and associated cardiovascular
Sekilas mungkin melihat peningkatan trend risk factors in the Spanish population:
olahraga di kota-kota besar, akan tetapi the ENPE study, Rev Española Cardiol
banyak yang tidak melakukan secara serius (English Ed, Epub ahead of print 2021,
tetapi demi kebutuhan media sosial atau DOI: 10,1016/j,rec,2020,12,020,
konten.12 2. Corlin L, Short MI, Vasan RS, et al,
Association of the Duration of Ideal

191 Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Volume 14 Edisi 4, 2022


3. Cardiovascular Health Through Masy Indones 2021; 20: 70–74,
Adulthood with Cardiometabolic 14. Syafiq A, Badriyah L, Fikawati S,
Outcomes and Mortality in the Perbedaan Status Gizi Dan Kesehatan
Framingham Offspring Study, JAMA Pralansia Dan Lansia Di Puskesmas
Cardiol 2020; 5: 549–556, Cipayung Depok, Nutr Food Res 2020;
4. Landecho MF, Tuero C, Valentí V, et al, 43: 89–100,
Relevance of leptin and other adipokines 15. Saraswati I, Dieny FF, Perbedaan
in obesity-associated cardiovascular risk, Karakteristik Usia, Asupan Makanan,
Nutrients 2019; 11: 1–16, Aktivitas Fisik, Tingkat Sosial Ekonomi
5. Pierobon M, Frankenfeld CL, Obesity as dan Pengetahuan Gizi pada Wanita
a risk factor for triple-negative breast Dewasa dengan Kelebihan Berat Badan
cancers: A systematic review and meta- antara di Desa dan Kota, J Nutr Coll
analysis, Breast Cancer Res Treat 2013; 2012; 1: 382–387,
137: 307–314, 16. Rizqiya F, Syafiq A, Asupan Serat
6. Sommer A, Twig G, The Impact of Sebagai Faktor Dominan Obesitas
Childhood and Adolescent Obesity on Perempuan Pralansia, J Manaj Kesehat
Cardiovascular Risk in Adulthood: a Yayasan RSDr Soetomo 2019; 5: 6,
Systematic Review, Curr Diab Rep; 18, 17. Suryani N, Anwar R, Wardani HK,
Epub ahead of print 2018, DOI: Hubungan Status Ekonomi dengan
10,1007/s11892-018-1062-9, Konsumsi Buah, Sayur dan Pengetahuan
7. Kementerian Kesehatan RI, Epidemi Gizi Terhadap Status Gizi pada Siswa
Obesitas, http://p2ptm,kemkes,go,id/ SMP di Perkotaan dan Pedesaan di
2018; 1–8, Kotamadya Banjar Baru Tahun 2014, J
8. Blüher M, Obesity: global epidemiology Kesehat Indones 2015; 5: 6–15,
and pathogenesis, Nat Rev Endocrinol 18. Kusteviani F, Faktor yang Berhubungan
2019; 15: 288–298, dengan Obesitas Abdominal pada Usia
9. Chooi YC, Ding C, Magkos F, The Produktif (15-64 Tahun) di Kota
epidemiology of obesity, Metabolism Surabaya, J Berk Epidemiol 2015; 3:
2019; 92: 6–10, 45–56,
10. Kemenkes, Hasil Utama Riskesdas 2018, 19. Zulkarnain A, Alvina A, Hubungan
2018, Epub ahead of print 2018, DOI: 1 kebiasaan berolahraga dan merokok
Desember 2013, dengan obesitas abdominal pada
11. Kemenkes, Riset Kesehatan Dasar karyawan usia produktif, J Biomedika
(RISKESDAS) 2018, 2018, dan Kesehat 2020; 3: 21–27,
12. Endang N, Ratu A, Dewi A, Faktor 20. Safitri DE, Rahayu NS, Determinan
Risiko Obesitas pada Orang Dewasa Status Gizi Obesitas pada Orang Dewasa
Urban dan Rural, J Kesehat Masy Nas di Perkotaan: Tinjauan Sistematis,
2010; 5: 29–34, ARKESMAS (Arsip Kesehat Masyarakat)
13. Saraswati SK, Rahmaningrum FD, 2020; 5: 1–15,
Pahsya MNZ, et al, Faktor Risiko 21. DI A, Hubungan Depresi dengan Status
Penyebab Obesitas, Media Kesehat Gizi, Medula Unila 2014; 2: 39–46,

Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat Volume 14 Edisi 4, 2022 192

Anda mungkin juga menyukai